Posted on: 02/03/2020 Posted by: RD Lucius Joko Comments: 0
Keuskupan Agats

Renungan 1 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa A/III

Daud sungguh menyesali perbuatan dosanya setelah disadarkan oleh Natan. Tidak hanya mengakui dan menyesali, Daud pun mewujudkan sikap tobatnya tersebut dengan mati raga yang hebat. Daud ingin supaya Allah kembali menciptakan hati yang murni bagi dirinya, membaharui dirinya dengan semangat yang teguh. Daud ingin supaya Allah tidak meninggalkannya dan tidak membuang Roh Allah yang kudus dalam dirinya. Dalam kisah Injil, Yesus bertanya kepada murid-Nya: “Mengapa kamu takut? Mengapa kamu tidak percaya?” Hal ini terjadi saat Yesus meredakan angin ribut di danau yang membuat para murid cemas. Saudaraku, meskipun Yesus ada di samping mereka, para murid mengalami ketakutan dan kecemasan, juga tidak percaya. Mengapa hal ini bisa terjadi?

Dalam kehidupan nyata, tak jarang kita merasa sudah sangat dekat dengan Allah. Hidup doa, pelayanan, ikut Ekaristi, dan sebagainya sudah kita lakukan. Tetapi, seringkali kita bersikap seperti para murid yang tetap takut dan cemas, bahkan tidak percaya akan pertolongan Allah. Situasi ini adalah gambaran bahwa hati kita tidak murni. Hati yang tidak murni tanda bahwa kita memiliki dosa. Meskipun dekat dengan Allah kita ternyata masih sulit bersikap percaya dan berserah. Saudaraku, mari berani mengakui dan menyesali segala kedosaan kita seperti yang dilakukan oleh Daud lewat pertobatan yang nyata. Hal ini akan membuat Allah menciptakan hati yang murni bagi kita, membaharui semangat teguh dalam batin kita untuk selalu ada di jalan Allah tanpa rasa cemas dan takut. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 2 Februari 2020

Pesta Yesus Dipersembahkan Di Bait Allah

Hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Peristiwa istimewa ini biasanya digunakan untuk perayaan syukur Sakramen Tahbisan, seperti Tahbisan Imamat dan Tahbisan Diakonat. Sakramen tahbisan menjadi peristiwa rahmat saat seorang laki-laki menyerahkan diri dan hidupnya secara total kepada Allah. Hal ini selaras dengan peristiwa saat Yesus dipersembahkan oleh Maria dan Yosef di Bait Allah dalam rangka menjalankan ketaatan mereka pada Hukum Taurat. Anak sulung saat tiba waktu pentahiran hendaknya diserahkan kepada Allah seperti ada tertulis, “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah.” Sesudah dipersembahkan di Bait Allah, Yesus berproses tumbuh bertambah besar, dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada pada-Nya. Bagaimana dengan hidup kita masing-masing? Sungguhkah hidup kita ini sudah menjadi persembahan hidup yang layak dan pantas bagi Allah?

Persembahan hidup yang pantas dan layak bagi Allah itu adalah sebuah proses, bukan sesuatu yang sekali jadi. Manusia yang mempersembahkan hidupnya bagi Allah adalah manusia yang mau hidup dalam proses siap jatuh bangun dibentuk dan diubah ke arah yang lebih baik bahkan sampai wafat. Iman yang semakin tumbuh dan kuat, penuh hikmat dan selalu hidup dalam kasih karunia Allah. Seperti seorang imam, sesudah menerima rahmat sakramen tahbisan sebagai persembahan hidup bagi Allah, saat itulah awal ia memulai proses jatuh bangun untuk selalu siap dibentuk dan diubah oleh Roh Allah sendiri untuk semakin memiliki iman spiritual yang besar dan kuat, hidup penuh hikmat juga hidup dalam kasih karunia Allah. Saudaraku, selalu siaplah untuk berproses jatuh bangun dibentuk dan diubah oleh Roh Allah untuk menjadi manusia yang lebih baik hari demi hari sampai wafat, karena inilah persembahan hidup terbaik kita bagi Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 3 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa A/IV

Mazmur hari ini berbunyi, “Bangkitlah ya Tuhan, selamatkanlah aku.” Pemazmur sepertinya ingin menggambarkan saat hidup ada di dalam titik nadir, titik kehancuran, titik kegagalan maka satu-satunya harapan adalah Tuhan untuk segera menolong. Keadaan ini juga menjadi situasi yang dialami oleh Daud saat ia melarikan diri dari Absalom, anaknya, untuk dibunuh. Bahkan, dalam pelarian tersebut, ia yang dulu dielu-elukan sebagai raja yang hebat harus dicaci dan dihujat. Daud tidak marah dan melawan melainkan hanya berharap belas kasih dan pertolongan Tuhan. Daud hanya berharap dan percaya pada kekuatan Tuhan Allah. Saudaraku, bagaimana saat hidup kita ada dalam titik nadir, titik kegagalan dan titik kehancuran itu? Masihkah kita berharap dan percaya pada pertolongan Tuhan?

Manusia cenderung mudah marah dan kecewa, putus asa, apatis, merasa hidup tidak berguna dan sia-sia belaka saat ada dalam titik nadir, titik kegagalan dan titik kehancuran. Hidup tetapi mati. Bahkan, terkadang ingin segera mengakhiri hidup yang seolah tak berguna. Dalam Injil dikisahkan tentang Yesus yang mengusir roh jahat yang sudah lama merasuki seseorang di Gerasa. Orang yang mungkin saja karena kemasukan roh jahat, hidupnya menjadi tidak berarti lagi, tidak berguna lagi, tidak jelas, hancur dan tanpa masa depan, hanya dianggap mengganggu, bagaikan sampah bagi masyarakat. Tetapi, Yesus mampu mengubah dan membuat semuanya menjadi baik dan indah. Orang tersebut bebas dan sembuh, ia kembali mendapatkan hidupnya yang sudah mati. Saudaraku, masihkah kita kurang berharap dan percaya bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik, terindah dan paling tepat dalam hidup kita? Apakah selama ini kita cenderung hidup dalam keputusasaan, kekecewaan dan kemarahan kepada Allah, selalu apatis, merasa gelap tanpa berkat dan hilang harapan? Ini adalah situasi kita sedang dirasuki oleh roh jahat seperti orang Gerasa. Mari bersikap seperti Daud yang selalu mampu berharap dan percaya pada pertolongan Tuhan Allah saat ada dalam titik nadir, titik kehancuran dan titik kegelapan. Percayalah bahwa Tuhan Allah akan selalu memberikan yang terbaik, terindah dan paling tepat dalam hidup kita di saat yang baik. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 4 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa A/IV

Banyak manusia mengaku dan bangga karena memiliki iman. Namun, saat iman itu seolah tidak pernah menjawab persoalan dan masalah dalam hidup, manusia menjadi lemah dan putus asa. Mohon kesembuhan tetapi tetap sakit, mohon diberi rejeki yang cukup tetapi semakin susah dan miskin, mohon keberhasilan tetapi mengalami kegagalan. Iman seolah tidak memberi jawaban dan pengaruh apapun. Manusia hilang semangat dan harapan, menjalani hidup tanpa arah dan tujuan jelas, hidup raganya tetapi mati jiwanya. Ya, akhirnya manusia marah dan kecewa kepada Tuhan dan merasa tidak perlu lagi memiliki iman.

Saudaraku, seringkali kita salah memahami dan salah menggunakan iman. Iman seolah kita jadikan ajian atau rumusan kode untuk memecahkan persoalan dan masalah hidup. Jika tidak memberi jawaban, tidak mengubah kehidupan dan tidak menghasilkan apa yang diinginkan, maka akan dibuang dan tidak digunakan lagi. Iman akan Yesus Kristus menuntut kita untuk selalu tabah dan setia di dalam segala beban kehidupan ini. Akan tiba waktu dan masanya di mana Yesus sendiri yang akan memikul kelemahan dan menanggung segala sakit kita. Hal ini yang terjadi pada anak perempuan Yairus dan seorang perempuan yang menderita sakit pendarahan selama dua belas tahun. Ada saat dan masanya Tuhan mengatakan, “Talita Kum” dalam kehidupan kita yang mengalami situasi sulit, beban berat, derita sakit dan sebagainya. Kita hendaknya mampu memilih dan berani untuk menerima penderitaan dengan lebih tabah dan setia karena dikuatkan oleh iman akan Yesus Kristus. Saudaraku, jangan berhenti berharap dalam iman, jangan menjadi lemah dan putus asa. Sebaliknya, mari terus mampukan diri menjalani setiap perkara hidup dengan tabah dan setia di dalam Tuhan. Akan tiba waktu dan masanya Yesus memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 5 Februari 2020

PW Santa Agata, Perawan dan Martir

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa A/IV

Akhir-akhir ini seringkali kita dipertontonkan dengan sebuah situasi dimana kebaikan dan kebenaran tidak mampu dilihat, dialami dan juga dirasakan hanya karena alasan kebaikan dan kebenaran tersebut datang dari seseorang yang dianggap bukan siapa-siapa. Sebaliknya, jelas terjadi kekacauan, kehancuran dan ketidakberesan tetapi tetap dianggap baik dan benar juga karena alasan datang dari seseorang yang dianggap hebat dan terpandang. Saudaraku, situasi ini juga dialami oleh Yesus di tempat asalnya. Ia tidak dihargai dan dihormati. Apapun kebaikan dan kebenaran yang Ia lakukan menjadi sebuah kesalahan bagi banyak orang. Bagaimana dengan diri kita sendiri? Apakah juga sudah ikut buta terhadap adanya kebaikan dan kebenaran yang terjadi?

Seringkali kita pun terjatuh pada situasi dimana kita buta terhadap kebaikan dan kebenaran hanya karena alasan kebaikan dan kebenaran itu datang dari orang yang kita anggap rendah dan bukan siapa-siapa. Hal ini sesungguhnya membuat kita menjadi kehilangan kebahagiaan bahkan mengalami sakit spiritual. Kebaikan dan kebenaran hendaknya mampu kita lihat, kita alami dan kita rasakan tanpa harus melihat dari mana datangnya, melainkan jadikanlah dimana kebaikan dan kebenaran itu hadir berarti cinta Allah pun sedang hadir bagi kita. Gagal melihat, mengalami dan merasakan kebaikan dan kebenaran dari siapapun berarti gagal juga menangkap cinta Allah bagi hidup kita. Saudaraku, mari belajar untuk mampu melihat, mengalami dan merasakan kebaikan dan kebenaran dari siapa pun, dimanapun dan kapan pun karena itu menjadi tanda kita mampu menangkap cinta Allah bagi hidup kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 6 Februari 2020

PW St. Paulus Miki dan teman-temannya, Martir

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa A/IV

Saat diminta untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan, pasti kita memilih kebaikan. Memilih antara kebenaran dan kepalsuan, pasti kita menginginkan kebenaran. Memilih antara kemarahan, dendam, kebencian dan kedamaian, sukacita, cinta, pasti kita memilih kedamaian, sukacita dan cinta. Kita mampu memilih hal-hal yang baik karena memang kita berasal dari Allah. Ya, sejak mengenal dan menerima Yesus Kristus sesungguhnya hidup kita hanya mengenal kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta. Dalam Injil, Yesus mengutus murid-murid-Nya pergi berdua-dua untuk memberitakan pertobatan dan perdamaian, mengusir roh jahat dan menyembuhkan segala sakit. Maka, kita pun diutus untuk terus menyebarkan dan mewartakan kebaikan, kebenaran, sukacita, damai dan cinta bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Sungguhkah kita sudah menjalankan tugas perutusan ini?

Seringkali hidup kita mengingkari dan mengkhianati tugas perutusan ini. Kita bukan hidup untuk menyebarkan kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta. Sebaliknya, kita malah terbawa arus dunia yang justru menawarkan dan menghasilkan kejahatan, kepalsuan, dendam, permusuhan dan kebencian. Lewat Injil, Yesus menegaskan dan mengingatkan akan tugas perutusan kita. Saat kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta yang kita lakukan mungkin ditolak oleh banyak orang dan banyak tempat, kita diingatkan jangan sampai terbawa arus dunia yang buruk itu, menjadi terlena bahkan berhenti berjuang. Segera tinggalkan situasi dan keadaan yang menolak tugas perutusan kita. Sebaliknya, tinggallah dan bertahanlah sebagai duta-duta kebaikan, kebenaran, sukacita, kedamaian dan cinta bagi semua orang dan juga bagi semua tempat yang menerima tugas perutusan kita. Semoga Roh Allah senantiasa memberkati tugas perutusan kita di dunia ini. Mari kita buat supaya kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta sungguh menguasai dunia. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 7 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa A/IV

Akhir-akhir ini tantangan untuk mampu bertahan menjadi manusia yang baik dan hidup dalam cinta menjadi sangat sulit dan berat. Manusia yang selalu bertahan hidup baik dan hidup dalam cinta seolah justru menjadi susah, sakit dan menderita, tampak lemah, kalah dan tak berdaya. Berbuat baik tetapi dicurigai dan dicaci maki, melakukan tindakan cinta tetapi dihujat dan dimusuhi. Ya, kebaikan dan cinta seolah menjadi musuh dunia, dunia yang haus dan rakus akan nafsu menguasai, juga nafsu dihormati demi harga diri. Nilai kebaikan dimatikan, nilai cinta dihancurkan. Sayangnya, kita terkadang tidak kuat bertahan sehingga ikut mewarnai situasi di mana kebaikan dimatikan dan cinta dihancurkan itu.

Saudaraku, sabda hari ini menguatkan kita. Tuhan adalah terang dan keselamatan. Tuhan tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita mengalami kesusahan, sakit dan derita dalam mempertahankan hidup baik dan hidup dalam cinta. Kebaikan dan cinta Tuhan itu universal dan perpetual, yang artinya berlaku di manapun, kapanpun dan bagi siapa pun, serta memiliki sifat kekal selamanya. Nilai kebaikan dan cinta tidak bisa dimusnahkan, dimatikan dan dihancurkan. Yohanes Pembaptis bisa dibunuh oleh Herodes karena dendam dan harga diri. Tetapi, nilai kebaikan dan cinta yang dibawa oleh Yohanes tidak ikut hancur, mati dan musnah. Saudaraku, jangan pernah berhenti dan menyerah untuk menjadi manusia baik dan penuh cinta. Sekali lagi mari kita buat nilai kebaikan dan kehidupan yang penuh cinta sungguh menguasai dunia kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 8 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa A/IV

Kebijaksanaan dan pengertian. Dua hal ini yang Raja Salomo mohon kepada Allah. Ia tidak meminta kekayaan, kekuasaan, umur panjang dan juga kekalahan musuh. Iman kepada Allah hendaknya membawa banyak manusia kepada kebijaksanaan karena Allah sendirilah Sang Kebijaksanaan tersebut. Saudaraku, bagaimana dengan hidup keseharian kita? Apakah kita telah menjadi pribadi-pribadi yang penuh dengan kebijaksanaan dan pengertian?

Dalam Injil, Yesus mengajak para murid menuju tempat sunyi, menyepi supaya sendirian dan beristirahat setelah melakukan tugas mewartakan Injil. Ada di tempat sunyi, dalam keheningan dan kesendirian bisa menjadi salah satu cara untuk mampu hidup dalam kebijaksanaan dan pengertian. Selama ini manusia begitu sibuk dengan keduniawian. Kejar target, kejar harta, kejar kuasa, kejar popularitas dan sebagainya. Tidak ada lagi waktu untuk sendiri, dalam kesunyian dan keheningan merenungkan relasi dengan Allah Sang Kebijaksanaan. Tanpa sadar kesibukan kita dalam hingar bingar telah menghilangkan kebijaksanaan dan pengertian dalam diri kita. Saudaraku, mari memiliki relasi intim dengan Allah lewat kesendirian dalam keheningan dan kesunyian. Mohonlah kebijaksanaan dan pengertian seperti Raja Salomo, maka sesungguhnya segala hal yang selama ini kita kejar pun akan dipenuhi oleh Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 9 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa A/V

Ada dua pernyataan Yesus dalam Injil kepada para murid-Nya, “Kamu adalah garam dunia,” dan “Kamulah terang dunia.” Melalui pernyataan ini, Yesus ingin supaya kita mampu hidup sebagai garam dan terang dunia. Kita diharapkan mampu menjadi orang-orang yang hidup dalam kebenaran karena hanya bagi orang benar Tuhan bercahaya laksana lampu di dalam gulita. Kita diingatkan sebagai murid yang telah mengikuti Yesus sebagai terang dunia, oleh karena sudah seharusnya kita mempunyai terang hidup. Saudaraku, bagaimana hidup kita selama ini? Sudahkah selalu hidup dalam kebenaran sebagai garam dan terang dunia?

Menjadi garam yang berguna berarti hidup yang siap lebur, hancur, tidak terlihat, siap berkorban karena kebenaran. Jangan-jangan kita adalah garam yang sudah tidak asin lagi sehingga hidup kita sungguh tidak lagi menjadi berkat, rahmat, anugerah dan manfaat bagi dunia karena menolak untuk berkorban, sulit berbagi, selalu ingin dilihat dan diakui, tidak siap lebur dan hancur. Terang hanya akan menerangi saat diletakkan di atas dian, bukan di bawah gantang. Artinya, hidup dalam kebenaran tidak cukup hanya dengan kata dan kalimat, tetapi harus ada aksi nyata yang terasa bagi sesama dan dunia. Jangan-jangan selama ini terang kita tidak menerangi dunia sekitar kita karena kita tidak pernah mampu memiliki aksi nyata yang terasa sebagai sebuah kebenaran.

Saudaraku, sebagai pribadi yang mengikuti Yesus yang adalah terang dunia, maka hendaknya kita mempunyai terang hidup. Mari terus berjuang menjadi garam dan terang bagi dunia. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 10 Februari 2020

PW St. Skolastika, Perawan

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa A/V

Di mana ada Yesus, di situ ada kesembuhan. Tak heran banyak manusia saat melihat Yesus segera mendekat, bahkan dengan berlari membawa orang sakit dengan usungan, meletakkan orang sakit di pasar-pasar. Uniknya lagi banyak orang sakit itu hanya memohon diperkenankan menjamah jumbai jubah-Nya saja dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh. Saudaraku, begitu hebatnya iman orang-orang itu terhadap Yesus. Bagaimana dengan hidup kita sendiri?

Seharusnya kita mampu memiliki sikap percaya yang total kepada Yesus. Percaya bahwa Yesus akan menyembuhkan segala sakit dan derita kita. Percaya bahwa Yesus akan menjadikan segalanya baik dan selamat. Percaya bahwa Yesus akan melakukan yang terbaik bagi hidup kita. Percaya bahwa Yesus akan menjadikan segalanya indah pada waktunya. Faktanya, kita tidak sungguh percaya. Kita masih lebih sering meragukan Yesus, sering mengeluh dan kecewa kepada Yesus, sering marah bahkan putus asa. Saudaraku, situasi ini adalah bukti bahwa kita belum sembuh dari sakit bahkan mungkin selalu memilih untuk sakit. Mari segera bangkit dan berlari dengan sikap percaya penuh dan total. Mari kita raih jumbai jubah-Nya dengan iman yang sungguh sehingga kita menjadi sembuh. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 11 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa A/V

Yesus menjawab pertanyaan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang dianggap munafik dengan tulisan dari Kitab Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku sebab ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia.” Ya, peristiwa yang terjadi dalam Injil sering juga kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Dalam lingkungan Gereja, terkadang hukum dan peraturan-peraturan begitu kaku dan keras sehingga menjauhkan manusia dari Allah dan sulit mengalami cinta, sukacita dan kerahiman Allah. Situasi lain, banyak manusia mengatasnamakan hukum dan aturan-aturan keagamaan tetapi bertujuan untuk menghakimi, menindas, menghancurkan bahkan membunuh sesamanya, seolah semuanya menjadi boleh dan sah karena hukum dan aturan dari agama yang mengatasnamakan perintah Allah. Sungguhkan sabda dan perintah Allah memiliki tujuan seperti itu?

Saudaraku, manusia diciptakan secara sempurna seturut gambar dan rupa Allah, maka hidup kita hendaknya selalu menghadirkan wajah Allah itu. Manusia yang mampu menangkap sabda dan perintah Allah, mampu memaknai hukum dan perintah Allah, adalah manusia yang hidupnya akan menghadirkan wajah Allah. Pertama, wajah cinta Allah. Hidup dan hadirnya hanya untuk mewujudkan cinta menjadi nyata bagi siapapun, kapanpun dan di manapun. Kedua, wajah sukacita Allah. Manusia hendaknya hidup untuk selalu menghadirkan sukacita. Sukacita yang selalu membawa harapan. Ketiga, wajah kerahiman Allah. Manusia hendaknya juga terus menghadirkan wajah kerahiman Allah. Allah yang selalu berbelas kasih. Allah yang selalu mengampuni. Hidup dalam komunitas persaudaraan dan kekeluargaan yang rukun dan damai adalah wujud nyatanya. Saudaraku, semoga sebagai ciptaan sempurna yang secitra dengan Allah, hidup kita mampu terus menghadirkan wajah cinta Allah, wajah sukacita Allah dan wajah kerahiman Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 12 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa A/V

Dalam Injil, Yesus mengatakan bahwa segala sesuatu yang dari luar masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskan dia, “Apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya! Sebab dari dalam hati orang timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” Saudaraku, bukankah akhir-akhir ini banyak manusia, bahkan mungkin diri kita juga, berlomba-lomba membuat diri sendiri dan juga lingkungan menjadi najis karena hati kita tidak terjaga bersih? Hal paling kentara adalah mulut atau perkataan kita yang terkadang mengeluarkan sesuatu yang jahat dan menyakitkan, padahal jika hati kita bersih maka mulut dan perkataan kita akan mengeluarkan hikmat.

Semua manusia di dunia pasti sepakat menghindarkan diri dari kenajisan. Najis berarti tidak layak, tidak pantas, tidak suci dan tidak bersih. Hati manusia tempat Allah tinggal bersemayam ternyata sudah dikuasai oleh Iblis sehingga hidup manusia selalu menghasilkan hal yang jahat. Kita seolah membenci dan menghindari kenajisan tetapi sesungguhnya selalu menciptakan kenajisan itu sendiri. Saudaraku, mari memiliki hati yang selalu terjaga bersih, bukan hati yang busuk dan jahat, hati yang selalu didiami oleh kebenaran sabda Allah sehingga melalui kebenaran sabda Allah itu hidup kita selalu dikuduskan dan perkataan kita mengeluarkan hikmat. Mari menjaga hati, jangan kita nodai, mari menjaga hati karena hati adalah cahaya ilahi. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 13 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa A/V

Seorang ibu dari Yunani, kebangsaan Siro-Fenisia, merendahkan diri di hadapan Yesus demi kesembuhan anaknya yang kerasukan roh jahat. Ia sadar bahwa dirinya bukan seorang yang pantas dan layak untuk memohon kesembuhan anaknya kepada Yesus, seorang Yahudi yang tentu saja akan mengutamakan orang-orang Yahudi. Sikap merendahkan diri yang tulus dan total di hadapan Tuhan ini yang membuat Yesus menyembuhkan anaknya dari kerasukan roh jahat. Saudaraku, bagaimana dengan hidup kita sendiri? Mampukah merendahkan diri di hadapan Tuhan?

Kita sulit merendahkan diri di hadapan Tuhan, bahkan cenderung memiliki sikap sombong di hadapan Tuhan. Tanda kesombongan kita di hadapan Tuhan adalah saat kita tidak lagi hidup seturut hukum dan firman-Nya. Inilah yang juga dilakukan dan dialami oleh Salomo. Ia melakukan apa yang jahat di mata Tuhan. Saudaraku, bagaimana mungkin segala permohonan kita akan dikabulkan oleh Tuhan jika kita belum mampu merendahkan diri dengan tulus dan total di hadapan-Nya, bahkan cenderung menyombongkan diri di hadapan-Nya dengan berbuat yang jahat di mata-Nya? Semoga kita mampu merendahkan diri dengan tulus dan total di hadapan Tuhan dengan hidup seturut hukum dan firman Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 14 Februari 2020

PW St. Sirilus, Rahib dan Metodius, Uskup

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa A/V

Salomo telah melakukan yang jahat di mata Tuhan, maka dua belas suku di kerajaannya dikoyakkan oleh Tuhan. Perbuatan Salomo menjadi gambaran manusia yang memilih menjadi buta dan bisu karena tidak lagi hidup setia untuk menjalankan hukum dan perintah Tuhan. Dalam Injil, Yesus berkata, “Effata” yang artinya “Terbukalah” saat menyembuhkan seorang yang buta dan bisu. Yesus hadir memberikan harapan dan hidup baru meskipun manusia selalu memilih untuk berdosa, yaitu hidup dalam spiritualitas yang buta dan bisu. Bagaimana dengan hidup kita?

Saat kita tidak hidup setia pada hukum dan perintah Tuhan, saat itu sesungguhnya kita sedang ada dalam kebutaan dan kebisuan spiritual. Kita merasa punya iman tetapi kering dan kosong bahkan hampir mati, merasa punya iman tetapi ada iri hati dan kebencian, merasa punya iman tetapi ada dendam dan permusuhan, merasa punya iman tetapi ada keegoisan dan sulit berbagi. Spiritualitas yang buta dan bisu hendaknya segera kita sembuhkan supaya kita juga mengalami “Effata” atau “Terbukalah”. Saudaraku, mari datang kepada Yesus sehingga iman yang kita miliki bukan lagi menjadi iman yang buta dan bisu, tetapi sungguh menjadi iman yang hidup dan berbuah bagi dunia. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 15 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa A/V

Mukjizat akan terjadi saat manusia melepaskan diri dari rasa ragu dan khawatir. Hal ini yang oleh Yesus disadarkan kepada kita lewat peristiwa Injil. Yesus tergerak oleh belas kasihan melihat orang banyak yang mengikuti-Nya selama kurang lebih tiga hari. Yesus ingin para murid memberi orang banyak makan, sedangkan para murid justru mengalami keraguan dan kekhawatiran dengan berbagai alasan. Bagi Yesus, untuk melakukan perbuatan kasih dan kebaikan tidak perlu dengan diliputi rasa ragu dan khawatir. Saudaraku, bagaimana selama ini dengan hidup kita?

Selalu ada kesempatan bagi kita untuk berbuat kasih dan kebaikan. Hati kita pun seringkali tergerak oleh belas kasihan ketika melihat penderitaan dan kekurangan sesama kita. Sayangnya, untuk segera berbuat kasih dan kebaikan kita justru sering diliputi dengan banyak keraguan dan kekhawatiran dengan berbagai alasan. Padahal, hal ini lah yang justru sering menghambat mukjizat Tuhan itu terjadi dalam hidup kita. Saudaraku, mari terus berbuat kasih dan kebaikan kepada siapa saja tanpa harus ragu dan khawatir supaya mukjizat Tuhan terjadi bagi kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 16 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa A/VI

“Berbahagialah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan.”,  demikianlah Kitab Mazmur menuliskan. Semakin dikuatkan oleh kalimat dari Kitab Putera Sirakh: “Tuhan tidak menyuruh orang menjadi fasik, dan tidak memberi izin kepada siapapun untuk berdosa.” Saudaraku begitu utama dan pentingnya hukum dan perintah Allah bagi kita manusia. Sayangnya, kita tidak pernah mampu taat dan setia terhadap hukum dan perintah Allah. Hal ini disebabkan karena kita sendiri belum sungguh mampu memahami dan memaknai kedalaman hukum dan perintah Allah tersebut. Hukum dan perintah Allah kita lihat dan kita anggap hanya sebagai sebuah aturan tanpa sampai kepada kedalaman makna.

Kita tak jauh berbeda dengan para ahli Taurat dan orang Farisi yang merasa paling mengenal hukum dan perintah Allah tetapi sekaligus yang paling pertama melanggar dan merusak makna hukum tersebut. Kita kadang mudah menggunakan hukum dan perintah Allah, isi atau ayat Kitab Suci untuk menghakimi, menilai bahkan menghukum sesama karena merasa diri paling benar dan mengerti. Situasi ini yang oleh Yesus dilawan. Yesus hadir bukan untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya. Yesus ingin supaya manusia mampu memaknai kedalaman hukum dan perintah dari Allah. Terwujud dalam beberapa ungkapan Yesus seperti jangankan membunuh, marah dengan saudara saja kita harus dihukum. Juga saat mengucapkan kata ‘kafir’ dan ‘jahil’ kepada sesama.   Jangankan berzina, memandang dan menginginkan seorang perempuan saja kita sudah berzinah dalam hati. Kita diminta untuk mencongkel mata yang menyesatkan, memenggal dan membuang tangan yang menyesatkan. Kita diminta untuk tidak bersumpah palsu, berani mengatakan ‘ya’ jika ‘ya’, ‘tidak’ jika ‘tidak’, karena apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.

Saudaraku, Yesus menunjukkan bagaimana memahami dan memaknai kedalaman dari hukum dan perintah Allah. Maka, marilah kita terus belajar memahami dan memaknai kedalaman dari hukum dan perintah Allah ini tanpa harus merasa paling benar dan paling mengerti. Siapapun yang mampu memahami dan memaknai kedalaman dari hukum dan perintah Allah, maka ia akan berjuang untuk taat dan setia terhadap hukum dan perintah Allah. Saudaraku, mari menjadi taat dan setia karena Tuhan tidak pernah menyuruh orang menjadi fasik, dan tidak memberikan izin kepada siapapun untuk berdosa. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 17 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa A/VI

Yesus kecewa terhadap orang-orang Farisi yang mencobai Dia dengan meminta sebuah tanda dari surga. Hal ini justru membuat angkatan tersebut tidak akan diberi tanda. Saudaraku, seringkali dalam hidup ini kita tanpa sadar juga menuntut tanda dari surga. Kita menuntut suatu tanda sebagai bukti dari Allah. Iman kita seakan mulai rapuh dan goyah bahkan mengalami keraguan akan kehadiran kasih Allah dalam hidup kita.

Iman kita sering tidak tahan uji. Saat hidup kita mengalami sakit, derita, penindasan, kejatuhan, kehancuran dan sebagainya kita mulai rapuh, goyah dan ragu akan kasih Allah. Padahal, iman yang tahan uji itulah yang membuahkan ketekunan. Ketekunan inilah yang akhirnya akan membuat kita mampu menangkap, merasakan dan mengalami kasih Allah dalam hidup kita sebagai tanda dari surga. Saudaraku, mari memiliki iman yang tahan uji sampai berbuah ketekunan daripada terus menuntut tanda dari surga sebagai wujud iman kita yang rapuh, goyah dan mulai ragu. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 18 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa A/VI

Yesus berkata kepada para murid, “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” Pernyataan Yesus ini membuat para murid tidak memahami apa yang dimaksud oleh Yesus. Yesus pun menganggap para murid itu degil hatinya, buta matanya dan tuli telinganya. Ragi orang Farisi adalah lambang kemunafikan. Hidup beriman secara lahiriah, tampilan dan permukaan. Tidak pernah mampu memaknai iman secara mendalam dan mengakar. Ragi Herodes adalah lambang nafsu keduniawian dan nafsu kekuasaan. Hidup dalam kemewahan tanpa peduli yang miskin, sakit dan lemah. Hidup dalam nafsu keserakahan untuk berkuasa dan menguasai apapun yang diinginkan tanpa peduli hak-hak orang lain. Saudaraku, bagaimana dengan diri kita sendiri? Jangan-jangan kita pun sama seperti para murid yang juga dianggap degil, buta dan tuli.

Ragi orang Farisi dan ragi Herodes inilah lambang hati yang cenderung berbuah dosa dan kejahatan. Surat Rasul Yakobus menegaskan bahwa dosa dan kejahatan berasal dari keinginan. Keinginan yang dibuahi menghasilkan dosa, dan dosa yang matang menghasilkan maut. Saudaraku, dalam kenyataannya, hidup kita sudah terpengaruh oleh ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Seringkali kita hanya menampilkan hidup beriman secara lahiriah, tampilan dan permukaan. Kita tidak sungguh memaknai dan mendalami iman kita. Inilah situasi kemunafikan kita. Kita pun masih terjebak untuk mengejar keduniawian dan kekuasaan. Hidup seolah hanya untuk memuaskan keinginan duniawi dan memuaskan hasrat berkuasa dan menguasai. Iman kita akhirnya menjadi mati, tidak berbuah dan berdampak. Semoga kita segera sadar dan tidak lagi memiliki hati yang degil, sehingga hidup kita jauh dari pengaruh ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 19 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa A/VI

Orang itu sungguh-sungguh melihat dan menjadi sembuh, sehingga ia melihat segala sesuatu dengan jelas. Inilah situasi peristiwa besar setelah Yesus menyembuhkan orang buta. Ia melihat, sembuh dan segala sesuatu menjadi jelas. Bagaimana kita mampu mengalami peristiwa luar biasa ini dalam hidup kita?

Saudaraku, mungkin saja situasi kita pun ada dalam kebutaan. Kita tidak mampu melihat, sakit dan semua menjadi tidak jelas. Kita memiliki iman, tetapi sering tidak mampu melihat dengan iman. Kita memiliki iman tetapi mengalami sakit spiritual. Kita memiliki iman tetapi tidak hidup dalam kejelasan dan kemantapan iman. Rasul Yakobus dalam suratnya mengajak kita semua untuk tidak hanya menjadi pendengar sabda tetapi menjadi pelaku sabda. Sikap tidak hanya menjadi pendengar tetapi menjadi pelaku sabda inilah situasi yang akan membuat kita mampu melihat karena iman, sembuh spiritualnya, dan hidup dalam kejelasan dan kemantapan iman. Saudaraku, mari jangan hanya menjadi pendengar sabda, melainkan pelaku sabda supaya sungguh kita mampu melihat, sembuh dan segalanya menjadi jelas. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 20 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa A/VI

Saat Petrus menjawab, “Engkaulah Mesias!” terhadap pertanyaan Yesus tentang siapa Diri-Nya menurut para murid, bisa jadi Petrus merasa bangga. Di antara para murid, ternyata hanya Petrus yang mampu menjawab pertanyaan Yesus. Petrus merasa paling mengerti siapa Yesus. Tak lama sesudah itu Yesus menegur Petrus dengan keras, “Enyahlah Iblis!” karena Petrus tidak menerima pernyataan Yesus bahwa Mesias harus menanggung banyak derita, ditolak, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Petrus kali ini gagal memahami siapa Yesus Sang Mesias. Petrus bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia. Saudaraku, kita pun tak ubahnya seperti Petrus, merasa sudah mengerti siapa Yesus tetapi tidak sungguh memahami tentang Yesus.

Kita sering merasa puas mengerti tentang Yesus secara pikiran. Kita bangga mengerti Yesus lewat berbagai sumber literasi. Mampu menjelaskan secara menakjubkan tentang Yesus. Tetapi, sekali lagi hanya dalam tataran kepuasan pikiran. Kita mengenal Yesus hanya pada level intelektual. Wujud nyata bagi siapapun yang mampu mengenal Yesus adalah ketika ia mampu mengasihi sesama seperti mengasihi dirinya sendiri. Hal ini juga yang ditekankan dalam surat Rasul Yakobus. Seringkali kita merasa sudah mengenal dan memahami siapa Yesus tetapi ajaran Yesus tentang kasih tidak mampu kita wujudkan. Kita belum mampu mengasihi lebih dulu dan tanpa syarat. Kita masih pilih kasih dan belum mampu mengasihi siapapun. Kita sulit memiliki kasih yang mengampuni. Kita sering tidak peduli terhadap yang miskin, sakit dan menderita. Saudaraku, bagaimana mungkin kita mengaku mengenal Yesus tetapi jauh dari kasih? Jangan-jangan ada kuasa Iblis di dalam hidup kita? Semoga kita semakin mampu hidup sebagai kasih bagi sesama. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 21 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa A/VI

Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakikatnya mati. Demikianlah pernyataan tegas dari surat Rasul Yakobus. Manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. Sebab, sebagaimana tubuh tanpa roh itu mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan adalah mati. Saudaraku, apakah kita yang mengaku punya iman akan Kritus juga telah menunjukkan iman kita lewat perbuatan? Atau jangan-jangan kita termasuk golongan yang selalu mengaku punya iman tetapi tanpa perbuatan yang adalah mati?

Fakta dalam hidup seringkali kita melihat orang bangga bahkan cenderung sombong dengan iman yang dimilikinya. Sayangnya, iman yang menjadi kebanggaan itu tidak terwujud dalam perbuatan. Iman mengajarkan kasih tetapi hidupnya penuh kebencian, cacian, hinaan juga hujatan terhadap yang lain. Iman mengajarkan pengampunan tetapi hidupnya selalu memusuhi dan merusak perdamaian. Iman mengajarkan harapan tetapi hidupnya selalu mengeluh dan putus asa. Saudaraku, mengimani Yesus hendaknya juga kita wujudkan lewat perbuatan nyata. Yesus ingin siapapun yang mengikuti Dia, menyangkal diri dan memanggul salib. Perintah ini harus kita wujudkan dalam perbuatan nyata. Menyangkal diri artinya bahwa dalam mengimani Yesus kita hendaknya menjalankan perintah dan kehendak-Nya. Memanggul salib artinya bahwa dalam mengimani Yesus kita hendaknya siap dan berani menderita dalam Kristus. Saudaraku, semoga kita mampu membuat iman kita hidup karena iman kita tunjukkan dalam perbuatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 22 Februari 2020

Pesta Tahta St. Petrus, Rasul

“Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya.” Suatu pernyataan yang tegas dari Yesus dalam bacaan Injil pada Pesta Tahta St. Petrus, Rasul. Pesta ini mengajak kita semua merefleksikan kembali hidup panggilan kita dalam tuntunan Sang Gembala Agung, yaitu Yesus Kristus. Inilah kekuatan hirarki Gereja Katolik di mana tongkat penggembalaan dari Yesus Kristus kepada Petrus tidak terputus hingga saat ini. Kita semua terpanggil dan terpilih untuk hidup menjadi gembala yang menuntun kawanan domba, terlebih panggilan sebagai seorang imam atau pastor, gembala umat. Oleh pribadi-pribadi yang memiliki tugas menggembalakan umat Allah yang dipercayakan, hendaknya panggilan tersebut dijalani tanpa terpaksa, bukan untuk mencari keuntungan, melainkan dengan pengabdian diri, bukan dengan memerintah tetapi dengan memberi teladan.

Saudaraku, kehadiran seorang gembala menjadi sangat penting dalam kawanan domba. Kehadiran seorang imam atau pastor juga menjadi sangat penting. Adapun karakteristik pastor sebagai gembala yang baik adalah sebagai berikut. Pertama, tidak membuat umatnya hidup dalam ketakutan. Pastor hendaknya mampu membuat umatnya selalu tenang, damai, optimis dan yakin dalam pengharapan yang penuh dan total kepada Allah. Kedua, kehadiran pastor hendaknya tidak membuat umat selalu terkejut, hidup dalam kegelisahan, ketidakjelasan dan ketidakpastian. Pastor harus mampu menunjukkan jalan yang terang dan pasti bagi umatnya, bukan sebaliknya terkadang membuat kebijakan-kebijakan yang membingungkan dan menyusahkan umat. Ketiga, pastor yang baik adalah yang selalu mampu menjaga kawanan umatnya tetap utuh dan tidak hilang seorangpun, tidak tercerai berai dan menjadi liar. Pastor hendaknya selalu mampu menyatukan dan mendamaikan, bukan menciptakan perselisihan dan permusuhan antar umat. Saudaraku, semua ini adalah jalan menuju kepada kekudusan sehingga sungguh kita tidak akan dikuasai lagi oleh maut. Mari dalam Pesta Tahta St. Petrus ini kita sungguh mendoakan para gembala kita, para pastor, imam-imam kita supaya mampu melanjutkan tongkat penggembalaan Rasul Petrus di dunia ini.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 23 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Pekan Biasa A/VII

Marah, kecewa bahkan mungkin juga menghujat dan ingin membalas dendam. Inilah situasi dan keadaan diri kita saat mendengar ada gereja dirusak, dibakar atau sulit untuk dibangun meski sudah dengan prosedur yang tepat. Juga saat ada yang menghina dan memusuhi iman kita akan Kristus bahkan melakukannya dengan kesaksian palsu dan mengaku sebagai mantan pastor, juga mantan biarawati dan sebagainya. Saudaraku, hari ini Yesus mengingatkan kita lewat Injil, “Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” Kita diharapkan menjadi sempurna sebagaimana Bapa yang di surga sempurna adanya. Saudaraku, apakah kita mampu menjalankan sabda Yesus ini dalam situasi dan keadaan yang selalu membuat kita marah, kecewa, menghujat bahkan ingin membalas dendam? Bagaimana menjadi sempurna di dalam kasih itu sendiri?

Pastinya banyak di antara kita sulit menerima dan melaksanakan sabda Yesus ini. Seolah kita diharapkan untuk terus menjadi orang yang lemah, tanpa daya, pasrah tanpa melawan. Bagaimana menjadi sempurna di dalam kasih? Saudaraku, sesungguhnya sabda Yesus ini tidak bertujuan untuk membuat kita sebagai pengikut-Nya seolah lemah, tidak berdaya, pasrah dan tanpa perlawanan. Sabda Yesus tentang supaya kita mampu mengasihi musuh ini memiliki tujuan. Pertama, supaya kita tidak jatuh dalam situasi dosa. Hidup kita ini adalah kudus, maka jangan membuat kekudusan dalam diri kita menjadi hancur karena kita mendatangkan dosa karena kebencian dan kemarahan pada musuh. Kedua, saat kita benci, marah, kecewa, menghujat dan ingin balas dendam terhadap sesama, saat itu juga kita sedang menyatakan bahwa kita tidak mengasihi diri kita sendiri. Ketiga, Yesus ingin meskipun situasi hidup kita selalu dibenci, dimusuhi dan dianiaya, hendaknya kita tetap mengutamakan hikmat. Selesaikan segala persoalan tanpa perang, tanpa saling menghancurkan tetapi dengan senjata kasih sebagai wujud hikmat atau kebijaksanaan karena inilah keutamaan ajaran kristiani. Saudaraku, semoga kita mampu menangkap dan melaksanakan sabda Yesus karena dalam diri Yesus terdapat kesempurnaan kasih Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 24 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa A/VII

“Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.” Inilah jawaban Yesus kepada seorang ayah yang anaknya kerasukan roh jahat. Ayah anak itu seolah ragu Yesus bisa mengusir roh jahat dan menyembuhkan anaknya. Wajar, karena ayah ini tentu saja sudah mencoba dan berjuang berulang kali mencari kesembuhan bagi anaknya, apalagi baru saja para murid Yesus pun tidak sanggup menyembuhkan dan mengusir roh jahat dari anaknya. Namun, pada akhirnya ayah itu tidak lagi ragu, “Aku percaya! Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” dan anaknya pun disembuhkan oleh Yesus.

Saudaraku, kita pun sering mengalami keraguan iman. Sudah mencoba dan berjuang berulang kali tetapi tidak juga menerima jawaban, tidak juga harapan segera dikabulkan. Kita menjadi ragu terhadap kekuatan Tuhan, menyerah untuk berharap dan menjadi putus asa. Keraguan iman memiliki dampak yang begitu buruk. Keraguan iman adalah cara roh jahat menjauhkan dan memisahkan kita dari Tuhan. Keraguan itu sungguh membuat kita menjadi bisu, buta dan tuli terhadap cinta dan kekuatan Allah. Keraguan itu membuat kita tidak mampu menangkap jawaban Tuhan atas permohonan kita. Keraguan itu membahayakan dan sulit disembuhkan. Maka, Yesus ingin supaya kita semakin banyak berdoa karena hanya lewat doa yang baik dan benar, kita akan semakin mengenal dan memahami Tuhan, dan akhirnya akan membuat kita semakin yakin akan cinta dan kekuatan-Nya dalam menyadari rencana dan kehendak Tuhan bagi hidup kita. Berdoalah senantiasa supaya roh jahat tidak membuat kita menjadi ragu akan cinta dan kekuatan Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 25 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa A/VII

Banyak manusia berpikir akan merasa bahagia jika selalu menjadi yang pertama, yang utama, terdepan atau nomor satu. Manusia akan merasa bahagia jika selalu dianggap paling penting, paling berpengaruh, terhormat, dianggap paling mengerti, paling ahli dan sebagainya. Semua itu adalah kenyataan dalam hidup manusia dan memang benar banyak manusia mengejar situasi tersebut. Saudaraku, bukankah menurut Yesus jika kita ingin menjadi yang terdahulu maka kita harus menjadi yang terakhir dari semuanya? Bukankah kita justru harus melayani, bahkan menjadi hamba dari segala hamba Allah?

Sikap ingin menjadi yang terdahulu, terdepan, paling utama, nomor satu, terpenting, terhormat, paling mengerti, paling ahli dan sebagainya tadi sungguh hanya akan menghambat manusia untuk mengalami kebahagiaan yang sesungguhnya. Sikap-sikap di atas adalah kecenderungan untuk memuliakan diri sendiri bukan Tuhan. Sikap ini hanya akan membawa manusia menjadi pribadi yang mudah kecewa, menolak kesulitan, dan menghindari penderitaan karena diri sendiri itu memang punya keterbatasan, kelemahan dan kekurangan. Bukankah Yesus mengajarkan kita untuk berani berserah diri, tidak menolak kesulitan, tidak menghindari penderitaan, bahkan tak perlu kecewa terhadap situasi yang tidak kita inginkan? Kebahagiaan yang sesungguhnya terjadi ketika kita mampu hidup untuk yang lain, mampu melayani yang lain, hidup yang bermanfaat dan berguna bagi yang lain. Saudaraku, mari percayakan hidup kita kepada Tuhan sebab Ia yang akan bertindak. Mari belajar untuk terus mampu berserah diri, tidak mudah kecewa, tidak menolak kesulitan, dan tidak menghindari penderitaan. Sebaliknya, belajarlah menjadi yang terakhir dari semuanya sebagai pelayan bagi yang lain. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 26 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Rabu Abu

Harus disadari hidup manusia penuh dengan kelemahan dan keterbatasan. Ini yang membuat manusia mudah jatuh ke dalam dosa. Dosa sendiri membuat relasi cinta manusia dengan Tuhan terputus dan hancur. Dosa menghasilkan maut dan kematian kekal, bahkan menghapuskan keselamatan dan kehidupan abadi. Namun, karena cinta Allah kepada manusia begitu besar, tanpa batas dan tanpa syarat, manusia diminta untuk segera kembali kepada Allah lewat pertobatan. Pertobatan membuat manusia kembali ke pelukan cinta Allah, mewarisi keselamatan dan kehidupan abadi. Rabu Abu, saat dahi kita ditandai dengan abu menjadi awal masa penuh rahmat, masa penuh berkat. Semoga tawaran cinta Allah dalam masa pertobatan ini sungguh kita tangkap dan lakukan.

Sadar akan kelemahan dan keterbatasan, sadar sebagai manusia berdosa menjadi langkah awal dalam pertobatan. Yesus ingin pertobatan itu sungguh terwujud dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Yesus tidak menginginkan kemunafikan dalam cara kita bertobat. Tiga hal yang perlu kita wujudkan dalam masa tobat ini adalah pertama, berdoa. Hendaknya relasi intim kita dengan Tuhan semakin kita jaga dan tumbuhkan. Tidak perlu menampakkan kita selalu berdoa, apalagi berdoa dengan berteriak. Berdoalah dalam keheningan. Belajar juga mendengarkan apa yang Allah katakan. Kedua, pantang dan puasa. Ini adalah bentuk mati raga kita dalam mengisi masa pertobatan, masa penuh rahmat ini. Selama ini hidup kita dikuasai untuk terus memuaskan hawa nafsu kedagingan. Pantang dan puasa membuat roh kita menjadi kuat. Roh yang kuat membantu manusia semakin mengenal Allah dan rencana-Nya. Ketiga, amal kasih atau sikap mau berbagi. Pertobatan hendaknya kita wujudkan lewat perbuatan amal kasih, sikap melepaskan keegoisan diri untuk mau berbagi hal apapun kepada sesama. Berbagi pikiran, waktu, tenaga, ilmu dan kepandaian, keahlian, harta benda, kekayaan, bahkan hidup kita sendiri. Sikap mau berbagi adalah sikap manusia yang ingin hidupnya menjadi berkat.

Saudaraku, semoga abu yang ada pada dahi kita bukan sekedar ritual semata, tetapi sungguh mengawali pertobatan kita untuk kembali ke pelukan cinta Allah dan meraih keselamatan, juga kehidupan abadi

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 27 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Kamis sesudah Rabu Abu

Hidup manusia dihadapkan pada dua pilihan. Kehidupan atau kematian dan berkat atau kutuk. Inilah yang ditekankan dalam Kitab Ulangan. Allah ingin manusia memilih kehidupan supaya manusia tidak mati selamanya sekaligus memilih berkat daripada kutuk dengan cara mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya. Saudaraku, bagaimana hidup untuk selalu memilih kehidupan dan berkat daripada kematian dan kutuk? Bagaimana memiliki hidup untuk mengasihi Tuhan, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya?

Injil memberikan jawaban melalui kata-kata Yesus, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” Kita mengasihi Tuhan, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya lewat penyangkalan diri, memikul salib dan mengikuti Yesus. Hal inilah yang akan membawa kita kepada kehidupan dan berkat, bukan kematian dan kutuk. Menyangkal diri adalah sikap berani melawan keinginan daging dalam diri kita, bukan memuaskan dan melakukan apa yang kita inginkan, melainkan hidup untuk menjalankan apa yang Tuhan mau. Memikul salib adalah sikap berani menderita dan berani berkorban. Penderitaan dan pengorbanan di dalam Tuhan adalah jalan menuju kehidupan kekal. Mengikuti Yesus adalah sikap berani meneladan hidup Yesus seperti memiliki relasi intim dengan Bapa-Nya, mampu mencintai bahkan hingga mencintai musuh, mampu mengampuni tanpa batas dan tanpa syarat, serta hidup menjadi berkat bagi yang lemah, kecil, miskin, sakit, tertindas. Saudaraku, sekali lagi ada dua pilihan, kehidupan atau kematian, dan berkat atau kutuk. Mari hidup untup terus mengasihi Tuhan, mendengarkan suara-Nya, dan berpaut pada-Nya karena kita memilih kehidupan dan berkat. Memilih kehidupan dan berkat berarti selalu siap menyangkal diri, memikul salib dan meneladani Yesus. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 28 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Jumat sesudah Rabu Abu

Selama masa Prapaskah biasanya banyak manusia sibuk menentukan bagaimana berpuasa dan berpantang, mengatur sekuat tenaga supaya pantang dan puasa dapat dijalankan dengan baik dan lancar, bahkan tak jarang sampai harus memaksa yang lain untuk menghormati dan menghargai puasa dan pantang yang sedang kita jalankan supaya berhasil. Kita pun adalah bagian dari manusia-manusia seperti itu. Hari ini kita diingatkan bahwa berpuasa yang dikehendaki Allah adalah ketika kita mampu membuka belenggu-belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk, membagikan roti kepada orang lapar, membawa ke rumah orang miskin yang tidak punya rumah, memberi pakaian kepada yang telanjang dan tidak menyembunyikan diri dari saudara kita sendiri. Kenyataannya kita masih jauh dari berpuasa yang dikehendaki oleh Allah.

Saudaraku, selama ini mungkin kita mampu melakukan puasa bahkan sampai berhari-hari, mampu melakukan pantang bahkan selama 40 hari. Tetapi, terkadang meskipun kita berpuasa, kita tetap hidup dalam kelaliman, hidup dalam kejahatan. Kita tetap membenci saudara kita. Kita tetap menyimpan amarah, dendam dan memusuhi sesama. Kita masih tidak peduli terhadap orang lain. Tak jarang hidup kita juga masih menindas orang lain lewat pikiran dan perkataan kita. Sering juga kita hidup menjadi batu sandungan, bukan menjadi berkat, melainkan menjadi kutuk bagi yang lain. Saudaraku, mari kita jalankan puasa dan pantang kita dengan mencari yang baik, bukan yang jahat, supaya kita hidup dan Allah menyertai kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 29 Februari 2020

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu sesudah Rabu Abu

Yesus berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.” Bertobat artinya mau berubah untuk berbuah. Bertobat hendaknya membuat manusia mampu berubah dari jahat menjadi baik, berubah dari buruk menjadi indah. Selanjutnya perubahan itu menghasilkan buah, yaitu cinta, sukacita dan kedamaian. Saudaraku, sungguhkah hidup kita selalu membawa cinta, sukacita dan kedamaian? Jika belum, bisa jadi kita belum sungguh bertobat, belum sungguh berubah dan akhirnya berbuah.

Manusia cenderung sulit berubah dari kejahatan dan kelaliman menuju kebaikan. Seolah sikap lalim dan jahat begitu mendarah daging. Amarah, iri hati, kesombongan, fitnah, rasa benci, rasa dendam, tidak peduli dan sebagainya lebih sering menguasai hidup kita. Terkadang meskipun menjalani masa tobat lewat pantang dan puasa, tetap saja kejahatan dan kelaliman itu lebih berkuasa. Saudaraku, Allah tidak berkenan atas kematian orang fasik, melainkan atas pertobatannya supaya ia hidup. Mari jangan menunda dan ragu melakukan pertobatan, perubahan untuk hidup yang membuahkan cinta, sukacita dan kedamaian. Jangan sampai hanya kematian yang menghentikan kejahatan dan kelaliman kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Leave a Comment