Posted on: 01/04/2020 Posted by: RD Lucius Joko Comments: 0
Keuskupan Agats

Renungan 1 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Pekan Prapaskah I

Niat dan keinginan manusia untuk bertobat tentunya tidak direstui oleh roh jahat. Roh jahat tidak pernah rela manusia kembali ke dalam pelukan cinta Allah. Ia selalu berjuang, berusaha dan mengintai supaya manusia menjadi hambanya selamanya. Cara dan usaha yang dilakukan roh jahat supaya manusia tidak mudah kembali ke dalam pelukan cinta Allah adalah lewat keterbatasan dan kelemahan manusia itu sendiri. Gambaran jelas ada pada tiga tawaran godaan roh jahat kepada Yesus, yaitu hawa nafsu kedagingan, hawa nafsu keakuan, dan hawa nafsu memiliki atau menguasai. 

Selama ini manusia mudah jatuh ke dalam tiga tawaran godaan roh jahat ini. Hawa nafsu kedagingan membuat kita menjadi manusia yang rakus, tamak, serakah, cinta diri yang salah. Hidup hanya untuk memuaskan keinginan yang sifatnya jasmani. Hawa nafsu keakuan membuat kita menjadi manusia yang haus akan kehormatan, pengakuan, pujian, terlihat hebat, terlihat kuat. Tak jarang manusia menghalalkan dan menggunakan segala cara demi tercapainya kepuasan keakuan ini. Orientasi hidupnya adalah diri sendiri, bahkan kekuatan Allah pun kalah dan tidak dianggap. Hawa nafsu memiliki atau menguasai membuat kita menjadi manusia yang mengejar kekayaan, uang, materi, harta benda dan sebagainya. Seolah hidup memiliki nilai penting dan bermakna ketika manusia bisa menguasai harta benda duniawi, kemuliaan duniawi meskipun harus sampai menyembah roh jahat.

Saudaraku, Yesus berhasil melawan godaan roh jahat. Kita pun diharapkan mampu melawan godaan roh jahat tersebut. Kekuatan kita adalah seperti yang Yesus lakukan dan perlihatkan di padang gurun. Mulut-Nya selalu berdoa dan hati-Nya selalu terpaut dan melekat kepada Allah. Kita pun hendaknya selalu melakukan hal tersebut sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, ia akan diselamatkan. Mari gunakan kekuatan Tuhan lewat ketekunan kita berdoa, berdevosi dan berekaristi untuk melawan godaan roh jahat dalam hidup kita. Ketekunan kita akan membuahkan kesetiaan, kesetiaan kita akan berbuah keselamatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 2 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Prapaskah A/I

“Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus.” Hal ini yang disampaikan oleh Allah kepada umat Israel melalui Nabi Musa. Hidup kita di dunia memang harus selalu mengarah dan menuju kepada kekudusan. Dalam Injil digambarkan bahwa saat hari penyelamatan, Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan bersama semua malaikat, Ia bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Semua bangsa dikumpulkan dan Ia akan memisahkan seorang daripada seorang seperti gembala memisahkan domba dan kambing. Ia menempatkan domba di sebelah kanan-Nya yang artinya keselamatan, dan kambing di sebelah kiri-Nya yang artinya kebinasaan. Saudaraku, hanya hidup yang mengarah dan menuju kepada kekudusan yang akan membawa kita kepada keselamatan kekal. Bagaimana menuju dan mengarah kepada kekudusan itu?

Menjadi kudus bukan berarti hidup menyendiri, bertapa, mengasingkan diri, tinggal di tempat sunyi dan terpencil, menjauh dan menolak dunia. Menjadi kudus justru harus ada dan menerima dunia, berani menjalani hidup dengan selalu melakukan perbuatan kasih dan kebaikan. Kasih dan kebaikan membawa manusia menuju dan mengarah kepada kekudusan. Manusia tidak akan pernah sampai kepada kekudusan jika kasih dan kebaikan dalam hidupnya itu mati. Hal inilah yang ditekankan dalam Kitab Imamat dan juga Injil. Saudaraku, sejatinya dalam hati setiap manusia ada cahaya kasih dan kebaikan, tetapi manusia lebih senang meredupkan dan mematikannya. Hidup seharusnya dikuasai oleh kasih dan kebaikan, namun kenyataannya dikuasai oleh benci dan kejahatan. Saudaraku, mari miliki hidup yang menuju dan mengarah kepada kekudusan lewat kemampuan kita untuk selalu berbuat kasih dan kebaikan. Selalu ada peluang dan kesempatan yang besar dan luas bagi kita untuk berbuat kasih dan kebaikan. Jangan menunda berbuat kasih dan kebaikan, jangan ada syarat dan pamrih dalam berbuat kasih dan kebaikan, jangan menolak dan berhenti berbuat kasih dan kebaikan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 3 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Prapaskah A/I

Firman-Ku akan melaksanakan apa yang Kukehendaki. Apa yang diucapkan dan dikatakan oleh Allah akan terlaksana. Apa yang menjadi firman-Nya pasti akan terjadi. Hal ini yang digambarkan dalam Kitab Yesaya. Situasi berbeda dengan manusia, apa yang diucapkan dan dikatakan terkadang tidak selaras dengan kenyataan yang terjadi. Apa yang diucapkan dan dikatakan oleh manusia seringkali tidak terjadi dan tidak terlaksana. Sederhananya, apa yang diucapkan dan dikatakan manusia seringkali tidak pernah dilakukan dan dinyatakan dalam kehidupan. Saudaraku, ternyata situasi ini juga terjadi pada doa-doa yang selama ini kita ucapkan dan katakan.

Banyak manusia pandai berdoa dengan kata-kata yang indah tetapi juga sekaligus banyak manusia gagal melakukan apa yang menjadi doanya. Inilah situasi yang dikritik Yesus tentang cara kita berdoa. Kita mampu berdoa indah, panjang, dan ingin terlihat sering dan pandai berdoa, tetapi apa yang kita doakan ternyata tidak terwujud dalam hidup kita. Dalam doa kita meminta berkat tetapi tidak pernah mampu hidup menjadi berkat bagi sesama. Dalam doa kita memohon kasih Allah tetapi tidak pernah mampu melakukan kasih terhadap sesama. Dalam doa kita meminta rezeki tetapi tidak pernah mau berbagi kepada sesama. Dalam doa kita memohon pengampunan Tuhan tetapi tetap menyimpan benci dan dendam terhadap sesama. Ya, apa yang kita ucapkan dan katakan dalam doa ternyata tidak kita lakukan dan nyatakan dalam hidup. Maka, apapun yang menjadi doa kita tidak pernah terjadi dan terlaksana. Saudaraku, semoga kita mampu melakukan dan menjalankan apa yang kita ucapkan dan katakan, terlebih dalam doa-doa kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 4 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Prapaskah A/I

“Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menuntut suatu tanda, tetapi mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda Nabi Yunus.” Inilah kalimat yang dikatakan Yesus kepada banyak orang untuk mengkritik orang-orang Yahudi, terutama ahli Taurat dan orang Farisi yang selalu menuntut tanda supaya percaya. Sesungguhnya sudah banyak tanda diberikan, tetapi hati yang bebal dan buta membuat bangsa Yahudi tidak segera percaya, berbalik dan bertobat kepada Allah. Bahkan tanda utama dari Allah, yaitu Yesus, Anak Manusia, yang datang sebagai Mesias tidak mampu mereka lihat. Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita juga selalu tidak ampu melihat tanda dari Allah sehingga sulit bertobat, berubah dan berbalik kepada-Nya?

Saudaraku, bisa jadi kita pun tidak mampu melihat tanda dari Allah. Banyak kebaikan dan kebenaran lewat siapapun dan hal apapun di sekitar kita tidak mampu kita tangkap dan lihat. Hati kita ternyata juga bebal dan buta. Hal inilah yang membuat kita menjadi kurang percaya dan menjadi sulit untuk bertobat. Saat hati kita bebal dan buta terhadap tanda kebaikan dan kebenaran dari Allah lewat siapapun dan apapun maka hidup kita pun sulit berubah. Kita tetap bertahan dalam kejahatan, merasa nyaman dalam kedosaan, dan tidak mampu berbalik kepada Allah. Saudaraku, berhentilah menuntut tanda untuk percaya, bertobat dan berbalik kepada Allah karena Yesus Kristus adalah jelas tanda keselamatan bagi dunia. Mari kita sambut kata-kata Allah, “Sekarang juga, demikianlah firman Allah, berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, sebab Aku ini pengasih dan penyayang.” Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 5 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Prapaskah A/I

“Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapa-Mu yang di surga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” Inilah pernyataan Yesus kepada murid-murid-Nya dalam kotbah di bukit. Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang meminta akan menerima, setiap orang yang mencari akan mendapat, dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu akan dibukakan. Saudaraku, apakah pernyataan Yesus ini sungguh terjadi dan kita alami? Bukankah selama ini kita terkadang merasa meminta tetapi tidak menerima, merasa mencari tetapi tidak mendapat, dan merasa mengetuk pintu tetapi pintu tidak dibukakan?

Faktanya memang banyak di antara kita mengalami situasi berbeda dari apa yang dikatakan oleh Yesus. Tetapi, semua itu bukan karena Allah mengingkari janji atau tidak peduli kepada kita anak-anak-Nya. Pengalaman saat kita meminta tetapi tidak menerima, mencari tetapi tidak mendapat dan mengetuk tetapi pintu tidak dibukakan terjadi karena kita tidak pernah mengerti bagaimana cara meminta, cara mencari dan cara mengetuk. Kemurnian hati adalah jawabannya. Selama ini kita meminta, mencari dan mengetuk tanpa kemurnian hati. Kemurnian hati membuat kita punya sikap percaya penuh dan total bahwa Allah adalah satu-satunya penolong kita. Kemurnian hati itu berarti tanpa keraguan. Kemurnian hati juga berarti mampu melakukan yang baik kepada sesama seperti apa yang kita kehendaki orang lain perbuat kepada kita. Jika kita meminta sesuatu yang baik, mencari sesuatu yang baik, dan mengetuk pintu untuk hal yang baik maka kita pun harus siap melakukan segala yang baik kepada sesama. Saudaraku, selama ini kita meminta, mencari dan mengetuk namun tidak dengan sikap percaya penuh dan total kepada Allah sebagai satu-satunya penolong. Kita masih ragu akan kekuatan Allah. Kita pun meminta, mencari dan mengetuk namun sekaligus tetap melakukan yang jahat di mata Allah. Mari mulai memiliki kemurnian hati dan memohon kepada Allah, “Ciptakanlah hati yang murni dalam diriku ya Allah, berilah aku sukacita karena keselamatan-Mu.” Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 6 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Prapaskah A/I

Ada pepatah yang berbunyi “nila setitik, rusak susu sebelanga.” Kurang lebih artinya adalah karena satu kesalahan, seluruh kebenaran menjadi rusak atau hilang. Manusia mudah jatuh ke dalam dosa sehingga merusak kebenaran dalam dirinya. Pengertian ini selaras dengan apa yang menjadi renungan kita hari ini. Allah tidak menghendaki kematian orang fasik, melainkan pertobatannya. Jika orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya. Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. Ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Jika satu kali saja pertobatan yang membuat kita melakukan keadilan dan kebenaran akan menghapus seluruh kesalahan dan dosa kita dan membuat kita hidup kekal, kenapa kita masih saja menunda bahkan menolak untuk bertobat?

Saudaraku, Allah tidak akan pernah mengingat-ingat kesalahan dan dosa kita yang sudah begitu banyak jika kita mau segera bertobat. Kita diharapkan segera membuang segala perbuatan durhaka kita terhadap Allah dan memperbarui hati serta roh. Faktanya, kita justru senang menunda bahkan menolak pertobatan. Hidup kita masih selalu dikuasai amarah, kesombongan, kebencian, dendam, kedengkian, permusuhan dan sebagainya. Jika semua sikap dan tabiat ini kita bawa sampai mati maka yang akan kita terima hanyalah hukuman dari Allah dan kematian kekal karena sekali lagi Allah tidak berkenan pada kematian orang fasik. Saudaraku, mari segera bertobat supaya kita memperoleh keselamatan dan hidup kekal. Mari kita ubah “Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga” menjadi “Akibat sebuah pertobatan, bersih seluruh kesalahan dan dosa”. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 7 Maret 2020

PW Santa Perpetua dan Felicitas, Martir

Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu Prapaskah A/I

Taat dan setia pada hukum dan perintah Allah menjadi jalan bagi manusia untuk mendapatkan hidup dan keselamatan. Pemazmur mengatakan, “Berbahagialah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan.” Hidup yang seperti ini akan membuat manusia diangkat menjadi umat kesayangan Allah, menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Inilah janji Allah kepada manusia yang taat dan setia pada hukum dan perintah Allah yang digambarkan dalam Kitab Ulangan. Bagi Yesus, lebih dari itu kita diminta untuk menjadi sempurna, sebagaimana Bapa yang di surga sempurna adanya.

Bagaimana menjadi sempurna? Menjadi sempurna adalah saat manusia mampu mengasihi musuh dan mendoakan siapapun yang menganiaya. Perintah ini begitu berat dan sulit. Ya, karena faktanya banyak manusia di dunia ini sibuk untuk saling memusuhi dan saling menganiaya. Manusia senang menciptakan konsep musuh terhadap sesama manusia. Ketika berbeda, ketika berlawanan, ketika tidak sejalan, ketika tidak satu ide dan cita-cita, ketika tidak sepaham dan lain sebagainya, mudah sekali kita mengatakan mereka adalah musuh. Bahkan situasi menciptakan musuh ini pun terjadi dalam keluarga kecil. Saudaraku, saat kita sibuk menciptakan konsep musuh, lalu mulai saling memusuhi dan saling menganiaya sesama, saat itulah kita kehilangan kasih. Saat manusia kehilangan kasih maka manusia tidak akan pernah sampai pada kesempurnaan. Semoga kita berhenti menciptakan konsep musuh dalam kehidupan kita, tetapi semakin mampu hidup saling mengasihi untuk siapapun, di manapun dan kapanpun.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 8 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah A/II

Ketika sedang berdoa, wajah Yesus berubah, dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan dan berbicara tentang tujuan kepergian Yesus yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. Inilah peristiwa Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di hadapan Yohanes, Petrus dan Yakobus. Peristiwa ini memberi makna tentang kesanggupan Yesus untuk menjalankan perintah Bapa-Nya. Kemuliaan dialami oleh Yesus karena Ia sanggup untuk menjalani salib. Lebih ditegaskan lagi oleh suara yang muncul dari surga, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” Saudaraku, kita pun hendaknya mengarahkan hidup menuju kepada kemuliaan bersama Yesus, yang artinya sanggup menerima dan mencintai salib.

Hidup manusia ditetapkan menuju kepada kekudusan dan kemuliaan bersama Yesus. Bahkan, Yesus akan mengubah tubuh kita menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia. Faktanya, manusia sulit mencapai kemuliaan bersama Yesus. Yesus sanggup taat dan setia menerima dan menjalani salib, sedangkan manusia selalu menolak, menghindar bahkan memusuhi salib. Ditegaskan dalam Surat Rasul Paulus yang kedua kepada Timotius bahwa hendaknya kita ikut menderita bagi Injil Yesus. Yesus telah memanggil dan memilih kita untuk menjadi kudus dan mulia, bukan karena perbuatan kita melainkan karena kasih karunia-Nya. 

Saudaraku, masa tobat ini menjadi masa penuh rahmat bagi kita untuk mulai menerima salib, mencintai salib. Salib adalah jalan menuju kepada kekudusan dan kemuliaan, sedangkan memusuhi dan menolak salib hanya akan membawa kita kepada kebinasaan. Kesanggupan kita untuk selalu taat dan setia terhadap perintah Tuhan adalah tanda bahwa kita menerima dan mencintai salib, bahkan kesanggupan kita akan selalu dikuatkan oleh Tuhan sendiri karena Ia adalah terang dan keselamatan kita. Mari memiliki kesanggupan untuk mencintai salib lewat ketaatan dan kesetiaan kita terhadap perintah Tuhan daripada terus menerus menolak, menghindari dan memusuhi salib, supaya kelak kita hidup dalam kemuliaan bersama Kristus Yesus. Beranilah menderita demi Injil Yesus. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 9 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Prapaskah A/II

Tuhan tidak memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita menjadi refleksi dalam mazmur kali ini. Sesungguhnya jika Tuhan memperlakukan kita setimpal dengan kesalahan dan dosa yang kita perbuat maka seumur hidup kita pun tidak akan pernah cukup dan sanggup untuk menanggung hukuman dari Tuhan. Tuhan kita begitu murah hati, penuh belas kasih dan kerahiman. Hal ini ditegaskan Yesus lewat perintah-Nya bagi kita, “Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu adalah murah hati. Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah, dan kamu akan diampuni. Berilah, dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik dan dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”

Perintah yang tegas dan jelas dari Yesus. Namun, dalam kenyataannya kita justru menjadi pribadi-pribadi yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu. Tuhan tidak memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita, yang artinya dosa dan kesalahan kita tidak dihakimi, tidak mendapatkan hukuman dari Tuhan, bahkan kita diberi pengampunan karena kemurahan hati Tuhan, akan tetapi kita justru senang hidup untuk membicarakan kesalahan dan keburukan sesama, senang menghakimi, senang memberikan hukuman, kita bahkan sulit memberi maaf dan mengampuni, kita tidak mampu murah hati. Saudaraku, mari mulai belajar murah hati sebagaimana Bapa kita murah hati. Berhentilah untuk selalu bicara dan menilai kesalahan dan keburukan sesama. Berhentilah untuk menghakimi dan menghukum sesama. Belajarlah untuk mampu memaafkan dan mengampuni supaya kita pun layak diberi pengampunan oleh Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 10 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Prapaskah A/II

Banyak manusia mampu mengajarkan tetapi tidak mampu melakukan. Hal ini yang sesungguhnya dikritisi oleh Yesus dalam cerita Injil. Yesus mengkritik cara hidup beriman para ahli Taurat dan orang Farisi. Hidup keagamaan mereka penuh dengan kemunafikan dan kepalsuan. Hidup seperti itu sungguh jahat di mata Allah. Saudaraku, dalam masa penuh rahmat ini, kita diberi kesempatan untuk melihat kembali bagaimana cara hidup beriman kita. Jangan-jangan kita tak ubahnya seperti para ahli Taurat dan orang Farisi yang penuh kemunafikan dan kepalsuan.

Kita terkadang memahami dan mengerti mana yang baik dan benar tetapi seringkali memilih yang jahat dan salah. Inilah letak kemunafikan dan kepalsuan kita sebagai manusia beriman. Kita memilih membenci daripada mencintai, memilih memusuhi daripada saling berdamai, memilih egois daripada peduli sesama. Padahal, kita sangat mengerti dan memahami bahkan mengajarkan bahwa mencintai, berdamai dan peduli sesama itu baik dan benar, sebaliknya juga mengerti dan memahami bahwa membenci, memusuhi dan egois itu jahat dan salah. Saudaraku, mari kita berhenti dan meninggalkan perbuatan jahat dan salah kita supaya selamat. Belajar untuk selalu hidup di jalan yang jujur supaya kita menyaksikan keselamatan yang dari Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 11 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Rabu Prapaskah A/II

Gereja Katolik bisa dikatakan sebagai sebuah pemerintahan. Akan tetapi pemerintahan yang dimaksud jauh berbeda dengan pemerintahan duniawi, yang oleh Yesus digambarkan sebagai pemerintahan di mana pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Gereja Katolik adalah pemerintahan spiritual, dengan salah satu kekhasannya adalah “Servus Servorum Dei” atau “Hamba dari segala hamba Allah”. Hal ini ditekankan oleh Yesus saat Ia berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayananmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia: Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Menjadi Gereja berarti harus mampu menjadi pelayan, bahkan pelayan dari segala pelayan.

Spiritualitas pelayan adalah, pertama, kesanggupan memberi diri, mempersembahkan diri, bahkan nyawa sekalipun, kepada orang lain. Hidup untuk orang lain. Hidup berarti dan bermakna saat menjadi berkat dan rahmat, bukan kutuk dan laknat. Kedua, spiritualitas pelayan adalah melakukan segala hal baik dan benar bagi orang lain tetapi bukan untuk dilihat, dipuji, dikagumi, dihormati, diakui, melainkan tanpa syarat dan tanpa pamrih. Hal ini juga yang diteladankan oleh Yesus. Namun dalam kehidupan nyata seringkali kita tidak mampu melakukan hal tersebut. Keegoisan dan sifat mengejar kehormatan, pengakuan, dan pamrih membuat kita tidak pernah mampu menjadi pelayan yang baik. Kita bahkan cenderung ingin dilayani daripada melayani. Artinya, kita belum mampu menjadi Gereja. Saudaraku, jadilah pribadi yang selalu siap melayani daripada dilayani, jadilah hamba dari segala hamba Allah karena inilah karakteristik Gereja Katolik.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 12 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Kamis Prapaskah A/II

Spiritualitas kemiskinan itu baik, tetapi mentalitas miskin itu tidak baik. Spiritualitas kemiskinan membuat manusia hidup dalam sikap rendah hati, sadar akan kelemahan dan kekurangan, sehingga sangat mengandalkan kekuatan Tuhan, menaruh harapan kepada Tuhan. Manusia yang hidupnya mengandalkan kekuatan Tuhan adalah manusia yang diberkati dan diselamatkan. Inilah gambaran situasi Lazarus dalam cerita Injil. Sebaliknya, jika tidak memiliki spiritualitas kemiskinan, maka manusia tidak menyadari kelemahan dan kekurangan dalam dirinya, selalu merasa paling hebat dan paling kuat, bisa melakukan dan memiliki apapun yang diinginkan. Hidupnya jauh dari kerendahan hati, tidak mengandalkan kekuatan Tuhan karena merasa mampu dengan kekuatan diri sendiri. Manusia yang tidak mengandalkan kekuatan Tuhan dan tidak menaruh harapan kepada Tuhan adalah manusia terkutuk dan tidak akan selamat. Inilah gambaran situasi Orang Kaya dalam cerita Injil. Bagaimana dengan hidup kita?

Saudaraku, sebagai manusia terkadang kita cenderung mengandalkan kekuatan diri kita sendiri. Kita begitu sombong dan angkuh, merasa diri bisa berbuat apapun yang kita inginkan. Kita sulit menjadi manusia yang rendah hati. Kita tidak memiliki spiritualitas kemiskinan. Sikap ini juga yang akhirnya membuat kita tidak mampu segera bertobat, merasa tidak punya kelemahan, kesalahan dan dosa sehingga merasa tidak membutuhkan pengampunan dari Tuhan. Kita seolah tidak takut untuk tidak diberkati dan tidak diselamatkan, padahal hukuman api neraka itu kekal selamanya. Saudaraku, belum terlambat bagi kita. Mari memilih menjadi pribadi yang diberkati dan diselamatkan lewat spiritualitas kemiskinan yang ada dalam diri kita. Jadilah manusia yang rendah hati, selalu mengandalkan kekuatan Tuhan dan selalu menaruh harapan kepada Tuhan sehingga kita dimampukan untuk terus melakukan pertobatan.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 13 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Jumat Prapaskah A/II

Kecemburuan, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian adalah sikap yang menghancurkan manusia. Sikap tersebut biasanya diiringi dengan ambisi-ambisi negatif untuk lebih dihargai, lebih diperhatikan, lebih diakui, lebih diutamakan dan sebagainya. Sikap cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian membuat manusia tidak mampu melihat kebaikan dan kebenaran yang ada pada diri orang lain. Oleh Santo Yohanes Maria Vianney bahkan sikap cemburu, iri hati dan dengki ini dianggap sebagai penyakit sampar masyarakat. Menular, susah disembuhkan dan cepat menyebar. Situasi dan keadaan ini yang dilukiskan dalam kisah Yusuf dan saudara-saudaranya. Saudara-saudara Yusuf memiliki sikap cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian atas kebaikan dan kebenaran yang dialami oleh Yusuf. Selaras dengan cerita Injil di mana Yesus tidak pernah diterima sebagai kebaikan dan kebenaran oleh imam-imam kepala dan orang Farisi. Mereka buta dan tuli oleh kebaikan dan kebenaran yang dilakukan dan diperlihatkan oleh Yesus. Bagaimana dengan hidup kita? Apakah selama ini terus dikuasai oleh sikap cemburu, iri hati yang menimbulkan kedengkian dan kebencian itu?

Saudaraku, ternyata sering kita juga jatuh dan memiliki sikap cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian. Kita tidak rela dan bahagia jika ada orang lain mengalami kebaikan dan kebenaran. Kita merasa lebih pantas dan layak. Hal ini membuat apapun kebaikan dan kebenaran yang dilakukan oleh orang lain selalu kita anggap sebagai hal yang salah. Kita menjadi buta dan tuli terhadap kebaikan dan kebenaran, padahal terkadang kebaikan dan kebenaran justru datang dan hadir dari orang-orang yang tidak kita perhitungkan. Saudaraku, memiliki rasa cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian hanya akan membawa kita buta terhadap kebaikan dan kebenaran, bahkan kebaikan dan kebenaran dari Tuhan sendiri. Mari kita buang penyakit kita ini supaya kita menjadi pribadi yang mampu melihat dan menangkap kebaikan dan kebenaran yang datang oleh siapapun, apapun dan dari manapun.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 14 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Prapaskah A/II

Si Bungsu menyadari keadaannya, lalu bangkit menuju kepada Bapanya dan berkata, “Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap Bapa, aku tidak layak lagi disebut anak Bapa, jadikanlah aku sebagai salah satu upahan Bapa.” Si Bungsu diberi pengampunan dan diterima kembali oleh Bapanya yang penuh kasih. Saudaraku, demikian gambaran dari sebuah gerak pertobatan. Kesadaran akan keadaan diri menjadi langkah awal bagi manusia untuk mulai melakukan pertobatan. Tanpa kemampuan menyadari keadaan diri maka mustahil manusia dapat bertobat. Bagaimana dengan diri kita?

Ya, banyak manusia tidak mampu menyadari keadaan diri sendiri. Manusia cenderung tidak mampu menilai kelemahan, kekurangan dan dosa yang ada pada dirinya. Manusia kurang mampu merefleksikan hidup, lemah dalam mengevaluasi diri dan mandul untuk melakukan introspeksi diri. Situasi ini membuat manusia sulit memiliki gerak pertobatan. Hatinya kaku, keras, degil, merasa paling benar, paling suci, paling pintar sehingga buta akan keadaan dirinya sendiri yang penuh kelemahan, kekurangan dan dosa. Saudaraku, mari memiliki kemampuan menyadari keadaan diri sendiri. Refleksikan hidup kita, evaluasi diri kita sendiri dan beranilah terus melakukan introspeksi supaya kita memiliki gerak pertobatan. Gerak pertobatan membuat kita segera bangkit dan kembali kepada Allah sehingga akhirnya mengalami pengampunan dan merasakan damai. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 15 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah A/III

Yesus berkata kepada perempuan Samaria, “Akulah Air Hidup, barangsiapa minum air yang akan kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya, air yang akan Kuberikan kepadanya akan menjadi mata air di dalam dirinya yang terus memancar sampai ke hidup yang kekal.” Perempuan Samaria digambarkan sebagai perempuan yang hidup dalam kedosaan. Yesus menyadarkan dirinya yang hidup dalam dosa, dan ia pun menyambut tawaran Yesus lewat pertobatan sehingga ia bahkan bersama banyak orang akhirnya merasakan dan mengalami air kehidupan. Saudaraku, seringkali banyak manusia merasa berat bertobat dan lelah untuk berubah. Hal ini biasanya terjadi karena manusia selalu merasa bahwa dosanya sangat berat dan sulit diampuni, hidupnya sudah penuh dengan kejahatan, keburukan, kotor dan sebagainya. Situasi ini yang juga dialami oleh perempuan Samaria. Ia merasa hidupnya sudah hancur, tak pantas dan tak layak lagi untuk selamat. Ia menjadi pribadi yang berat bertobat dan lelah berubah. Namun, perjumpaannya dengan Yesus telah mengubah sikap bertahan dalam dosa menuju kepada sebuah pertobatan sejati. Bagaimana dengan diri kita? 

Dosa seperti apapun, seberat apapun bukan halangan bagi Yesus untuk memberikan pengampunan. Yesus hanya ingin supaya kita kembali merasakan dan mengalami air kehidupan lewat pertobatan sejati. Sikap perempuan Samaria menjadi dasar bagi kita untuk mampu menyambut tawaran air kehidupan dari Yesus, yaitu menerima dan menyadari bahwa diri kita berdosa tetapi Tuhan ingin kita mengalami selamat. Saudaraku, tidak perlu takut, cemas dan khawatir menerima kenyataan diri sebagai manusia yang berdosa, juga tidak perlu malu menyadari sebagai manusia yang penuh dosa. Yesus, Sang Air Hidup akan memberikan rasa lega kepada kita jika kita sungguh mau melakukan pertobatan sejati. Semoga tawaran Air Hidup dari Yesus mampu kita alami dan rasakan lewat pertobatan sejati kita. Paling tidak mulailah untuk berani menerima keadaan diri yang berdosa dan selanjutnya berani menerima sakramen penyembuhan lewat pengakuan dosa. Tuhan memberkati. 

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 16 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Prapaskah A/III

Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.” Hal ini juga yang dialami oleh Yesus di Nazaret. Maka, Ia tidak membuat satu mukjizat pun di tempat itu kecuali menyembuhkan beberapa orang. Hal ini semakin ditegaskan oleh Yesus saat Ia mengatakan bahwa Nabi Elia juga diutus bukan kepada janda-janda di Israel, melainkan kepada salah seorang janda di Sarfat, di tanah Sidon. Juga, Nabi Elisa diutus bukan untuk mentahirkan banyak orang kusta di Israel, melainkan kepada Naaman, orang Siria. Warta kebenaran dan kebaikan dari Elia, Elisa, bahkan dari Yesus tidak pernah mampu ditangkap oleh bangsa Israel. Bangsa Israel selalu tidak pernah mampu mengalami dan merasakan kehadiran Allah lewat para nabi, bahkan untuk mengenal dan menangkap Yesus sebagai Mesias pun mereka gagal. Bagaimana dengan diri kita? 

Tak jarang kita pun seringkali gagal untuk mampu merasakan dan mengalami kehadiran Tuhan. Kita selalu merasa Tuhan tidak hadir dalam hidup kita, terlebih saat banyak hal buruk dan hancur terjadi pada hidup kita. Saat apa yang menjadi keinginan dan harapan kita tidak terwujud, kita menjadi pribadi yang buta dan tuli akan warta kebenaran dan kebaikan dari Tuhan. Kita tidak berbeda dengan bangsa Israel yang tidak mampu merasakan dan mengalami kehadiran Allah. Saudaraku, sesungguhnya hal ini terjadi karena kedosaan yang kita hidupi. Siapapun manusia yang hidup dalam kedosaan maka ia akan sulit mengalami kehadiran Allah dalam dirinya. Pikiran yang jahat dan negatif terhadap sesama, perkataan yang buruk dan menyakitkan sesama, hati yang degil, membenci dan mendendam, juga sikap yang menghancurkan kebaikan bersama. Lewat masa tobat ini, masa penuh rahmat ini, kita diminta untuk mampu bertobat, berubah sehingga hidup menjadi berbuah. Pertobatan akan membawa kita untuk kembali menjadi pribadi-pribadi yang mampu merasakan dan mengalami kehadiran Allah dalam situasi dan keadaan apapun di hidup kita. Tuhan memberkati. 

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa bahagia

RDLJ

Renungan 17 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Prapaskah A/III

Jika kamu tidak mau mengampuni saudaramu, Bapa pun tidak akan mengampuni kamu. Lebih ditekankan oleh Yesus bahwa kita harus mampu mengampuni kesalahan saudara kita bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat. Saudaraku, mampukah kita menjalankan perintah tersebut?

Sulit, bahkan sangat sulit. Berat bagi kita mengampuni siapapun yang sudah melukai dan menyakiti hati kita, apalagi hal tersebut dilakukan berulang kali. Tetapi, kita pun sering melukai dan menyakiti hati Allah dengan perbuatan dosa kita. Maka, Allah yang begitu Maharahim ingin kita belajar dan mau mengampuni sesama supaya kita mampu mengalami pengampunan dari Allah. Sulit dan berat, namun dengan bantuan rahmat Allah kita seharusnya bisa saling mengampuni. Ciri manusia yang sudah mengampuni tanpa syarat dan tanpa batas yang harus kita perjuangkan dan usahakan, yaitu pertama tidak lagi mengingat atau memikirkan kesalahan sesama, kedua tidak lagi membicarakan kesalahan sesama, ketiga tidak lagi menyimpan dan memendam kesalahan sesama dalam hati, dan keempat mampu mendoakan yang baik bagi sesama yang bersalah. Saudaraku, mari belajar mengampuni meskipun sulit dan berat supaya kita pantas dan layak diampuni. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 18 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Prapaskah A/III

Ada beberapa sikap manusia terhadap hukum atau ketetapan Tuhan dalam sabda-Nya. Pertama, berusaha memahami dan mempelajarinya demi kepuasan intelektual, mengejar pengetahuan dan literatur dari berbagai sumber demi sebuah pemahaman. Manusia seperti ini akan sangat puas ketika disebut sebagai ahli-ahli kitab, merasa puas jika selalu mampu menjawab pertanyaan apapun tentang hukum dan ketetapan Tuhan dalam sabda-Nya. Kedua, senang mengoleksi ayat-ayat indah, ayat-ayat yang menguatkan demi kepuasan emosional. Hukum dan ketetapan Tuhan dihafalkan dan diingat demi memuaskan perasaan dan mewakili situasi hati saat itu. Manusia ini akan sangat bangga menggunakan ayat-ayat tersebut dalam banyak aspek di kehidupannya. Ketiga, bersikap tidak peduli, tidak mau tahu dan tidak mau paham. Jangankan memahami, untuk mulai membaca dan merenungkannya saja mungkin tidak pernah. Bagaimana dengan sikap kita sendiri terhadap hukum dan ketentuan Tuhan dalam sabda-Nya?

Saudaraku, tak bisa dipungkiri kita adalah manusia yang memiliki salah satu dari tiga sikap terhadap hukum dan ketentuan Tuhan itu. Paham sabda Tuhan hanya demi kepuasan intelektual tetapi tidak melakukan, mengerti sabda Tuhan demi kepuasan emosional tetapi tidak menjalankan, dan juga sikap tidak peduli terhadap sabda Tuhan. Sikap yang Tuhan inginkan adalah supaya kita setia menjalankan hukum atau ketetapan-ketetapan Tuhan dalam sabda-Nya itu. Yesus menegaskan bahwa siapapun yang mampu setia mengajarkan dan melakukan hukum dan ketetapan Tuhan, maka ia akan menempati tempat tertinggi dalam Kerajaan Allah. Saudaraku, Sabda Allah yang berisi hukum dan ketetapan-Nya adalah Roh dan kehidupan. Allah mempunyai sabda kehidupan kekal, maka saat kita mampu setia memahami, menjalankan dan mengajarkan hukum dan ketetapan Tuhan ini, kita juga akan menjadi umat Allah yang bijaksana dan berakal budi. Sebaliknya, saat kita jauh dari kebijaksanaan dan berakal budi, bisa jadi kita belum setia memahami, menjalankan dan mengajarkan hukum dan ketetapan Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 19 Maret 2020

HR St.Yusuf, Suami St. Perawan Maria

Malaikat itu berkata dalam mimpi, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab Anak yang ada dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Maria akan melahirkan anak laki-laki, dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Lalu Yusuf berbuat seperti apa yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Saudaraku, sosok Santo Yusuf sungguh menjadi teladan bagi kita bagaimana hidup dalam kebenaran iman. Hidup dalam kebenaran iman itu berarti berani memilih dan menjalankan kehendak Allah meskipun sulit, sakit, berat, tidak nyaman bahkan sampai harus menderita. Yusuf adalah simbol pribadi yang hidup oleh kebenaran iman. Ia memiliki totalitas dan keberanian untuk menjalankan rencana dan kehendak Allah bagi dunia tanpa banyak mengeluh, tanpa banyak menuntut. Bagaimana dengan diri kita?

Kita belum sepenuhnya hidup dalam kebenaran iman seperti Santo Yusuf. Dalam kenyataan hidup sehari-hari kita sulit untuk berani memilih dan menjalankan kehendak Allah. Kita sering lari dari kesulitan, menghindari rasa sakit dan hidup berat, menolak menderita karena jalan Allah tidak membuat nyaman dan tidak menguntungkan. Bahkan, tak jarang kita terus menerus marah, menuntut dan mengeluh kepada Allah atas hidup kita. Ya, iman kita masih penuh syarat dan pamrih. Saudaraku, apa yang diteladankan Santo Yusuf lewat hidup dalam kebenaran iman hendaknya juga ada dalam diri kita. Hidup kita adalah milik Tuhan, bukan milik kita. Dalam setiap pribadi selalu ada rencana dan kehendak Allah, maka hidup kita hendaknya menjadi rekan kerja Allah supaya rencana keselamatan Allah bagi dunia terwujud. Mari hidup dalam kebenaran iman seperti Santo Yusuf yang berani memilih dan menjalankan kehendak Allah yang sulit, berat, tidak nyaman, bahkan membuat menderita tanpa menuntut dan mengeluh. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 20 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Prapaskah A/III

Berkatalah ahli Taurat itu kepada Yesus, “Guru, tepat sekali apa yang Kau katakan, bahwa Dia itu Esa, dan bahwa tidak ada Allah lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati, dengan segenap pengertian, dan dengan segenap kekuatan, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama dari semua kurban bakar dan persembahan.” Yesus melihat betapa bijaksana orang itu. Maka, Ia berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Bagaimana dengan hidup kita sendiri, jauh atau dekat dengan Kerajaan Allah?

Kita mungkin mampu memahami hukum utama tersebut tetapi dalam kenyataan hidup kita tidak mampu menjalankannya. Tentang mengasihi Allah yang Esa dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan, kita belum melaksanakannya. Kita tidak mengasihi Allah yang Esa tetapi lebih mengasihi allah-allah lain. Kekuasaan, kekayaan, kehormatan, itulah allah kita selama ini. Demi kekuasaan atau kedudukan, demi kekayaan atau harta benda dan demi kehormatan, pujian atau sanjungan, kita curahkan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita, sedangkan bagi Allah yang Esa kita tidak total, setengah hati, penuh syarat dan pertimbangan, juga pamrih. Tentang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri pun rasanya kita belum mampu. Kasih yang kita miliki bukan kasih yang tanpa batas dan tanpa syarat. Sebaliknya, selalu menuntut timbal balik dan penghargaan. Saudaraku, ternyata sulit menjadi manusia yang dekat dengan Kerajaan Allah. Mari mohon kekuatan lewat bantuan Roh Kudus supaya kita mampu melaksanakan hukum yang utama ini. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 21 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Prapaskah A/III

Yesus berkata, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, akan ditinggikan.” Manusia yang mampu merendahkan diri di hadapan Allah, dialah orang yang dibenarkan Allah, karena sesungguhnya persembahan yang diterima Allah adalah jiwa yang hancur, hati yang remuk redam, sikap menyadari dan mengakui dosa itu sendiri, bukan sebaliknya, yaitu keangkuhan dan kesombongan diri yang terus saja melekat dalam diri kita.

Kecenderungan manusia untuk membanggakan diri sendiri, ingin dilihat, ingin diakui, ingin dihargai, ingin dihormati, ingin dipuji, ingin selalu lebih dari yang lain, ingin selalu menang dari yang lain adalah contoh buah dari sikap meninggikan diri sendiri, sikap angkuh, sombong. Bahkan, lebih mengerikan lagi, terkadang di hadapan Allah pun kita merasa sudah sempurna, tanpa cacat cela, suci dan bersih, merasa sudah banyak berbuat baik, merasa menaati perintah Allah, merasa memiliki pelayanan yang hebat di gereja, merasa sudah banyak membantu orang miskin, dan sebagainya tetapi sesungguhnya dengan motivasi dan intensi yang negatif, yaitu demi meninggikan diri. Saudaraku, sikap meninggikan diri di hadapan Allah dan sesama hanya akan menghambat perjalanan kita menuju kepada keselamatan. Sampai kapanpun kita tidak akan menjadi manusia-manusia yang dibenarkan oleh Allah, meskipun mungkin apa yang kita lakukan di dunia ini adalah sebuah kebaikan. Mari menjadi manusia yang selalu mampu berbuat banyak kebaikan dengan sikap merendahkan diri, supaya Allah meninggikan kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 22 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah A/IV

Minggu Laetare atau Minggu Sukacita

Allah tidak pernah ingin manusia selalu hidup dalam kegelapan atau kematian. Ia datang sebagai Terang bagi manusia yang hidup dalam kegelapan dan kematian. Saudaraku, Minggu ini kita merayakan Hari Minggu Laetare atau Minggu Sukacita. Dalam situasi seperti saat ini, di tengah wabah COVID-19 yang semakin memprihatinkan, apakah kita masih mampu untuk mengalami sukacita? Saat segala hal dibatasi, perjumpaan kita dengan sesama, karya dan pekerjaan kita, bahkan untuk beribadah saja harus kita lakukan di rumah, wabah COVID-19 seolah membawa kita pada situasi kegelapan dan kematian. Bisakah kita mengalami sukacita?

Saudaraku, melalui bacaan-bacaan Minggu ini sesungguhnya kita akan mendapatkan kekuatan iman. Pertama, bahwa Allah akan selalu merancang hidup dan keselamatan manusia secara sempurna. Hal ini terlihat dalam bacaan pertama di mana Daud dipilih Allah menjadi Raja Israel. Rencana dan rancangan keselamatan Allah selalu di luar nalar manusia, tetapi itulah yang menyelamatkan. Maka, dalam situasi wabah COVID-19 ini, meskipun terasa sekali situasi kegelapan dan kematian, penuh duka dan kesedihan, hendaknya kita tetap yakin terhadap rencana dan rancangan karya keselamatan Allah. Kedua, melalui bacaan Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus kita diingatkan untuk hidup sebagai anak-anak terang karena kita adalah terang di dalam Tuhan. Hidup kita hendaknya selalu berbuah kebaikan, keadilan dan kebenaran. Maka, di tengah wabah COVID-19 yang memprihatinkan ini kita juga diminta untuk setia sebagai anak-anak terang. Jadikan hidup kita terus berbuat kebaikan, keadilan dan kebenaran meskipun dalam situasi yang sulit. Jangan sampai kita justru hidup dalam kegelapan dengan menyalahkan dan menghujat pemerintah, tidak mengikuti instruksi pemerintah, ikut menyebar berita hoax tentang COVID-19, menimbun masker dan barang kesehatan lain, masa bodoh dan tidak peduli dengan himbauan-himbauan gereja dan sebagainya. Sebaliknya, kita harus mampu berjalan bersama untuk mengatasi dan mencegah COVID-19 ini dengan menaati instruksi pemerintah, himbauan gereja, menjaga pola hidup sehat dan bersih. Ketiga, dalam bacaan Injil, Yesus datang ke dunia sebagai Terang. Hal terburuk dalam hidup manusia pun bisa Ia ubah menjadi sebuah kebaikan atau keselamatan. Si Buta sejak lahir bisa kita katakan sebagai buta permanen, mustahil disembuhkan, tetapi faktanya sembuh dan bisa melihat. Maka, di tengah wabah COVID-19 ini jangan sampai kita menjadi pribadi-pribadi yang putus asa dan kehilangan harapan. Kita harus yakin dan percaya di dalam iman bahwa segala usaha pemerintah dan segenap instansi terkait, juga peran kita masing-masing akan mampu mengubah situasi terburuk, situasi kegelapan dan kematian itu menjadi situasi terang kembali, situasi sukacita kembali.

Saudaraku, mari kita kuatkan doa-doa kita sekaligus terus berjuang dan berusaha, bersinergi untuk menghadirkan hidup yang selalu membuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran khususnya di tengah pandemi COVID-19 ini. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 23 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Prapaskah A/IV

“Pergilah, anakmu hidup!” menjadi jawaban Yesus atas permintaan seorang pegawai istana yang anaknya sedang sakit. Ia menuruti perkataan Yesus dan sungguh mendapati anaknya hidup tepat saat Yesus menjawab permintaannya. Kehadiran Yesus selalu mendatangkan kebaikan bagi siapapun dan di manapun. Kehadiran Yesus membuat apapun yang telah mati menjadi hidup. Ia memulihkan dan membarui segala sesuatu. Ya, situasi kematian berubah menjadi situasi kehidupan.

Situasi kematian adalah gambaran manusia yang hidup dalam dosa, hidup dalam kesombongan, amarah, kebencian, keegoisan, iri hati, percabulan, putus asa dan sebagainya. Itulah kemanusiaan lama kita, dunia kita yang lama. Situasi kematian terjadi dalam hidup kita karena kita tidak mencari yang baik, tetapi yang jahat. Pesan dari Kitab Mazmur sangat tepat, “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian Allah akan menyertai kamu.” Dalam doa Bapa Kami kita selalu minta dijauhkan dari yang jahat, tetapi memilih yang jahat. Kita tetap bertahan dalam kemanusiaan lama kita, kita menolak untuk dipulihkan dan dibarui. Saudaraku, marilah kita ubah situasi kematian dalam hidup kita, situasi kemanusiaan lama kita menjadi situasi kehidupan. Mari jadikan hidup kita selalu memilih yang baik, bukan yang jahat. Dengan demikian kita akan hidup karena Allah akan selalu menyertai kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 24 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Prapaskah A/IV

“Maukah engkau sembuh?” adalah pertanyaan Yesus kepada seseorang yang sudah tiga puluh delapan tahun dalam keadaan sakit. Sakit bisa digambarkan sebagai hidup dalam situasi berdosa. Maka, bisa dibayangkan seseorang yang sudah tiga puluh delapan tahun dalam keadaan sakit  sebagai manusia yang bertahun-tahun tidak mengalami kesembuhan, tidak mengalami pertobatan. Perjumpaannya dengan Yesus membawa sebuah perubahan, kesembuhan, pembaruan hidup. Yesus bagaikan air yang mengalir dari Bait Allah. Ke mana saja air itu mengalir, semua yang ada di sana menjadi hidup. Saudaraku, bisa jadi kita sulit sembuh, berat bertobat dan susah berubah karena tidak mampu membuka diri tetapi cenderung menolak diairi oleh rahmat kasih Yesus.

Orang yang sakit selama tiga puluh delapan tahun menjadi gambaran diri kita yang sulit sembuh, berat bertobat, dan susah berubah. Kita gagal sembuh, bertobat dan berubah biasanya karena dua faktor. Pertama, kita selalu menyalahkan keadaan sekitar kita. Keluarga, komunitas, lingkungan seolah tidak peduli dengan keadaan sakit kita. Keluarga, komunitas dan lingkungan itu yang selalu kita anggap menjadi penyebab sakit kita, dosa kita. Kedua, diri kita sendiri tidak berusaha dan berjuang untuk sembuh, kita tidak mampu membuka diri untuk mau dibentuk dan diubah ke arah yang lebih baik. Kita merasa nyaman dengan situasi sakit kita, keadaan berdosa kita. Kita tetap memilih memelihara penyakit seperti keras kepala, egois, arogan, pemarah, pendusta, dan sebagainya. Saudaraku, mari membuka diri kita supaya kita dialiri oleh kasih Allah lewat diri Yesus sehingga kita mengalami kesembuhan, mengalami pertobatan, hidup yang dibarui dan berubah menjadi lebih baik. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 25 Maret 2020

Hari Raya Kabar Sukacita

Hari ini Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan Hari Raya Kabar Sukacita, yaitu hari untuk mengenangkan saat Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Inilah kabar yang menjadi kegenapan dari Kitab Yesaya, sekaligus kegenapan dari firman Allah. Sabda telah menjadi daging bagi keselamatan seluruh dunia. Saudaraku, apa yang bisa kita maknai dari peristiwa agung ini?

Secara ilahi, kabar yang dibawa Malaikat Gabriel kepada Maria adalah kabar sukacita. Kabar yang menggembirakan bagi dunia karena akan lahir Sang Juru Selamat dunia. Saat di mana rencana dan kehendak Allah terjadi dan terlaksana. Tetapi mari kita sadari dari sisi lain. Secara manusiawi, kabar yang diterima Maria dari Malaikat Gabriel bukanlah kabar sukacita, melainkan kabar malapetaka dan memalukan bagi Perawan Maria yang belum bersuami. Kabar ini tentu akan membuat Maria dihujat dan dihakimi, bahkan bisa dihukum rajam sampai wafat. Lalu kenapa kabar yang secara manusiawi adalah kabar yang tidak membahagiakan, kabar yang menakutkan, kabar yang menyedihkan akhirnya menjadi kabar sukacita, bahkan dirayakan oleh Gereja? Ya, jawaban Maria, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” Jawaban iman yang mewujudkan ketaatan, kesetiaan sekaligus sikap berserah diri yang hebat. Saat itu, kabar dari Malaikat Gabriel kepada Maria menjadi kabar sukacita, bahkan sukacita bagi seluruh alam semesta.

Saudaraku, bisa jadi sesungguhnya dalam hidup ini kita selalu menerima kabar sukacita dari Allah. Kabar yang bisa hadir dan datang lewat cara apapun, oleh siapapun dan dari manapun. Tetapi bisa jadi kabar sukacita dari Allah bagi diri kita ini selalu kita pandang dari sisi manusiawi, sehingga kabar ini menjadi kabar yang menyedihkan dan mengecewakan karena tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dalam hidup. Ya, banyak kabar sukacita dari Allah yang adalah kabar karya dan rencana Allah bagi hidup kita justru kita tolak, kita hindari dan tidak kita jalankan. Kita tidak memiliki sikap seperti Bunda Maria yang sungguh taat, setia dan punya rasa berserah total terhadap karya dan rencana Allah dalam hidupnya. Saudaraku, melalui perayaan Hari Raya Kabar Sukacita ini, kita disadarkan bahwa selalu ada kabar sukacita Allah dalam diri kita, mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mungkin berat dan bagaikan beban, mungkin teramat sulit dan menyiksa, tetapi yakinlah jika kita taat, setia dan berserah total, maka sukacita akan sungguh menjadi nyata dalam hidup kita. Kita sungguh menjadi rekan kerja Allah yang membuat karya dan rencana keselamatan-Nya terjadi dan terlaksana.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 26 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Kamis Prapaskah A/IV

“Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar. Ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikannya tentang Aku adalah benar.” Saudaraku, apa yang menjadi pernyataan Yesus terhadap orang Yahudi ini sangat relevan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sederhananya, siapapun orang yang bersaksi atas dirinya sendiri, cerita tentang kehebatan dan kelebihan juga segala hal baik atau prestasi yang dilakukan oleh dirinya sendiri biasanya kesaksian itu sering tidak benar. Sebaliknya, jika kesaksian tentang diri kita, tentang kelebihan, tentang kehebatan ataupun prestasi hidup kita, kebaikan yang kita lakukan itu datang dari orang lain biasanya itu adalah sebuah kebenaran. Yesus adalah kebenaran karena kesaksian tentang diri-Nya datang dari Bapa-Nya sendiri. Kesaksian tentang Yesus bukan diwujudkan lewat kata-kata, tetapi tampak secara nyata lewat apa yang Yesus perbuat dan lakukan.

Saudaraku, kita cenderung senang bercerita tentang diri kita sendiri, tentang keberhasilan diri sendiri, kehebatan diri, prestasi diri, kebaikan diri dan lain sebagainya. Bahkan, banyak media kita gunakan untuk memperlihatkan kehebatan dan kelebihan diri kita. Kita hanya senang bersaksi lewat perkataan-perkataan indah dan mengagumkan tentang diri kita, tetapi tidak bersaksi lewat sikap dan tindakan baik yang nyata. Saudaraku, lebih baik terus melakukan sikap dan tindakan baik yang nyata daripada terus bercerita tentang kehebatan dan kelebihan diri sendiri. Biarlah orang yang bersaksi tentang kebaikan diri kita karena biasanya itulah kebenaran.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 27 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Jumat Prapaskah A/IV

Sedih dan miris rasanya menyaksikan hujatan-hujatan kebencian terhadap Presiden Jokowi. Terlebih saat Ibunda tercintanya meninggal, bukan sikap empati dan belasungkawa tetapi justru hujatan kebencian yang seolah tanpa akhir yang Beliau dapatkan. Sungguh, begitu terlihat jelas mana kebaikan dan mana kejahatan. Memang sejak dahulu di mana ada kebaikan di situ ada kejahatan. Bahkan bagi orang fasik, simbol pencipta kejahatan, kebaikan selalu ingin dihancurkan dan dimusnahkan. Situasi ini yang digambarkan dalam Kitab Kebijaksanaan. Banyak kebaikan dianggap sebagai sebuah kesalahan. Sebaliknya, banyak kejahatan dimanipulasi seolah adalah kebenaran. Yesus sebagai wujud kasih dan kebaikan dari Allah yang hadir bagi bangsa Yahudi pun justru ditolak dan dibunuh. Saudaraku, bisa jadi tanpa sadar kita termasuk pribadi-pribadi yang membuat kebaikan menjadi hilang, hancur bahkan mati oleh karena sikap dan tindakan kita.

Setiap manusia yang mengenal Allah memiliki sifat Allah yaitu kasih, keadilan dan damai. Semua itu adalah kebaikan. Maka akan terlihat aneh ketika ada manusia yang mengaku mengenal Allah tetapi memiliki sikap jahat, sikap seperti orang fasik yang tidak mengenal Allah. Dalam kehidupan nyata ini, sering tanpa sadar sikap dan tindakan kita membuat kebaikan menjadi hilang, hancur dan mati. Pikiran kita yang selalu negatif dan tidak sehat, perkataan kita yang selalu kasar dan menyakitkan, hati kita yang selalu penuh benci, dendam dan dengki, dan sebagainya adalah contohnya. Kita pun cenderung diam dan mencari aman, tidak peduli saat kejahatan berkuasa. Padahal,  manusia yang baik tetapi hanya diam dan tak berbuat apapun saat kejahatan merajalela maka ia sedang menyenangkan hati setan. Saudaraku, mari memulai kebaikan dari diri kita sendiri, keluarga kita, komunitas kita sehingga kejahatan tidak berkuasa. Berlombalah dan bersainglah dalam menebarkan kebaikan, bukan terus menerus menciptakan kejahatan.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 28 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu Prapaskah A/IV

Pengetahuan yang dalam dan luas seharusnya membuat manusia semakin bijaksana, pengetahuannya menjadi berkat bukan kutuk, menjadi rahmat bukan laknat. Sama hal nya dengan iman, pengetahuan tentang iman yang dalam dan luas seharusnya semakin membuat manusia semakin matang dan dewasa spiritualnya. Namun, situasi ini tidak berlaku bagi imam-imam kepala bangsa Yahudi dan Orang Farisi yang ingin menangkap Yesus. Pengetahuan mereka tentang Kitab Suci justru menghambat dan membutakan mata dan hati mereka akan pewartaan Yesus. Mereka sibuk ingin menangkap dan membunuh Yesus. Bahkan, kelompok mereka sendiri akhirnya saling bertentangan, mereka jauh dari kebijaksanaan, spiritual mereka tidak matang dan dewasa.

Saudaraku, kita pun sering bersikap seperti para imam kepala dan orang Farisi tersebut. Karena pengetahuan, kita sering merasa paling pandai dan mengerti dalam banyak hal di kehidupan ini. Dalam hal iman pun, kadang kita merasa sudah penuh, paling pandai dan mengerti, akhirnya sulit terbuka terhadap yang lain. Bahkan, cenderung merasa benar dan tanpa sadar menjadi batu sandungan bagi banyak orang yang ingin dekat dengan Tuhan. Kita menjadi pribadi yang mudah menghakimi, ikut campur mengatur hidup iman orang lain, bahkan seolah menjadi Tuhan yang bisa menentukan dosa atau tidaknya tindakan seseorang, juga menentukan orang akan masuk surga atau neraka. Saudaraku, semakin dalam dan luas pengetahuan iman kita hendaknya spiritualitas kita semakin matang dan dewasa, hidup kita semakin menjadi berkat dan rahmat bagi banyak orang. Sebaliknya, jika hal tersebut tidak terjadi, tandanya pengetahuan iman kita masih sangat dangkal.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 29 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah V

“Akulah kebangkitan dan hidup, sabda Tuhan. Setiap orang yang percaya kepada-Ku, akan hidup sekalipun ia sudah mati.” Hal ini yang dikatakan oleh Yesus kepada Marta saudara Lazarus yang Ia bangkitkan dan sudah empat hari di dalam kubur. Pernyataan Yesus hendaknya semakin meyakinkan kita sebagai orang yang percaya. Semakin membuat kita selalu memiliki sikap optimis, positif dan pengharapan di dalam Kristus Yesus. Bukan hanya dosa yang Ia hapuskan, bahkan kita pun akan mengalami kebangkitan dan kehidupan kekal seperti yang Ia katakan bahwa saatnya akan tiba, semua orang yang di dalam kubur akan mendengar suara Anak, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum. Inilah keselamatan. Inilah wujud cinta Tuhan yang mengasihi dan menyayangi umat-Nya. Saudaraku, di tengah situasi wabah Covid-19 yang menyedihkan dan memprihatinkan ini masih mampukah kita memiliki keyakinan dan pengharapan akan keselamatan itu? Pertanyaan reflektif bagi kita, sedalam dan seluas apa kita percaya dan beriman akan Yesus yang mampu membangkitkan dan membawa kita kelak memeroleh hidup kekal? 

Wujud iman adalah tindakan iman. Maka, ketika kita punya iman akan Yesus hendaknya kita pun memiliki wujud tindakan seperti yang diajarkan dan dilakukan oleh Yesus. Ya, hidup yang serupa dengan Yesus. Artinya hidup dalam Roh-Nya, bukan hidup dalam daging. Bagaimana hidup yang serupa dengan Yesus di tengah krisis akibat wabah Covid-19 ini?  Saudaraku ada tindakan iman yang meski kita wujudkan, pertama adalah terus yakin, percaya serta terus optimis dan positif dalam pengharapan. Artinya, karena kita hidup di dalam Roh-Nya, maka hendaknya kita tidak hidup dalam ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan. Sebaliknya, kita munculkan dan ciptakan sikap optimis dan positif bahwa semua akan segera berlalu dengan baik dalam menghadapi wabah Covid-19 ini. Waspada dan mawas diri itu perlu tetapi bukan ketakutan akut atau bahkan ikut menyebarkan ketakutan-ketakutan lewat berita hoax bagi sesama. Ikuti anjuran pemerintah untuk tinggal di rumah, menjaga jarak, serta terus menjaga pola hidup bersih dan sehat merupakan tindakan nyata dari sikap optimis, positif dan berpengharapan. Kedua, karena kita hidup dalam Roh-Nya, maka mulailah hidup untuk melakukan kasih dan kebaikan apapun di tengah situasi ini. Bukan sebaliknya, semakin egois dan tidak peduli terhadap kesengsaraan banyak orang akibat wabah ini.  Bayangkan, jika satu saja orang Katolik mampu berbuat kasih dan kebaikan kepada lima orang yang sangat membutuhkan, berapa kasih dan kebaikan yang terjadi oleh ribuan orang Katolik. Ketiga, teruslah berdoa, berdevosi, dan bertobat. Kita memohon karya ilahi supaya situasi akibat wabah ini segera berakhir di seluruh dunia. Saatnya iman kita diuji untuk diwujudkan. Jika hidup kita masih jauh dari semua itu, mari segera kita berbenah. Jadikan hidup kita adalah pribadi yang selalu berbuat kasih dan kebaikan agar kelak kita dibangkitkan untuk hidup kekal, bukan dibangkitkan untuk dihukum.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 30 Maret 2020

Inspirasi Bacaan Harian, Senin Prapaskah A/V

Kisah Daniel yang membebaskan Susana, istri Yoyakim dari kesaksian palsu dua orang tua-tua sangat inspiratif. Kebaikan dan kebenaran akan menang saat keburukan dan kejahatan itu berani dilawan. Tetapi banyak manusia senang menanggapi adanya keburukan dan kejahatan lewat sikap diam, masa bodoh dan tidak peduli. Beranikah kita memiliki sikap seperti Daniel yang mampu melawan keburukan dan kejahatan, menyelamatkan dan memenangkan kebaikan dan kebenaran?

Saudaraku, setiap detik banyak sekali keburukan dan kejahatan terjadi di sekitar kita. Manusia yang berlaku adil dan jujur difitnah, manusia yang menjunjung toleransi dibenci, dihujat dan dimusuhi, manusia yang membantu dan menolong sesama dicurigai, dan sikap lainnya yang begitu merugikan kehidupan banyak orang, lalu kita sering diam dan tidak peduli, mencari aman, bahkan terkadang terbawa arus untuk ikut berlaku buruk dan jahat. Sejauh tidak menyentuh hidup kita, kita menjadi manusia yang apatis dan masa bodoh. Kita yang seharusnya melawan keburukan dan kejahatan justru tidak berbuat apa-apa. Kita tidak memiliki keberanian membela kebaikan dan kebenaran, sekaligus membiarkan keburukan dan kejahatan merajalela. Saudaraku, mari kita mulai dari diri kita, keluarga kita, komunitas kita untuk terus berani melawan keburukan dan kejahatan seperti yang dilakukan oleh Daniel.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Leave a Comment