KOMSOS AGATS – Vikaris Jenderal (Vikjen) Keuskupan Agats, RD Innocentius Rettobjaan mengingatkan para petugas pastoral agar dalam penyusunan program kerja Komisi, Paroki maupun Wilayah harus berdasarkan 6 aspek penting yang telah dirumuskan dalam Musyawarah Pastoral (Muspas) ke 5 yang berlangsung pada 7 sampai 13 Oktober 2019 lalu.
Muspas tersebut telah merancang gerak langkah bersama, menuju perubahan, pemulihan dan pemantapan keluarga sebagai panggilan dan perutusan. Muspas itu membicarakan keluarga yang adalah komunitas terkecil dari masyarakat atau Gereja, yakni: Relasi Suami-Isteri dan anak-anak.
Dalam Muspas tersebut telah menyepakati hahwa langkah pertama adalah membenahi dan memulihkan relasi dalam keluarga, yakni Suami-Isteri dan Anak-anak. Langkah-langkah lain yang penting untuk menopang langkah pertama adalah pendidikan, kesehatan, ekonomi, pastoral, kebudayaan dan sosial. Lantas dalam penyusun program kerja tahun 2025, petugas Pastoral Keuskupan Agats diajak untuk kembali mendasari point rekomendasi muspas tersebut.
Berikut point point rekomendasi Muspas yang dilansir dari dokumen Kantor Pusat Pastoral;
Relasi Suami-Istri dan Anak-anak:
Berkaitan dengan relasi suami-istri dan anak-anak, MUSPAS menyepakati bahwa pemulihan dan pemantapan relasi, pertama- tama harus dikerjakan dalam keluarga sendiri. Keluarga mesti memajukan kebersamaan (kerja sama) dan komunikasi satu sama lain. Hal tersebut bisa terlaksana jika terdapat kerja sama di kebun, kebun pangkur sagu, makan bersama, rekreasi bersama/duduk bersama, berdoa bersama (andalkan Tuhan), ke gereja bersama, saling menyapa, saling percaya, saling setia, saling memperhatikan, saling terbuka, relasi yg mesra (intim), menjalankan tugas dan tanggungjawab masing- masing, saling menghargai, saling menerima kekurangan/kelemahan pasangan, tidak menguasai/tidak menang sendiri, jujur (mengakui kesalahan, meminta dan memberi maaf); sabar, tidak dendam, saling melayani//tidak egois, hindari kekerasan, hindari perselingkuhan, kecemburuan (buta/curiga);mengingat hari perkawinan/mengulangi janji perkawinan.
Peran penting Gereja tentu saja mesti dioptimalkan. MUSPAS mengajukan sejumlah hal berkaitan dengan langkah- langkah yang perlu ditempuh Gereja:
Pembinaan dan Pendampingan Keluarga: perlu menyiapkan modul katekese keluarga; mengembangkan ME, Tulang Rusuk, memberikan pelatihan dan kursus dalam pengelolaan/manajemen ekonomi rumah tangga; kunjungan gembala/pastor ke keluarga; persiapan perkawinan/pembinaan calon mempelai dan jika mungkin mengintegrasikan ritual adat dengan nikah Gereja; membuat program khusus untuk keluarga dalam setahun (ulang janji nikah, rekoleksi keluarga, bulan keluarga); misa keluarga; sosialisasi tentang dampak negatif alat komunikasi dan juga manfaat positifnya; merancang kegiatan-kegiatan yang melibatkan keluarga; memperhatikan/mendampingi keluarga yang sedang menghadapi kesulitan: memperhatikan kesehatan pada umumnya dan juga kesehatan mental. Perlu juga mengadakan pelatihan untuk ketrampilan kebersihan, ekonomi, kerajinan; bina orang muda agar paham makna perkawinan dan hindari pernikahan dini.
Memajukan kerja sama dengan tetua adat dalam memantapkan relasi suami isteri, termasuk menjelaskan tentang makna keluarga suami-isteri menurut nilai adat dan Gereja, di kampung, di stasi, di paroki. Perlumembuat data-data keluarga. Bersama pemerintah perlu bekerja keras mengurangi hal-hal buruk (judi, miras, lokalisasi), memajukan kesejahteraan (ekonomi) keluarga; pendidikan yang baik di sekolah (pengawasan ketat HP); menghidupkan/mempertahankan peran adat, Jew atau rumah adat.
1. Pendidikan
Pendidkan sekurang-kurangnya melibatkan tiga komponen: keluarga, Gereja, Pemerintah. MUSPAS meyakini bahwa peran ketiga komponen ini harus dioptimalkan: Keluarga didorong untuk memasukkan anak-anak ke pendidikan usia dini (TK/Paud). Selanjutnya anak didorong dan dimotivasi untuk ke sekolah; menyadarkan anak-anak akan pentingnya pendidikan; memajukan pendidikan iman anak-anak dengan mendorong mereka mengikuti pembinaan iman (sekami, sekolah minggu di stasi, di paroki). Anak-anak jangan dibawa ke bevak terutama pada masa sekolah, tetapi bekerja sama dengan sekolah agar sungguh menjamin bahwa anak mengikuti pendidikan di sekolah. Pendidikan orang muda mesti diperhatikan juga dalam keluarga, khususnya pendidikan sex (pergaulan bebas, penerusan nilai), melatih kerajinan/ketrampilan. Selain itu anak-anak perlu didorong untuk tinggal di asrama sehingga pendidikan formal dan pendidikan iman terjamin. Anak-anak mesti mewarisi nilai-nilai budaya dan iman.
Gereja direkomendasikan untuk membenahi sekolah Yayasan baik dalam hal ketenagaan(harus punya guru agama katolik) maupun mengembangkan metode pembinaan anak/remaja baik dalam katekese maupun dalam bentuk-bentuk pembinaan lainnya. Memperhatikan peningkatan pendidikan kerohanian guru dan petugas pastoral (menyediakan rumah pembinaan dan kamar- kamar penginapannya); mengadakan lomba KS, manfaatkan sarana audio-visual dlsb.
Peningkatan dan program kunjungan umat yang teratur dengan program-program pembinaan yang dipersiapkan sungguh perlu; Sekolah-sekolah juga perlu dikunjungi, menyesuaikan kurikulum dengan situasi dan kondisi; menjadikan sekolah Yayasan sebagai sekolah model : dengan mengembangkan sanggar seni, ketrampilan dan pembedayaan perempuan.
Mempersiapkan petugas-petugas pastoral yang cakap dan berkomitmen (dibekali kemampuan cukup: tahu pimpin doa, nyanyi, bina iman anak; rajin, beri teladan, berkorban; sapa umat, turun langsung, tinggal di stasi paroki, kegiatan bersama umat; belajar Bahasa).
2. Kesehatan
Keluarga adalah tempat pertama pembiasaan dan pembelajaran kesehatan. Keluarga sendiri mesti jaga kesehatan, hindari miras, rokok,sirih-pinang; awasi anak dari pergaulan/sex bebas; memberi pendidikan sex: awasi perkembangan anak (alat- alat reproduksi; siklus menstruasi), penggunaan sarana-sarana komunikasi; serta godaan uang.
Keteladanan orang tua dalam hal menjaga kesehatan juga perlu untuk membangkitkan kewaspadaan terhadap penyakit yang
dapat menular melalui hubungan sex (HIV/AIDS); kebiasaan untuk hidup sehat: lingkungan bersih, tubuh bersih, rumah bersih; air bersih/MCK amat penting. Sebisa mungkin anak-anak diasramakan.
Masyarakat atau pemerintah bertanggungjawab dalam hal penyuluhan dan perawatan kesehatan. Menyiapkan bahan serta melaksanakan penyuluhan kesehatan HIV/AIDS; bekerja sama dengan masyarakat dan Gereja melakukansosialisasi kesehatan di jew dan Gereja. Bekerja sama lintas sektor di paroki dalam urusan kesehatan; LSM Kesehatan, melakukan pemeriksaan dan pengobatan teratur.
Gereja Keuskupan diharapkan untuk membenahi karya kesehatan keuskupan(adanya tim kesehatan terpadu dan Komisi kesehatan di keuskupan). Perlu menginisiasi kegiatan lomba kebersihan; pendidikan sex di sekolah; berdoa untuk orang sakit dan andalkan Tuhan; serta membantu yang sakit; menyediakan obat-obat dan tenaga medis; dan jika perlu melatih kader pastoral agar trampil menangani kesehatan. Pendidikan kesehatan untuk generasi muda.
3. Ekonomi
Langkah-langkah pembenahan ekonomi dimulai dari keluarga dan menjadi perhatian pemerintah/Gereja/Masyarakat.
Meningkatkan ekonomi Rumah Tangga: mengelola keuangan dengan baik (hindari mabuk, judi, dll) menghindari pemborosan. Kita punya uang, tetapi majamen keuangan lemah. Tingkatkan ketrampilan agar dapat bekerja dan menghasilkan serta mampu mengelola hasil-hasil alam; bila perlu jual produk
secara online; memanfaatkan dana-dana bantuan untuk pengembangan ekonomi; kalahkan kemalasan; mengolah kebun, ikan garam dan usaha-usaha lain.
Masyarakat/pemerintah dan Gereja juga perlu memajukan kelompok-kelompok tani, ternak, nelayan; membantu masyarakat ekonomi lemah; menyalurkan hasil-hasil masyarakat; membuat proyek-proyek percontohan; pemetaan potensi masyarakat dan potensi alam.
Melakukan pelatihan/pendampingan masyarakat dalam mengolah alam untuk memajukan ekonomi. Perlu meningkatkan kemampuan dan ketrampilan masyarakat. Membuat regulasi yang melindungi dusun. Gereja diminta agar PSE memajukan program pemberdayaan ekonomi rumah tangga dan pengelolaan aset-aset alam.
4. Pastoral
Langkah-langkah pastoral pertama-pertama merupakan tanggungjawab Gereja. Untuk itu Gereja direkomendasikan untuk membuat buku pedoman pastoral keluarga; Hindari rangkap tugas (terutama pada pastor/gembala); restrukturisasi komisi; meningkatkan kunjungan tim pastoral agar dapat melakukan pembinaan lebih lama; membuat program kunjungan umat yang jelas dan teratur. Juga direkomendasikan untuk meningkatkan kedekatan Gembala dengan umat (kunjung dan menginap di stasi/kampung).
Memajukan pastoral berbasis data; menghidupkan Tim pastoral Paroki yang dibiayai keuskupan; membenahi manajemen pastoral keluarga; menyiapkan modul pembinaan keluarga.
5. Kebudayaan:
Untuk memajukan kebudayaan maka kerja sama Gereja dan Masyarakat sangat dianjurkan. Kerja sama itu diharapkan berbuah pada: membangun rumah adat di kampung; menegakkan kembali adat dan budaya; mengoptimalkan fungsi Jew; mengembangkan dan melestarikan budaya sebagai saringan terhadap pengaruh luar yang masuk; mempersiapkan perkawinan (adat dan Gereja); menegakkan sanksi adat jika ada kejahatan sosial; menghidupkan lagi perahu dayung.
6. Sosial
Dalam bidang sosial perlu diambil langkah-langkah berikut: Memulihkan sakralitas perkawinan, setia pada pasangan dan ritual adat. Perkuat kebudayaan dan niai-nilainya. Menghidupkan/melestarikan kerarifan lokal dan rumah adat atau jew, yang membantu kita mengintrospeksi diri dalam hal menerima sesuatu dari luar.
Terima kasih bung Peter..tulisan sangat membantu perencaan program kerja kami di komisi kebudayaan 2025