Posted on: 06/01/2023 Posted by: RD Lorenz Kupea Comments: 0

Seri Kitab Hukum Kanonik Part 2

Oleh: RD. Martin Selitubun

Setiap kita yang tinggal di suatu wilayah tertentu sudah pasti bertumbuh dengan kesadaran betapa hidup bermasyarakat dipengaruhi oleh hukum. Kita tahu bahwa hukum memiliki sesuatu untuk dikatakan tentang hampir semua yang kita lakukan.

Dalam dunia pendidikan kita juga diajari tentang berbagai cabang pemerintahan — legislatif, eksekutif, yudikatif — yaitu yang mengesahkan, menegakkan, dan menafsirkan undang-undang di berbagai tingkatan. Jadi, kami menyadari akan betapa pentingnya memahami berbagai aturan dan regulasi yang mempengaruhi begitu banyak aktivitas sehari-hari.

Hukum Gereja

Dalam hidup sehari-hari jarang sekali kita mendengar tentang Kitab Hukum Kanonik. Padahal Kitab Hukum Kanonik adalah sistem hukum internal Gereja Katolik, yang telah mempengaruhi kehidupan iman kita sehari-hari, bahkan hukum Gereja menjadi landasan penting bagi setiap tindakan kita, entah sebagai klerus atau awam. Ketika kita tidak mengenal Kitab Hukum Kanonik dapat berarti ada hak dan kewajiban gerejawi yang penting mungkin juga tidak dikenali dalam hidup kita.

Penerapan Kitab Hukum Kanonik kadang langsung menyentuh ke dunia pribadi kita, seperti yang mungkin terjadi, katakanlah, dalam kasus pembatalan perkawinan. Atau hukum Gereja dapat menarik perhatian kita ketika menjadi berita utama, seperti yang mungkin terjadi, katakanlah, ketika seorang figur ditunjuk menjadi seorang Uskup atau ketika seorang seorang klerus dikucilkan karena kasus tertentu.

Namun demikian, kebanyakan umat Katolik tidak menyadari bahwa apa yang mereka lihat hanyalah sebagian kecil dari sistem hukum yang lengkap, sebuah sistem hukum yang berasal dari warisan Gereja kuno yang perlu dipelajari bersama.

Sebagaimana komunitas besar dan kompleks, Gereja Katolik telah lama menemukan bahwa aturan tertulis yang logis adalah penting untuk kelancaran fungsi petugas-petugas pastoral yang berbeda. Selama berabad-abad, akumulasi kebijaksanaan pastoral dan administratif para pemimpin Gereja juga dicatat, diorganisir, diuji dan dikomentari oleh para ahli hukum.

Akan tetapi seiring waktu, kumpulan peraturan dan “kanon” ini, menjadi semakin sulit digunakan (Kata kanon berasal dari istilah Yunani yang berarti “aturan”). Aturan yang masuk akal dalam satu konteks terkadang diterapkan secara keliru dalam konteks lain. Norma yang berhasil pada satu waktu dalam sejarah mungkin dapat disalahgunakan dalam periode sejarah lainnya.

Kode Terintegrasi

Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 1917 Gereja Katolik menerbitkan Kitab Hukum Kanonik terpadu yang pertama. Dokumen yang berbahasa Latin ini dan dirangkum dalam satu kitab ini, menetapkan dengan jelas tentang pekerjaan para imam dan uskup, administrasi properti Gereja, perayaan sakramen, masalah pendidikan.

Kitab Pio-Benediktin ini (disebut demikian karena keterlibatan dua paus, Paus Pius X dan Benediktus XV, dalam pembuatan dan pengumumannya), pun dipuji sebagai karya jenius yuridis dan pastoral. Pada masa itu, Kitab ini belum mengatur umat Katolik ritus Timur, walaupun dalam kenyataannya telah ada upaya untuk mewujudkannya telah berlangsung selama beberapa dekade.

Seiring dengan berkembangnya abad ke-20, menjadi semakin jelas bahwa banyak kanon dalam kode 1917 perlu diperbarui. Ini menjadi sangat jelas setelah Konsili Vatikan II,  ikut membantu Gereja menghadapi masyarakat sipil yang semakin sekuler dengan lebih baik.

Setelah proses konsultasi yang panjang dengan para Uskup di seluruh dunia, Paus Yohanes Paulus II mengumumkan, pada tahun 1983, Kitab Hukum Kanonik telah direvisi untuk Gereja Katolik Roma. Pada tahun 1990, ia juga mengeluarkan Kitab Hukum Kanonik untuk Gereja-Gereja Ritus Timur. Kedua dokumen ini, keduanya tersedia dalam terjemahan bahasa modern, mewakili undang-undang utama Gereja Katolik saat ini.

Hukum Perdata vs. Kitab Hukum Kanonik

Ada beberapa perbedaan penting antara hukum kanon dan KHK. Sebagai permulaan, hukum kanon tidak mengadopsi sistem “perintah atau instruksi” dari masalah sekuler atau politik, melainkan menggunakan dari prinsip-prinsip teologis Gereja Katolik.

Hukum kanon juga mendekati banyak masalah hukum teknis dengan cara yang lebih mirip dengan tradisi hukum atau “hukum perdata”. Juga, ada jauh lebih sedikit pengacara kanon daripada pengacara sipil. Hal ini berdampak pada lamanya proses untuk menemukan jawaban atas pertanyaan kanonik, apakah itu sederhana atau rumit.

Hingga saat ini, semakin banyak keuskupan dan seminari yang menawarkan kursus KHK  kepada masyarakat luas. Situs web yang didedikasikan untuk hukum kanon mulai bermunculan, dan komentar yang terjangkau yaitu, penjelasan pribadi oleh para ahli tentang hukum kanon tersedia melalui penjual buku Katolik dan sekuler.

Saat inipun Kitab Hukum Kanonik 1983 tersedia secara online dan dalam bentuk cetak. Meskipun hukum kanon, tentu saja, merupakan disiplin teknis, namun demikian itu dimaksudkan untuk dibaca dan diterapkan oleh umat beriman di semua tingkatan dalam Gereja. Tidak ada cara yang lebih baik untuk mulai mengenal sistem hukum Katolik kita yang menarik selain dengan hanya mengambil dan membaca bagian-bagian dari Kitab Hukum Kanonik saat ini.

Leave a Comment