SERIAL MENGENAL HUKUM GEREJA
Oleh : RD. Martin Selitubun
Untuk memahami Kitab Hukum Kanonik (KHK) atau yang sering disingkat Hukum Gereja, diperlukan sebuah panduan atau pedoman. Pedoman yang disebut Aturan Umum ini terdapat dalam buku I KHK, dapat membantu kita sedikit memahami hal-hal prinsipil dalam KHK tersebut.
“Aturan umum” adalah buku yang pertama dari tujuh buku KHK. KHK adalah ilmu teologi karena membantu kita memahami misteri Kristus dan Gereja. KHK juga merupakan tata nalar yang diundangkan oleh mereka yang bertugas memelihara komunitas masyarakat, demi kebaikan bersama. Hukum Gereja itu juga bersifat wajib, eksternal, sanksi, memiliki kecenderungan abadi.
Istilah-istilah mendasar
Ada beberapa istilah fundamental yang perlu diperhatikan dalam mendalami KHK.
1. Hukum: Kata hukum secara subyektif, diartikan sebagai apa yang dapat saya lakukan (facultas agenda). Secara objektif, hukum berarti seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara individu atau antara negara dan individu. Dalam konteks Gereja, KHK adalah seperangkat norma yang mengatur kehidupan Gereja. Sinonimnya adalah Hukum Gerejawi; Hukum Eklesistikal atau Gerejawi tidak ada hubungannya dengan KHK, karena mengatur hubungan Gereja dengan negara-negara lainnya.
2. Aturan adalah sebuah norma. Dalam hukum ada banyak aturan tunggal. Namun, hukum bukanlah satu-satunya sumber aturan, karena masih terdapat sumber aturan lainnya seperti keputusan atau tindakan administratif, yang dapat menghasilkan hak.
3. KHK (Latin: Codex Iuris Canonici, disingkat CIC) adalah kumpulan aturan yang merupakan buah langsung dari semua aktivitas ajaran konsili. Santo Paus Yohanes XXIII, nama lahir Angelo Giuseppe Roncalli sudah mengatakan bahwa Gereja membutuhkan kode yang baru. Kitab ini sangat kaya akan ajaran konsili, bahkan ada beberapa bagian yang dikutip secara langsung dari dokumen konsili. KHK memiliki 7 buku, dan mengacu pada Gereja Katolik Latin dan bukan Gereja Timur (Kan.1). Mengapa demikian? Hal ini disebabkan karena Gereja Timur memiliki liturgi yang berbeda, ritus yang berbeda, dan semuanya itu diatur oleh undang-undang yang berbeda. Kalau kita memiliki CIC, mereka memiliki Codex Canonum Ecclesiorum Orientalium, yang diumumkan pada tahun 1990. Perbedaan antara kedua gereja ini adalah bahwa Imam gereja timur dapat menikah, sedangkan dalam Gereja Latin seorang imam tidak dapat menikah. Uskup ritus timur harus lajang atau belum menikah. Dalam ritus Latin, seorang pria yang sudah menikah dapat menjadi diakon permanen atau tetap, tetapi jika dia tetap duda dia tidak dapat menikah lagi, karena dia telah menerima tahbisan diakonal. Perbedaan lain dari gereja-gereja Timur adalah bahwa para uskup dipilih oleh sinode. Dalam Ritus Barat (sering disebut Gereja Katolik) hanya ada satu KHK, meskipun kita juga memiliki Ritus Ambrosian yang liturginya sama sekali berbeda. Sebelum Konsili Trente, Gereja memiliki banyak ritus khusus, yang kemudian dihilangkan dan hanya Ambrosian yang tersisa.
Catatan lain yang perlu kita ketahui adalah dalam KHK, kata pasal tidak digunakan, tetapi digunakan kata kanon, yang mengekspresikan hal yang sama.
Ketika kode mulai berlaku, itu tidak menghapuskan perjanjian internasional. Perhatikan bahwa perjanjian ini tidak hanya antara negara dan Gereja tetapi dapat mengintervensi badan hukum internasional yang bukan negara, seperti PBB, UNESCU, dll.
Kode meninggalkan utuh semua perjanjian hukum gerejawi ditetapkan sebelumnya. Di Jerman, misalnya, setiap daerah memiliki kesepakatan dengan Gereja.
Hak yang diperoleh
Itu adalah hak yang sudah saya miliki; hak yang diperoleh tidak dapat dihapus dari berlakunya kode baru. Misalnya jika kode baru mengatakan bahwa menjadi seorang prof. hukum kanon perlu diketahui bahasa Ibrani para profesor yang memiliki kursi sebelum berlakunya kode tidak kehilangannya, karena mereka memiliki hak yang diperoleh. Kode tersebut dapat mengubah pelaksanaan hak yang dimiliki seseorang. Kode tidak mengambil hak istimewa yang baru diperoleh, atau rahmat. Misalnya Paus mengatakan saya tidak akan membayar pajak, ini adalah hak istimewa. Hak istimewa ini tidak dapat dihapus dengan berlakunya kode baru, kecuali jika secara tegas dicabut. Sebagai contoh. kami memiliki pesanan yang dikecualikan, hak istimewa ini tetap ada, dengan kode baru.
Kode lama sudah tidak berlaku lagi. Jika undang-undang khusus atau universal lainnya bertentangan dengan kode baru, mereka dicabut, tetapi jika mereka mengatur lebih banyak hal maka mereka tetap ada. Undang-undang tertentu sebelum kode, dalam beberapa kasus mungkin tetap berlaku untuk menghindari kekosongan legislatif. Misalnya pendeta bisa memakai pakaian putih di tempat yang panas mereka bisa memakai pakaian putih. Karena hukum tidak bertentangan dengan kode itu dapat tetap. Semua hukum pidana yang dikeluarkan oleh takhta apostolik, baik universal maupun khusus, sebelum kitab undang-undang, juga dibatalkan, tetapi jika undang-undang itu dikeluarkan oleh Uskup, undang-undang itu tetap ada. Undang-undang sebelumnya dihilangkan kecuali jika diambil oleh kode itu sendiri. Kode ini sepenuhnya mengatur hukum disipliner.
§ 2 tradisi kanonik harus diperhitungkan untuk menafsirkan kanon-kanon dewasa ini. Misalnya, untuk memahami ketakutan yang sangat besar, dalam merayakan pernikahan, mari kita perhatikan perbedaannya.
Kanon pendahuluan 1-6
Kan. 1 – Kanon-kanon Kitab Hukum ini berlaku hanya untuk Gereja Latin.
- Hal ini berarti hanya orang-orang dari ritus Barat (Latin) yang tunduk pada KHK. Prinsip non-heterointegrasi berlaku, artinya setiap ritus timur dan barat (Latin) memiliki kodeks atau aturan masing-masing pada subyek yang ditanganinya. Untuk hal-hal lain yang tidak diatur oleh kitab hukum, diatur dalam aturan atau pedoman lainnya, mis. hukum liturgi, tata cara pemilihan Paus, dll.
Kan. 2 – Pada umumnya Kitab Hukum tidak menentukan ritus yang harus ditepati dalam perayaan-perayaan liturgis; karena itu, undang-undang liturgis yang berlaku sampai sekarang tetap mempunyai kekuatan hukum, kecuali kalau ada yang bertentangan dengan kanon-kanon Kitab Hukum ini.
- Aturan tentang liturgi tidak ditulis dalam KHK karena dijabarkan dalam buku lainnya. Ini untuk mengatakan bahwa KHK tidak menangani semua hal.
- Kan 838 berbicara tentang liturgi. Liturgi Gereja diatur oleh Takhta Suci, melalui Kongregasi CULTO. Paragraf kedua dalam kanon yang sama menjelaskan bahwa Takhta Suci mengurus buku-buku liturgi dan mengesahkan penerbitannya dalam berbagai bahasa. Paragraf ketiga menjelaskan tentang konferensi para uskup, yang mana menjelaskan bahwa Uskup dapat, dalam batas-batas kewenangannya, mengeluarkan norma-norma dalam hal-hal liturgi yang mengikat semua orang.
- KHK adalah hukum internal Gereja sedangkan Hukum Eklesiastikal (Gerejawi) adalah hukum yang mengatur hubungan antara Gereja dan negara.
- Hubungan hukum antara negara bagian disebut pactae sunt servanda. Sedangkan ketika Takhta Suci mengadakan perjanjian dengan berbagai negara disebut concordats.
Kan. 3 – Kanon-kanon Kitab Hukum ini tidak menghapus seluruhnya atau sebagian perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh Takhta Apostolik dengan negara atau masyarakat politik lain. Karena itu, perjanjian-perjanjian tersebut masih tetap berlaku seperti sekarang, walaupun bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum ini.
- Ketika KHK mulai berlaku, tidak menghapuskan perjanjian internasional. Perjanjian ini tidak hanya berlaku antara negara dan Gereja, tetapi dapat mengintervensi badan hukum internasional yang bukan negara, seperti PBB, UNESCO, dll.
- KHK tidak meninggalkan semua perjanjian hukum gerejawi yang telah ditetapkan sebelumnya. Di Jerman, misalnya, setiap daerah memiliki kesepakatan dengan Gereja.
Kan. 4 – Hak-hak yang telah diperoleh tetap utuh; demikian juga privilegi-privilegi yang sampai sekarang diberikan Takhta Apostolik kepada perorangan atau badan hukum dan yang masih berlaku serta tidak dicabut, kecuali dengan jelas dicabut oleh kanon-kanon Kitab Hukum ini.
- Hak istimewa yang diberikan kepada perorangan atau badan hukum tetap ada, kecuali kanon kitab undang-undang itu sendiri menentukan sebaliknya.
- Bagaimana prinsip non-heterointegrasi bekerja? KHK berlaku sejak tahun 1983. Apa yang terjadi dengan undang-undang sebelumnya?
Kan. 5 – § 1. Kebiasaan-kebiasaan, baik universal maupun partikular, yang berlaku sampai sekarang dan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan kanon-kanon ini serta ditolak oleh kanon-kanon Kitab Hukum ini, dinyatakan hapus sama sekali dan selanjutnya jangan dibiarkan hidup kembali; juga yang lain-lain hendaknya dinyatakan hapus, kecuali Kitab Hukum ini dengan jelas menyatakan lain, atau sudah berumur lebih dari seratus tahun, atau tidak diingat lagi awal-mulanya, yang menurut penilaian Ordinaris dapat dibiarkan, mengingat keadaan tempat dan orang-orangnya, tidak dapat ditiadakan.
§ 2. Kebiasaan-kebiasaan di luar hukum yang berlaku sampai sekarang, baik universal maupun partikular, tetap berlaku.
Kan. 6 – § 1. Dengan berlakunya Kitab Hukum ini dihapuslah seluruhnya:
10 Kitab Hukum Kanonik yang diundangkan pada tahun 1917;
20 juga undang-undang, baik universal maupun partikular, yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum ini, kecuali mengenai undang-undang partikular dengan jelas ditentukan lain;
30 hukum pidana apapun, baik universal maupun partikular, yang dikeluarkan Takhta Apostolik, kecuali dimasukkan dalam Kitab Hukum ini;
40 juga undang-undang disipliner universal lain, yang bahannya secara menyeluruh telah diatur oleh Kitab Hukum ini.
§ 2. Kanon-kanon Kitab Hukum ini, sejauh diambil dari hukum lama, harus ditafsirkan menurut tradisi kanonik.
- KHK lama sudah tidak berlaku lagi. Akan tetapi jika undang-undang khusus atau universal sebelumnya yang mengatur lebih banyak hal yang signifikan dan tidak bertentangan, maka dapat dipertahankan. Undang-undang tertentu sebelum KHK, dalam beberapa kasus mungkin tetap berlaku untuk menghindari kekosongan legislatif. Misalnya aturan tentang seorang imam memakai pakaian putih di tempat yang panas, dan ketika aturan tentang hal itu dicabut mereka pun tetap bisa memakai pakaian putih. Singkatnya, hukum tidak bertentangan dengan KHK itu dapat tetap. Semua hukum pidana yang dikeluarkan oleh takhta apostolik, baik universal maupun khusus, sebelum adanya KHK, juga dibatalkan, tetapi jika undang-undang itu dikeluarkan oleh Uskup, undang-undang itu tetap ada. Undang-undang sebelumnya dihilangkan kecuali jika diambil oleh KHK itu sendiri.
- §2 Tradisi kanonik harus diperhitungkan untuk menafsirkan kanon-kanon dewasa ini. Sebagai contoh, untuk memahami ketakutan yang besar dalam merayakan perkawinan sangat berbeda antara KHK 1917 dengan KHK 1983.