KOMSOS AGATS – Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM kemabli mengingatkan para petugas pastoral untuk kembali menyalami peran budaya Asmat dalam gereja sinodal. peryataan ini disampaikan dalam study budaya para petugas pastoral yang digalakan oleh Komisi Kebudayaan Kesukupan Agats di Aula Puspas. Senin (01/07/2024).
Menurut Uskup, dalam 25 tahun terakhir ini terjadi perubahan besar di wilayah Kabupaten Asmat. Terutama pembangunan fisik seperti sarana trnsportasi, dan komunikasi. Dulunya Asmat masih terisolir namun sekarang mulai terbuka. Namun demikian di tengah perubahan itu ada kehilangan.
“Saudara saudara yang saya pahami sebagai penerus budaya, satu per satu meninggal, tokoh tokoh masyarakat yang bisa kita andalkan untuk menimbah informasi, banyak yang telah meninggalkan kita semua. Maka ada kekhawatiran bahwa sumber sumber informasi yang amat berguna untuk diketahui kita semua, dan untuk memupuk rasa penghargaan dan hormat kita terhadap budaya Asmat semakin berkurang. Semakin terserap oleh perubahan ini. maka bagi kita yang memiliki komitmen untuk menjaga dan memeliahara budaya Asmat, akan semakin penting untuk duduk bersama dan study budaya bersama. Ini penting sebagai tema study budaya kita. kita renungkan dan serap bersama,” Jelas Uskup.
Yang jelas bahwa pandangan gereja terhadap budaya mengalami perubahan khususnya dalam konsili vatikan II, Kata Uskup, dulu misionaris datang dengan pemikiran bahwa manusia harus diselamatkan melalui injil, maka budaya setempat harus dimusnakan dan dihilangkan karena tidak mempunya nilai keselamatan.
Tetapi sesudah Konsili Vatikan II, gereja amat respek terhadap budaya. Perubahan pandangan, refleksi iman Bapa Bapa Gereja di Konsili II memeberikan inspirasi kepada misionaris untuk mencintai dan menghargai budaya Asmat. maka kita bisa belajar dari para pendahulu kita yang menghabiskan banyak waktu untuk belajar budaya Asmat. Misionaris kita banyak berhasil membuat kamus bahsa Daerah dan mengumpulkan cerita cerita rakyat.
Tetapi kita khwatir, kita kurang mengikuti semangat yang sama, kita kurang disemangati untuk belajar budaya saudara kita ini. Mereka ini sebetulnya bukan botol kososng untuk kita isi. tetapi mereka adalah manusia yang telah dibentuk dengan tradisi, dan nilai kehidupan yang luhur.
Karena itu dalam mewartakan injil kepada mereka, perlu menepatakan injil dalam pandangan kita, maka disitulah dialog dengan budaya setempat, dialog antara injil yang kita tawarkan dengan cara mereka yang telah ada, sehingga kita masuk meyelamai cara hidup, cara pandanga, tingkah laku menurut panadangan mereka sendiri.
Banyak waktu yang diberikan Tuhan kepada kita dalam melayani umat, dan itu hendaknay kita pakai sebaik baiknya untuk mengakrabi kita dengan umat agar supaya pewartakan kita semakin benar di mata Tuhan dan umat.
“Dengan begitu kita tidak menjadi terasing dengan orang Asmat, kita juga bertahan, tidur dan tinggal bersama dengan meraka sampai pada pengakuan dalam diri dan hati orang Asmat yang memiliki nilai nilai kehidupan yang luhur,” pungkas Uskup.
Studi budaya terakhir 5 tahun silam bersama almarhum P. John Prior SVD yang menjadi Nara sumber utama selama 3 kali studi budaya selama 21 tahun saya bergabung di Komisi budaya mendampingi mendiang Bapa Erick Sarkol.
Melihat dinamika hari pertama ini, ada kerinduan dan semangat tiap kami untuk belajar dan menyelami kearifan budaya Asmat untuk menggerakkan Gereja Synodal di negeri Asamat ini.. dormomoo.
Terima kasih Pater untuk berita baik ini