KOMSOS AGATS – Ketua Lembaga Musyawaeah Adat Asmat (LMAA), David Jimanipits dan antropolog Asmat, Bonifasius Jakfu memaparkan sejumlah pandangan tentang Budaya Asmat dalam study Budaya para petugas pastoral di Aula Pusat Pastoral. Senin (01/07/2024).
Menurut Jimanipits, Sebelum kontak dengan dunia luar, Orang Asmat dulu menganggap mereka sendirilah yang hidup di atas bumi ini. Manusia lain dianggap roh dari orang yang telah meninggal. Hingga akhirnya perjumpaan dengan manusia lain terus terjadi dan mereka akhirnya melihat bahwa ada manusia lain di atas bumi ini meskipun mereka berbeda warna kulit dan rambut.
Asamat diciptakan oleh jii ipit. Sedangkan roh orang yang telah meninggal yang menjadi pelindung untuk orang Asmat adalah Jii ow. Jii Ipit dan Jii ow ini lah yang kemudian menjadi dasar untuk Asamat hidup dengan menjaga keseimbangan dan keharmonisan sehingga dapat selamat dari berbagai hukuman. Siapa yang melanggar norma-norma kebersamaan ini akan mendapat hukuman dari jii ipit atau jii ow berupa sakit atau ancaman kematian dari berbagai hal.
Orang Asmat dari dulu suka hidup berkelompok dan merencanakan sesuatu dengan system musyawarah dan bergotong royong dalam menyelesaikan pekerjaan yang berat. Berkat kebiasaan-kebiasaan hidup ini yang akhirnya ada kesepakatan kesepakatan diambil yang menjadi kebiasaan dan lahirlah norma norma kehidupan sebagai awal terciptanya kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun hingga hari ini.
Jee Sebagai Pusat Kehidupan.
Semuanya selalu dipusatkan di Jee, jew, yae. Jadi segala ajaran dan aturan-aturan yang dipusatkan di jee wajib ditaati oleh setiap masyarakat pendukung tare atakam, jii atakam, jia atakam, pakman atakam. Semua disampaikan dalam jee. Untuk menerima semua keputusan biasanya ada pekikan yang disebut jii atau ju dan diakhiri dengan oman (hura) tanda semua program yang direncanakan secara sah dan dilaksanakan di kampung. Demikian juga seluruh proses yang berlangsung biasa ada yang memimpin.
Tungku utama disebut wayir Bisip. Tungku dari setiap fam yang ada dalam sebuah kampung dalam merancang sebuah perencanaan usulan utama berasal dari bisip-bisip setelah berembuk berapa lama maka akhirnya mereka berikan kepada orang-orang yang ada di lingkaran tungku utama. Wayir lah pengambil putusan terakhir yang akan dilempar kembali ke bisip (tungku) lagi. Kebersamaan hidup orang Asmat terjadi karena mereka memiliki jee.
“Sebagai petugas pastoral, Para Pastor tidak harus berdiam diri atau melakukan pertemuan di pastoran namun juga diharpakan terlibat dan ambil bagian dalam jee atau jeuw. karena di jee, ada sebuah kesepakatan, kesepahaman besar umat dan masyarakat dibentuk,” Ucapnya.
Sistem Kepemimpinan Laki-Laki:
Ces ipit merupakan pemimpin tertinggi yang dinobatkan Ces ow. sedangkan Ces ow adalah pemimpin yang dinobatkan bersama ces ipit Ai ces. Ai Ces adalah pemimpin muda di setiap fam dalam atau jee bukan dari sebuah samat atau kampung Mami ow = masyarakat adat Peran orang-orang ini yang berpikir untuk semua perencanaan di setiap kampun.
Sistem Kepemimpinan Perempuan
Ces coot = pemimpin tertinggi perempuan Ces cepes = para pemimpin perempuan yang dinobatkan bersama ces coot Ai ces cepes = pemimpin perempuan muda yang terdapat di setiap jee bukan dari sebuah samat atau kampung Perencanaan kaum perempuan ini pun dirancang oleh pemimpin-pemimpin perempuan.
Kebersamaan, partisipasi dan perutusan dalam konteks Asmat Kebersamaan.
partisipasi dan perutusan dalam konteks Asmat Di dalam upacara atau perencanaan di jee berlangsung biasanya pemujaan atas segala makhluk yang ada di bumi juga diri manusia itu sendiri dibuat. lagu-lagu adat akan dinyanyikan sebagai pembuka yang berisi pujian kepada sang pencipta dan akhir lagu berisi ayat yang pujian akhir untuk menyerahkan kembali rangkaian acara sepanjang hari.
Ia pun mengutip sebuah petuah leluhur yang berbunyi; Ja Asamanam T i Torom Ap Camara yang berarti berjalan sambil menoleh ke belakang dengan tumpuan dan penyangga yang kuat dalam hidup.
Pedangan yang sama disampaikan oleh Jakfu via zoom. Bagi Jakfu, dalam konteks budaya Asmat, dunia ini sama seperti rumah. Dalam rumah itu ada dua kamar, yaitu Asamat OW capin (mi/bi) dan Juus ow capin (mi/bi) Penghuni Asamat Capin (mi/bi) adalah “Asamat ow” dan Juus Capin (mi/bi) adalah “Juus Ow”. Rumah itu di jaga oleh seorang figur Bapa dengan inisial Jee Asmit/ Jow Simits atau apapun sebutan menurut dialek sub etnis di Asmat.
Hukum tertinggi yang dimengerti dan dilaksanakan orang asmat sejak leluhur kami adalah hukum “Se seat”. Hukum ini kalau diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia artinya hukum “Kasih”, “berbagi”, melayani, “berkurban”. Oleh karena itu, menurut orang Asmat alam semesta ini dikendalikan oleh dewa matahari yaitu “Jee Asmit” dengan hukum “Se Seat”.
Ada kekawatiran bahwa prinsip atau hukum “SE SEAT” tidak dilaksanakan, maka akan ada masalah dalam kehidupan alam semesta, sehingga sangat dianjurkan untuk tetap menjaga keseimbangan dengan unsur alam semesta yang lain, dengan istilah “Asmanam ar”. Jadi “se seat asamanam ar” adalah “senantiasa (wajib) berbagi adil untuk semua pihak yang ada secara bijaksana”. Berbagai upacara adat setempat dan karya-karya simbolis di ungkap, adalah cara khas menjaga hubungan harmonis dengan unsur alam semesta lain.
Hidup penuh keseimbangan adalah amanah leluhur, yang selalu di upaya dan di jaga melalui tindakan “memberi”, “pelayanan” (see seat). Jadi keseimbangan hakiki dalam pandangan hidup orang Asmat adalah Se Seat Asamanam ar” artinya senantiasalah memberi dengan bijak dari hati penuh kasih.
Hubungan Seni Dan Kepercayaan Etnik Asamat
Karya seniman Asmat adalah bentuk ungkapan melayani unsur kehidupan lain”, yaitu sesame manusia, alam semesta dan dewa Jee Asmit.
Persekutuan
Samat (komunitas kampung), Jee ( marga), Je Bapan (klen), Bisip (sub klen), Cem (keluarga Inti/ rumah tangga).
Partisipasi
Mbam ere ( saling berbagi peran/ tugas), Mbam seamnamer (saling berbagi sesuatu materi), Mbam sicin ( saling mengakui prestasi sesasama), Mbamjanet ( saling dukung/peduli)
Istilah “Janet artinya “melihat kembali”. “Ba Janet” atau “Manet” artinya saling melihat, saling memperhatikan, “saling peduli”, saling mendukung, saling mendorong.
Dalam tradisi kearifan local, ungkapan dukungan ini seperti pernyataan :
Do Caica (dukungan bapa terhadap anak-anaknya),
Do Caosa (dukungan seorang ibu terhadap anak-anaknya),
Do Capuca (dukungan seorang kakak terhadap adik),
De aoca (dukungan adik terhadap kakak),
Oma saca (…saudara perempuan thdp sdr perem. lain),
Dak oca (dukungan Tete terhadap cucu),
Dosak Oca (.. nenek terhadap cucu).