Posted on: 03/07/2024 Posted by: Petrus Letsoin Comments: 0

KOMSOS AGATS – Memasuki hari terakhir study Budaya Asmat, para petugas pastoral keuskupan Agats kembali diajak untuk menyelami aspeksi sinodalitas gereja lokal yang dipandu oleh Pastor Onesimus Oteniel Daeli, OSC, yang merupakan dosen antropologi Budaya UNPAR, dan Penulis Buku “Ci” dan tim penulis Buku Sinodal Gereja.

Pastor Onesimus menjelasakan, sinodalitas berarti berjalan bersama sebagai komunitas iman, berkolaborasi, dan memahami bahwa kita adalah bagian dari satu tubuh Gereja. dan sinodalitas itu berarti belajar dari aspek kultural yang sudah ada. berjalan bersama itu bukan hanya milik gereja namun sudah ada dalam masyarakat yang diekspresikan dalam bentuk tari, nyanyi atau kegiatan ritual lain.

Menurut Pastor Ote, Gereja lokal memainkan peran penting dalam mencapai tujuan kesatuan dan keragaman. Kolaborasi ini menjadi esensial untuk memperdalam pengalaman iman di tengah pluralitas saat ini. Maka perlu dilakukan tindakan unik untuk mebentuk jaringan persatuan yang solid sambil merayakan keberagaman entitas. hal ini menjadi prasyarat bagi gereja untuk tetap bertahan dan berkpirah di tengah masyarakat, selaras dengan tugas serta misi perutusan gereja. artinya sinodalitas gereja lokal adalah tentang memperkuat kesatauan dan menghormati keberagaman yang ada.

“Nah itu yang kita gunakan sebagai wadah atau model dalam berpastoral. bagaimanapun umat kita di Keuskupan Agats itu kan beragam. kita pun tidak bisa mengabaikan bahwa umat kita itu plural bukan hanya tentang orang Asmat. Maka perlu kita satukan mereka dalam satu wadah. apa yang menjadi kultur bersama. Dengan masing masing itu kita bisa jatu pada etnosentrisme. menilai budaya orang itu berdasarkan budaya kita. dan itu menjadi sumber pemecah belah dan sumber konflik, justru gereja akan runtuh kalau itu yang dikedepankan.

Tetapi apa yang menjadi kultur bersama, kata Pastor Ote, apa yang dapat mempersatukan kita dalam arti bahwa apa yang menjadi perahu bersama, atau yang menjadi jew bersama. bahwa apakah kita masing masing punya rumah “Cem”. walau mereka punya rumah masing masing  tetapi rumah bersama mereka adalah jeuw. Kultur bersama kita adalah injil. memahami injil dimana saja, diterjemahkan, diekspresikan dalam bentuk apa saja tetapi isinya Yesus Kritus yang bercerita tentang Kasih Allah. Sudah ada model model sinodalitas dalam kultur lokal lalu bagaimana kita mengambil model itu dalam berpastoral.

“Selanjutnya bagaimana kita mengunakan bahasa yang justru mendekatkan kita, akrab dengan kita, hindari kata kata yang justru membuat benteng seperti kita dan mereka, pendatang dan pribumi,” jelas Pastor.

Lanjut Pastor, dari awal kita diantar untuk memahami landasan atau kefilosofian masyarakat. lalu kemarin secara umum kita belajar cara kita berhadapan dengan masyarakat dimana saja, bagaimana sikap kita mempelajari dan dekat dengan kita. Dan hari ini mencoba untuk disentesiskan sehingga diharpakan adanya program yang mendukung sinodalitas.

Pastor berharap kigiatan ini bukan hanya sebatas study budaya namun harus difollow up. bentuk tindak lanjut dari kegiatan ini, peserta dibagi menjadi empat kelompok untuk membentuk sebuah konsep atau program Sinodalitas dengan merefleksikan dua pertanyaan besar yakni.

Pertanyaan Diskusi 1. Berdasarkan inspirasi yang Anda dapatkan selama studi budaya ini, apa kebijakan/program/kebiasaan pastoral yang sudah ada di tingkat keuskupan/paroki/komisi/kelompok kategorial yang perlu: 1) ditinggalkan, 2) dipertahankan dan/atau dikembangkan?

2. Apa program atau kegiatan yang bisa Anda usulkan/laksanakan di tingkat keuskupan/paroki/komisi/kelompok kategorial tertentu sebagai tindaklanjut dari studi budaya ini? Program yang anda usulkan harus mempertimbangkan konteks sehingga sungguh sungguh relevan dan dapat dilaksanakan.

Pastor mengaku sangat percaya diri untuk memaparkan materi tersebut, karena hal tersebut didapat tidak hanya dari buku buku yang dibaca atau kumpulan teori tetapi terlibat langsung dalam kehidupan pastoral atau pengalaman bersama dengan umat.

Saya sering ke jeuw dan mendengar cerita mereka. Saya pernah kunjungi rumah umat, dan mereka kembali antar saya ke pastoran. ini bagian dari ungkapan keseimbangan dan terimkasih yang dalam. Contoh lain seperti ada umat yang mengunjungi pastoran. Kalau di daerah lain ada dengan pentungan atau mengetuk pintu untuk memberitahukan tuan rumah, namun di Asmat hanya dengan cara batuk di depan pintu. Untuk memahami bahasa simbol, kita harus tinggal lebih lama karena cenderung bereakstif dengan keyakinan menurut kita belum tentu benar.

“Saya bersyukur pernah menjadi petugas pastoral disini dan punya waktu penilitian. Esensi sinodalitas adalah ketika merasa sehati sejiwa dengan mereka menuju Allah,” pungkasnya.

Leave a Comment