KEUSKUPANAGATS. COM – Money Politic (Pokitik uang) telah menjadi perbincangan sebagai masalah krusial dalam pemilihan umum (pemilu) kali ini. Penampakannya seperti kentut, ada baunya tapi sulit dibuktikan.
Ungkapan diatas dapat menggambarkan situasi pemilu Di Kabupaten Asmat. Praktik politik uang sungguh merusak integritas demokrasi dan menciptakan ketidaksetaraan dalam proses politik antara caleg berduit dan caleg aspiratif.
Fenomen ini sangat menggugah keprihatinan mendalam Uskup Keuskupan Agats, Mgr. Aloysius Murwito, OFM, atas matinya demokrasi dan memunculkan ketidakpastian atas integritas sistem politik yang memporok porandakan kehidupan umat di wilayah yang dipimpinnya.
Bagi Uskup Murwito, politik uang merusak kehendak rakyat dalam menentukan pilihannya. Rakyat dibuat tidak rasional, menggadaikan suaranya berdasarkan iming-iming uang atau barang.
Transaksi jual-beli suara antara politikus dan pemilih merupakan pengeluaran politik yang sulit untuk dihindarkan. Pengunaan uang, barang untuk mengaet suara pemilih ditengarai menjadi salah satu faktor pemenangan bagi kandidat yang memiliki modal besar.
“Mencermati pelaksanaan Pemilu ini, amat memprihatinkan. Menjadi ajang permainan uang. Calon legislatif dan pendukungnya bergentayangan membeli suara rakyat. Siapa berduit bisa mendapatkan banyak suara. Bisa menang. Siapa tidak punya uang dan hanya mengandalkan orang baik akan kalah dan gagal,” ungkap Uskup Murwito.
Lebih khusus, pemimpin umat katolik ini menyeruhkan keperihatannya terhadap calon legislatif Orang Asli Papua (OAP) yang kalah dalam perolehan suara akibat money politik yang dilancarkan oleh caleg yang curang.
“Akibat pemilu yang curang ini caleg OAP gagal memperoleh kursi. Menyedihkan, “pungkas Uskup Agats.