Renungan Harian – Sabtu, 17 September 2022
PF S. Robertus Bellarmino, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan I : 1 Kor 15:35-37.42-49
Bacaan Injil : Luk 8:4-15
Seorang petani yang baik tentu mengetahui mana benih yang baik untuk ditanam dan mana benih yang tidak baik yang perlu dibuang. Benih yang baik ketika ditanam akan menghasilkan penenan yang baik dan banyak. Akan tetapi perlu dingat dan diketahui bahwa benih yang baik memerlukan media tanam yang baik yaitu lahan yang subur.
Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang seorang penabur yang menaburkan benih. Benih yang pertama jatuh dipinggir jalan lalu kemudian diinjak-injak orang dan dimakan burung sampai habis. Benih yang kedua jatuh di tanah yang berbatu-batu. Benih itu sempat bertumbuh tapi kemudian mati karena kekurangan air. Benih yang ketiga jatuh di tengah semak duri tapi kemudian mati karena terhimpit semak duri yang bertumbuh bersama-sama. Benih yang ke empat jatuh di tanah yang subur dan menghasilkan buah yang berlimpah.
Arti dari perumpamaan ini telah dijelaskan dengan baik dalam bacaan Injil hari ini. Setiap dari kita menerima benih yang berupa sabda Allah tapi berbagai kesulitan dan tantangan yang kita hadapi terkadang melemahkan bahkan membunuh sabda itu dalam diri kita.
Mari sejenak kita perhatikan cara beriman kita. Sejak dibaptis, kita semua menerima materai yang tidak terhapuskan yaitu materai sebagai anak-anak Allah. Ketika kita bertumbuh menjadi dewasa dan berjumpa dengan berbagai pengalaman dikehidupan nyata, terutama perjumpaan dengan rasa sakit dan penderitaan, banyak dari kita perlahan menarik diri dan mulai mempertanyakan hidup. Ada yang merasa bahwa hidupnya sia-sia dan tak berarti, ada yang merasa bahwa Tuhan dengan sengaja membuatnya menderita bahkan yang lebih ekstrim lagi ada yang mulai mempertanyakan dimanakah Tuhan? Apakah Tuhan sungguh-sungguh ada atau tidak?
Saudaraku terkasih, kita semua adalah tanah yang baik. Sejak dari awal Tuhan menciptakan kita baik adanya. Karena kita baik maka Allah memberikan benih sabdaNya kepada kita agar membuat hidup kita menghasilkan buah yang berlimpah. Hanya saja, rasa takut, gelisah, kesombongan, kemunafikan, kemarahan dlsb telah membuat diri kita menjadi tanah yang tidak baik sehingga kita pada akhirnya tidak bisa menghasilkan buah apa-apa.
Iman kita sejatinya perlu dipelihara, dipupuk dan dijaga agar bisa menghasilkan buah-buah kebenaran. Penderitaan dan rasa sakit menjadi bagian dari proses pendewasan iman. Jika kita bertahan dari semuanya itu, maka percayalah iman itu akan berbuah lebat.