Posted on: 16/04/2021 Posted by: RD Lucius Joko Comments: 1

Kisah Perjalanan Pelayanan Paskah di Paroki Komor, Keuskupan Agats-Asmat

Perayaan Trihari suci baru-baru ini membawa kesan tersendiri bagi saya dan teman-teman
seperjalanan. Saya merayakan tiga hari suci di Paroki Para Martir Uganda Komor. Bukan saja
di induk paroki tetapi juga di stasi-stasi. Hari Kamis Putih melayani umat di stasi Tomor
tempat terjauh dari pusat paroki, hampir berbatasan dengan wilayah kabupaten Yahukimo.
Jumat suci di Stasi Abamu sebuah kampung kecil dengan jumlah umat hanya 70 an jiwa dan
kebanyakan belum bisa membaca dan menulis, dan sore harinya ke stasi Munu, salah satu stasi
terbesar dari paroki Komor. Sabtu pagi dari Munu meluncur ke Jipawer untuk bersiap-siap
merayakan malam paskah dan minggu pagi Kembali ke Pusat Paroki Komor. Semuanya
ditempuh dengan kendaraan air yakni speed boat dengan kekuatan motor tempel 85 PK.
Ada 3 hal yang kami temukan dalam perjalanan pelayanan ini yang ketiganya berhubungan
satu dengan yang lain. Terimakasih atas rekan-rekan seperjalanan yang menyertai saya dalam
perjalanan: Ibu Yuliana Sutarni yang dipanggil ibu Gunadi dan puteri bungsunya Rena yang
sedang menyelesaikan skripsi S 1 nya di jurusan Administrasi Negara Universitas Airlangga.
Ibu Gun sendiri adalah seorang pensiunan Pegawai Negeri dan isterinya Bpk. Ignatius Gunadi
almarhum, mantan Ketua Institut Pastoral Indonesia, Waena, Jayapura yang sekarang berubah
nama menjadi Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik. Tamu yang berikut adalah Sr. Theresiani
Fch, Suster Charitas Palembang yang mendapat tugas di Rumah Sakit Mitra Masyarakat
Timika. Sebelum pindah ke Palembang beliau ingin mengunjungi terlebih dahulu tanah lumpur
ini. Saya juga ditemani Sr. Agnetin FSGM yang banyak kali menemani pelayanan kami di
pedalaman dan motoris saya yang setia Bpk. Raymond Rumlus.

PERJUMPAAN YANG INDAH

Pelayanan Tri Hari Suci ini pertama-tama kami rasakan sebagai sebuah perjumpaan yang
indah. Kami berjumpa dengan pelbagai orang: Pastor Paroki, Pastor Lukas Pr yang sudah
siap memfasilitasi kedatangan kami, Driver Komor Abil yang bersemangat, Ibu Guru Rita
yang siap memasak makanan bagi kami, bpk Guru dan Eman seorang calon imam diosesan,
dan banyak umat lain dan last but not least Bapak Markus yang dipanggil para tamu Tete
Markus yang selalu menemani kami diperjalanan dan melindungi kami dari segala apa.
Perjumpaan yang lain adalah perjumpaan dengan lingkungan alam Asmat. Wilayah ini
ternyata terdiri dari laut dan sungai, tanahnya lumpur dan dikitari oleh hutan bakau yang lebat.
Pertama-tama kami disambut dengan air hujan yang turun sejak berangkat dari Agats menuju
ke Komor. Air hujan itu membasahi sebagian tubuh kami sepanjang perjalanan. Terpal
pelindung speed kami kami ternyata tidak mampu sepenuhnya melindungi kami dari tetesan
air hujan.
Namun di hari-hari berikutnya di sepanjang perjalanan, kami menjumpai cuaca cerah, dan
kami menghirup udara segar yang tidak terkontaminasi oleh apa pun; Berlayar di air yang
tenang dan merasakan hangatnya sinar matahari pagi; menjumpai dan melewati hutan-hutan
luas yang nampaknya hampir tak tersentuh oleh tangan manusia. Dari tanjung ke tanjung kami melewati hutan yang lebat dengan pelbagai macam tanaman bakau, palma, dll. Sekali-sekali
mata kami menatap burung yang sedang terbang di udara di bawah langit biru atau hinggap di
sebuah ranting pohon. Berkali-kali tamu-tamu yang menyertai perjalanan berdecak kagum,
dan mengatakan sebuah pengalaman istimewa. Tak henti2nya mereka mengabadikan moment￾moment yang dirasa indah, menarik dan mengagumkan. Seorang pastor tamu yang membantu
perayaan di pedalaman juga memberi komentar luar biasa daerah ini, amat alami, dan merasa
dirinya disegarkan oleh lingkungan yang masih amat alami .
Perjumpaan lain adalah perjumpaan dengan kebiasaan-kebiasaan, ungkapan-ungkapan pikiran
dan hati dari saudara dan saudari Asmat yang kami kunjungi. Sebuah perjumpaan kultural.
Ungkapan-ungkapan hati yang berbeda itu terungkap seperti: Ucapan selamat datang dengan
sebuah pelukan hangat seorang mama sambal membedaki dahi atau wajah kami dengan tepung
sagu; seorang ibu muda yang membawa ulat sagu yang sudah dipanggang. Konon ulat sagu
adalah makanan istimewa bagi mereka. Tamu-tamu merasakan gembira mendengarkan kidung
nyanyian setempat yang diiringi dengan alat musik Tifa yang diikuti mama-mama berdiri
secara spontan sambal bergoyang mengikuti irama tifa dan lagu itu. Mereka juga berdecak
kagum menyaksikan karya-karya seni ukir Asmat yang dijumpai di dalam Gereja aatau di
tempat lain.

PENGALAMAN-PENGALAMAN YANG MEMBAHAGIAKAN

Perjumpaan dengan alam semesta menimbulkan pelbagai rasa dan pengalaman yang
membekas dalam hati kami. Yang pertama adalah pengalaman akan keindahan. Kami
merasakan betapa indahnya Asmat ini. Panjang dan lebarnya sungai-sungai yang tak
terkirakan, Hutan bakau yang begitu luas dan terletak di kiri kanan bagaikan sebuah pagar alam
yang melindungi aliran sungai, dan kilatan sinar matahari yang menimbulkan pantulan indah
di atas air sungai, semuanya menorehkan sebuah kesan di dalam hati akan sebuah keindahan
alam Asmat. Kami dibawa kepada sebuah kebesaran dan ke mahakuasaan ilahi.
Namun kami juga mengalami ketakutan, berjumpa dengan lautan yang amat luas.
Perjumpaan Di tengah muara Arafuru, kami merasa betapa kecilnya kami di tengah samudera
yang luas. Mengakui diri sebagai yang kecil, tak berdaya, dan merasa tergantung.
Perjumpaan dengan banyak saudara menambah kaya dalam relasi kami dengan sesama.
Kami mengenal banyak orang di kampung-kampung. Orang-orang yang ramah, mau menyapa,
yang murah hati, yang siap membantu.. Di situ kami menemukan sebuah kedekatan, saya dan
dia atau mereka melebur menjadi kita. Kedekatan ini terpeliharan selama hari-hari perjumpaan
dengan mereka. Perasaan cepat akrab dan kerasan bersama mereka amatlah kuat dalam diri
kami.
Pengalaman yang tak terlupakan ialah jatuh di tanah lumpur. Mendekati hari perjalanan
pelayanan berakhir, para tamu diberi kesempatan singgah sejenak di sebuah bevak – pondok
singgah sederhana masyarakat yang terletak di pinggir sungai. Mereka ingin mengabadikan
diri di pinggir sungai itu dengan difoto. Ibu Gunadi juga tidak mau kalah dengan yang lain , ia
turun dari speed boat dan menuju bevak itu. Ia berhasil sampai di rumah bevak itu. Tatapi
tatkala turun ia kehilangan pegangan. Tiang pondok tu ternyata sudah tidak kuat lagi maka
lepaslah ia dari pegangan dan jatuh di atas tanah lumpur. Pelipisnya sempat memar karena
terbentur papan yang tergeletak di situ. Beruntung membawa minyak gosok sehingga satu hari kemudian sudah merasa enak.

Pengalaman lain yang tak akan terlupakan ialah mendayung. Sr. Theres dan Rena ingin sekali
memiliki pengalaman mendayung perahu. Mereka menyampaikan keinginannya kepada Tete
Markus yang dengan senang hati disanggupi olehnya. Hari minggu Paskah sore hari , cuaca
terasa mendukung sekali keinginan mereka berdua. Tidak ada hujan dan langit terbuka cerah.
Bpk Markus datang dengan perahu ukuran kecil, lengkap dengan dayungnya. Maka jadilah
yang diinginkan. Sr. Theres dan Rena dengan didampingi dan dibantu Tete Markus
meninggalkan pelabuhan pastoran dan keluar menuju sungai Unir yang lebar dan dalam itu.
Kedua putri ini pada awalnya kelihatan takut dengan perahu yang miring ke kiri dan ke kanan,
namun perlahan-lahan menjadi lebih tenang dan bisa mendayung sampai di sungai yang amat
luas itu. Bagi mereka tentu saja menjadikan kesempatan itu moment yang harus diabadikan.
Saya membayangkan mereka memotret alam yang indah itu bahkan mengabadikan Sang Surya
yang akan terbenam dalam peraduan di senja hari. Sebuah sun set yang indah.
Pengalaman-pengalaman indah ini diwarnai sebuah pengalaman yang kecut hati juga. Dalam
percakan di kampung mereka mendengar tentang sekolah yang tidak berjalan sebagaimana
mestinya, anak-anak yang dibiarkan terlantar sehingga sudah usia sedemikian belum bisa
membaca dan menulis, dlsb. Rasa kesal mendengarkan keadaan yang memprihatinkan dan
muncul keinginan apa yang bisa mereka lakukan dalam keadaan demikian.

KESAKSIAN : SEBUAH PENGALAMAN YANG DIBAGIKAN

Pada hari Senen 5 April kami semua Kembali ke Agats dengan membawa sejumlah kesan dan
pengalaman. Di Agats kami bergabung lagi dengan teman-teman Pastor yang juga kembali ke
Agats sesudah asistensi Paskah: Pastor Yan Jawa SVD dari Kampus STFT yang membantu
Paroki Yamas, Pastor Salmon Pr juga dari Kampus STFT membantu di Kwasi Paroki Mumugu,
Pastor Dismas SJ, Guru SMA Adhi Luhur Nabire membantu Paroki Kapi dan Pastor Geis
OFM, Pimpinan Biara St. Antonius Sentani yang membantu Paroki Ayam. Bersama dengan
rekan-rekan tuan rumah di Agats kami berkisah satu sama lain mengenai pengalaman Paskah.
Dalam perjumpaan Kembali dengan yang lain itu, kami diperkaya dengan pengalaman￾pengalaman sukacita mereka, tetapi juga pengalaman yang mengundang keprihatinan dan
duka. Pastor Hendrik Hada Pr yang diutus membantu Paroki Pirimapun dan Pastor
Bartolomeus OFM yang membantu melayani Paroki Bayun, menceriterakan bahwa pada
malam Paskah dan Minggu Paskah, tidak bisa merayakan Paskah Bersama umat. Pada hari
sabtu menjelang malam Paskah di kedua tempat itu ( Pirimapun dan Bayun ) dihantam badai
dan laut yang mengamuk. Air laut naik tinggi sampai masuk Gereja dan membawa lumpur
tebal. Di Pirimapun rumah motoris Puskesmas juga dihantam ombak dan mengalami kerusakan
total. Bersamaan dengan peristiwa itu kita mendengar berita bencana lebih hebat lagi di daerah
Lembata dan Adonara Nusa Tenggara Timur ( NTT ) tetapi juga tempat-tempat lain yang
memakan kurban dan barang2 material.
Hari selasa tgl 6 April mereka terbang meninggalkan Agats-Asmat menuju ke tempat masing￾masing. saya merasa kisah atau ceritera perjalanan teman-teman ini berakhir. Ternyata tidak.
Ceritera belum selesai dan masih berlanjut. Satu hari kemudian dari Agats saya mendapat
kiriman video yang berupa kemasan foto-foto hasil bidikan Sr Theres dan teman-teman lain.
Kemasan itu disertai sebuah narasi kisah perjalanan mereka. Satu hari kemudian Sr. Theres
membuat puisi refleksi perjalanan pelayanan ini dan mengirimkannya kepada saya. Puisi
reflektip ini sekarang diputar di radio Fu , radio keuskupan sesudah Doa Angelus. Ibu Gunadi
mengrim rekaman-rekaman perjalanannya kepada teman-temannya. Dan tentunya Rena juga Ada sebuah perjumpaan dan pengalaman sukacita yang tidak bisa disimpan dan dinikmati
untuk diri sendiri tetapi merasa perlu dibagikan kepada orang lain. Inilah sebuah kesaksian dan
pewartaan . Terimakasih saudara dan saudariku. Terimakasih para romo yang membantu
pelayanan Paskah di Asmat.
Selamat Paskah.


Agats, 15 April 2021
Uskup Alo Murwito OFM,
Ibu Gunadi
Rena
Sr. Theresiani Fch
S. Agnetin FSGM
Bpk. Raymond Rumlus

1 people reacted on this

  1. Ytk Bpk Uskup, wartawan perjalanan. Seneng bener ngikutin liputan Msgr seputar asistensi pastoral 3 hr suci n Paskah stasi luar Agats.
    Gemanx tak jauh beda dr rekaman Kisah Para Rasul, versi KS murni. Iyalah Kisah n Cerita ttg Tuhan n umat-Nx latak terus bergulir. Masing2 kita, sprt dilakoni Bp Uskup ikut mengisahkanx. Tx tuk kebersamaan kita, salut n apresiasi pelayanan Bpk Uskup, tmn2 petugas pastoral n umatnx yg ramah. Gbu all.

Leave a Comment