Pada Agustus 1941, RP Cornelisse, MSC mengutus dua Guru Katolik ke Agats untuk pembangunan SD Katolik Syuru dan Ayam. Di November 1941, Guru Thadeus Ngaderman, Yoseph Renwarin, Natalis Kelanit, Emerikus Rahawarin, dan Guru Isaias Maturbongs mengajar di SD Katolik Ewer, Syuru dan Ayam sebagai tenaga pendidik perdana. Sampai tahun 1942, belum ada warga pribumi yang dibaptis; Umat Katolik di Agats hanya anggota keluarga guru dan pegawai pemerintah yang berjumlah sekitar 50 orang.
Lalu, RP Cornelisse, MSC merayakan Natal 1942 di Agats dan kembali ke Langgur dengan K.M. Abatras. Pada Januari 1943, tentara Jepang memasuki daerah Mimika. Bestir Felix Maturbongs mendapat telegram dari Resident Merauke yang menginstruksikan penduduk Agats untuk segera diungsikan ke Merauke dan Pos Agats dimusnahkan. Pada 26 Januari 1943, Bestir dan semua penduduk Agats(pendatang) berangkat dengan K.M. Herman ke Merauke. Sambil bertolak dari Agats, seluruh Pos Agats dibakar. Di sini, semua usaha awal pewartaan untuk Asmat dihentikan karena situasi Perang Dunia II.
Pada 1950-an misi di Asmat dimulai kembali oleh RP Gerarld Zegwaard, MSC. Beliau berusaha memulangkan kembali penduduk Asmat yang sebelumnya mengungsi ke Kamoro. RP Zegwaard, MSC menempatkan lima orang katekis di kampung Ao, Kapi, As-Atat dan Nakai yang sekarang berkembang menjadi Paroki Yamasj. Pada Januari 1953, RP Zegwaard, MSC mulai menetap di Agats dan pada 3 Februari 1953 membaptis seorang ibu di Kampung Syuru (orang Asmat pertama). Demi efektivitas pelayanan pastoral dan pewartaan, dibukalah pusat-pusat misi di Agats, Ayam, Yamasj, Sawa-Erma, Atsj, dan Pirimapun. Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan, menyusul pada 1956, para suster PBHK (Putri Bunda Hati Kudus) membuka sebuah Asrama Putri sambil melayani pasien di Poliklinik Agats.