Posted on: 17/03/2023 Posted by: RD Lorenz Kupea Comments: 0

Pesan Bapa Suci Paus Fransiskus untuk Masa Prapaskah 2023

Saudara dan saudari terkasih!

Injil Matius, Markus, dan Lukas semuanya menceritakan peristiwa Transfigurasi Yesus. Di sana kita melihat tanggapan Tuhan atas kegagalan murid-murid-Nya dalam memahami Dia. Beberapa saat sebelumnya, terjadi perselisihan nyata antara Sang Guru  dengan Simon Petrus, yang, setelah menyatakan imannya kepada Yesus sebagai Kristus, Anak Allah, menolak nubuat tentang sengsara dan salib. Yesus dengan keras menegurnya: “Enyahlah, Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia!” (Mat 16:23). Setelah itu, “Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi” (Mat 17:1).

Injil tentang Transfigurasi ini setiap tahun diwartakan pada Minggu Kedua Prapaskah. Selama masa liturgi ini, Tuhan membawa kita bersamaNya ke tempat yang terpisah. Sementara seringkali kita dipaksa oleh kebiasaan kita untuk diam di tempat yang biasa, dalam rutinitas kita yang sering berulang dan terkadang membosankan, selama Prapaskah ini kita diundang untuk mendaki “gunung yang tinggi” bersama Yesus dan menjalani suatu pengalaman khusus tentang pengolahan rohani – askese – sebagai umat Allah yang kudus.

Pertobatan Prapaskah adalah sebuah komitmen, yang ditopang oleh rahmat, untuk mengatasi lemahnya iman dan penolakan kita untuk mengikuti Yesus di jalan salib. Inilah yang perlu dilakukan oleh Petrus dan murid-murid lainnya. Agar dapat memperdalam pengetahuan kita tentang Guru, memahamiNya dengan sungguh dan merangkul misteri keselamatanNya, yang dicapai dalam penyerahan diri sepenuhnya yang diilhami oleh cinta, kita harus membiarkan diri kita sendiri untuk dikesampingkan olehNya dan untuk melepaskan diri kita dari keadaan biasa-biasa saja dan kesombongan. Kita perlu memulai perjalanan, suatu jalan menanjak yang, seperti perjalanan ke gunung, membutuhkan usaha, pengorbanan, dan konsentrasi. Syaratsyarat ini juga penting untuk perjalanan sinodal yang, sebagai sebuah Gereja, menjadi komitmen kita. Kita bisa mendapatkan banyak manfaat dari merenungkan hubungan antara penebusan dosa Prapaskah dan pengalaman bersinode.

Dalam “retret”-Nya di Gunung Tabor, Yesus membawa serta tiga muridnya, yang dipilih untuk menjadi saksi dari suatu peristiwa unik. Dia ingin pengalaman kasih karunia itu dibagikan, bukan sendirian, sama seperti seluruh hidup iman kita adalah pengalaman yang dibagikan. Karena dalam kebersamaan kita mengikuti Yesus. Bersama-sama juga, sebagai Gereja peziarah pada waktunya, kita mengalami tahun liturgi dan Prapaskah di dalamnya, berjalan bersama mereka yang telah Tuhan tempatkan di antara kita sebagai sesama pengelana. Seperti pendakian Yesus dan para murid ke Gunung Tabor, kita dapat mengatakan bahwa perjalanan

Prapaskah kita adalah “sinodal”, karena kita membuatnya bersama di jalan yang sama, sebagai murid dari satu Guru. Karena kita tahu bahwa Yesus sendiri adalah Jalan, dan karena itu, baik dalam perjalanan liturgis maupun dalam perjalanan Sinode, Gereja tidak melakukan apa-apa selain masuk lebih dalam dan sepenuhnya ke dalam misteri Kristus Sang Juru Selamat.

Dengan demikian kita sampai pada puncaknya. Injil menceritakan bahwa Yesus “diubah rupa di hadapan mereka; wajahnya bersinar seperti matahari dan pakaiannya menjadi putih seperti cahaya” (Mat 17:2). Ini adalah “puncak”, tujuan perjalanan tersebut. Pada akhir pendakian mereka, saat mereka berdiri di puncak gunung bersama Yesus, ketiga murid diberi rahmat untuk melihatnya dalam kemuliaan-Nya, bercahaya dalam sinar adikodrati. Cahaya itu tidak datang dari luar, tetapi memancar dari Tuhan sendiri. Keindahan ilahi dari penglihatan ini jauh lebih besar daripada semua upaya yang dilakukan para murid dalam pendakian ke gunung Tabor. Selama pendakian gunung yang berat, mata kita harus tetap tertuju pada jalan setapak pendakian; namun panorama yang terbuka pada akhirnya membuat kita takjub akan kemegahan keagunganNya yang dikarunikan kepada kita. Demikian pula, proses sinodal mungkin sering tampak sulit, dan terkadang kita menjadi putus asa. Namun apa yang menanti kita pada akhirnya tidak diragukan lagi adalah sesuatu yang menakjubkan dan menakjubkan, yang akan membantu kita untuk lebih memahami kehendak Allah dan misi kita dalam melayani kerajaanNya.

Pengalaman para murid di Gunung Tabor semakin diperkaya ketika, di samping Yesus yang telah berubah rupa, Musa dan Elia muncul, masing-masing menandakan Hukum dan Para Nabi (bdk. Mat 17:3). Kebaruan Kristus pada saat yang sama merupakan pemenuhan perjanjian dan janji kuno; itu tidak dapat dipisahkan dari sejarah Tuhan dengan umat-Nya dan mengungkapkan maknanya yang lebih dalam. Demikian pula, perjalanan sinodal berakar pada tradisi Gereja dan sekaligus terbuka pada kebaruan.

Tradisi merupakan sumber inspirasi untuk mencari jalan baru dan untuk menghindari godaan kemapanan yang berlawanan dan eksperimen yang tak dipersiapkan (spontan).

Perjalanan pertobatan Prapaskah dan perjalanan Sinodal sama-sama memiliki tujuan transfigurasi, baik pribadi maupun gerejawi. Dalam kedua kasus tersebut, transformasi mengikuti model Transfigurasi Yesus dan dicapai dengan rahmat misteri Paskahnya. Agar transfigurasi ini dapat menjadi nyata dalam diri kita tahun ini, saya mengusulkan dua “jalan” untuk mendaki gunung bersama Yesus dan, bersamanya, mencapai tujuan.

Jalan pertama berkaitan dengan perintah yang disampaikan Allah Bapa kepada para murid di Gunung Tabor saat mereka merenungkan Yesus yang berubah rupa. Suara dari awan berkata:

“Dengarkanlah Dia” (Mat.17:5). Usulan pertama sangat jelas: kita perlu mendengarkan Yesus. Prapaskah adalah masa rahmat dimana kita mendengarkan Dia ketika dia berbicara kepada kita. Dan bagaimana dia berbicara kepada kita? Pertama, dalam Sabda Allah, yang ditawarkan Gereja kepada kita dalam liturgi. Semoga kata itu tidak diabaikan; seandainya kita tidak dapat secara rutin menghadiri Misa, marilah kita mendalami bacaan hariannya dari Alkitab, bahkan dengan bantuan internet. Selain Kitab Suci, Tuhan berbicara kepada kita melalui saudara dan saudari kita, terutama melalui wajah dan kisah mereka yang membutuhkan. Izinkan saya mengatakan hal lain, yang cukup penting untuk proses sinodeal: mendengarkan Kristus sering terjadi dalam mendengarkan saudara dan saudari kita di Gereja. Dalam beberapa fase, saling mendengarkan seperti itu adalah tujuan utama, tetapi dalam metode dan gaya Gereja sinodal hal itu tidak akan pernah tergantikan.

Ketika mendengar suara Bapa, para murid “tersungkur dan sangat ketakutan. Tetapi Yesus datang dan menyentuh mereka, sambal berkata, ‘Bangunlah, dan jangan takut.’ Dan ketika murid-murid mengangkat kepala, mereka tidak melihat seorangpun kecuali Yesus seorang diri.” (Mat 17: 6-8). Inilah usulan kedua untuk Prapaskah ini: jangan bersembunyi di balik religiositas yang terdiri dari peristiwa luar biasa dan pengalaman-pengalaman dramatis, karena takut menghadapi kenyataan dan perjuangan hidup sehari-hari, kesulitan dan kontradiksinya. Cahaya  yang perlihatkan Yesus kepada para murid merupakan antisipasi kemuliaan Paskah, dan yang harus menjadi tujuan perjalanan kita sendiri, saat kita mengikuti “Dia sendirian saja”. Prapaskah mengarahkan kita ke Paskah: “retret” bukanlah tujuan dalam dirinya sendiri, tetapi merupakan sarana yang mempersiapkan kita mengalami sengsara Tuhan dan salib dengan iman, harapan dan cinta, dan dengan demikian sampai pada kebangkitan. Juga dalam perjalanan sinodal, ketika Tuhan memberi kita rahmat pengalaman persekutuan yang kuat, kita tidak boleh membayangkan bahwa kita telah tiba – karena di sana juga, Tuhan mengulangi kepada kita: “Bangunlah, dan janganlah takut”. Oleh karena itu, marilah kita turun ke lembah, dan semoga rahmat yang telah kita alami memperkuat kita untuk menjadi “pelaku sinodalitas” dalam kehidupan harian komunitas kita.

Saudari dan saudara yang terkasih, semoga Roh Kudus mengilhami dan menopang kita pada masa Prapaskah ini dalam pendakian kita bersama Yesus sehingga kita boleh mengalami keagungan ilahi-Nya dan dengan demikian, diteguhkan dalam iman, bertekun dalam perjalanan kita bersama dengan-Nya, menjadi kemuliaan bagi umat-Nya dan terang bagi bangsa-bangsa.

Roma, Santo Yohanes Lateran, 25 Januari, Pesta Pertobatan Santo Paulus

FRANSISKUS

Leave a Comment