SERIAL MENGENAL HUKUM GEREJA
Oleh : RD. Martin Selitubun
Ada beberapa hal mendasar yang menjadi ciri penting dalam Hukum Gereja, diantaranya adalah:
- Rasional : Hukum harus masuk akal
- Imperatif : Mewajibkan setiap orang untuk menaatinya. Kewajiban mengandung unsur mendidik dan mengikat.
- Observatif : Dapat diamani oleh semua orang. Jika suatu aturan bertentangan dengan nalar, maka ia kehilangan daya imperatifnya. Tetapi jika seseorang tidak dapat mematuhi hukum, maka hukum dengan sendirinya kehilangan daya imperatifnya.
- Sesuai dengan hukum alam
- Bonum Commune: hukum ikut menciptakan kondisi ideal sehingga semua orang dapat mencapai cita-citanya sendiri.
- Stabilitas dan keabadian. Stabil karena harus bertahan dan bersifat persuasif, bukan dibatasi waktu.
- Umum : hukum berlaku untuk semua orang.
- Bersifat Abstrak: artinya hukum harus dibuat menurut kanon-kanon yang tidak khusus dan merujuk pada kasus-kasus konkret. Misalnya “siapa yang mencuri masuk penjara.”, adalah hukum universal. Hal ini berbeda jika saya katakan “siapa yang mencuri sapi di malam hari akan dimasukan ke dalam penjara”, itu berarti saya bisa melakukannya di siang hari. Yang terakhir ini tidak abstrak. Lebih mudah hukum diterapkan jika hukum tetap abstrak.
- Kepastian: hukum harus pasti, jelas eksposisinya. Ketika saya membacanya, saya harus memahami apa yang dikatakannya. Kepastian hukum berarti harus jelas perbuatan mana yang halal dan mana yang haram, mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Kebetulan tidak ada kepastian bahwa hukum diterapkan sebagaimana adanya, tetapi penyalahgunaan, yaitu interpretasi, tetap berlaku.
- Eksternalitas: Mengacu pada perilaku eksternal (aktivitas yang dapat kita lihat). Hukum dapat mengatakan lakukan itu atau ini, tetapi tidak dapat mengatakan berpikir itu atau ini.
- Memungkinan: hukum harus dapat dihormati, yaitu tidak boleh meminta hal-hal yang mustahil.
Bagaimana Hukum Gereja dibuat?
Prosedur yang dilakukan adalah Paus sebagai otoritas tertinggi dalam Gereja, atau Uskup, menulis teks dan kemudian menandatanganinya. Ada beberapa tahap yang bisa membedakannya sehingga penetapan hukum dapat terjadi, artinya perbuatan yang dengannya hukum itu ada.
Setelah hukum dibuat, langkah selanjutnya tindakan yang dengannya undang-undang dibuat wajib, yang dikenal dengan nama Promulgasi. Promulgasi adalah tindakan yuridis, yang mana kuasa legislatif dalam Gereja memberikan kepada umatnya undang-undang sebagai norma yang mewajibkan. Jika promulgasi diabaikan, maka undang-undang tidak memiliki efek hukum. Undang-undang juga dikatakan mulai ada pada saat dipromulgasikan. (Bdk. KHK Kan. 7).
Langkah berikutnya adalah Publikasi: ketika hukum diketahui oleh semua orang. Kapan sebuah hukum dinyatakan mulai berlaku? hukum mulai berlaku dari saat yang tepat, yang disebut Vacatio legis. Vacatio legis adalah masa antara terbitnya sampai berlakunya, yang diberikan kepada para anggota untuk dapat belajar dan memahami tentang hukum. Misalnya KHK mulai berlaku 10 bulan setelah diterbitkan, agar diketahui semua orang. Dalam Kan. 8, dikatakan bahwa undang-undang yang diundangkan harus diterbitkan dalam Acta Apostolicae Sedis. Adapun undang-undang partikular diundangkan dengan cara yang ditentukan oleh pembuat undang-undang, dan setelah satu bulan mulai berlaku, kecuali undang-undang itu sendiri menetapkan jangka waktu yang berbeda.
Terima kasih banyak atas pencerahannya Pastor.
Salam