Sejak 29 Mei 1969, Keuskupan Agats terus berjibaku, berkarya di medan yang penuh dengan sungai, laut lepas dan daratan tak beraspal. Bagaimanapun, perjalanan 50 tahun Keuskupan Agats membuktikan bahwa tantangan dan hambatan yang ada, tidak menghentikan perjalanan karya para misionaris dan gembala di sini. Selebrasi jubileum yang berlangsung pada 21-26 November 2019 ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah tanda sukacita masyarakat Asmat untuk kehadiran Gereja Katolik yang tidak terlepas dari identitas sejarah pesisir selatan Papua ini.
Pesta jubileum 50 tahun Keuskupan Agats mencakup beberapa acara. Pertama, peresmian radio Fu 99,2 FM sebagai radio keuskupan pada Kamis, 21 November 2019. Acara ini berdampingan dengan pembukaan Festival Asmat Pokman, sebuah pesta masyarakat Asmat yang diadakan rutin setiap tahun. Kedua, penyambutan nuncio Indonesia, Mgr. Piero Pioppo bersama Kardinal Ignatius Suharyo, serta beberapa uskup yang sengaja hadir pada perayaan Jubileum ini. Ketiga, Festival Asmat Pokman itu sendiri yang terdiri dari serangkaian subacara seperti lelang, pangkur sagu, formasi perahu, tur bakau, dan drama kolosal.
Kedatangan Nuncio dan Rombongan Uskup
Pukul 07.30 WIT, Mgr. Aloysius Murwito segera beranjak dari Pelabuhan Misi Agats menuju Ewer. Mgr. Murwito sengaja datang lebih awal untuk memastikan perisapan akhir penyambutan rombongan uskup. Adapun para uskup yang hadir pada pesta Jubileum ini: Mgr. Piero Pioppo, nuncio Indonesia, Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, Mgr. Antonius Bunjamin, OSC, Uskup Bandung, Mgr. Harun Yuwono, Uskup Tanjungkarang, dan Mgr. Pius Riana Prapdi, Uskup Ketapang.
Setiba di Ewer, Majalah HIDUP bersama Mgr. Murwito mendatangi rumah tetua adat setempat yang bertugas memimpin prosesi penyambutan para uskup. “Sama seperti St. Petrus, Mgr. Piero Pioppo datang kesini tidak membawa emas, perak, uang.. tetapi berkat untuk kita semua, untuk 50 tahun Keuskupan Agats,” tegas Mgr. Murwito kepada ratusan umat Ewer yang sudah siap dengan kostum dan tifa masing-masing di rumah itu. Dari sana, Mgr. Murwito beranjak ke gereja lama Ewer untuk berkoordinasi dengan pada guru. “Anak-anak sekolah akan berbaris mulai dari bandara sampai paroki baru Ewer. Kita akan mengajak para uskup singgah ke sana,” kata Mgr. Murwito.
Pukul 09.30 WIT, sebuah pesawat perintis mendarat; tabuhan tifa dan tari-tarian sudah dimulai, meramaikan lingkungan bandara pagi itu. “Mgr. Aloysius!” seru Mgr. Piero Pioppo seraya pintu pesawat dibuka. Dengan senyum Mgr. Murwito membalas, “Welcome to Asmat, Mgr. Piero Pioppo (Selamat datang di Asmat, Mgr. Piero Pioppo).” Disusul Kardinal Suharyo dan uskup lain, tetua adat segera mengenakan ikat kepala facin dan noken sebagai bentuk penyambutan hangat. “This is my first time to come to Papua, and to Asmat. I’m very honored to be here (Ini pertama kalinya saya datang ke Papua dan ke Asmat. Saya merasa terhormat bisa hadir di sini.),” lanjut Mgr. Pioppo seraya uskup lain mengenakan facin dan noken.
Puluhan penari dan ratusan anak sekolah langsung memainkan bagiannya masing-masing: Mama-mama menari dalam formasi persegi panjang di depan paroki lama Ewer, disusul anak-anak sekolah yang berbaris berhadap-hadapan membentuk jalan, sambil memegang bendera merah-putih dan bendera kuning-putih (Vatikan) di kedua tangannya. Mgr. Piero Pioppo tidak henti-hentinya menyampaikan salam sapa dan kerap memberkati anak-anak sambil menuju Paroki baru Ewer.
Setibanya di sana, rombongan uskup dipersilakan duduk sambil menyaksikan tarian susulan dan umat yang segera memenuhi seluruh kursi dan lantai paroki tersebut. Kardinal Ignatius Suharyo, mewakili rombongan yang disambut, mengucapkan terima kasih banyak untuk sambutan yang meriah dan hangat, lalu mengajak seluruh umat yang hadir untuk berdoa sejenak. “Bapa yang Mahakasih, kami bersyukur kepada-Mu atas penyertaan-Mu selama 50 tahun bagi Keuskupan Agats. Semoga berkat Tuhan turun atas Bapak, Ibu, Saudara/i sekalian, serta seluruh keluarga. Dalam Nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus, Amin.” Selesai doa, para uskup diantar kembali dengan tarian, menuju pelabuhan Ewer untuk melanjutkan perjalanan menuju Agats.
Uskup Ketapang, Mgr. Pius Riana Prapdi mengabadikan perjalanan kapal dari Ewer menuju Agats, Sabtu (23/11/2019). Kardinal Ignatius Suharyo dan Mgr. Antonius Bunjamin, OSC dalam kapal. Umat Keuskupan Agats yang menanti rombongan uskup berlabuh di Agats, Sabtu (23/11/2019). Rombongan uskup tiba di pelabuhan Agats.
60 menit dengan kapal feri, rombongan uskup tiba di Agats, disambut dengan rombongan pawai yang tidak kalah ramai. Bukan hanya umat Keuskupan Agats, masyarakat setempat turut meramaikan penyambutan tersebut. Tabuhan tifa dan nyanyian lokal tidak berhenti berbunyi mulai dari pelabuhan sampai kantor Keuskupan Agats, tempat para uskup akan beristirahat. Masih, Mgr. Pioppo tidak segan dan tidak lelah untuk menyapa dan memberkati siapapun yang berpapasan dengannya.
Drama Kolosal
Malam harinya (23 November 2019), nuncio dan rombongan uskup beranjak ke kompleks Museum Kebudayaan dan Kemajuan Agats-Asmat, untuk menyaksikan drama kolosal persembahan gabungan beberapa sekolah di kota itu. Drama tersebut menceritakan kembali sejarah berdirinya Keuskupan Agats-Asmat. Cerita dimulai dengan mereka ulang bagaimana masyarakat Asmat menanggapi kedatangan misionaris MSC yang menjadi garis awal lahirnya Keuskupan Agats. Drama berlanjut ke kisah Pater Yan Smith, OSC, seorang misionaris yang mati sebagai martir di Asmat. Tak kalah penting drama tersebut menekankan juga kisah berdirinya Keuskupan Agats di bawah penggembalaan Mgr. Alphonse A. Sowada, OSC, sampai dengan kisah pentahbisan RD Moses Amiset sebagai putra Asmat pertama yang ditahbiskan menjadi imam.
Drama kolosal diakhiri dengan flashmob dari para pemain. Diiringi lagu “Rumah Kita” yang dipopulerkan oleh grup musik God Bless, pemain drama mengajak juga penonton yang hadir dan para uskup termasuk nuncio untuk ikut menari dan bertepuk tangan di pelataran panggung. Tidak sampai di situ, flashmob langsung disusul tarian massal dengan lagu khas Asmat, membuat suasana malam itu semakin meriah. Gerakan yang sederhana membuat seluruh uskup, tamu undangan, dan hadirin semua dapat berpartisipasi dalam tarian itu. Di tengah lagu, kembang api mulai di luncurkan menambah semarak malam puncak perayaan Jubileum 50 tahun Keuskupan Agats. “Bravo! Bravo!” seru Mgr. Pioppo berulang kali sambil bertepuk tangan dan bergoyang.
NB: Tulisan ini dimuat di Majalah Mingguan HIDUP edisi 51 (15 Desember 2019).