Posted on: 02/01/2020 Posted by: RD Lucius Joko Comments: 0
Keuskupan Agats

Renungan 1 Desember 2019

Inspirasi Minggu Adven I

Hari ini kita memasuki Minggu Adven yang pertama. Kita semua diajak untuk semakin mampu berjalan di dalam terang Tuhan. Keselamatan sudah dekat bagi kita, maka Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma kembali menegaskan kepada kita supaya kita segera bangun dari tidur. Artinya, kita diharapkan untuk menanggalkan perbuatan-perbuatan kegelapan dan mengenakan perlengkapan senjata terang. Jangan hidup dalam pesta pora dan mabuk-mabukan, jangan hidup dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan hidup dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi, kenakan Kristus sebagai perlengkapan senjata terang. Saudaraku, bagaimana hidup kita sejauh ini? Apakah kita siap menyambut kedatangan Sang Penyelamat dengan mengenakan senjata terang?

Saudaraku, mengenakan senjata terang dan meninggalkan perbuatan kegelapan tidak lagi bisa ditunda-tunda. Kita harus selalu siap siaga dan tindakan ini harus segera mungkin dilakukan sebab Anak Manusia yang menjadi keselamatan itu datang pada saat yang tidak kita duga. Perkaranya bagi kita saat ini adalah sulitnya kita memulai hidup dengan senjata terang. Kita cenderung betah dan bertahan hidup dalam perbuatan kegelapan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita masih saja lebih sering memiliki pikiran yang negatif daripada pikiran yang positif, memiliki perkataan yang jahat dan menyakitkan daripada ucapan yang menyejukkan dan membangun, memiliki hati yang membenci dan mendendam daripada hati yang damai dan tenang, juga memiliki perbuatan yang selalu melukai Tuhan dan merugikan sesama. Ya, kita masih memilih hidup dalam gelap daripada hidup dalam dan sebagai terang.

Saudaraku, mari kita mulai hidup dengan senjata terang, kita awali lewat tindakan benar dan baik meskipun kecil dan sederhana di manapun, kapanpun dan kepada siapapun karena inilah sikap kita siap siaga atau berjaga-jaga. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 2 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Adven Pekan I/A

“Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku. Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” Demikianlah sepenggal ungkapan perwira kepada Yesus yang meminta hambanya disembuhkan. Ungkapan penuh iman dari seorang perwira ini bukan saja menyelamatkan hambanya tetapi juga dirinya. Saudaraku, bagaimana caranya untuk memiliki iman seperti perwira itu?

Rendah hati. Itulah jawabannya. Sikap rendah hati adalah sikap di mana manusia tidak lagi merasa paling benar, paling suci dan paling pandai. Perwira ini tentu saja memiliki pangkat,  jabatan dan kuasa yang hebat, namun ia justru merendahkan diri di hadapan Yesus. Sikap rendah hati membuahkan keselamatan. Bagaimana hidup kita sejauh ini? Tak jarang masih saja kita sibuk bagaimana meyakinkan sesama bahwa kita lebih benar, lebih suci dan lebih pandai dalam hidup ini. Hal ini hanya membuat kita sulit mengawali pertobatan karena tidak ada pertobatan tanpa sikap rendah hati. Semoga di masa Adven ini kita mampu memiliki sikap rendah hati sehingga layak dan pantas mengalami keselamatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 3 Desember 2019

Pesta St. Fransiskus Xaverius, Imam dan Pelindung Karya Misi

“Celakalah aku bila tidak memberitakan Injil.” Inilah ungkapan dari Rasul Paulus. Bagi Paulus mewartakan Injil adalah suatu keharusan. Siapapun yang mewartakan Injil tidak punya alasan untuk memegahkan diri. Mewartakan Injil adalah tugas perutusan dari Allah. Hal ini supaya semakin banyak manusia, terutama mereka yang lemah, miskin dan menderita mengalami keselamatan dari Allah. Hal ini yang juga dilakukan dan dialami oleh St. Fransiskus Xaverius. Ia menjadi pewarta Injil bahkan sampai wafatnya. Dalam Injil, Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: Mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.” Saudaraku, apakah selama ini hidup kita adalah pewartaan Injil? Sudahkah kita menjadi Injil-Injil yang hidup?

Kita adalah orang-orang yang menerima dan percaya kepada Injil. Saatnya bagi kita menjalankan tugas perutusan untuk mewartakan Injil lewat hidup kita. Bagaimana? Caranya adalah dengan memperlihatkan tanda sebagai orang yang percaya. Pertama, mampu mengusir setan, artinya mampu melawan segala godaan dan bujukan dari roh jahat, tidak membiarkan hidup dikuasai oleh dosa. Kedua, menggunakan bahasa roh, bahasa baru, artinya adalah bahasa kasih. Bahasa kasih adalah bahasa yang bisa diterima secara universal, oleh siapapun dan di manapun. Ketiga, memegang ular dan minum racun maut namun tidak celaka atau mati, artinya mengalami situasi hidup yang pahit, pengalaman buruk, menderita dan hancur bukan menjadi alasan untuk mati iman, pergi dan meninggalkan iman. Sebaliknya, iman harus terus tumbuh dan hidup. Terakhir, mampu menyembuhkan orang sakit, artinya memiliki semangat mengampuni. Sakit yang paling sakit adalah situasi tidak dicintai, ditolak dan dimusuhi. Penerimaan dan pengampunan adalah senjata yang menyembuhkan. Mari tunjukkan tanda-tanda ini supaya hidup kita adalah Injil itu sendiri. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 4 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Adven I/A

Setelah Yesus menyembuhkan banyak orang, Ia berkata, “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini.” Yesus tidak ingin orang banyak yang telah disembuhkan dari ketimpangan, kebutaan, kelumpuhan, kebisuan dan sebagainya itu pergi dengan lapar, maka Ia akhirnya membuat mukzijat dengan menggandakan roti. Saudaraku, apa yang dilakukan oleh Yesus adalah kasih yang total. Kasih yang total tentu saja akan membawa sukacita dan keselamatan. Apakah kita sudah melakukan kasih yang total bagi sesama kita? Pada masa Adven ini kita diharapkan mulai memiliki sikap dan tindakan kasih yang total bagi sesama sebagai wujud pertobatan.

Selama ini sikap dan tindakan kasih kita masih setengah hati, belum total. Kasih kita masih tebang pilih, hanya kita lakukan kepada yang kita sukai. Kasih kita terkadang dilatarbelakangi kepentingan pribadi atau golongan. Kasih kita seringkali punya intensi balas jasa. Padahal, kasih yang membawa sukacita dan keselamatan adalah kasih yang total seperti yang diteladankan oleh Yesus. Saudaraku, mari berjuang memiliki kasih yang total, kasih yang lebih dulu, kasih kepada siapapun, di manapun dan kapanpun. Jadikan hidup kita adalah kasih itu sendiri. Sekali lagi, sikap dan tindakan kasih kita yang total adalah wujud pertobatan untuk menyambut Sang Juru Selamat. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 5 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Adven I/A

Yesus bersabda, “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan’, akan masuk Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga.” Pernyataan ini semakin jelas saat Yesus kembali mengatakan bahwa siapa yang mendengar perkataan-Nya dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, mendirikan bangunan di atas dasar batu yang kokoh. Sebaliknya, siapa yang mendengar perkataan-Nya dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh yang mendirikan bangunan di atas dasar pasir. Saudaraku, bagaimana dengan hidup kita? Apakah hidup kita dibangun di atas dasar yang kokoh?

Sesungguhnya kita pun selalu mendengarkan sabda Yesus. Sayangnya, kita tidak melaksanakannya. Yesus tidak sungguh menjadi dasar bagi kehidupan kita. Situasi ini tentu tidak akan membuat kita pantas dan layak masuk ke dalam Kerajaan Surga. Saudaraku, mari jadikan Yesus sebagai dasar hidup kita. Yesus telah memberikan keteladanan lewat hidup-Nya. Pertama, relasi yang intim dengan Bapa-Nya. Kedua, cinta kasih yang total, tanpa syarat. Ketiga, pengampunan tanpa batas. Terakhir, hidup yang memerhatikan sesama terlebih yang kecil, miskin, menderita, lemah dan tak berdaya. Itulah dasar hidup yang harusnya kita miliki supaya pantas dan layak memasuki Kerajaan Surga. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 6 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Adven I/A

Kebutaan bisa diartikan sebagai simbol kegelapan. Kegelapan itu sendiri akan membawa hidup kepada kekelaman. Injil hari ini bercerita tentang dua orang buta yang disembuhkan oleh Yesus. Yesus, Sang Terang sejati telah menyembuhkan kebutaan mereka. Kegelapan telah dihalau oleh Terang itu. Situasi ini yang juga digambarkan dalam Kitab Yesaya di mana segala hal yang tidak baik berubah menjadi hal yang baik. Buta melihat, tuli mendengar, semua orang lepas dari kekelaman dan kegelapan. Saudaraku, apakah selama ini kita sudah mengalami terang? Atau sebaliknya masih ada kebutaan di dalam hidup kita?

Kebutaan ternyata masih ada dalam hidup kita dalam wujud kegelapan pikiran dan kegelapan hati. Pikiran kita seringkali dikuasai oleh hal yang jahat seperti prasangka buruk terhadap sesama, menganggap rendah martabat sesama, dan sebagainya. Hati kita pun dikuasai oleh hal yang jahat seperti amarah, kebencian, dendam, dan sebagainya. Saudaraku, mau sampai kapan hidup kita ada dalam kegelapan karena kebutaan yang hanya membawa kepada kekelaman? Mari datang kepada Sang Terang sejati. Dialah Cahaya yang akan menghalau kegelapan dalam diri kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 7 Desember 2019

PW St. Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Adven I/A

Dalam Injil, Yesus bersabda, “Tuaian memang banyak tetapi pekerjanya sedikit. Maka mintalah kepada tuan yang empunya tuaian supaya ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” Hal ini dikatakan Yesus saat Ia melihat banyak orang dan hatinya tergerak oleh belas kasihan karena mereka seperti domba tanpa gembala. Saudaraku, kita dipilih dan dipanggil juga untuk menjadi pekerja-pekerja lewat bentuk hidup panggilan kita masing-masing. Pertanyaannya, apakah selama ini kita sungguh menjalankan tugas sebagai pekerja itu?

Yesus menggambarkan tugas para pekerja, yaitu mewartakan Kerajaan Surga dengan wujud menyembuhkan orang sakit, membangkitkan orang mati, mentahirkan orang kusta dan mengusir setan. Menyembuhkan orang sakit bisa diartikan bahwa sebagai pekerja hendaknya kita memiliki sikap berani mengampuni dan mendamaikan. Pengampunan dan kedamaian adalah instrumen kesembuhan, menerima dan memeluk kembali mereka yang salah dan berdosa. Membangkitkan orang mati bisa diartikan bahwa sebagai pekerja hendaknya kita mampu terus memberikan sukacita dan harapan kepada siapa saja yang mengalami putus asa, depresi, enggan untuk hidup karena persoalan yang berat dan sulit. Mentahirkan orang kusta bisa diartikan bahwa sebagai pekerja hendaknya kita mampu memperhatikan siapa saja yang tersingkir, terbuang, tidak dianggap dan sebagainya. Hidup untuk mampu memanusiawikan manusia. Terakhir, mengusir setan bisa diartikan bahwa sebagai pekerja kita harus menjaga kesucian dan kekudusan. Kesucian dan kekudusan hanya bisa kita peroleh saat kita mampu menang melawan godaan jahat dalam diri kita. Saudaraku, semoga kita mampu menjadi pekerja yang baik lewat bentuk hidup panggilan kita masing-masing. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 8 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Adven II/A

Saat ada orang tua memarahi anaknya yang berbuat salah dengan cara memukul penuh nafsu, memaki keras penuh kebencian bahkan menghukum terlalu berat, pasti kita semua menjadi ikut geram. Sebaliknya, saat ada orang tua memarahi anaknya yang berbuat salah dengan cara menegurnya dengan kasih, tetap menyadarkan bahwa perbuatan anak itu salah tetapi dengan lembut memeluk dan menerima dengan hangat sekaligus mengingatkan supaya perbuatan salah tadi tidak diulang oleh si anak, pasti kita lebih damai dan sejuk melihatnya. Saudaraku, karakter orang tua yang kedua ini adalah karakter Allah kita. Allah yang penuh kasih dan kerahiman. Meskipun sungguh kita bersalah dan berdosa, Allah bukan membenci dan menghukum kita untuk binasa tetapi selalu menyadarkan kita akan kedosaan kita sekaligus siap memeluk dan menerima kita kembali dalam pangkuan kasih-Nya. Ia menghakimi kita dengan keadilan dan kejujuran. Sayangnya, kita tetap tidak menyadari karakter Allah kita yang penuh kasih dan kerahiman ini dengan tetap bertahan dan nyaman dengan kedosaan kita.

Saudaraku, pada Adven minggu kedua ini kita diharapkan untuk tidak saja menyadari Allah kita yang penuh kasih dan kerahiman, tetapi juga untuk mulai berani melangkah menuju pertobatan supaya sungguh Allah yang penuh kasih dan kerahiman itu kita alami. Kristus yang telah diutus oleh Bapa adalah keselamatan bagi umat manusia. Bangkitlah untuk mulai bertobat. Jangan lagi menunda-nunda pertobatan supaya rahmat keselamatan ada pada hidup kita.

Langkahnya, pertama sadari bahwa diri kita adalah manusia yang bersalah dan berdosa. Kedua, akuilah diri kita sebagai manusia yang berdosa. Pengakuan akan dosa ini baik jika diwujudnyatakan dalam salah satu Sakramen penyembuhan, yaitu Sakramen Pengampunan Dosa. Ketiga, berjanji dan berkomitmen untuk tidak lagi memiliki kompromi terhadap tindakan dosa. Keempat, setialah pada proses pertobatan kita. Pertobatan itu bukan musiman, bukan sementara, tetapi proses terus menerus. Saudaraku, mari kita mulai pertobatan kita untuk mampu mengalami Allah yang penuh kasih dan kerahiman. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 9 Desember 2019

HR St. Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa

Manusia memiliki kecenderungan untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal di hidupnya. Dalam situasi persaingan dan kompetisi kehidupan duniawi, manusia selalu ingin menjadi yang terpilih. Terpilih berarti dipercaya dan dianggap mampu. Terpilih berarti memiliki nilai lebih daripada yang tidak terpilih. Terpilih berarti spesial, istimewa dan khusus. Terpilih adalah suatu kebanggaan dan prestasi. Ini adalah hal yang wajar dalam kehidupan duniawi. Terpilih menjadi juara atau pemenang, terpilih menjadi ketua atau pemimpin, terpilih menjadi anggota kelompok atau komunitas tertentu, terpilih menjadi atasan dan lain sebagainya. Tetapi, sadarkah bahwa dalam kehidupan spiritual kita juga adalah orang terpilih? Kita adalah pribadi-pribadi terpilih dalam Kristus. Apakah kita juga bangga?

Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa. Maria adalah pribadi terpilih. Maria terpilih untuk mengandung Yesus Sang Juru Selamat tanpa dosa. Maria adalah pribadi istimewa yang dipercaya oleh Allah. Maria mampu menjadi rekan kerja Allah dengan menjawab kepercayaan Allah lewat kesediaan dan kesetiaannya menjalankan misi karya keselamatan Allah bagi dunia. Maria memberikan diri dan seluruh hidupnya lewat sikap siap sedia dan setia sampai wafat, “Terjadilah padaku seturut kehendak-Mu.” Menurut Rasul Paulus, kita juga adalah orang-orang terpilih dalam Kristus. Orang-orang yang sejak awal dipilih untuk mendapat bagian dalam keselamatan bersama Kristus. Kita adalah pribadi istimewa dan dipercaya dalam Kristus untuk menjadi rekan kerja Allah di dunia seperti Maria. Namun faktanya, sebagai pribadi terpilih kita bukan rekan kerja Allah seperti Maria, tetapi justru menjadi penghambat dan penghancur karya keselamatan Allah di dunia. Saat kita memilih untuk hidup dan bertahan dalam dosa dan hawa nafsu kedagingan, saat itulah kita menghambat dan menghancurkan karya keselamatan Allah bagi dunia. Saudaraku, mari menjadi seperti Maria, menjadi pribadi terpilih yang memberikan diri dan seluruh hidupnya lewat sikap siap sedia dan setia sampai akhir. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 10 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Adven II/A

Di dalam Injil Yesus mengatakan, “Demikian juga Bapamu yang di surga tidak menghendaki seorang pun dari anak-anak ini hilang.” Hal ini disampaikan Yesus kepada para murid-Nya lewat cerita tentang satu anak domba yang tersesat dan hilang, lalu dicari oleh gembala dengan meninggalkan domba-domba yang lain, dan sesudah didapatkan kembali hati sang gembala penuh dengan sukacita. Saudaraku, Allah tidak pernah rela kita hilang dan tersesat. Allah akan selalu mencari dan membawa kita kembali kepada-Nya. Apakah sungguh kita peka akan hal ini?

Saat kita ada dalam keadaan berdosa, kita sesungguhnya sedang tersesat dan hilang.  Terkadang dalam ketersesatan itu, kita justru semakin menjauh dari Allah. Suara Allah yang cukup jelas mencari kita dan menginginkan kita kembali tidak kita pedulikan. Kita merasa sombong dengan kedosaan kita dan merasa mampu dengan kekuatan sendiri keluar dari ketersesatan. Akhirnya, kita tidak ditemukan dan semakin tersesat. Saudaraku, meskipun kita hidup dalam kedosaan, Allah tidak pernah menginginkan kita hilang. Mari membuka hati dan pikiran, kita mulai mendengarkan suara Allah yang selalu memanggil kita untuk kembali sehingga melalui pertobatan, kita kembali ditemukan dan bersatu dengan-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 11 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Adven II/A

“Datanglah kepada-Ku, kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati. Maka hatimu akan mendapat ketenangan. Sebab enaklah kuk yang Kupasang, dan ringanlah beban-Ku.” Demikianlah pernyataan Yesus yang sangat memberi ketenangan, kekuatan dan harapan. Terlebih, bagi siapapun yang sedang mengalami hidup letih lesu dan berbeban berat. Saudaraku, bagaimana dampak pernyataan Yesus yang begitu menenangkan, menguatkan dan memberi harapan tersebut bagi hidup kita?

Seringkali pernyataan Yesus lewat sabda-Nya tadi dirasa hanya sebagai pernyataan yang menghibur. Faktanya, banyak manusia tetap merasa tidak tertolong dan lepas dari hidupnya yang letih lesu dan berbeban berat. Mengapa hal ini terjadi? Manusia tidak mengalami pernyataan Yesus yang menenangkan, menguatkan, dan memberi harapan tersebut karena tidak belajar dari Yesus yang lemah lembut dan rendah hati. Manusia cenderung sombong dan merasa kuat bahkan merasa mampu tanpa mengandalkan kekuatan Tuhan. Bukti dari kesombongan manusia tersebut adalah sikap mengeluh, sikap menyalahkan Tuhan dan sesama, serta sikap putus asa. Hidup yang selalu mengeluh, menyalahkan Tuhan dan sesama, juga putus asa adalah hidup yang tidak percaya akan kekuatan Tuhan sekaligus hidup yang tidak mengandalkan kekuatan Tuhan. Saudaraku, mari belajar untuk memiliki sikap lemah lembut dan rendah hati seperti Yesus. Berhenti untuk memiliki hidup yang selalu mudah mengeluh, menyalahkan Tuhan dan sesama juga putus asa sehingga kuk dan beban kita menjadi enak dan ringan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 12 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Adven II/A

Sesudah menceritakan tentang Yohanes Pembaptis sebagai Nabi Besar bahkan sebagai Elia yang akan datang, Yesus bersabda, “Barangsiapa bertelinga, hendaknya ia mendengar!” Saudaraku, dalam Injil hari ini ada pesan bahwa warta kebenaran sesungguhnya sudah disampaikan oleh Yohanes Pembaptis, terlebih tentang kedatangan Yesus Sang Juru Selamat. Dialah Cahaya yang akan mengusir kegelapan dosa. Namun, banyak manusia ternyata tetap memilih untuk menjadi tuli terhadap warta kebenaran itu sehingga hidupnya ada dan bertahan di dalam kegelapan dosa. Kedosaan manusia sendiri sesungguhnya adalah bentuk manusia yang sedang merongrong Kerajaan Surga. Bagaimana dengan diri kita?

Dikatakan sejak tampilnya Yohanes Pembaptis sampai sekarang, Kerajaan Surga telah dirongrong, dan orang yang merongrong mencoba menguasainya. Inilah wujud dari manusia yang memilih tuli terhadap warta kebenaran dari Yohanes tentang kedatangan Yesus. Banyak manusia yang tuli tadi merasa seperti tuhan-tuhan kecil yang menguasai surga, merasa paling mengerti tentang kebenaran dan sebagainya sekaligus bebas menghakimi dan menentukan orang bisa masuk surga atau tidak. Saudaraku, apakah kita juga bagian dari orang yang tuli terhadap warta kebenaran? Mari mulai belajar mendengarkan dengan baik tentang warta kebenaran melalui pertobatan. Saat pertobatan kita lakukan, saat itu pula kita memilih untuk tidak menjadi tuli terhadap warta kebenaran. Siapa bertelinga hendaknya ia mendengarkan, karena siapa yang mampu mendengarkan warta kebenaran, maka dialah manusia yang akan mampu mengalami Allah yang pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 13 Desember 2019

PW St. Lusia, Perawan dan Martir

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Adven II/A

Yohanes Pembaptis dan Yesus yang datang sebagai kebenaran yang hidup dan hadir di tengah bangsa Israel ternyata tidak didengar. Hal ini terjadi karena bangsa Israel selalu menilai apa yang ditampilkan oleh Yohanes Pembaptis dan Yesus, bukan menilai kedalaman warta yang disampaikan. Penilaian akan tampilan luar ini selalu menyalahkan, negatif dan penuh kebencian sehingga warta kebenaran dari Yohanes Pembaptis dan Yesus tidak mampu mereka dengarkan dengan baik. Saudaraku, sikap menilai sesama berdasarkan tampilan luar, terlebih dengan sikap menyalahkan, negatif dan penuh kebencian hanya akan membuat kita tidak mampu mendengarkan dan menerima kebenaran. Bahkan, sikap ini tanpa kita sadari juga mengarahkan kita untuk selalu hidup dengan tampilan luar yang menarik tetapi tanpa kedalaman makna.

Dalam hal iman seringkali kita pun hanya sibuk bagaimana mempercantik dan memperindah tampilan luar kita. Akhirnya kita menjalankan kehidupan beriman hanya untuk dilihat, dinilai baik dan dipuji. Padahal, sesungguhnya tak jarang kedalaman iman kita kosong. Terlihat dari hidup kita yang belum mampu total dalam berbuat kasih, terlihat dari hidup kita yang belum mampu memberikan pengampunan, terlihat dari hidup kita yang belum mampu berbagi terlebih kepada yang kecil, miskin, tertindas, tersingkir, lemah dan menderita. Saudaraku, mari berhenti menilai hanya karena tampilan luar, terlebih dengan sikap menyalahkan, negatif dan penuh kebencian. Mari mencari kedalaman dengan mendengarkan dengan baik apa yang menjadi perintah Allah bagi kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 14 Desember 2019

PW St. Yohanes dari Salib, Imam dan Pujangga Gereja

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Adven II/A

Punya pengharapan tetapi tidak mampu mengenal dan mengalami pengharapan yang dinantikan. Inilah situasi yang terjadi pada bangsa Israel. Mereka sangat menantikan kedatangan Sang Mesias yang akan didahului oleh kedatangan kembali Nabi Elia. Faktanya, mereka gagal mengenal dan mengalami Yohanes Pembaptis sebagai Elia yang akan datang, juga Yesus, Anak Manusia yang adalah Mesias yang mereka nantikan dan harapkan. Penantian dan pengharapan bangsa Israel seolah menjadi sia-sia karena ketidakmampuan mereka mengenal dan mengalami Sang Mesias. Saudaraku, bagaimana dengan diri kita sendiri? Menjalani masa Adven sebagai masa penantian dan pengharapan, sungguhkah kita mengenal Dia yang kita nantikan dan harapkan?

Saudaraku, saat kita sungguh mengenal dan ingin mengalami Yesus yang kita nantikan, maka sesungguhnya pertobatan akan terjadi dalam hidup kita. Pertobatan adalah sikap untuk membuat diri kita pantas dan layak menyambut kedatangan-Nya. Pikiran kita yang selama ini selalu negatif dan cemar kita ubah menjadi pikiran yang positif dan bersih. Perkataan kita yang selama ini jahat dan menyakiti kita ubah menjadi perkataan yang baik dan menyembuhkan. Hati kita yang selama ini penuh dendam, permusuhan dan kebencian kita ubah menjadi hati yang penuh cinta, damai dan sukacita. Perbuatan kita yang selama ini egois, penuh kesombongan dan hanya memuaskan hawa nafsu kita ubah menjadi perbuatan yang mengasihi dan rendah hati. Inilah tanda bahwa kita sungguh mengenal Dia yang kita nantikan dan harapkan. Semoga penantian dan pengharapan kita tidak menjadi sia-sia karena pertobatan yang kita lakukan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 15 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Adven III/A

“Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Berbahagialah orang yang tidak sangsi dan menolak Aku.” Demikianlah jawaban Yesus atas pertanyaan murid Yohanes Pembaptis tentang diri-Nya. Saudaraku, minggu Adven III ini disebut sebagai Minggu Gaudete atau Minggu Sukacita. Ini mengingatkan kita bahwa masa penantian dan pengharapan kita sudah semakin dekat. Bahkan, tidak hanya semakin dekat, melainkan semakin jelas tentang siapa yang kita nantikan dan siapa yang kita harapkan. Minggu ini kita diajak untuk mengalami sukacita karena penantian dan pengharapan kita. Sukacita ini akan mengalami kepenuhan pada saat Yesus, Sang Juru Selamat hadir bagi dunia. Saudaraku, sungguhkah sukacita ini mulai kita rasakan?

Situasi sukacita digambarkan dengan jelas dalam Injil. Kedatangan dan kehadiran Yesus bagi dunia telah mengubah situasi gelap menjadi terang. Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Situasi sukacita ini akan mampu kita rasakan dan alami saat kita tidak lagi menunda dan menolak pertobatan. Dosa yang ada pada diri kita telah membuat jiwa kita mengalami kebutaan, kelumpuhan, tidak tahir, tuli dan mati. Selama kita masih menunda bahkan menolak untuk bertobat maka sukacita tidak akan kita alami dan rasakan.

Saudaraku, mulailah dengan pertobatan meskipun kecil dan sederhana. Contoh kecil, jika dalam keluarga selama ini suami istri saling tidak bicara, mertua dan menantu sering berselisih, orang tua dan anak tidak saling tegur, dengan sesama satu lingkungan dan paroki saling bermusuhan dan menjatuhkan, dan sebagainya, mulailah berani untuk melakukan perubahan dengan kembali saling berbicara dengan cinta, saling bertegur sapa dengan kasih, berani mengampuni dan saling memuji, maka sukacita akan mulai dialami dan dirasakan oleh diri kita. Sukacita ini akan semakin mengalami kepenuhan saat kedatangan Yesus, Sang Juru Selamat. Saudaraku, mari mengalami dan merasakan sukacita atas penantian dan pengharapan kita karena kita telah berani memulai pertobatan kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 16 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Adven III/A

“Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberi kuasa itu kepada-Mu?” Inilah pertanyaan imam-imam kepala dan para pemuka bangsa Yahudi. Pertanyaan ini muncul karena mereka melihat karya Yesus terlebih bagi bangsa Yahudi. Hal ini membuat mereka semakin sulit mengenal Yesus karena sibuk memusatkan perhatian atas apa yang Yesus perbuat, bukan siapa Yesus. Saudaraku, dalam hal iman pun ternyata kita serupa dengan imam-imam kepala dan para pemuka bangsa Yahudi. Kita bukan mengimani Allah, tetapi mengimani karya Allah. Padahal, hal ini hanya akan membuat kita semakin sulit untuk mampu memahami Allah.

Dalam kehidupan nyata, ciri kita mengimani karya Allah adalah bahwa kita merasa beriman saat Allah mengabulkan permohonan kita, saat Allah menjawab doa kita, saat Allah mewujudkan harapan kita. Sebaliknya, saat permohonan tidak terkabulkan, doa tidak dijawab, harapan tidak diwujudkan oleh Allah, kita berhenti beriman. Kita mulai ragu dan tidak percaya lagi, bahkan meninggalkan Allah. Saudaraku, ternyata selama ini kita bukan mengimani Allah tetapi mengimani karya Allah. Selama kita memiliki cara beriman seperti ini maka kita tidak akan pernah mampu menangkap, memahami dan memgalami Allah. Inilah situasi yang dialami oleh imam-imam kepala dan para pemuka Yahudi, mereka tidak mampu menangkap, memahami dan mengalami Yesus yang hadir sebagai Juru Selamat karena sibuk memusatkan perhatian pada karya Yesus, bukan pada pribadi Yesus. Semoga, mulai saat ini kita mampu mengimani Allah, bukan mengimani karya Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 17 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Adven III/A

Kitab Mazmur menuliskan, “Kiranya keadilan berkembang pada zamannya, dan damai sejahtera berlimpah sampai selama-lamanya.” Hal tersebut adalah situasi yang dijanjikan oleh Allah sejak awal mula. Janji Allah tidak pernah salah. Janji Allah bagi manusia selalu terjadi. Yehuda sebagai anak Yakub atau Israel adalah pemegang tongkat Kerajaan Israel. Dari keturunan Yehuda ini akan hadir Sang Juru Selamat yang dijanjikan Allah, yaitu Yesus Kristus. Yesus keturunan Yusuf, suami Maria. Demikian Injil menuliskan silsilah Yesus Kristus. Yesus adalah juru selamat yang dijanjikan Allah, yang akan selalu membawa keadilan dan damai sejahtera bagi manusia.

Saudaraku, janji Allah itu murni dan pasti, bukan palsu dan dusta. Apa yang Allah janjikan kepada Israel semua terlaksana dan terjadi. Lalu bagaimana dengan janji kita kepada Allah? Terlebih janji pertobatan kita sesudah mendapat pengampunan? Kita telah menyesal atas dosa, lalu berjanji untuk bertobat dan berubah supaya mendapatkan pengampunan dari Allah, pengampunan yang mengembalikan damai sejahtera, rasa keadilan dan keselamatan bagi manusia. Apakah janji kita untuk sungguh bertobat itu murni, bukan palsu? Sungguh pasti, bukan dusta? Saudaraku, milikilah janji yang murni dan pasti bagi Allah. Berjuang dan bertahanlah untuk itu supaya selama hidup kita sungguh mengalami damai sejahtera, rasa keadilan dan keselamatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 18 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Adven III/A

“Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” — yang berarti Allah menyertai kita. Inilah penggenapan firman Tuhan yang telah disampaikan oleh para Nabi tentang kelahiran Yesus, anak Maria, yang bertunangan dengan Yusuf. Yesus dikandung Maria oleh Roh Kudus demi menyelamatkan manusia dari dosa. Peristiwa kelahiran Yesus juga mengisahkan tentang ketaatan dan kesiapsediaan Yusuf, tunangan Maria, yang akhirnya setelah mendapat mimpi dari Malaikat Allah, dengan mantap dan tanpa takut mengambil Maria menjadi istrinya. Ketaatan dan kesiapsediaan Yusuf untuk menjadi rekan kerja Allah ini sungguh menghadirkan Imanuel, Tuhan menyertai kita. Tunas adil bagi Daud telah ditumbuhkan oleh Allah. Inilah simbol Imanuel, simbol Allah menyertai kita.

Saudaraku, apakah sungguh kita mengalami Imanuel? Sungguhkah kita mengalami dan merasakan Allah menyertai hidup kita? Sungguhkah hidup kita mengalami dan merasakan kebijaksanaan Allah, keadilan Allah, kebenaran dalam Allah dan damai sejahtera? Jika belum, jangan mengeluh, bahkan menuntut Allah atau siapapun. Semua itu terjadi karena kita belum mampu hidup seperti Yusuf. Ya, kita tidak akan mampu menghadirkan dan mengalami Imanuel, Allah menyertai kita bila kita tidak mampu hidup dalam ketaatan dan kesiapsediaan sebagai rekan kerja Allah. Kita lebih senang dan nyaman bertahan hidup demi kepentingan dan kepuasan diri kita sendiri. Kita bukan rekan kerja Allah yang baik, bahkan justru menghambat rencana dan kehendak Allah. Semoga mulai saat ini kita mau dan berani membuka pikiran, hati dan seluruh hidup kita untuk selalu siap sedia dan taat demi hadirnya Allah menyertai kita, demi hadirnya Imanuel. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 19 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Adven III/A

Masih banyak manusia merasa hidupnya tidak punya arti, merasa tidak berguna dan merasa hidupnya sia-sia. Mereka hidup dalam kekecewaan berat, bahkan begitu putus asa. Tak jarang, banyak dari mereka ingin mengakhiri hidupnya. Mengapa situasi ini bisa terjadi? Bacaan-bacaan hari ini memberikan peneguhan terhadap situasi di atas. Peristiwa tentang kelahiran Simson, anak dari Manoah keturunan Dan, yang istrinya mandul. Simson anak yang terberkati dan kelak membebaskan Israel dari tentara Filistin. Lalu peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis, anak Imam Zakharia dan Elisabeth yang usianya sudah sangat tua. Selama ini mereka merasa memiliki aib dalam hidupnya karena tidak dikaruniai keturunan meskipun selalu taat dan setia kepada Allah. Yohanes Pembaptis adalah suara yang berseru di padang gurun. Ia menyerukan pertobatan dan membuka jalan bagi kedatangan Yesus Kristus Sang Juru Selamat.

Saudaraku, peristiwa kelahiran Simson dan Yohanes Pembaptis menjadi peristiwa yang seharusnya meyakinkan kita, meneguhkan kita dan menguatkan kita. Tidak ada segala sesuatu di dunia ini sia-sia, tidak berguna dan tanpa arti. Semua manusia berharga bagi Tuhan. Kuncinya adalah mampu menerima waktu Tuhan. Waktu Tuhan dalam hidup ini biasanya tidak pernah mampu kita alami dan kita tangkap. Kita sibuk dengan waktu kita sendiri yang kita penuhi dengan keluhan, kekecewaan dan rasa putus asa. Kita tidak pernah mampu melihat datangnya waktu Tuhan. Percayalah, waktu Tuhan akan hadir dalam hidup kita untuk menyatakan bahwa kita ini berharga dan berarti bagi-Nya. Kita ada di dunia untuk menjalankan peran misi kita di dunia. Kita ini berguna dan mempunyai arti. Natal adalah waktu Tuhan menjadi nyata bagi seluruh dunia ini. Mari kita tangkap dan alami dengan penuh damai dan sukacita. Jangan sampai kita tetap jatuh dan bertahan untuk merasa hidup adalah sia-sia, tidak berguna dan tanpa arti. Lepas dan buanglah kekecewaan dan keputusasaan karena damai dan sukacita ada di depan mata. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 20 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Adven III/A

Pada hari ini dikisahkan seruan Nabi Yesaya kepada Raja Ahas, “Baiklah! Dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu, Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamai Dia Imanuel.” Pertanda dari Allah itu sungguh terjadi saat Maria mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seturut kehendak-Mu.” Semua yang seolah aneh dan tidak mungkin ternyata terjadi karena bagi Allah tidak ada sesuatu yang mustahil. Inilah misteri Allah, misteri cinta Allah. Maria telah mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah meskipun harus mengalami situasi tidak aman dan tidak nyaman. Sikap berserah total Maria kepada Allah membuat Maria mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah. Inilah yang membuat karya dan rencana keselamatan sungguh terjadi.

Saudaraku, misteri cinta Allah itu juga hadir dalam kehidupan kita melalui banyak peristiwa, melalui banyak jalan dan banyak cara, apapun dan bagaimanapun. Apakah kita telah mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah dalam hidup kita? Manusia seperti kita akan selalu menolak apapun yang membuat hidup kita tidak merasa aman, tidak merasa nyaman. Sakit, menderita, gagal, kekurangan, terbatas, tidak dianggap normal dan sebagainya pasti akan kita tolak, kita hindari. Kita marah, berontak dan tidak terima. Padahal, misteri cinta Allah terkadang juga hadir lewat peristiwa-peristiwa yang membuat kita tidak aman dan tidak nyaman dalam dunia. Kita belum mampu memiliki rasa berserah total kepada Allah sehingga selalu gagal menangkap dan menyelami misteri cinta Allah. Saudaraku, mari belajar memiliki sikap berserah total seperti Bunda Maria, berjuang dan berusaha agar misteri cinta Allah sungguh kita tangkap dan selami dalam hidup kita. Mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah berarti mampu membuat rencana dan karya keselamatan Allah terjadi. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 21 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Adven III/A

“Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang ada di dalam rahimku melonjak kegirangan.” Inilah sedikit gambaran situasi yang terjadi saat Maria mengunjungi Elisabeth saudaranya yang juga sedang mengandung. Kunjungan ini menjadi kunjungan yang menghadirkan kegirangan, kebahagiaan, damai dan sukacita. Mazmur menggambarkan peristiwa ini sebagai kisah sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta dan sedang saling bertemu. Peristiwa Maria mengunjungi Elisabeth ini membawa sebuah perubahan situasi. Awalnya kebingungan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan dialami oleh baik Maria maupun Elisabeth. Maria yang masih perawan dan belum bersuami harus mengandung seorang anak, sedangkan Elisabeth mengandung seorang anak di saat usianya yang sudah sangat tua. Tetapi perjumpaan Maria dengan Elisabeth telah mengubah situasi tersebut. Mereka saling menguatkan dan meneguhkan sehingga kebingungan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan tidak ada lagi. Semua berganti menjadi lonjakan kegirangan, sorak sorai kebahagiaan, damai dan sukacita.

Saudaraku, ternyata hidup kita sampai saat ini juga masih dipenuhi dengan kebingungan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan. Sepertinya hidup kita belum terbuka untuk menerima kunjungan Tuhan. Kita selalu menutup rapat pintu hati kita dengan segala keegoisan dan kedegilan hati. Kita senang bertahan dalam kejahatan dan dosa daripada berubah untuk kebaikan dan kebenaran. Saudaraku, belum terlambat. Sediakan hati yang terbuka, hidup yang selalu siap disentuh, diubah dan dibentuk oleh Tuhan. Terimalah kunjungan Tuhan bagi dan dalam hidup kita karena hal ini yang akan membawa hidup kita mengalami sorak-sorai, kegirangan, kebahagiaan, penuh damai dan sukacita.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 22 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Adven IV/A

Misteri cinta Allah hadir dalam wujud kelahiran Yesus bagi dunia. Hal ini yang diceritakan dalam bacaan-bacaan hari ini. Peristiwa kelahiran Yesus bukan peristiwa biasa melainkan peristiwa luar biasa di mana rencana dan karya keselamatan dari Allah bagi manusia telah dirancang sedemikian rupa. Ketulusan hati Yusuf, suami Maria, juga sikap taat dan berserah total Maria adalah keteladanan bagi kita untuk menyelami dan mengalami misteri cinta Allah. Bagaimana dengan hidup kita?

Saudaraku, peristiwa kelahiran kita pun sesungguhnya adalah hal yang luar biasa. Kita masuk dalam rancangan rencana dan keselamatan Allah. Kita adalah bagian dari misteri cinta Allah bagi dunia. Sayangnya, kita sulit menyelami dan mengalami misteri cinta Allah karena selalu hidup melelahkan manusia dan juga melelahkan Allah. Bagaimana hidup yang melelahkan Allah dan sesama itu? Ya, hidup yang tidak seperti Yusuf dan Maria. Hidup yang tidak memiliki ketulusan hati sekaligus sikap taat dan berserah total atas rencana dan kehendak Allah. Saudaraku, mari berhenti melelahkan Allah dan sesama karena sikap tidak tulus hati kita, tidak taat kita, tidak berserah total kita sehingga hidup kita mampu menyelami dan mengalami misteri cinta Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 23 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Adven IV/A

“Sesungguhnya, Aku akan mengutus Nabi Elia kepadamu menjelang datangnya hari Tuhan yang besar dan dahsyat itu.” Demikianlah firman Tuhan dalam nubuat Maleakhi. Nabi Elia yang dimaksud terwujud dalam diri Yohanes Pembaptis. Dalam Injil kisah kelahiran Yohanes Pembaptis tidak hanya membawa sukacita tetapi juga membuat Zakharia, ayahnya, kembali bisa berbicara. Peristiwa kelahiran adalah peristiwa luar biasa di mana rancangan karya keselamatan cinta Allah bagi manusia mulai terjadi. Saudaraku, bagaimana kita memaknai setiap kelahiran dan kehidupan?

Tak jarang kita menganggap bahwa kelahiran adalah sesuatu yang biasa dan alami. Padahal, jika direnungkan dan direfleksikan dalam iman, kelahiran adalah peristiwa luar biasa tentang rancangan dan karya keselamatan cinta Allah. Siapapun dan bagaimanapun manusia dilahirkan, hidupnya adalah hidup yang istimewa, khusus dan berharga di mata Allah. Tidak ada hidup yang sia-sia, tanpa arti, tanpa makna bagi siapapun. Hadirnya Yohanes Pembaptis dan juga Yesus Kristus adalah sukacita dan keselamatan. Maka, mari kita menghargai hidup kita dan juga hidup siapapun sehingga hadirnya kita selalu mampu menjadi sukacita dan keselamatan bagi banyak orang. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 26 Desember 2019

Pesta St. Stefanus, Martir

“Dan kamu akan dibenci oleh semua orang karena nama-Ku, tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat,” menjadi kalimat penutup Injil hari ini, adalah gambaran bahwa menjadi murid Kristus dan bersaksi tentang kebenaran iman membutuhkan pengorbanan, bahkan nyawa. Siap untuk ditinggalkan, siap untuk dijauhi, siap untuk ditolak, siap untuk diasingkan, siap untuk mengalami penderitaan, bahkan siap saat nyawa harus menjadi taruhannya. Ini pun situasi yang dialami oleh Santo Stefanus, martir pertama. Ia harus dirajam hanya karena bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus. Inilah kemartiran pada zaman itu. Bagaimana dengan kemartiran kita pada zaman ini? Selalu mampu dan beranikah kita menjadi saksi kebenaran iman akan Kristus?

Kita juga dipanggil dan diutus untuk menjadi martir-martir kekinian. Saat kehidupan sudah jauh dari kebaikan dan kebenaran akan iman, hendaknya kita menjadi garda terdepan yang selalu terus memberikan kesaksian. Bukan dengan cara berbicara lantang bahkan kasar tentang Kristus atau menampakkan atribut-atribut kekatolikan kita di jalan-jalan, melainkan dengan cara menjadikan hidup sebagai saksi-saksi dari buah kebenaran iman akan Kristus. Di saat hidup dalam kasih dan persaudaraan sudah mati dan hancur, kitalah yang seharusnya menghidupkan dan membangun kembali hidup dalam persekutuan cinta. Di saat damai, saling menghormati dan toleransi dalam persaudaraan semakin terkikis dan hilang, kita mulai untuk menampilkan kerukunan dan indahnya toleransi. Di saat hidup dipenuhi dengan semakin merajalelanya amarah dan kebencian, saling menghina, mencaci dan menghujat satu sama lain, di saat itulah kita hendaknya mengubahnya menjadi hidup yang penuh cinta dan ketulusan untuk saling menghormati, saling menguatkan dan meneguhkan. Kemartiran terjadi saat kebenaran akan iman terwujud dalam hidup kita sehari-hari. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 27 Desember 2019

Pesta St. Yohanes, Rasul dan Penulis Inji

Relasi atau kedekatan Rasul Yohanes dengan Yesus tampak lebih intim daripada para rasul yang lain. Hal ini yang membuat Yohanes mampu mengalami dan merasakan kasih Allah dalam diri Yesus. Yohanes mampu menangkap firman dan menjadikan firman itu hidup. Tulisan-tulisan Rasul Yohanes, baik dalam Injil maupun dalam surat-suratnya, selalu menggunakan refleksi dan teologis yang mendalam tentang Yesus dan perutusan-Nya. Dalam tulisannya pula Yohanes selalu menyatakan diri secara tersirat sebagai pribadi yang dikasihi. Hal ini juga yang membuat Yohanes di saat-saat akhir dalam hidupnya selalu memberikan nasihat dan ajaran yang sama dan berulang, “Anak-anakku, cobalah kamu saling mengasihi.” Ini membuat banyak orang menjadi bingung dan bertanya-tanya. Atas pertanyaan banyak orang mengapa ajarannya selalu sama, Yohanes menjawab, “Karena itulah ajaran Tuhan yang utama dan jikalau kamu melakukannya, sudah cukuplah yang kamu perbuat.”

Saudaraku, ternyata masih sulit bagi kita untuk mampu hidup saling mengasihi. Kita selalu gagal menjadi pribadi yang mengasihi. Kita bukan hidup saling mengasihi tetapi justru mematikan dan menghancurkan kasih itu. Hal ini terjadi karena kita tidak mampu mengalami dan merasa sebagai pribadi yang dikasihi oleh Allah. Kasih Allah yang luas dan dalam tidak pernah mampu kita alami dan kita rasakan. Kita belum mampu mengalami hal seperti yang dialami oleh Rasul Yohanes. Sumber dan dasar dari manusia untuk berbuat kasih adalah kemampuannya menangkap dan merasakan kasih dari Allah lewat setiap peristiwa apapun dalam hidupnya. Kemampuan mengalami dan merasa sebagai pribadi yang dikasihi oleh Allah adalah kekuatan kita untuk hidup saling mengasihi. Selama kita belum mampu mengalami dan merasakan sebagai pribadi yang dikasihi oleh Allah, sampai kapanpun kita tidak akan pernah mampu mengasihi. Saudaraku, mari miliki relasi dan kedekatan yang intim dengan Yesus sampai kita mampu mengalami dan merasakan sebagai pribadi yang dikasihi Allah. Jadikan hidup kita sebagai firman yang hidup karena kasih menjadi yang utama. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 28 Desember 2019

Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir

Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. Jika kita mengaku hidup dalam persekutuan dengan Allah namun hidup dalam kegelapan, maka kita berdusta. Akan tetapi Yesus telah menyucikan, menguduskan dan memurnikan kita dengan darah-Nya. Kita telah diangkat dan dipilih untuk menjadi kudus dan hidup dalam kemurnian. Maka jika kita mengatakan tidak memiliki dosa, kita menipu diri kita sendiri, kita berdusta. Oleh karena itu, kita yang sudah ditebus, dikuduskan, disucikan dan dimurnikan hendaknya mulai hidup tanpa dosa lagi. Berjuang, bertahan dan berusaha hidup kudus dan murni.

Hari ini kita merayakan Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir. Kanak-kanak yang terbunuh oleh amarah, kebengisan dan ketakutan Herodes karena kekuasaannya terancam. Dosa telah merasuki diri Herodes saat itu sehingga ia menjadi simbol hancurnya kesucian dan kemurnian dalam diri manusia. Sedangkan kanak-kanak suci menjadi simbol hidup yang selalu ada dalam kekudusan dan kemurnian. Saat hidup hanya dikuasai oleh nafsu kedagingan, amarah, ambisi berkuasa, maka saat itu nilai kekudusan dan kemurnian mulai hancur. Yang terjadi hanya amarah, kebencian, kebengisan, kejahatan dan saling menghancurkan juga memusnahkan. Saudaraku, kita diingatkan bahwa sejatinya oleh Kristus kita sudah dipanggil, dipilih dan diangkat untuk menjadi kudus dan murni. Mari terus berjuang menjaga kekudusan dan kemurnian itu dengan menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Matikan nafsu kedagingan kita, redam amarah, buang kebencian, hentikan ambisi-ambisi kejahatan.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 29 Desember 2019

Pesta Keluarga Kudus: Yesus, Maria dan Yusuf

Yesus, Maria dan Yusuf adalah keluarga kudus dari Nazareth yang seharusnya menjadi teladan kehidupan bagi keluarga Katolik, terlebih di jaman sekarang ini banyak sekali keluarga mengalami keretakan dan kehancuran, banyak keluarga telah kehilangan nilai dan martabat yang luhur dan suci sebagai sebuah keluarga. Nilai cinta dan kesetiaan, nilai kejujuran dan kehormatan, nilai keadilan dan tanggung jawab seolah menjadi hal tidak penting lagi dalam keluarga. Banyak keluarga tidak lagi hidup dalam persekutuan cinta, tidak lagi mampu hidup dalam kasih satu sama lain sesama anggota keluarga. Sebaliknya, keluarga banyak yang berantakan karena hilangnya cinta dan kesetiaan, kejujuran dan keadilan, kehormatan dan tanggung jawab. Banyak keluarga tidak lagi memiliki kata “tolong”, “terimakasih”, dan “maaf”. Minggu ini Gereja merayakan pesta Keluarga Kudus supaya kita kembali merefleksikan dan memaknai kehidupan keluarga kita masing-masing.

Kita diingatkan lagi sebagai pribadi yang telah diangkat sebagai anak-anak Allah untuk mampu terus menjalankan perintah Allah. Hidup dalam persekutuan kasih. Inilah situasi yang harus ada dalam kehidupan sebuah keluarga. Kasih hendaknya menjadi dasar dan pondasi kokoh dalam menjalani kehidupan keluarga. Keluarga akan menjadi kudus saat keluarga ini dikuasai oleh kasih. Kasih adalah wujud kehadiran Allah dalam keluarga. Saat hidup sebuah keluarga hanya menghilangkan, melenyapkan dan menghancurkan kasih, maka Allah tidak pernah hadir bagi keluarga tersebut. Keluarga seperti ini menjadi keluarga yang jauh dari cinta dan berkat Allah, keluarga tidak akan pernah mengalami kekudusan. Saudaraku, semoga mulai saat ini kita sebagai anggota sebuah keluarga, entah sebagai suami, istri, anak-anak dan siapapun, mulai untuk hidup dalam persekutuan kasih tersebut.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 30 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Hari Keenam dalam Oktaf Natal

Dalam suratnya Rasul Yohanes mengatakan, “Jangan mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jika orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu. Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia. Dan dunia ini sedang melenyap bersama keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya.” Pesan ini begitu relevan hingga saat ini. Banyak manusia meskipun beriman ternyata menjadi hancur, rusak, rapuh, dan lumpuh karena lebih mengasihi dunia. Bagaimana dengan diri kita?

Saudaraku, saat kita lebih mengasihi dunia maka sesungguhnya kita sedang dikuasai oleh nafsu keinginan daging, keinginan mata serta hidup dalam keangkuhan diri. Bisa jadi kita merasa beriman dan punya Tuhan, tetapi faktanya hidup kita menampakkan sikap yang egois, arogan, ingin menguasai, materialistis, hedonis, dan mengukur segala sesuatu dengan nilai keduniawian. Hal ini akhirnya membuat kita gagal menjalankan kehendak Bapa. Hana, seorang janda yang setia, memberikan kita teladan bagaimana hidup di dunia tanpa mengasihi dunia dengan keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan. Hidupnya selalu penuh dengan doa dan puasa sehingga ia mampu mengenali tanda keselamatan dalam diri kanak-kanak Yesus. Saudaraku, mari berjuang untuk tidak hidup mengejar keinginan daging, keinginan mata serta keangkuhan diri supaya kita mampu menjalankan kehendak Bapa dan tidak kehilangan hidup. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 31 Desember 2019

Inspirasi Bacaan Harian Hari Ketujuh dalam Oktaf Natal

Marah dan sakit hati, kecewa dan kesal, ingin membalas dendam. Inilah sikap dan perasaan yang muncul saat iman kita dihina, saat Tuhan yang kita muliakan direndahkan oleh orang lain, saat Yesus Kristus dijatuhkan dan dicemooh oleh kata-kata dan juga tindakan. Mereka bagaikan orang-orang yang antikristus seperti yang digambarkan dalam surat Rasul Yohanes. Contoh nyata situasi tersebut adalah larangan mengucapkan selamat natal yang saat ini sedang viral. Kita merasa iman kita akan Yesus Kristus direndahkan, merasa disudutkan, merasa dicemooh dan sebagainya. Saudaraku, sikap dan perasaan kita yang marah, sakit hati, kesal dan kecewa bahkan ingin membalas dendam adalah hal wajar. Tetapi, penting bagi kita, melalui situasi dan peristiwa tersebut, untuk juga semakin merenungkan kualitas keimanan kita. Apakah kita layak dan pantas dengan iman yang kita miliki saat ini untuk marah dan sakit hati, kesal dan kecewa, juga seolah berhak membalas dendam? Jangan-jangan sikap hidup kita selama ini juga antikristus karena tidak menunjukkan hidup sebagai anak-anak Allah yang dikuasai terang.

Yesus Kristus yang hadir ke dunia telah mengangkat harkat martabat manusia. Dia adalah firman yang menjadi manusia. Siapapun yang percaya dan menerima Dia akan diberi-Nya kuasa menjadi anak-anak Allah. Anak-anak Allah hidup dalam cahaya terang karena Yesus adalah terang itu sendiri yang hadir bagi dunia yang gelap. Anak-anak Allah tidak hidup dalam kuasa kegelapan. Saudaraku, karena kita telah percaya dan menerima Yesus, maka kita adalah anak-anak Allah yang seharusnya hidup dalam terang. Maka, tidak perlu kita menjadi marah dan sakit hati, tidak perlu kita kesal dan kecewa, tidak perlu juga kita membalas dendam. Ketika kita marah dan sakit hati, kecewa dan kesal, ingin membalas dendam, maka tidak ada bedanya kita dengan golongan antikristus. Lebih baik bagi kita untuk terus berjuang dan berusaha mempertahankan dan menjaga martabat kita sebagai anak-anak Allah dengan hidup di dalam terang. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Leave a Comment