Posted on: 01/12/2019 Posted by: RD Lucius Joko Comments: 0
Keuskupan Agats

Renungan 1 November 2019

HR Semua Orang Kudus

Kekudusan itu bukan gelar, bukan sebuah tahta kedudukan atau jabatan. Kekudusan lebih pada situasi atau keadaan. Hidup kudus itu bukan nanti atau yang akan datang tetapi mulai berproses menuju kekudusan saat ini dan detik ini. Oleh rahmat pembaptisan, kita adalah orang-orang yang telah dipilih dan dipanggil menjadi anak-anak Allah. Kita telah dikuduskan lewat darah Anak Domba. Kita telah diserupakan dengan Yesus Kristus, Anak Allah. Sungguhkah hidup kita sudah pantas dan layak untuk kekudusan itu?

Hidup menuju kekudusan adalah rahmat yang harus diperjuangkan. Meskipun kita sudah dikuduskan, hendaknya kita selalu berusaha menjaga kekudusan itu lewat sikap hidup kita sehari-hari. Para kudus yang kita rayakan hari ini memberi keteladanan bahwa hidup menuju kekudusan adalah hidup yang mau berproses dalam pertobatan nyata yang terus menerus. Proses pertobatan yang nyata dalam diri bisa kita mulai dengan belajar memiliki pikiran yang bersih dan sehat, pikiran yang positif, bukan pikiran yang negatif, jahat dan picik. Belajar mulai memiliki perkataan yang bersih, membangun dan menyejukkan, bukan perkataan yang kotor, menghancurkan, penuh kebencian dan hujatan. Belajarlah punya hati yang damai dan tulus, bukan hati yang mendendam, penuh kebencian dan amarah. Hidup menuju kekudusan juga diteladankan oleh para kudus dengan cara memiliki hidup miskin di hadapan Allah, yang artinya hidup selalu menyadari kelemahan, keterbatasan dan dosa sehingga hidup sungguh hanya mengandalkan kekuatan Allah, berserah total pada kekuatan Allah. Saudaraku, mari mulai berproses untuk memiliki hidup yang menuju pada kekudusan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 2 November 2019

Hari Raya Pengenangan Semua Arwah Orang Beriman

“Sebab inilah kehendak BapaKu, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”

Inilah pernyataan dari Yesus kepada kita. Kita sudah dinobatkan dan dimateraikan sebagai milik abadi Allah. Kita tidak akan pernah dibuang. Meskipun ada kematian, tetapi selalu ada harapan akan kebangkitan. Kita akan hidup dalam persekutuan utuh, sempurna dan abadi dengan Allah dalam kedamaian kekal di surga. Hari ini kita merayakan pengenangan arwah semua orang beriman. Saudara-saudara kita yang telah meninggal kita doakan dengan penuh iman sehingga saudara-saudara kita menuju persekutuan utuh, sempurna dan abadi dengan Allah. Berdoa bagi arwah saudara-saudara kita yang telah meninggal adalah wujud iman.

Pertama, saat kita berdoa bagi saudara-saudara kita yang telah meninggal berarti kita percaya terhadap iman akan kebangkitan. Kita percaya akan adanya keselamatan kekal, hidup abadi. Kematian bukan akhir melainkan awal kehidupan kekal. Lewat kematian hidup bukan dimusnahkan, melainkan diubah menuju keabadian. Dalam hal ini, doa-doa kita bagi saudara-saudara kita yang telah meninggal membantu proses pemurnian mereka untuk sampai mengalami persekutuan utuh, sempurna dan abadi bersama Allah. Kedua, mendoakan saudara-saudara kita yang telah meninggal akan membawa kita dalam permenungan tentang misteri kematian itu sendiri. Siapapun kita pasti akan mengalami kematian. Maka, hidup kita hendaknya semakin baik dan benar seturut kehendak-Nya. Kita siapkan saat kematian kita kelak dengan memiliki hidup baik dan benar bagi Allah. Kita telah menjadi milik abadi Allah. Allah tidak ingin ada yang hilang dan terbuang. Allah ingin kita semua mengalami keselamatan dan hidup dalam persekutuan abadi dengan-Nya.

Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 3 November 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXXI

Yesus bersabda: “Hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham. Sebab anak manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.” Pernyataan Yesus ini muncul saat Zakheus mengalami pertobatan yang hebat. Selama ini ia telah menjadi pribadi yang hilang, tetapi ia ditemukan kembali, menjadi pribadi yang berada di luar keselamatan akhirnya mendapatkan keselamatan, yang telah mati tetapi hidup kembali. Gerak pertobatan Zakheus sungguh luar biasa.

Gelisah, cemas, takut, tidak damai dan menghindar adalah ciri dari pribadi yang ada dalam dosa. Hal ini juga yang dialami oleh Zakheus saat melihat Yesus. Tetapi, saat Yesus melihat dan memanggil Zakheus, Zakheus mampu mendengar, menanggapi dan menjawab Yesus. Hati Zakheus mau terbuka untuk dibentuk. Sukacita Zakheus di dalam Tuhan membawanya dalam sebuah pertobatan yang luar biasa.

Kita pun sering ada dalam situasi seperti Zakheus. Bedanya, jika Zakheus mampu mendengar, menanggapi dan menjawab sapaan Yesus, kita tidak. Kita tidak mampu memiliki hati yang terbuka untuk siap dibentuk. Kita cenderung bertahan dalam keegoisan yang membuat dosa tetap ada dalam hidup kita. Akhirnya kita menjadi hilang, lepas dari keselamatan dan jiwanya mati.

Saudaraku, mari berjuang dan berusaha mengalami sukacita dalam Tuhan lewat kemampuan mendengar, menanggapi dan menjawab sapaan Tuhan. Mari miliki hati yang selalu terbuka untuk siap dibentuk sehingga akhirnya kita tidak lagi hilang, tidak lepas dari keselamatan dan tidak mati jiwanya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 4 November 2019

PW St. Karolus Borromeus, Uskup

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXXI

Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Paulus memberikan penegasan kepada kita bahwa Allah yang kita imani adalah Allah dengan kekayaan, kebijaksanaan dan pengetahuan yang begitu dalam. Keputusan-Nya tidak terselidiki, jalan-Nya tidak terselami. Namun yang pasti, Allah kita adalah Allah yang penuh kasih dan kemurahan hati yang total, tanpa batas, tanpa syarat dan balasan. Hal ini juga yang ditegaskan oleh Yesus dalam Injil, yaitu supaya saat kita mengadakan pesta janganlah mengundang sahabat, saudara, kaum keluarga, tetangga yang kaya, melainkan mengundang mereka yang miskin, cacat, lumpuh dan buta.

Saudaraku, seringkali kita berbuat kasih dan kebaikan memang dengan tujuan untuk “show off” atau pamer, untuk mendapatkan balas jasa, dan juga untuk mendapatkan pengakuan. Situasi ini bukan situasi yang dikehendaki oleh Allah karena kasih dan kebaikan kita menjadi tidak total, terbatas, penuh syarat, dan menuntut balas. Kita berasal dari Allah maka hendaknya kita mampu memiliki kasih dan kemurahan hati yang total, tanpa batas, tanpa syarat, dan tanpa balas jasa terlebih bagi sesama yang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Inilah karakter hidup demi kemuliaan Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 5 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXXI

Dalam Injil, Yesus menggambarkan iman kita dengan sebuah perumpamaan tentang undangan perjamuan makan. Para undangan istimewa ternyata tidak bisa hadir, tidak menanggapi undangan itu karena sibuk dengan urusan pribadi masing-masing. Akhirnya Tuan pemilik pesta marah dan mengundang mereka yang miskin, cacat, buta dan lumpuh, juga siapapun yang ada di jalan. Saudaraku, apakah hidup kita saat ini adalah hidup yang menanggapi undangan pesta perjamuan Allah?

Undangan dari Allah adalah undangan spiritual. Allah ingin kita hadir dalam rumah kasih dan kebaikan-Nya. Sayangnya, kita pun terkadang sibuk dengan urusan pribadi yang duniawi. Kita menolak dan tidak menanggapi undangan dari Allah. Kita menolak dan lepas dari rumah kasih dan kebaikan Allah. Akibatnya, hidup kita bertentangan dengan kasih dan kebaikan. Kita menghancurkan kasih dan kebaikan itu sendiri. Kasih kita pura-pura, kita justru dekat dengan kejahatan dan menjauhi kebaikan. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma mengingatkan dan menyadarkan kita bagaimana hidup sebagai pribadi yang menanggapi undangan perjamuan pesta Allah. Mari kita lakukan keteladanan itu. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 6 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXXI

Yesus bersabda, “Demikianlah setiap orang di antaramu yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Pernyataan Yesus ini menjadi syarat kemuridan yang sejati. Karakter murid sejati adalah taat dan setia pada hukum Tuhan. Kegenapan hukum Tuhan adalah kasih. Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia dalam bentuk apapun. Bagaimana dengan diri kita?

Saudaraku, kita gagal menjadi murid yang sejati karena kita masih terikat dengan milik diri. Kita menjadi pribadi-pribadi yang belum selesai dengan diri sendiri. Akhirnya, hidup kita sering jatuh dalam ketidaktaatan dan ketidaksetiaan akan hukum Tuhan. Artinya, kita tidak mampu hidup sebagai kasih, tetapi justru selalu hidup jahat bagi sesama. Pikiran kita negatif, perkataan kita menyakiti, hati kita busuk dan mendendam, perilaku kita selalu merugikan orang lain. Saudaraku, mari berjuang dan berusaha menjadi murid yang sejati, yang selalu mampu hidup sebagai kasih karena kasih adalah kegenapan hukum Tuhan.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 7 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXXI

Dalam suratnya, Paulus mengatakan bahwa entah hidup entah mati, kita adalah milik Tuhan. Sesungguhnya tidak ada manusia yang hidup untuk dirinya sendiri atau mati untuk dirinya sendiri. Hidup dan mati kita hanya untuk Allah. Maka, tidak ada lagi yang perlu kita takutkan, cemaskan dan khawatirkan dalam diri kita. Sebaliknya, karena diri kita entah hidup atau mati adalah milik Allah, hendaknya selalu mengarah kepada kebaikan dan mengusahakan pertobatan. Apakah kita sudah melakukan ini?

Kita seringkali tidak hidup untuk Allah, bahkan bukan mati untuk Allah. Banyak kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran dalam diri kita seolah kehidupan dan kematian ini milik kita. Hal ini akhirnya membuat kita gagal memiliki hidup yang mengarah kepada kebaikan dan mengusahakan pertobatan. Tidak sadar bahwa hidup dan mati kita milik Allah membuat kita sibuk dengan ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran yang justru semakin membawa kita menjauh dari kebaikan dan pertobatan. Saudaraku, mari menyadari bahwa hidup dan mati kita adalah milik Allah sehingga kita tidak lagi ada dalam ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran, bahkan mampu mengarahkan diri pada kebaikan dan pertobatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 8 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXXI

Paulus mewartakan Yesus kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi. Hidup Paulus telah menjadi kesaksian tentang Yesus Kristus bagi banyak bangsa. Maka, dalam suratnya ia mengatakan, “Mereka yang belum pernah menerima berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka yang belum pernah mendengar tentang Dia, akan mengerti-Nya.” Saudaraku, bukankah hidup kita pun hendaknya menjadi kesaksian tentang Dia bagi banyak orang?

Hidup sebagai kesaksian tentang Yesus Kristus memang tidak mudah. Kita harus mampu menjadi anak-anak terang yang hidup sebagai anak-anak dunia. Bahkan, oleh Yesus anak-anak dunia dianggap lebih cerdik terhadap sesamanya daripada anak-anak terang. Bagaimana hidup sebagai anak-anak terang dalam dunia ini itulah hidup sebagai kesaksian tentang Dia. Hidup yang terus mewujudkan nilai cinta kasih, nilai perdamaian dan pengampunan, nilai persaudaraan dan keadilan. Hidup sebagai anak-anak terang yang berarti juga hidup sebagai kesaksian tentang Yesus Kristus adalah hidup yang terus mengusahakan dan menciptakan kebaikan bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Semoga hidup kita adalah kesaksian tentang Yesus Kristus sehingga mereka yang belum pernah mendengar berita tentang Dia, akan melihat Dia, dan mereka yang belum pernah mendengar tentang Dia, akan mengerti-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 9 November 2019

Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran

Mengapa ke gereja? Untuk apa ke gereja? Apa motivasi dan intensi datang ke gereja, aktif di gereja, hidup menggereja? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas baik untuk kita refleksikan. Banyak di antara kita ternyata belum mampu mencintai rumah Tuhan. Banyak di antara kita juga “berdagang” di rumah Tuhan. Kita tidak sadar bahwa sesungguhnya hidup kita sendiri adalah wujud Bait Allah yang suci dan kudus. Tetapi, kita sering gagal menjaga kesucian dan kekudusan rumah Tuhan, gereja, Bait Allah itu sendiri.

Datang dan hadir ke gereja supaya dilihat dan diakui. Aktif dan rajin pelayanan supaya dipuji, dihormati dan dihargai. Semangat menggereja supaya dikenal, lalu mencari keuntungan pribadi dari kegiatan menggereja. Bukankah ini berarti kita juga “berdagang”? Kita bukan melayani dan menghidupi gereja, tetapi mencari penghidupan dari gereja. Kita sudah merusak dan menghancurkan kesucian dan kekudusan rumah Tuhan. Kita juga layak diusir oleh Yesus.

Sepertinya kita harus memurnikan motivasi dan intensi kita. Bait Allah atau Rumah Allah digambarkan dalam bacaan pertama sebagai tempat yang memancarkan air hidup, memancarkan aura kehidupan yang positif. Ada kelegaan, kesegaran, harapan, kesembuhan, kehidupan dan keselamatan. Siapapun yang datang dan hadir akan merasakan dan mengalami itu semua. Oleh Paulus kita disadarkan bahwa Bait Allah itu adalah diri kita sendiri. Kita adalah tempat Allah bersemayam. Bait Allah adalah kita dan Roh Allah tinggal dalam diri kita. Jika ada yang membinasakan Bait Allah, maka Allah akan membinasakannya juga sebab Bait Allah adalah kudus dan Bait Allah adalah kita. Mari jaga kesucian dan kekudusan hidup kita. Jangan rusak diri kita dengan kedosaan. Jangan lagi kita aktif, melayani dan menggereja hanya untuk “berdagang”. Mari menjaga kesucian berpikir, kesucian berbicara, kesucian bersikap. Hendaknya hidup kita sebagai Bait Allah adalah air yang menghidupkan, memancarkan kelegaan, kesegaran, harapan, kesembuhan, kehidupan dan keselamatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 10 November 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXXII

Banyak manusia beranggapan bahwa kehidupan setelah kematian itu sama atau serupa dengan kehidupan saat di dunia. Hal ini yang juga ada dalam pikiran orang-orang Saduki yang tidak percaya akan kebangkitan. Konsep kebangkitan badan dan kehidupan kekal hendaknya disadari sebagai pengharapan menuju persekutuan abadi dan sempurna dengan Allah. Selama ada kehidupan sesungguhnya harapan selalu ada. Bahkan, iman kita mengajarkan bahwa kematian itu bukan akhir kehidupan tetapi justru menjadi awal kehidupan. Saudaraku, apakah sungguh hidup kita mencerminkan iman ini?

Manusia yang percaya iman akan kebangkitan hidupnya akan selalu menampakkan hidup yang memiliki pengharapan, bahkan kematian pun bukan dianggap sebagai akhir dari hidup. Sebaliknya, manusia yang tidak percaya tentang iman akan kebangkitan hidupnya akan selalu menampakkan hidup yang ada dalam situasi kurang percaya, ragu bahkan putus asa. Hidup yang selalu takut untuk menghadapi dan mengalami kematian.

Jelas bagi kita saat ini, jika percaya terhadap iman akan kebangkitan, maka milikilah hidup yang selalu penuh pengharapan dalam situasi apapun dalam hidup kita. Sebaliknya, jika hidup kita selalu ragu, tidak percaya bahkan selalu putus asa terhadap kehidupan, itu adalah tanda bahwa kita tidak memiliki iman akan kebangkitan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 11 November 2019

PW St. Martinus dari Tours, Uskup

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXXII

Manusia yang mampu mengampuni adalah manusia yang memiliki kebijaksanaan. Kebijaksanaan adalah roh yang sayang akan manusia. Hal inilah yang tertulis dalam kitab Kebijaksanaan. Jadi jika manusia di dalam hidupnya ada roh kebijaksanaan, maka hidupnya akan selalu mengutamakan kasih sayang terhadap sesamanya. Sebaliknya, jika dalam diri manusia tidak ada kasih sayang terhadap sesama, maka dipastikan tidak ada roh kebijaksanaan dalam hidupnya.

Injil mengajarkan tentang pengampunan, hal yang paling sulit dilakukan, terlebih memberi pengampunan kepada mereka yang telah menyakiti, melukai, menghancurkan hidup kita. Bahkan, tidak hanya satu kali melainkan berkali-kali. Tetapi, Allah ingin kita memiliki pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat. Hanya mereka yang memiliki kebijaksanaan dapat melakukannya. Roh kebijaksanaan adalah roh yang membuat manusia mengutamakan kasih sayang terhadap sesamanya. Saudaraku, kita telah dipilih dan dipanggil menjadi manusia yang diberi roh kebijaksanaan oleh Allah, maka mari mulai memberikan pengampunan kepada siapapun yang telah menyakiti, melukai dan menghancurkan kita sebelum roh kebijaksanaan hilang dari dalam diri kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 12 November 2019

PW St. Yosafat, Uskup dan Martir

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXXII

Hidup rendah hati di hadapan-Nya adalah hal yang diinginkan oleh Allah. Kerendahan hati yang mencerminkan sikap seorang hamba, bahkan hamba yang tidak berguna, yang hanya melakukan apa yang harus dilakukan. Hal ini semakin ditegaskan dalam Kitab Kebijaksanaan bahwa manusia memang telah diciptakan, dipilih dan dipanggil untuk kebakaan atau keabadian. Manusia dijadikan sehakikat dan secitra dengan Allah. Sikap rendah hati bagai hamba yang tak berguna inilah yang akan mengantar manusia mencapai keabadian, kemuliaan kekal bersama Allah.

Dalam kenyataannya, manusia jauh dari sikap rendah hati bagai hamba yang tidak berguna. Manusia cenderung hidup menjadi tuhan-tuhan kecil yang justru menolak Allah. Manusia yang seharusnya memahami kebenaran lebih memilih melakukan kejahatan, yang seharusnya hidup dalam kesetiaan dan belas kasih lebih memilih hidup dalam kebencian dan permusuhan, yang seharusnya mendamaikan dan menyatukan lebih memilih menciptakan pertikaian dan perpecahan. Saudaraku, mari berhenti menjadi tuhan-tuhan kecil yang membuat kita jauh dari sikap rendah hati, sikap sebagai hamba yang tidak berguna di hadapan Allah karena hal ini hanya akan menghancurkan dan menggagalkan kita untuk mencapai hidup dalam keabadian, hidup dalam kemuliaan kekal bersama Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 13 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXXII

Manusia yang mampu mengucap syukur dalam segala hal, inilah yang diinginkan oleh Allah. Kemampuan mengucap syukur dalam segala hal adalah wujud kebijaksanaan. Sadar sebagai manusia yang penuh kelemahan dan keterbatasan sehingga selalu mengandalkan kekuatan Tuhan. Sebaliknya, manusia yang tidak mampu bersyukur adalah manusia yang jauh dari kebijaksanaan. Biasanya menjadi sombong, angkuh, karena mengandalkan kekuatan dirinya yang sesungguhnya terbatas. Saudaraku, sudah mampukah kita bersyukur dalam segala hal?

Tak jarang kita masih saja sulit bersyukur dalam segala hal. Kita sering merasa Tuhan belum memberikan apa yang kita mau dan inginkan. Kita merasa apa yang telah kita miliki dan mampu lakukan adalah karena kekuatan diri kita, bukan karena campur tangan kekuatan Tuhan. Kita semakin sulit bersyukur saat hidup seolah menjadi sia-sia, tak berguna dan tanpa harapan. Kita menjadi manusia yang jauh dari kebijaksanaan, yang artinya juga jauh dari Tuhan karena kebijaksanaan adalah sifat dan sikap Tuhan itu sendiri. Semoga kita tidak terus hidup dalam kesombongan yang selalu mengandalkan kekuatan diri sendiri sehingga mampu bersyukur dalam segala hal sebagai wujud manusia yang memiliki kebijaksanaan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 14 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXXII

Banyak manusia mencari dan menuntut tanda tentang Kerajaan Allah. Padahal, Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah. Tetapi, Yesus menegaskan bahwa Kerajaan Allah sudah ada di tengah-tengah kita. Manusia yang mampu mengalami bahkan menghadirkan Kerajaan Allah adalah manusia yang memiliki kebijaksanaan dalam hidupnya.

Saudaraku, kita belum mampu mengalami hadirnya Kerajaan Allah di tengah kita, apalagi sampai menghadirkan Kerajaan Allah. Hal ini karena kita masih gagal untuk mampu hidup dalam kebijaksanaan. Kebijaksanaan hadir saat manusia memiliki keintiman dengan Tuhan. Kesatuan manusia dengan Tuhan akan terwujud dalam sikap manusia yang bijaksana cara berpikirnya, cara berkatanya, cara merasanya dan cara bersikapnya. Situasi ini yang akan memampukan manusia mengalami Kerajaan Allah sekaligus menghadirkan Kerajaan Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa bahagia

RDLJ

Renungan 15 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXXII

Manusia mampu merasakan kekaguman pada banyak hal. Entah pada alam ciptaan yang indah, karya yang luar biasa, talenta yang dahsyat, karsa yang menakjubkan dan sebagainya. Tetapi, semua hanya berhenti pada sikap kagum semata sehingga tidak sampai kepada Tuhan yang menyebabkan kekaguman. Sikap ini yang akhirnya membuat manusia lemah dan gagal melihat dan mengalami tanda kehadiran Tuhan dalam hidupnya.

Saudaraku, saat kita mampu memiliki rasa kagum, hendaknya itu mengantar kita pada iman kepada Tuhan. Kemampuan mengalami kekaguman pada segala hal adalah sebuah kebaikan yang akan mengantar kita pada rasa dan sikap bersyukur. Terlebih, rasa syukur akan mengasah juga kepekaan kita terhadap kehadiran Tuhan dalam hidup. Kita akan mampu merasakan dan mengalami tanda kehadiran Tuhan di mana pun dan kapanpun. Saudaraku, mari jadikan kekaguman kita membuat kita mempunyai rasa dan sikap syukur yang memampukan kita untuk sadar, merasa dan mengalami hadirnya Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 16 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XXXII

Hakim yang lalim itu sangat berkuasa. Ia akhirnya membenarkan perkara si janda bukan karena kasih yang dimiliki, melainkan karena tidak mau terganggu oleh janda yang selalu datang kepadanya tanpa jemu. Allah kita pun adalah Allah yang penuh kuasa kuat. Namun, berbeda dengan hakim yang lalim, Allah kita selalu penuh dengan kasih yang luar biasa. Hal ini yang membuat Yesus ingin supaya kita mampu berdoa dengan tidak jemu-jemu karena jika hakim yang penuh kuasa tetapi tidak memiliki kasih saja mengabulkan permohonan si janda, apalagi Allah kita yang penuh kuasa kuat dan kasih yang luar biasa.

Sayangnya, kita bukan berdoa dengan tidak jemu-jemu, tetapi doa terkadang menjemukan buat kita. Kita sering merasa lelah berdoa, malas berdoa sehingga akhirnya menjadi tidak berdoa. Akhirnya kita semakin jauh dari Allah, semakin tidak mengenal Allah. Saat Yesus ingin supaya kita berdoa dengan tidak jemu-jemu, pertama-tama bukan perkara terkabulnya doa itu, tetapi supaya kita selalu mampu memiliki keintiman yang mesra dengan Allah. Keintiman yang mesra dengan Allah ini yang akan menjaga manusia tetap berada pada lingkaran rahmat dan kemuliaan Allah. Saudaraku, mari berdoa dengan tidak jemu-jemu sehingga kita memiliki keintiman yang mesra dengan Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 17 November 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXXIII

Di akhir Injil Yesus bersabda: “Tetapi tidak sehelai pun rambut di kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” Hal ini dikatakan Yesus  sebagai penghiburan supaya kita tidak pernah takut dan khawatir tentang hari akhir bahwa segala sesuatu di atas muka bumi tidak ada yang abadi, melainkan akan hancur binasa tanpa tersisa. Yesus ingin supaya kita justru selaku bertahan dalam ketekunan iman supaya tetap hidup. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Tesalonika juga memberikan penegasan supaya manusia jangan menyia-nyiakan hidupnya dengan hidup tidak tertib dan tidak bekerja. Mereka yang hidupnya tidak tertib dan tidak bekerja hanya akan ikut hancur dan binasa karena hari kedatangan Tuhan tidak disangka-sangka. Bagaimana hidup kita sejauh ini?

Saudaraku, meski kita sadar dunia ini tidak abadi, akan hancur binasa dan tidak tersisa, tetapi lucunya kita justru hidup demi dunia, mengagumi dunia dan terpusat pada keduniawian. Kekuasaan dan kedudukan, popularitas dan kehormatan, kekayaan dan materi kita kejar habis-habisan demi dunia. Hal ini tanpa kita sadari merusak dan menghancurkan sikap bertahan dan bertekun dalam iman. Kita tidak mampu dan gagal hidup tertib dalam nilai kebenaran dan bekerja dalam kebaikan.

Sikap bertahan dan bertekun dalam iman hendaknya kita jalankan dengan memiliki hidup tertib dalam nilai kebenaran dan bekerja dalam kebaikan. Sikap ini yang akan membuat kita akan tetap mendapatkan hidup meskipun dunia saatnya nanti akan hancur binasa tanpa tersisa. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 18 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXXIII

Saat pemerintahan Raja Antiokhus Epifanes yang jahat, ada gambaran menarik tentang bangsa Israel yang mencemarkan dirinya dengan berhala dan yang bertahan dalam kekudusan meskipun harus mati. Hal ini senada dengan kisah Injil tentang orang buta yang disembuhkan oleh Yesus. Orang buta ini gambaran bangsa Israel yang tetap teguh setia dalam kebenaran dan menjaga kekudusan karena hatinya mampu melihat Tuhan meskipun mata fisiknya buta. Sedangkan, bangsa Israel yang mencemarkan diri dengan berhala adalah gambaran manusia yang buta hatinya meskipun mata fisiknya melihat. Bagaimana dengan hidup kita?

Saudaraku, mari memohon kepada Tuhan dan berseru, “Tuhan, semoga aku melihat!” Mengapa hal ini perlu dan penting? Karena selama ini hidup kita tak jauh berbeda dengan bangsa Israel yang mencemarkan diri dengan berhala. Kita buta hati meskipun mata fisik melihat. Kita lebih senang mencemarkan diri kita dengan pikiran jahat dan negatif, dengan perkataan yang kasar dan menyakitkan, dengan sikap benci dan dendam, dengan perilaku yang merugikan sesama. Ya, kita memiliki hati yang buta sehingga tidak mampu melihat Tuhan meskipun mata fisik kita melihat. Mari sekali lagi memohon dan berseru, “Tuhan, semoga aku melihat!” Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 19 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXXIII

Eleazar menjadi teladan keteguhan iman. Ia tidak hidup dalam sikap pura-pura, kemunafikan dan kepalsuan. Ia hidup dengan kejujuran dan ketulusan meskipun harus menghadapi kematian. Dalam Injil dikisahkan tentang Zakheus yang bertobat. Ada keselamatan dimana kematian berubah menjadi kehidupan karena pertobatan.  Namun, banyak orang tidak suka melihat pertobatan Zakheus, tidak rela melihat Zakheus menjadi baik, iri hati saat Zakheus mendapatkan rahmat keselamatan. Orang-orang ini selalu merasa menjadi pribadi yang lebih suci, lebih benar dan lebih pintar sehingga mudah menghakimi dan menilai hidup sesama.

Saudaraku, tak jarang kita pun hidup seperti orang-orang yang menyaksikan persitiwa Zakheus bertobat. Bersungut-sungut jika ada sesama yang mengalami rahmat keselamatan, tidak rela saat sesama dianggap orang baik, iri hati dengan berkat yang dialami orang lain. Kita cenderung menghakimi dan menghujat karena merasa lebih suci, lebih benar dan lebih pintar. Inilah karakter manusia yang hidup dalam kepura-puraan, kemunafikan dan kepalsuan. Sesungguhnya kita yang paling membutuhkan pertobatan jika selalu bersikap seperti itu. Saudaraku, mari memiliki keteguhan iman seperti Eleazar yang tidak pernah hidup dalam kepura-puraan, kemunafikan dan kepalsuan untuk menganggap diri paling suci, paling benar dan paling pintar. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 20 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXXIII

Yesus bersabda, “Aku berkata kepadamu, setiap orang yang mempunyai, ia akan diberi; tetapi siapa yang tidak mempunyai, daripadanya akan diambil, juga apa yang ada padanya.” Kata-kata Yesus ini menyadarkan sekaligus menegaskan bahwa hidup hendaknya adalah sebuah pemberian diri bagi Allah dan bagi sesama. Singkatnya, hidup manusia hendaknya berbuah dan bermanfaat, menjadi berkat dan rahmat. Hal ini hanya bisa terwujud saat manusia mampu menjadi pribadi yang selalu bersyukur dan berbagi.

Saudaraku, seringkali kita belum mampu menjadikan hidup kita sebagai sebuah pemberian yang baik bagi Allah dan sesama. Kita masih selalu sibuk dengan kepentingan diri kita, apa yang menguntungkan bagi diri kita. Akhirnya kita menjadi pribadi yang sulit bersyukur, apalagi berbagi. Kita gagal menjadikan hidup kita sebagai hidup yang berbuah dan bermanfaat, yang menjadi rahmat dan berkat bagi sesama. Saudaraku, mari kita buang segala sifat yang selalu mementingkan diri sendiri, sifat yang membuat kita sulit bersyukur apalagi berbagi karena siapapun yang mempunyai akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai akan diambil, juga apa yang ada padanya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 21 November 2019

PW St. Maria Dipersembahkan kepada Allah

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXXIII

Santa Maria adalah teladan pribadi yang mampu mendengarkan sekaligus melaksanakan sabda Tuhan. Ia mempersembahakan seluruh hidupnya kepada Tuhan dan melaksanakan kehendak Bapa secara sempurna. Dalam Injil, Yesus menangisi kota Yerusalem yang sulit mendengar apalagi melaksanakan sabda Tuhan. Bagaimana dengan diri kita?

Setiap saat mungkin kita mendengarkan sabda Tuhan. Lewat media apapun sabda Tuhan selalu hadir dalam kehidupan kita. Tetapi, apakah kita juga serta merta melaksanakannya? Meskipun telah dibaptis, kita ternyata belum sungguh mampu mempersembahkan hidup kita seperti Santa Maria. Kita mungkin mendengar sabda Tuhan tetapi tidak melaksanakannya. Hidup kita bagaikan kota Yerusalem yang ditangisi oleh Yesus. Saudaraku, mari berbenah untuk mengikuti teladan Santa Maria yang mampu mendengarkan sekaligus melaksanakan sabda Tuhan sehingga hidup kita sungguh menjadi persembahan terbaik bagi Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 22 November 2019

PW St. Sesilia, Perawan dan Martir

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXXIII

Bacaan pertama Kitab Pertama Makabe mengisahkan tentang Yudas Makabe yang berhasil mengalahkan musuh dan berniat untuk mentahirkan Bait Allah dan menahbiskannya kembali. Bait Allah tercemar karena berhala ingin dikuduskan. Dalam Injil, Yesus pun memarahi para pedagang di Bait Allah dengan berkata, “Rumah-Ku adalah rumah doa. Tetapi kalian telah menjadikannya sarang penyamun!” Saudaraku bagaimana sikap kita selama ini terhadap gereja atau rumah doa kita?

Gereja sebagai rumah doa terkadang sering kita cemari, kita hancurkan kekudusannya. Mungkin bukan dengan menyembah berhala atau pun berdagang secara nyata,  tetapi gereja sering kita manfaatkan untuk mengejar posisi, kekuasaan dan kedudukan berbalut pelayanan. Gereja kita manfaatkan untuk mengejar pujian dan kehormatan berbalut keaktifan. Gereja kita manfaatkan untuk mencari materi dan keuntungan pribadi berbalut memberi bantuan. Semua sikap ini adalah pencemaran terhadap gereja, membuat kekudusan gereja hancur. Saudaraku, mari jadikan gereja sebagai rumah doa, kita kembalikan kekudusannya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 23 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XXXIII

Iman tentang kebangkitan akan dialami oleh mereka yang menyadari bahwa Allah mereka adalah Allah orang hidup, bukan orang mati. Hal ini tidak dapat disangkal lagi oleh karena hidup Yesus sendiri yang menjadi pembuktiannya. Ia hadir sebagai juruselamat yang mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak binasa. Maka, bagaimana memiliki hidup sebagai manusia yang Allahnya adalah Allah orang hidup?

Saudaraku, saat kita percaya bahwa Allah kita adalah Allah orang hidup, hendaknya hidup kita memang selalu menghadirkan aura kehidupan, bukan sebaliknya, yaitu hidup yang menghadirkan aura kematian. Manusia yang menghadirkan aura kehidupan adalah mereka yang memiliki pikiran sehat dan positif, memiliki perkataan yang menghibur dan membangun, memiliki hati yang damai, serta sikap hidup yang berdasarkan kasih. Sedangkan, manusia yang selalu menghadirkan aura kematian adalah mereka yang pikirannya selalu jahat dan negatif, perkataannya menyakiti dan menghancurkan, hatinya membenci, sikap dan perilakunya tidak berlandaskan kasih. Saudaraku, semoga kita mampu selalu memiliki hidup yang menghadirkan aura kehidupan karena Allah kita adalah Allah orang hidup. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 24 November 2019

Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam

“Yesus, ingatlah akan daku, apabila Engkau datang sebagai Raja!” Demikianlah ungkapan salah seorang penjahat yang disalib di sebelah kanan Yesus. Yesus pun menjawab, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga, engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” Saudaraku,  Yesus adalah sungguh Raja Semesta Alam yang membawa kita semua kepada keselamatan. Tetapi, apakah kita sungguh memahami dan menghidupi Kerajaan Kristus seperti apa dan bagaimana?

Kerajaan Kristus adalah Kerajaan Spiritual dengan tiga karakter kuat yang akan membawa kita kepada keselamatan. Pertama, Kerajaan Kristus adalah kerajaan surgawi bukan duniawi, kekal bukan fana. “Sic transit gloria mundi”, yang artinya segala kemuliaan di atas bumi akan binasa, hancur dan tidak abadi. Kerajaan Kristus ingin supaya kita bukan menjadi manusia yang mengejar kemuliaan duniawi, melainkan kemuliaan surgawi yang kekal. Kedua, Kerajaan Kristus adalah kerajaan pelayanan. “Servus servorum Dei”, yang artinya hamba dari segala hamba Allah. Inilah karakter Kerajaan Kristus di mana keselamatan akan terjadi saat setiap manusia mampu saling melayani dengan kasih. Ketiga, Kerajaan Kristus adalah kerajaan pengorbanan. Siapapun yang mau selamat hendaknya siap untuk menyelesaikan salib kehidupannya. Yesus sebagai Raja tidak pernah turun dari salib. Kita diharapkan mampu menjalani salib kehidupan kita secara sempurna.

Saudaraku, semoga melalui Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam kita semakin mampu memiliki karakter yang sesuai dengan Kerajaan Spiritual Kristus sehingga kita mampu mengalami keselamatan, hidup damai abadi bersama Sang Raja dalam Firdaus. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 25 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXXIV

Janda itu memberi lebih banyak karena ia memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi dari seluruh nafkahnya. Itulah kisah dalam Injil hari ini. Orang akan disebut sebagai orang yang bermental kaya sesungguhnya saat ia mampu memberi dari kekurangannya, bahkan memberikan seluruh nafkahnya. Karakternya, mudah berbagi dan tidak punya kekhawatiran akan hari esok karena mengandalkan Tuhan. Orang disebut sebagai orang bermental miskin sesungguhnya saat ia sulit dan pelit berbagi, merasa dirinya sendiri masih kurang dan terlalu cemas akan hari esok karena ragu akan kekuatan Tuhan. Bagaimana dengan hidup kita?

Kita cenderung menjadi orang bermental miskin. Meskipun diberi banyak rahmat dalam banyak hal entah kepandaian, harta atau pun mungkin kecakapan ternyata terkadang kita masih menjadi manusia yang sulit dan pelit berbagi, terlalu cemas akan hari esok, ragu akan kekuatan Tuhan. Saudaraku, mau sampai kapan kita bersikap sebagai orang bermental miskin? Mari ubah diri kita menjadi orang yang bermental kaya, yang selalu mudah berbagi apapun, kepada siapapun dan dimana pun, berani memberi dari kekurangan bahkan seluruh anugerah kita karena kita tidak pernah khawatir akan hari esok dan selalu hidup mengandalkan Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 27 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXXIV

“Karena nama-Ku kalian akan dibenci semua orang. Tetapi tidak sehelai pun rambut kepalamu akan hilang.” Demikianlah pernyataan Yesus kepada murid-murid-Nya. Hal ini memberi penyadaran dan penegasan bahwa dengan menjadi murid Yesus kita pasti akan diselamatkan namun harus juga berani menerima dan mengalami penderitaan dan penganiayaan. Saudaraku, mungkin kita bertanya, untuk apa menjadi murid Yesus jika hanya mengalami penderitaan dan penganiayaan?

Penderitaan dan penganiayaan adalah situasi sulit, situasi berat, situasi tidak aman dan nyaman, situasi yang menyakitkan dan menyedihkan. Hidup sebagai murid Yesus memang akan dibenci dan ditolak dunia. Inilah penderitaan dan penganiayaan. Murid Yesus yang berjuang hidup dalam kebenaran, kebaikan, kejujuran, keadilan, kasih dan perdamaian seringkali justru dimusuhi dan ditolak oleh dunia. Bagaimana kita menyikapi hal ini? Jelas, Yesus ingin kita bertahan supaya kita tetap memperoleh hidup. Saudaraku, mari berjuang, berusaha dan bertahan untuk selalu hidup dalam kebenaran, kebaikan, kejujuran, keadilan, kasih dan perdamaian meskipun dunia memusuhi dan menolak kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 28 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXXIV

Kengerian dan ketakutan tentang akhir zaman begitu tergambar dalam kisah Injil saat Yesus menjelaskan tentang keruntuhan Yerusalem kepada para murid-Nya. Benarkah situasi dan keadaan ini yang nanti akan kita alami? Mengapa kedatangan Allah begitu menakutkan? Bagaimana hidup kita nanti? Mungkin ini pertanyaan kita selama ini tentang hari penghakiman atau akhir zaman itu. Kisah Daniel yang dimasukkan ke dalam gua singa karena dianggap melanggar ketetapan raja karena berdoa kepada Allah juga merupakan gambaran akhir zaman yang menakutkan dan mengerikan bagi Daniel. Tetapi, bagi manusia yang taat dan setia pada hukum Allah seperti Daniel, kengerian dan ketakutan akan lenyap, bahkan berubah menjadi keselamatan.

Saudaraku, hendaknya kita memahami akhir zaman sebagai hari kemenangan, hari keselamatan bagi siapa saja yang tetap taat dan setia pada hukum Allah. Cerita Yesus tentang kejatuhan Yerusalem, Kota Allah menyadarkan kita bahwa kehancuran, keruntuhan dan kematian hanya akan terjadi pada mereka yang kehilangan kesetiaan dan ketaatan pada hukum Allah. Sebagai pribadi yang dipanggil dan dipilih oleh Allah, hidup kita adalah gambaran kota Yerusalem. Kota Allah ini mengalami kehancuran karena membiarkan dirinya dikuasai oleh kuasa maut dan dosa karena ketidaktaatan dan ketidaksetiaan pada hukum Allah. Kita diharapkan mampu menuju akhir zaman lewat kemenangan atas kuasa maut dan dosa karena kesetiaan dan ketaatan kita pada hukum Allah. Saudaraku, mari bangkit dan angkat muka kita untuk berani mendekat dan melihat Allah penyelamat yang sudah dekat. Lepaskan hidup kita dari kuasa maut dan belenggu dosa saat ini juga. Berani bertobat, siap berubah dan berbuah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 29 November 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXXIV

“Tak ada yang abadi, tak ada yang abadi.”

Demikianlah sepenggal lirik lagu dari salah satu band papan atas di Indonesia. Lirik ini mengingatkan sekaligus menegaskan bahwa benar tidak ada yang abadi di dunia ini. Semua akan lenyap, hancur dan binasa. Kekuatan apapun dan kekuasaan seperti bagaimanapun akan lenyap dan binasa. Gambaran ini juga yang tampak dalam Nubuat Daniel yang memiliki penglihatan di mana kekuatan-kekuatan besar, kekuasaan-kekuasaan hebat yang dilukiskan lewat rupa binatang besar dan menyeramkan akhirnya harus lenyap, hancur dan binasa. Hanya satu yang abadi, yaitu Anak Manusia yang kepada-Nya diserahkan kekuasaan, kehormatan dan kuasa sebagai raja, dan segala bangsa, suku dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal adanya dan kerajaan-Nya takkan binasa. Sayangnya, tanda hadirnya Kerajaan Allah yang abadi ini tidak juga mampu kita tangkap, kita kenali dan kita alami.

Kita cenderung lebih mampu dan hebat menangkap dan mengenali tanda-tanda lahiriah tentang alam dan dunia. Bahkan, tak jarang kita bisa memberi prediksi yang tepat dan akurat tentang peristiwa alam dan dunia. Tetapi, menangkap dan mengenali kehadiran Kerajaan Allah sungguh menjadi kesulitan tersendiri bagi kita. Cinta kasih, sukacita dan damai sejahtera sebagai wujud hadirnya Kerajaan Allah semakin sulit kita temukan dan rasakan. Jika menangkap dan mengenali saja sulit, bagaimana mungkin kita bisa menghadirkan Kerajaan Allah? Kegagalan manusia untuk menangkap tanda kehadiran Kerajaan Allah adalah saat cinta kasih berubah menjadi kebencian, saat sukacita berubah menjadi kesedihan dan damai sejahtera berubah menjadi perpecahan. Saudaraku, mari terus berjuang untuk mampu menangkap dan mengalami tanda kehadiran Kerajaan Allah supaya hidup kita pun mampu menghadirkan Kerajaan Allah di manapun, bagi siapapun dan kapan pun. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 30 November 2019

Pesta St. Andreas, Rasul

“Mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus.” Hal itu yang dilakukan oleh Petrus dan Andreas sesaat sesudah Yesus berkata, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan kujadikan penjala manusia.” Apa kira-kira yang membuat Petrus dan Andreas tidak berpikir dua kali untuk segera mengikuti Yesus? Ya, saat itu Petrus dan Andreas telah berhasil mendengarkan Yesus. Kemampuan mendengarkan Yesus menjadi kekuatan untuk selalu siap mengikuti Yesus. Bagi Paulus, Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran dari firman Kristus. Mampu mendengarkan firman Kristus berarti memiliki iman. Apakah selama ini kita sudah sungguh mampu mendengarkan Yesus?

Saudaraku, manusia terkadang sulit sekali mendengarkan Yesus. Akhirnya iman tidak bertumbuh bahkan lambat laun rapuh dan menghilang. Manusia tidak lagi memiliki kekuatan untuk mampu mengikuti Yesus. Kemampuan mendengarkan Yesus ini menjadi sangat penting. Maka untuk mampu mendengarkan Yesus, milikilah spirit atau semangat kemiskinan. Kemiskinan budi dan kemiskinan hati. Kemiskinan budi artinya mengosongkan dan meninggalkan segala pengetahuan, konsep, kepandaian, kepintaran, ilmu tinggi dan sebagainya saat Kristus berfirman. Jika kita terus menerus merasa penuh dengan segala pengetahuan, konsep, kepandaian, kepintaran dan ilmu tinggi, kita tidak akan memiliki ruang dalam batin kita untuk firman Kristus. Kita akan gagal mendengarkan. Selanjutnya adalah kemiskinan hati yang artinya mengosongkan dan menghilangkan segala peristiwa dan pengalaman ke”aku”an yang hebat atau luar biasa dalam diri kita. Pengalaman dan peristiwa yang selalu membuat bangga terhadap diri sendiri. Biarlah Kristus melalui firman-Nya yang akan memberi kita pengalaman baru, peristiwa baru. Sebaliknya, semakin kita sulit lepas dari hati yang selalu membanggakan diri, kita tidak punya ruang hati untuk menampung pengalaman bersama Kristus, peristiwa dari Kristus. Kita akan gagal mendengarkan. Semoga, kita memiliki spirit atau semangat kemiskinan budi dan hati saat Kristus berfirman. Kemampuan kita mendengarkan Yesus membuat kita semakin mampu dan dikuatkan untuk mengikuti Yesus, juga semakin bertumbuh dalam iman.

Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Leave a Comment