
Renungan 1 September 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXII
Yesus bersabda, “Sebab barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.” Pesan ini jelas dan tegas supaya kita mampu menjadi pribadi-pribadi yang mampu merendahkan diri, jauh dari sikap dan sifat sombong, angkuh dan meninggikan diri. Hanya dengan kemampuan merendahkan diri kita akan mendapat karunia di hadapan Tuhan, kita akan ditinggikan oleh Tuhan. Sebaliknya, sikap dan sifat sombong tidak akan pernah bisa disembuhkan dengan kemalangan karena bagi orang sombong tumbuhan keburukan berakar dalam dirinya.
Saudaraku, bukankah selama ini hal tersulit dalam hidup kita adalah mampu merendahkan diri? Bukankah dalam pergaulan sehari-hari dan dalam hal sederhana saja kita terus menerus mengedepankan “keakuan” kita? Kita lebih banyak bicara tentang “aku” dengan segala kehebatan dan prestasi kita. Kita lebih sering menunjukkan atau pamer “keakuan” kita lewat media-media sosial bahkan hanya dalam hal makan mewah, traveling mahal, kegiatan heboh, bertemu tokoh terkenal dan sebagainya. Hal ini bisa jadi baik jika intensi dan motivasinya mengunggah bukan untuk pamer “keakuan”, melainkan berbagi sukacita. Bisa jadi ini bibit kesombongan yang menghambat kemampuan kita untuk bisa merendahkan diri. Padahal, sekali lagi kesombongan adalah penyakit yang susah disembuhkan bahkan lewat kemalangan karena dalam diri manusia kesombongan mengakar tumbuhan keburukan. Saudaraku, mari belajar merendahkan diri dalam hal-hal sederhana, jauhkan diri dari sikap dan sifat sombong dan tinggi hati supaya kita mendapat karunia Tuhan dan semakin ditinggikan oleh Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXII
“Roh Tuhan ada pada-Ku. Sebab Aku diurapi-Nya untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin. Dan Aku diutus-Nya memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang-orang buta, serta membebaskan orang-orang yang tertindas; Aku diutus-Nya memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.” Inilah tugas perutusan Yesus dari Bapa-Nya. Kita pun punya tugas yang sama dengan Yesus. Sederhananya hidup kita harus mampu menjadi berkat bagi orang miskin supaya keluar dari kemiskinannya, menjadi rahmat bagi para tawanan supaya mengalami kebebasan, menjadi penerang bagi orang buta supaya melihat kebenaran, menjadi penolong bagi sesama supaya tidak lagi tertindas. Sungguhkah hidup kita telah melakukan hal tersebut?
Selama ini kita sering justru memiskinkan banyak orang karena ketamakan kita, membuat banyak orang merasa sebagai tawanan karena jabatan atau kekuasaan kita, membutakan banyak orang dengan hidup kita yang gelap, membuat banyak orang merasa tertindas karena sikap dan sifat egois kita. Saudaraku, tidak mudah mengikuti Yesus, tetapi jika kita tidak berbuat seperti yang Yesus perbuat, berarti kita menyangkal Roh Allah yang juga telah mengurapi kita lewat sakramen-sakramen yang kita terima. Saudaraku mari memiliki hidup yang terurapi oleh Roh Tuhan supaya kita mampu menjadi tanda bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 September 2019
PW St. Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXII
“Alangkah hebatnya perkataan ini! Dengan penuh wibawa dan kuasa, Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar.” Demikianlah ungkapan kekaguman salah seorang yang melihat Yesus menghardik roh jahat untuk keluar dari diri seseorang. Saudaraku, salah satu karakteristik pengikut Kristus adalah melawan roh jahat, mengusir dan menjauhi roh jahat. Seharusnya hidup kita pun penuh wibawa dan kuasa untuk mengusir segala kejahatan. Sungguhkah hidup kita sebagai murid Kristus telah berbuat demikian?
Kita bukan penuh wibawa dan kuasa mengusir roh jahat, tetapi sering justru lemah bahkan bersekutu dengan roh jahat. Pikiran, perkataan, hati dan perilaku kita sering menjadi wujud persekutuan kita dengan roh jahat. Kita mengkhianati diri kita sebagai murid Kristus yang seharusnya penuh wibawa dan kuasa mengusir segala kejahatan. Saudaraku, mari berbenah diri untuk tidak lagi lemah dan bersekutu dengan roh jahat. Mari jadikan hidup kita sungguh penuh wibawa dan kuasa mengusir segala kejahatan dari dalam diri kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXII
“Juga di kota-kota lain Aku harus mewartakan Injil, sebab untuk itulah Aku diutus.” Inilah pernyataan Yesus kepada banyak orang yang menahan Dia untuk tinggal karena banyak orang sakit mencari dan membutuhkan Dia supaya disembuhkan. Yesus diutus untuk mewartakan Injil, kabar sukacita kepada seluruh dunia. Injil ini bukan diwartakan hanya melalui mulut yang bercerita, melainkan juga dengan tindakan yang selalu membawa sukacita dan harapan. Sakit disembuhkan, putus asa menjadi penuh harapan, kesedihan menjadi kegembiraan, kesesakan menjadi kelegaan. Bagaimana dengan hidup kita? Sudahkah selalu mewartakam Injil tersebut?
Hidup yang mewartakan Injil adalah hidup yang selalu mendatangkan sukacita dan harapan. Apakah selama ini pikiran, ide dan kreativitas kita, cara kita bicara, hati dan perasaan kita, terlebih sikap dan tindakan kita sungguh mendatangkan sukacita dan harapan bagi banyak orang? Atau jangan-jangan hidup kita hanya membuat sesama mengalami sakit entah hati atau fisiknya, mengalami putus asa, mengalami kesedihan, mengalami kesesakan. Jika ini yang terjadi, terlebih dalam komunitas terkecil kita seperti keluarga, maka kita belum mampu menjadi pewarta Injil seperti Yesus. Semoga hidup kita menjadi Injil yang hidup di tengah-tengah masyarakat sehingga yang sakit menjadi sembuh, yang putus asa memiliki harapan, yang sedih menjadi gembira, yang sesak menjadi lega. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXII
Mengikuti Yesus berarti harus menjadi penjala manusia, seperti sabda-Nya, “Mari, ikutlah Aku, dan kalian akan Kujadikan penjala manusia.” Bapa telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan memindahkan kita ke dalam kerajaan terang, kerajaan Anak-Nya yang terkasih. Dalam Kristus itulah kita memiliki penebusan kita, yaitu pengampunan dosa. Menjadi penjala manusia adalah membawa banyak manusia dari kuasa kegelapan menuju terang. Sungguhkah hidup kita telah berbuat demikian? Atau jangan-jangan kita sendiri masih hidup dalam kegelapan?
Saudaraku, sebagai murid Yesus kita pun diharapkan mampu menjadi penjala manusia. Untuk mampu menjalankan tugas sebagai penjala manusia maka mari kita melihat peristiwa Yesus dengan Petrus, juga murid lainnya. Petrus dan murid lain awalnya mengalami keraguan, tidak percaya, sangsi, tetapi akhirnya mengikuti dan melakukan perintah Yesus untuk bertolak ke tempat yang lebih dalam. Hidup kita pun terkadang penuh keraguan, penuh rasa tidak percaya, sangsi akan kekuatan Tuhan namun bukan semakin mendalam relasi kita dengan Tuhan, melainkan menjauh dan semakin kering. Petrus akhirnya bersujud dan merasa diri sebagai orang berdosa, tidak pantas dan layak, menyadari kelemahan dan kerapuhannya. Hidup kita berbeda, terkadang kita sulit sekali bersujud dan mengakui segala dosa, kelemahan dan kerapuhan. Kita cenderung menutupi, merasa diri suci tanpa dosa, bahkan bertahan dalam kedosaan. Karakteristik penjala manusia adalah hidup dalam terang untuk membawa banyak manusia lepas dari kuasa kegelapan menuju terang. Maka, mari kita belajar mengikuti dan melakukan perintah Tuhan, bertolak ke tempat yang lebih dalam, sekaligus terus hidup dalam proses pertobatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXII
“Dapatkah sahabat mempelai disuruh berpuasa, selagi mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, mempelai diambil dari mereka; pada waktu itulah mereka akan berpuasa.” Inilah jawaban Yesus terhadap kritik orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentang murid-Nya yang tidak berpuasa. Yesus ingin menekankan sebuah nilai-nilai keutamaan dalam hidup daripada sekedar peraturan dan hukum yang dijalankan demi atribut kemunafikan. Hidup yang menekankan nilai-nilai keutamaan inilah hidup yang mendalam dan punya makna.
Saudaraku, sayangnya kita juga cenderung seperti orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Sibuk untuk mengkritisi dan memaksakan kehendak terhadap sesama yang dinilai melanggar, yang kita pandang tidak ideal, yang kita anggap keluar aturan dan lain sebagainya. Sedangkan nilai keutamaan dalam hidup seperti kasih, pengorbanan, pengampunan, sikap rendah hati, sikap lemah lembut, kejujuran, keadilan dan sebagainya kita kesampingkan atau hilang dari dalam hidup kita. Kita kurang mampu punya proyeksi diri untuk melakukan refleksi dan introspeksi karena sibuk menghiasi atribut kemunafikan diri kita. Cepat mengkritik dan memaksakan kehendak daripada memberikan teladan tentang kasih, pengorbanan, pengampunan, sikap rendah hati, lemah lembut, kejujuran, keadilan dan sebagainya. Semoga hidup kita adalah hidup yang memiliki kedalaman dan makna karena nilai-nilai keutamaan hidup sungguh nyata ada di dalam diri kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XXII
Yesus berkata: “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari sabat.” Hal ini dikatakan Yesus saat beberapa orang Farisi mengeluhkan tentang sikap dan tindakan para murid Yesus yang melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat. Yesus sekali lagi mengkritisi sikap orang yang memuja dan mengagungkan hukum tetapi melupakan nilai kemanusiaan. Hukum hendaknya membebaskan, memerdekakan bukan mengekang dan menindas. Hukum hendaknya semakin membuat manusia semakin manusiawi.
Saudaraku, tanpa sadar kita pun menjadi pribadi-pribadi yang senang menghantam dan menindas sesama lewat hukum dan aturan-aturan. Seolah kita menjadi orang yang taat hukum dan aturan padahal tujuannya hanya untuk menghancurkan dan menindas sesama. Gaji karyawan gereja atau tempat usaha kita kecil dibawah standart tetap diberlakukan dengan alasan hukum atau aturan keuskupan. Orang tidak mampu sulit sekolah karena biaya sekolah katolik mahal tetap terjadi karena alasan hukum dan aturan yayasan. Pelayanan-pelayanan sakramen terhambat bagi umat terjadi karena alasan melanggar hukum dan aturan paroki. Ya, tanpa sadar kita membuat hukum dan aturan untuk menindas dan menghancurkan sesama. Kita membuat sesama manusia menjadi tidak manusiawi. Semoga kita mampu menjadi pribadi yang taat hukum dan aturan demi terwujudnya nilai kemanusiaan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 September 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXIII
“Demikianlah setiap orang diantara kamu yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.” Inilah pernyataan Yesus terhadap orang banyak yang mengikuti-Nya. Yesus menegaskan bahwa untuk menjadi murid-Nya harus memanggul salib dan mengikuti-Nya. Wujud nyata memanggul salib dan mengikuti Yesus adalah melepaskan diri dari segala miliknya. Saudaraku, mungkin kita bangga jika disebut sebagai murid Yesus. Tetapi, sungguhkah kita sudah pantas dan layak sebagai murid Yesus? Sungguhkah kita sudah memanggul salib dan mengikuti-Nya melalui hidup yang mampu melepaskan diri dari segala milik diri?
Dalam kenyataannya, kita justru berbuat sebaliknya. Pertama, kita tidak mampu memanggul salib karena lebih sering mengeluh, protes, marah bahkan mengumpat dan menyalahkan Tuhan jika hidup kita mengalami sakit dan derita sehingga menjadi lupa dan sulit bersyukur. Kita menolak untuk sedikit saja melakukan pengorbanan. Kedua, hidup kita bukan terpusat pada Tuhan melainkan pada diri sendiri. Semua kita lakukan demi kemuliaan diri kita, bukan kemuliaan Tuhan. Hal ini membuat kita sulit mengikuti rencana dan kehendak Tuhan karena kita memaksakan rencana dan kehendak kita yang harus terjadi. Keegoisan dan keakuan kita mengalahkan hidup keimanan kita. Situasi inilah yang dikritisi oleh Yesus. Selama kita belum mampu hidup untuk melepaskan diri dari segala milik, keakuan dan keegoisan maka kita tidak akan pernah mampu menjadi murid-Nya, tidak mampu memanggul salib dan mengikuti-Nya. Semoga, kita semakin belajar untuk memiliki hidup yang terpusat bagi dan untuk Tuhan, lepas dari sikap dan sifat keakuan, keegoisan dan milik diri. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXIII
Yesus dianggap melanggar hukum oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi karena menyembuhkan orang di hari Sabat. Yesus ingin menegaskan bahwa hukum hendaknya tidak menghalangi siapapun untuk berbuat kebaikan. Banyak manusia menggunakan hukum dan aturan supaya mampu menunda kebaikan atau bahkan tidak berbuat kebaikan sama sekali. Apakah kita pun bagian dari orang-orang seperti ini?
Saudaraku, Yesus ingin supaya jangan sampai karena alasan hukum dan aturan kita justru menunda kebaikan bahkan membuat kita tidak jadi berbuat kebaikan. Hidup kita hendaknya jadi kebaikan bagi siapapun, kapanpun dan dimanapun. Kita terkadang sangat mengerti dan memahami apa itu kebaikan, mengerti dan memahami bagaimana berbuat kebaikan tetapi lebih senang diam, menunda bahkan memilih untuk tidak jadi berbuat kebaikan. Orang baik yang diam, menunda dan tidak berbuat apa-apa hanya akan membuat setan tertawa dan menang. Saudaraku, mari jadikan hidup kita adalah kebaikan bagi siapapun, dimana pun dan kapanpun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXIII
Yesus mendaki sebuah bukit untuk berdoa. Semalam-malaman Ia berdoa kepada Allah. Keesokan harinya, Ia memilih dua belas murid yang disebut rasul. Dalam perjalanan selanjutnya, banyak orang berusaha menjamah-Nya sebab daripada-Nya keluar suatu kuasa dan semua orang menjadi sembuh. Lewat suratnya kepada jemaat di Kolose, Paulus menegaskan kembali kepada kita sebagai orang yang telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita, hendaknya hidup bersatu dengan Dia, berakar di dalam Dia, dan dibangun diatas Dia. Teguh dalam iman dan hati yang penuh syukur. Semua ini dapat kita jalani saat kita memiliki hidup doa yang baik dan benar seturut teladan Kristus sendiri.
Saudaraku, hidup bersatu, berakar dan dibangun diatas Kristus Yesus dapat kita raih melalui hidup doa kita, liturgi hidup doa kita. Doa adalah kekuatan untuk mampu memiliki persekutuan relasi kita dengan Allah sekaligus menjadi senjata dan benteng bagi kita supaya tidak tersesat, tetap teguh imannya. Sayangnya, banyak diantara kita tidak memiliki hidup doa, liturgi hidup doa yang baik dan benar. Berdoa bukan sebagai sebuah kebutuhan tetapi sebagai sebuah keperluan. Berdoa hanya saat punya permohonan, ujud atau intensi saja. Bagaimana mungkin kita bersatu, berakar dan dibangun diatas Kristus Yesus jika relasi intim kita dengan-Nya lewat doa saja tidak terlaksana. Semoga, kita mampu memiliki hidup doa yang baik dan benar sehingga kita mampu hidup bersatu, berakar dan dibangun dalam Kristus Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXIII
Bahagia duniawi berbeda dengan bahagia surgawi. Apa yang menurut dunia akan membuat manusia mengalami bahagia belum tentu menjadi kebahagiaan yang sejati. Hal ini yang dikritisi oleh Yesus lewat sabda bahagia-Nya. Kebahagiaan sejati hanya akan dialami manusia saat manusia sudah hidup bersama Kristus dan mematikan segala hal duniawi dalam dirinya. Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Kolose jelas menegaskan supaya manusia hidup dalam Kristus, mematikan segala yang duniawi yaitu percabulan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala. Hidup dalam Kristus juga berarti membuang marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor dari mulut. Kita dilarang untuk saling menipu dan hendaknya mampu membuang manusia lama kita. Sungguhkah kita sudah hidup di dalam Kristus dan mematikan segala hal duniawi dalam diri kita?
Saudaraku, dalam kenyataannya kita memang masih selalu sibuk dengan perkara duniawi, hal duniawi. Seolah memang dunia yang akan mampu membawa kita menuju kebahagiaan sejati. Akhirnya kita melupakan perkara surgawi. Kita sibuk mengejar harta kekayaan sekaligus melupakan kasih kepada orang miskin. Kita sibuk mengenyangkan perut dengan segala makanan yang lezat sekaligus lupa terhadap sesama yang kelaparan. Kita sibuk berpesta pora setiap hari, menghamburkan uang dan menghabiskan waktu dalam gemerlap sekaligus lupa terhadap situasi sesama yang berduka dan menangis. Kita bisa tertawa disaat sekitar kita menangis. Ya, kita ternyata belum mampu hidup dalam Kristus dan mematikan segala hal duniawi dalam diri kita. Saudaraku, mari berbenah untuk terus menyibukkan diri dengan perkara surgawi yaitu kasih, kesabaran, ketulusan, kerendahan hati, kesetiaan dan sebagainya supaya kita sungguh hidup dalam Kristus dan mengalami kebahagiaan yang sejati. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXIII
“Sebab ukuran yang kalian pakai, akan diukurkan juga kepadamu.” Hal ini dikatakan oleh Yesus diakhir sabda-Nya kepada para murid. Yesus ingin kita menjadi sempurna di dalam cinta kasih. Cinta kasih itulah pengikat kesempuranaan. Tanpa cinta kasih sulit bagi kita untuk melakukan segala yang Yesus harapkan seperti mencintai musuh, mengampuni tanpa batas dan syarat, mendoakan orang yang mencaci dan menghina, memberikan pipi yang lain jika ditampar, dan sebagainya. Paulus pun semakin menegaskan melalui suratnya kepada jemaat di Kolose bahwa kita adalah orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi oleh Allah. Maka, hendaknya kita hidup untuk mengenakan belas kasihan, kemurahan dan kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran. Dan semua ini hanya bisa dilakukan oleh manusia yang memiliki cinta kasih dalam hidupnya.
Sayangnya, kita memang belum mampu hidup mengenakan cinta kasih. Hal ini membuat kita sulit mencapai kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh Yesus. Kita sulit mengasihi musuh, sulit mengampuni sesama, sulit mendoakan mereka yang menghina dan mencaci dan sebagainya. Kita lebih senang mengukur sikap dan perbuatan orang lain terhadap kita tapi menolak untuk berbuat seperti ukuran yang kita inginkan. Sikap belas kasihan, kemurahan dan kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran pun seringkali justru hilang dari diri kita. Kita lebih mudah menampakkan hidup yang mudah mengeluh, pemarah, penuntut, kasar sombong, arogan, merasa paling benar, paling pintar dan paling suci, dan lain sebagainya. Saudaraku, smari miliki kemampuan menangkap dan mengalami kasih dari Allah supaya hidup kita mampu mengenakan cinta kasih dari Allah tersebut untuk mencapai kesempurnaan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 September 2019
PW Santo Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXIII
Paulus menceritakan dirinya yang dahulu penghujat dan penganiaya kejam, tetapi dipilih sebagai rasul-Nya oleh karena kasih karunia Allah. Yesus pun ingin supaya kita yang telah dipilih dan dikuduskan dalam kebenaran ini mampu hidup untuk tidak saling menghujat, menghakimi dan menganiaya perasaan sesama melalui mulut kita yang jahat. Selumbar di mata sesama kita lihat tetapi balok di mata sendiri tidak tampak. Kita senang bicara kesalahan dan kelemahan sesama tetapi buta terhadap kesalahan dan kelemahan diri sendiri. Situasi ini telah membuat kita kehilangan kekudusan dalam kebenaran.
Santo Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja yang hari ini kita peringati adalah teladan kekudusan dalam kebenaran. Ia adalah Santo yang dijuluki “Si Mulut Emas.” Hal ini karena ia selalu mengatakan yang baik dan benar, bukan yang jahat dan salah. Perkataanya selalu menjadi hal yang positif dan membangun, menguatkan, menyejukkan dan mendamaikan, memberikan penguatan dan peneguhan terlebih lewat homili-homilinya. Sebaliknya, kita cenderung mengatakan hal yang jahat dan salah, apalagi tentang sesama kita. Setiap hari sebagian besar pembicaraan kita adalah untuk menghujat, menghakimi, menganiaya perasaan sesama kita lewat mulut kita yang jahat dan salah. Saudaraku, mari belajar dan berusaha untuk tidak lagi memiliki kecenderungan senang membicarakan kelemahan dan kesalahan sesama lewat hujatan, penghakiman dan penganiayaan perasaan. Lebih baik bagi kita untuk mulai menggunakan mulut kita dengan bicara yang baik dan benar, bicara yang menguatkan, meneguhkan dan menghibur, bicara yang positif dan membangun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 September 2019
Pesta Salib Suci
“Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkan.” Inilah pernyataan Yesus di akhir percakapan-Nya dengan Nikodemus. Inilah makna dari Salib Kristus yang sesungguhnya. Salib menjadi tanda rahmat keselamatan bagi kita semua. Penghormatan terhadap Salib Kristus hendaknya dilakukan lewat pengosongan diri, kenosis, merendahkan diri seperti apa yang dilakukan oleh Yesus sendiri. Ia mampu merendahkan diri maka Ia ditinggikan. Kita diharapkan mampu mengosongkan diri, merendahkan diri di hadapan Allah untuk diselamatkan.
Sayangnya, banyak diantara kita belum mampu memaknai Salib Kristus sebagai tanda rahmat keselamatan. Penghormatan terhadap Salib Kristus kita lakukan hanya melalui ritual-ritual rutin, menghias dan membuat salib yang indah dan bagus, menggunakan Salib sebagai perhiasan, bahkan tak jarang saat Salib Kristus dilecehkan atau dihina kita begitu sangat marah dan kecewa. Seolah kita ingin membela iman tetapi sesungguhnya juga tak pantas karena tidak mampu memaknai Salib Kristus dalam kehidupan ini.
Saudaraku, Salib Kristus bukan sekedar simbol keagamaan belaka. Ada makna yang begitu mendalam bagi diri kita. Maka, mari kita maknai Salib Kristus melalui pengosongan diri, kenosis dan merendahkan diri di hadapan Allah. Sederhananya, selalu sadarilah sebagai manusia yang memiliki kelemahan, keterbatasan, kekurangan dan kedosaan. Sebaliknya, jangan terus menjadi manusia-manusia yang selalu merasa paling benar, paling pintar dan paling suci. Semoga melalui Pesta Salib Suci kita semakin mampu memaknai Salib Kristus sebagai tanda rahmat keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 September 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXIV
Akan ada satu sukacita di surga karena satu orang yang bertobat. Pertobatan selalu mungkin terjadi karena Allah sungguh Maharahim dan Mahamurah. Kerahiman dan kemurahan Allah yang luar biasa sungguh ditampakkan dalam bacaan-bacaan Minggu ini. Bacaan pertama mengisahkan tentang Allah yang tidak jadi menghukum bangsa Israel setelah Musa membujuk-Nya. Bahkan Allah menyesal telah merencanakan kebinasaan bagi bangsa Israel. Bacaan kedua, Surat Pertama Rasul Paulus kepada Timotius mengisahkan tentang Paulus yang dulunya seorang penghujat dan penganiaya telah diselamatkan oleh kasih Allah. Pertobatan Paulus membuahkan hidup yang diselamatkan. Hal ini semakin menegaskan bahwa Kristus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa. Saudaraku, apakah kita juga siap mengalami kerahiman dan kemurahan Allah dengan melakukan pertobatan? Maukah kita membuat surga bersukacita karena pertobatan kita?
Dalam kenyataannya, banyak manusia tetap sulit untuk bertobat. Manusia seperti itu adalah manusia yang gagal untuk mengalami kerahiman dan kemurahan Allah. Sulitnya manusia melakukan pertobatan biasanya disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, pertobatan itu adalah inisiatif dari Allah. Allah yang menginginkan manusia kembali kepada-Nya. Allah yang ingin manusia kembali hidup damai dalam persekutuan cinta dengan-Nya. Kedua, adalah hilangnya “sensus peccati”, yaitu hilangnya rasa bersalah, hilangnya rasa memiliki kekurangan, hilangnya rasa berdosa. Arogansi atau kesombongan manusia telah membuat dirinya sulit bertobat. Selalu merasa sudah paling benar, paling pintar dan paling suci. Ini situasi orang-orang Farisi dan para ahli Taurat.
Saudaraku, tanpa pertobatan kita hanya akan terus hidup tanpa cinta. Maka, mari mulai berani melangkah untuk melakukan pertobatan dengan menyadari dan mengakui sebagai pribadi yang bersalah dan berdosa, lalu berjanji untuk tidak lagi berkompromi dengan kejahatan, dan terakhir hidup setia di dalam situasi pertobatan itu karena pertobatan itu bukan sebuah masa tertentu, sesuatu yang temporal, tetapi pertobatan hendaknya menjadi proses yang terus menerus sebagai sebuah pertobatan yang sejati. Semoga kita sungguh mampu melakukan pertobatan sejati sehingga surga mengalami sukacita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 September 2019
PW Santo Kornelius, Paus, dan Santo Siprianus, Uskup, Martir
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXIV
“Ya Tuhan, saya tidak pantas Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah saja maka saya akan sembuh.” Kalimat ini adalah doa yang kita ucapkan saat akan menerima komuni kudus. Doa ini terinspirasi dari bacaan Injil hari ini di mana seorang perwira dengan imannya yang begitu hebat ingin supaya Yesus menyembuhkan hambanya yang sedang sakit. Saudaraku, seringkah kita berdoa dengan iman untuk saudara-saudara kita yang lain? Atau jangan-jangan doa kita selama ini hanya untuk kepentingan diri kita sendiri?
Saudaraku, berdoa dengan iman bagi saudara yang lain sesungguhnya memiliki kekuatan bagi keselamatan. Allah ingin kita berdoa dengan iman bagi semua orang karena Allah ingin semua orang diselamatkan. Jika sampai saat ini kita masih disibukkan dengan doa-doa hanya bagi kepentingan diri sendiri, mari kita mulai berdoa dengan iman bagi semua orang. Berdoa dengan iman bagi semua orang adalah hal baik dan berkenan bagi Allah, jauh lebih baik daripada menghina, menghujat, mencaci, menyalahkan dan sebagainya. Terlebih bagi pemerintah dan penguasa, supaya kita mengalami situasi yang aman dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Berdoa dengan iman bagi semua orang supaya banyak orang diselamatkan dan banyak orang memperoleh pengetahuan akan kebenaran. Semoga kita mampu berdoa dengan iman bagi semua orang sehingga keselamatan sungguh kita alami. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXIV
Kehadiran Yesus selalu membawa situasi cinta, damai, sukacita dan pengharapan. Hati Yesus tergerak melihat seorang ibu janda yang meratapi kematian anaknya. Pemuda itu akhirnya dibangkitkan. Situasi kehilangan cinta, kecewa, kecemasan, kesedihan, dukacita, putus asa berubah menjadi situasi penuh cinta, damai, sukacita dan harapan kembali dialami oleh ibu janda tersebut. Dalam surat pertama Paulus kepada Timotius dibahas tentang bagaimana kepantasan dan kelayakan seorang pemimpin jemaat atau yang dulu disebut juga dengan istilah diakon, artinya pelayan. Ya, sebagai murid Kristus, hendaknya kehadiran seorang pelayan jemaat juga hendaknya mampu membawa situasi cinta, damai, sukacita dan harapan itu.
Dalam kenyataan, kita sebagai murid Kristus yang mungkin juga menjadi pelayan-pelayan umat lewat banyak hal terkadang belum mampu menghadirkan situasi cinta, damai, sukacita dan harapan. Tak jarang kehadiran kita justru membuat banyak orang kehilangan cinta karena sifat egois dan sikap tidak peduli kita. Kita cenderung merusak dan menghancurkan cinta sehingga banyak manusia tidak mengalami cinta. Banyak orang tidak mengalami kedamaian karena sikap sombong dan merasa paling benar, ingin mengatur hidup orang. Kita bukan menjadi duta damai melainkan duta-duta perpecahan, perselisihan dan permusuhan. Kita lebih senang menciptakan perpecahan dan permusuhan daripada menjaga persekutuan. Banyak orang tidak mengalami sukacita karena kita lebih senang menyakiti perasaan sesama lewat kata dan sikap, bukan menyembuhkan atau menghibur yang berduka. Banyak orang juga hilang harapan karena kita lebih senang menghujat, memaki, bahkan lebih senang melihat hidup sesama hancur daripada memberi mereka kekuatan dan bantuan nyata. Saudaraku, sebagai murid Yesus mari perbaiki hidup kita supaya kehadiran kita terlebih sebagai pelayan-pelayan umat sungguh menghadirkan cinta, damai, sukacita dan harapan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXIV
Paulus mengatakan bahwa sungguh agunglah rahasia iman kita. Kristus yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia dibenarkan dalam Roh. Manusia yamg menerima Kristus berarti menerima kebenaran. Bacaan Injil menggambarkan suatu angkatan yang selalu menolak dan menganggap Yesus salah namun juga senang menuntut supaya Yesus melakukan apa yang mereka mau. Apapun yang Yesus lakukan selalu dinilai sebagai sebuah kesalahan. Kehadiran Yesus sebagai sebuah kebenaran tidak tertangkap dan teralami. Manusia menjadi buta dan tuli terhadap kebenaran. Bagaimana dengan kita yang mengaku sebagai murid Kristus? Apakah kita juga sudah buta dan tuli terhadap kebenaran yang mungkin hadir dan datang lewat hidup sesama?
Dalam situasi nyata, terkadang kita pun sama dengan mereka yang menolak Yesus. Kita cenderung menilai manusia lain sebagai sebuah kesalahan. Bahkan, hal ini terjadi dalam keluarga dan komunitas kita. Cara memandang dan cara berpikir kita selalu negatif terhadap sesama. Hal ini yang membuat kita tidak mampu melihat kebenaran dari diri sesama. Kita cepat menyalahkan orang lain. Kita senang menuntut orang lain melakukan apa yang kita mau seolah kita adalah pribadi yang paling mengerti tentang kebenaran. Inilah sesungguhnya situasi buta dan tuli terhadap kebenaran. Saudaraku, kebenaran sejati hanya akan kita raih saat kita mampu menerima dan bersatu dengan Kristus karena hikmat Allah dibenarkan oleh orang yang menerimanya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXIV
Yesus berkata, “Dosanya yang banyak itu telah diampuni karena ia telah banyak berbuat kasih.” Pernyataan ini Yesus katakan saat perempuan berdosa membasuh dan mencium kaki Yesus di rumah orang Farisi. Pengampunan dosa terjadi saat manusia mampu berbuat dan berbagi kasih. Dalam surat pertamanya kepada Timotius, Rasul Paulus menulis tentang bagaimana menjadi teladan sebagai orang beriman melalui perkataan, tingkah laku, kesetiaan dan kesucian. Hendaknya kita bertekun dalam membaca Kitab Suci, dalam membangun dan mengajar. Awasilah dirimu dan awasilah ajaranmu, dengan demikian engkau menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengarkan engkau. Bagaimana dengan hidup kita? Sungguhkah sudah menjadi teladan sebagai orang beriman?
Saudaraku, menjadi teladan sebagai orang beriman memang tidak mudah. Kita sulit menjadi sempurna sebagai teladan orang beriman. Perkataan, tingkah laku, ketidaksetiaan dan ketidaksucian hidup kita menghasilkan dosa dan membuat banyak orang menolak untuk mendengar dan melihat hidup kita. Satu hal yang hendaknya kita jalani adalah memiliki hidup yang selalu mampu berbuat dan berbagi kasih. Banyak berbuat dan berbagi kasih akan membuat kita disempurnakan karena mengalami pengampunan dosa sehingga perkataan, tingkah laku, kesetiaan dan kesucian hidup yang kita perjuangkan menjadi sebuah ajaran yang menyelamatkan diri kita dan banyak orang yang melihat dan mendengar hidup kita. Semoga kita mampu menjadi teladan sebagai orang beriman lewat perkataan, tingkah laku, kesetiaan dan kesucian karena juga selalu mampu banyak berbuat dan berbagi kasih bagi sesama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 September 2019
PW St. Andreas Kim Taegon, Imam dan St. Paulus Chong Hasang, dkk, Martir Korea
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXIV
Akar segala kejahatan adalah cinta akan uang. Hal ini diungkapkan Paulus dalam surat pertamanya kepada Timotius. Cinta akan uang hanya akan membuat orang kehilangan iman dan kehilangan ajaran yang sehat, yaitu ajaran Tuhan kita Yesus Kristus. Karakternya adalah orang yang berlagak tahu, padahal tidak tahu apa-apa. Penyakitnya adalah mencari-cari soal dan bersilat kata, yang menyebabkan dengki, iri hati, fitnah dan curiga, percekcokan, kehilangan kebenaran. Paulus ingin supaya kita sebagai manusia Allah mampu hidup dalam keadilan, takwa, kesetiaan, cinta kasih, kesabaran dan kelembutan hati. Hendaknya kita bertanding dalam pertandingan iman yang benar dan merebut hidup yang kekal seperti yang diteladankan oleh Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang, dkk. Saudaraku, apakah dengan begini kita tidak boleh mencari dan memiliki uang atau harta? Apakah uang dan harta bukan berkat melainkan kutuk?
Dalam Injil diceritakan tentang wanita-wanita yang ada di sekitar Yesus. Wanita-wanita ini menggunakan harta kekayaan mereka untuk melayani Yesus dan murid-murid-Nya demi pewartaan Kerajaan Allah. Inilah hal yang Yesus inginkan supaya kita yang mampu mencari dan memiliki uang serta harta tidak terjebak dalam hidup sesat karena lebih cinta akan uang. Uang dan harta yang ada pada kita hendaknya menjadi berkat bagi banyak orang, terlebih melalui pelayanan demi semakin tersebarnya warta tentang Kerajaan Allah. Sayangnya, banyak di antara kita masih sulit, alias pelit, dan enggan untuk mampu menjadikan uang dan harta yang kita miliki sebagai berkat. Saudaraku, mari menjadi pribadi yang bijaksana dan tidak terjebak dalam situasi hidup yang cinta akan uang, tetapi mampu menggunakan uang dan harta kita sebagai berkat, bukan sebagai kutuk. Kita datang ke dunia tanpa membawa uang dan harta. Saat kembali kepada Tuhan pun kita tidak akan membawa uang dan harta. Maka, jadikan uang dan harta yang dititipkan Tuhan kepada kita sebagai berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 September 2019
Pesta St. Matius, Rasul dan Penulis Injil
Yesus berkata, “Ikutlah Aku!” maka berdirilah Matius dan mengikuti Dia. Inilah peristiwa saat Yesus memanggil Matius, si pemungut cukai. Pemungut cukai adalah jabatan yang dianggap kotor, najis. Bangsa Israel memusuhi para pemungut cukai karena mereka dianggap sebagai pendosa, sahabat dan kaki tangan Romawi yang kafir. Tetapi, nyatanya Yesus justru memilih dan memanggil Matius yang berdosa untuk mengikuti dan menjadi murid-Nya. Hidup Matius yang oleh mata manusia dianggap kotor, najis dan tak bernilai ternyata sangat istimewa, berharga, dan bernilai di mata Tuhan. Saudaraku, apa yang bisa kita maknai dari peristiwa ini?
Kita yang juga telah dipilih dan dipanggil oleh Tuhan terkadang justru tidak mampu menyadari bahwa hidup kita ini istimewa, berharga, dan bernilai bagi Tuhan. Terkadang kita merasa putus asa dan marah karena merasa memiliki hidup yang sia-sia, tidak beruntung, hidup yang payah, tidak berguna dan sebagainya. Hendaknya kita berhenti untuk mengutuki diri kita sendiri karena sesungguhnya hidup manusia di dunia tidak ada yang sia-sia. Semua manusia sungguh istimewa, berharga dan bernilai bagi Tuhan. Paulus sendiri menegaskan bahwa sebagai pribadi yang telah dipilih dan dipanggil kita telah diberi karunia-karunia yang berbeda oleh Kristus. Maka, jika selama ini waktu kita habiskan hanya untuk mengutuki diri sendiri, mengeluh dan putus asa, tentu saja karunia ini tidak akan terlihat dalam hidup kita. Saudaraku, semoga kita mampu menyadari bahwa hidup ini sungguh istimewa, berharga dan bernilai bagi Tuhan sehingga kita mampu menjalankan tugas perutusan kita sebagai pribadi yang telah dipilih dan dipanggil-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 September 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa XV
Gereja diharapkan hadir untuk selalu memihak dan membela kaum yang miskin, kecil, tertindas, sakit dan menderita. Bukan sebaliknya, memanfaatkan kemiskinan atau penderitaan sesama demi kepentingan diri atau kelompok. Gereja yang hadir untuk memihak dan membela kaum miskin, kecil, tertindas, sakit dan menderita ini adalah gereja yang sungguh mengabdi kepada Allah, bukan mamon. Sebagai gereja, apakah kita setia menjalankan tugas perutusan ini?
Saudaraku, kemiskinan, ketidakadilan sosial, penindasan begitu dekat terjadi di sekitar kita. Banyak sesama kita kehilangan hak hidup yang layak dan pantas. Tak jarang kita sebagai gereja hanya diam tak bergeming, seolah semua bukan tanggung jawab gereja. Parahnya, terkadang kita sebagai gereja justru ikut andil membuat kemiskinan, ketidakadilan dan penindasan tersebut. Ya, sesungguhnya kita lebih banyak hidup mengabdi kepada mamon daripada kepada Allah.
Saudaraku, mari menyadari diri kita sebagai gereja yang hadir bagi sesama yang miskin, kecil, sakit, menderita dan tertindas sehingga mereka bisa lepas dari kemiskinannya, mengalami keadilan dan memiliki hak hidup yang pantas dan layak. Inilah tugas perutusan kita sebagai gereja. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 September 2019
PW Santo Padre Pio dari Pietrelcina, Imam
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXV
Dari lima pilar di dalam gereja, salah satunya adalah martyria. Martyria adalah kesaksian. Hidup kita seharusnya menjadi saksi kasih dan kebaikan Allah. Hal ini senada dengan sabda Yesus yang mengatakan bahwa pelita kita harus menyala supaya banyak orang melihat dan mengalami terang. Padre Pio yang hari ini kita peringati telah menjadi teladan karena imannya. Hidupnya adalah saksi kasih dan kebaikan Allah. Bagaimana dengan hidup kita?
Hidup sebagai saksi kasih dan kebaikan Allah terkadang belum mampu kita jalani. Sebagai gereja, kita sering tidak mampu menampakkan dan mewujudkan hidup yang penuh kasih dan kebaikan. Sebaliknya, hidup kita sering menampakkan hidup yang kehilangan kasih lewat sikap mengeluh dan kurang bersyukur, merusak dan menghancurkan kasih, mematikan kasih lewat sikap tidak peduli, sikap sulit berbagi, egois, saling membenci dan memusuhi, sulit memaafkan dan mengampuni dan lain sebagainya. Kita yang seharusnya bercahaya justru mematikan cahaya itu sehingga hidup kita tidak menjadi terang bagi sesama. Kita gagal dalam menjalankan martyria atau kesaksian kita. Saudaraku, mari menyalakan kembali pelita kita lewat hidup yang selalu mampu menampakkan kasih dan kebaikan Allah. Hidup sebagai saksi kasih dan kebaikan Allah adalah cahaya yang akan dilihat banyak orang sehingga mereka melihat perbuatan baik dan memuji Allah Bapa di Surga. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXV
Membangun Gereja fisik sebagai rumah ibadat adalah sesuatu yang penting dan perlu. Hal inilah yang dilakukan saat bangsa Yahudi kembali membangun bait Allah dengan bantuan Raja-Raja Persia. Akan tetapi, pembangunan Gereja yang hidup, yang kudus dan memiliki misi juga menjadi hal yang penting. Membangun Gereja yang hidup, kudus dan bermisi akan terjadi saat kita mampu menjadi saudara Yesus Kristus sendiri, yaitu yang mendengarkan sabda-Nya dan melaksanakannya.
Yesus ingin kita sebagai gereja mampu hidup sebagai saudara-Nya. Gereja yang selalu mendengarkan dan melaksanakan sabda-Nya. Membangun gereja yang hidup, kudus dan memiliki misi akan terwujud saat kita mampu menjadi pelaku dan pelaksana sabda-Nya, yang intinya adalah cinta kasih. Sayangnya, selama ini hidup kita justru bukan menjadi pelaku sabda, melainkan penghambat bahkan perusak sabda. Kita terkadang masih hidup dalam keegoisan, kebencian, dendam dan permusuhan, apatis dan tidak peduli. Kita yang seharusnya menjadi pelaku sabda kasih telah gagal membuat kasih itu terwujud. Hal ini tentu membuat kita sebagai gereja bukan hidup melainkan mati, bukan kudus melainkan cemar, dan kehilangan misi. Semoga, kita mampu menjadi saudara Yesus yang total, yaitu mendengarkan dan melaksanakan sabda-Nya, setia sebagai pelaku dan pelaksana sabda kasih-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXV
Para murid diutus dan diberi kuasa atas setan-setan, mewartakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang sakit. Syaratnya, para murid tidak diperkenankan membawa apapun dalam perjalanan karena Allah sendiri yang akan mencukupi segala sesuatu yang dibutuhkan. Saudaraku, sebagai murid apakah kita sudah mampu hidup penuh kuasa Allah untuk menguasai setan? Sudahkah kita mampu menjadikan hidup kita sebagai pewarta Kerajaan Allah? Mampukah kita hidup untuk menyembuhkan mereka yang sakit dan terluka?
Dalam kenyataannya, kita yang sesungguhnya adalah murid yang diberi kuasa ternyata gagal menjalankan tugas perutusan kita. Hidup kita bukan mengusai setan tetapi dikuasai setan. Keinginan jahat masih banyak dalam diri kita. Akhirnya bukan Kerajaan Allah yang kita wartakan, melainkan kerajaan setan. Demikian juga dalam hal menyembuhkan, hidup kita bukan sebagai penyembuh tetapi sebagai pencipta luka dan sakit kepada sesama lewat pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan kita. Semua ini terjadi karena kita sebagai murid sibuk dengan bekal masing-masing yang berupa keegoisan, keakuan, kepentingan diri. Kita terlalu cemas dan khawatir akan diri sendiri sampai melupakan kehadiran dan penyertaan Tuhan. Saudaraku, sadarilah diri kita sebagai murid Tuhan Yesus yang seharusnya memiliki hidup yang mampu menguasai setan, yang artinya menguasai segala keinginan jahat dalam diri, mewartakan Kerajaan Allah, yaitu kerajaan cinta kasih, dan penyembuh sesama, yang artinya duta damai di manapun, kapanpun dan bagi siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXV
Motivasi dan intensi Herodes ingin berjumpa dengan Yesus adalah karena rasa penasaran hebat. Yesus telah membuat banyak hal besar dan luar biasa sehingga nama-Nya termashyur di seluruh rakyat Yahudi. Herodes tidak nyaman dengan munculnya Yesus. Hatinya penuh dengan rasa iri dengki dan penuh keangkuhan, tidak mau kalah dan tersaingi. Herodes tidak mampu menerima kehadiran Yesus karena sikap angkuh dan tinggi hatinya. Bagaimana dengan hidup kita sendiri?
Dalam kehidupan ini seringkali kita bersikap angkuh dan tinggi hati seperti Herodes. Merasa diri paling hebat, paling kuat, paling berkuasa, paling mengerti dan mampu, paling menentukan, tidak terkalahkan dan tidak tersaingi dalam banyak hal. Senang merendahkan sesama dan menindas sesama lewat pikiran, perkataan dan perbuatan. Tidak pernah sadar sebagai pribadi yang punya kelemahan dan keterbatasan. Padahal, manusia yang tidak mampu menyadari dirinya punya kelemahan dan keterbatasan adalah pribadi yang paling sulit untuk menyadari dan menerima kehadiran Tuhan. Saudaraku, mari jauhkan diri kita dari sikap angkuh dan tinggi hati, seolah tak punya kelemahan dan keterbatasan supaya kita mampu menyadari dan menerima kehadiran Tuhan dalam setiap aspek hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 September 2019
PW St. Vinsensius a Paulo, Imam
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXV
Ada dua pertanyaan dari Yesus kepada murid-murid-Nya. Pertama, “Kata orang banyak siapakah Aku ini?” Lalu kedua, “Menurut kalian, siapakah Aku ini?” Hal ini menarik untuk direnungkan terlebih saat Petrus mampu menjawab tentang siapa Yesus, “Engkaulah Kristus dari Allah.” Jawaban Petrus adalah jawaban yang sungguh mendasar dan mendalam dari dirinya karena muncul dari pengalaman pribadi Petrus dengan Yesus. Inilah pengenalan personal. Yesus pun tidak bertanya lagi, bahkan melarang keras para murid untuk memberitakan hal itu kepada siapapun.
Saudaraku, terkadang kita pun mengenal Yesus hanya dari kata orang, dari cerita dan kesaksian orang lain. Pengenalan seperti ini tidak mendasar dan mendalam seperti yang dialami oleh Petrus. Pengenalan yang tidak muncul dari pengalaman pribadi tentu kurang mendasar dan mendalam dan tentu akan memengaruhi sikap dan tindakan iman kita. Sebagai contoh, kita marah dan benci saat Yesus dihina oleh orang lain. Kita kecewa saat Yesus dianggap bukan Tuhan. Kita meradang saat Yesus dilecehkan oleh orang lain. Semua tentang Yesus versi kata orang membuat kita marah, kesal, meradang, benci dan sebagainya. Sesungguhnya hal ini tidak akan terjadi jika kita sungguh mengenal Yesus secara mendasar dan mendalam, tidak akan terjadi saat kita mengenal Yesus secara personal. Yesus, memang harus menanggung banyak penderitaan, ditolak oleh para tua-tua, oleh para imam kepala dan para ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga. Saudaraku, semoga kita mampu memiliki sikap dan tindakan iman yang tepat karena mengenal Yesus secara personal, mengenal Yesus secara mendasar dan mendalam. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 September 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XXV
Banyak hal tentang Yesus yang tidak mampu dipahami oleh para murid. Salah satunya adalah saat Yesus mengatakan, “Dengarkan dan camkanlah segala perkataan-Ku ini: Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia.” Pernyataan ini menjadi misteri iman para murid Yesus sampai pada penggenapannya, yaitu iman yang semakin mendalam. Saudaraku, hidup kita pun tentu banyak mengalami misteri dalam hal iman. Bagaimana menyikapi hal tersebut sehingga beriman kita semakin mendalam?
Tiga hal yang ada dalam kehidupan manusia beriman adalah ajaran, misteri, dan iman. Sikap yang harus kita miliki untuk mampu mengalami kedalaman hidup beriman adalah bagaimana ajaran terus kita pahami, misteri kita amini, dan iman kita hidupi. Selama ini hidup beriman kita sulit mengalami kedalaman karena ajaran kurang kita pahami bahkan kita abaikan, misteri tidak kita amini alias kita tolak, dan iman tidak kita hidupi karena hanya sebagai atribut kerohanian saja. Saudaraku, semoga kita semakin mampu beriman lebih mendalam karena selalu hidup dalam proses di mana ajaran kita pahami, misteri kita amini dan iman kita hidupi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 September 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXVI
Dikisahkan dalam Injil cerita tentang Orang Kaya dan Lazarus. Selama hidup orang kaya ini penuh dengan kemewahan dan pesta pora. Ia hidup dalam situasi aman, nyaman, damai dan sejahtera. Sedangkan Lazarus, sangat miskin, memiliki luka borok bahkan makan dari sisa makanan yang jatuh dari meja orang kaya. Tetapi, saat keduanya meninggal dunia, Lazarus masuk surga dan si kaya masuk ke dalam api neraka. Saudaraku, apakah kita tidak boleh menjadi kaya untuk masuk surga? Atau kita memilih hidup yang miskin, sengsara, dan menderita saja supaya masuk surga seperti Lazarus?
Tidak. Tentu saja tidak. Sah saja jika dalam hidup kita berjuang dan berusaha untuk mencapai situasi aman, nyaman, damai dan sejahtera. Tetapi, Yesus menekankan supaya situasi aman, nyaman, damai dan sejahtera kita tersebut mampu menjadi berkat bagi sesama. Kita diharapkan punya rasa peduli terhadap orang miskin. Kita diharapkan punya kepekaan dan keprihatinan terhadap kesulitan sesama. Orang kaya itu tidak masuk surga bukan karena kekayaannya, tetapi karena sikapnya yang tidak mau peduli, tidak mau prihatin, tidak mau menolong sesama seperti Lazarus yang miskin dan menderita. Situasi ini pun diceritakan dalam Nubuat Amos bahwa celakalah mereka yang merasa aman di Sion, tenteram di gunung Samaria, yang berbaring di tempat tidur dari gading, duduk berjuntai di ranjang, yang memakan anak lembu tambun, yang berpesta dan bernyanyi seperti Daud, yang minum anggur, dan berurap dengan minyak terbaik karena mereka semua tidak berduka karena hancurnya keturunan Yusuf.
Saudaraku, Paulus ingin supaya kita mampu memenangkan pertandingan iman yang benar. Jauhi kejahatan, hidup dalam keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Sikap hidup inilah yang akan memampukan kita memiliki sikap peduli terhadap sesama, sikap prihatin terhadap penderitaan sesama. Saudaraku, mari mensyukuri apapun yang telah Tuhan beri dalam hidup ini yang membuat hidup kita ada dalam situasi aman, nyaman, damai dan sejahtera, sekaligus memiliki sikap peduli kepada sesama, peka terhadap penderitaan sesama sehingga kita pun menjadi pantas dan layak di surga kelak. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 September 2019
PW St. Hieronimus, Imam dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXVI
Para murid bertengkar karena berebut status siapa yang terbesar di antara mereka. Yesus menempatkan seorang anak kecil di samping-Nya lalu berkata, “Barangsiapa menerima anak ini demi nama-Ku, dia menerima Aku. Dan barangsiapa menerima Aku, menerima Dia yang mengutus Aku. Sebab, yang terkecil di antara kalian, dialah yang terbesar.” Pernyataan Yesus ini menegaskan bahwa sebagai pengikut-Nya, hendaknya menjadi yang terbesar dan terbaik karena hidup yang mampu menerima, memerhatikan dan melayani yang kecil, lemah, sakit, menderita dan miskin. Bagaimana dengan hidup kita sejauh ini?
Saudaraku, terkadang kita pun tanpa sadar terus berjuang dan berusaha untuk menjadi yang terbesar, menjadi yang terbaik, menjadi yang berpengaruh dalam banyak hal di kehidupan ini. Tetapi, saat semua yang kita perjuangkan itu membuat kita tidak pernah mampu menerima, memerhatikan dan melayani yang kecil, lemah, sakit, menderita dan miskin, maka kita sesungguhnya tidak pernah sungguh-sungguh menjadi yang terbesar, menjadi yang terbaik sebagai murid-Nya. Jelas, siapa yang memiliki hidup untuk menerima, memerhatikan dan melayani yang kecil, lemah, sakit, menderita dan miskin, dialah yang terbesar, dialah yang terbaik. Hidup ini adalah hidup yang menerima Yesus dan Dia yang mengutus-Nya. Semoga, dalam perjuangan kita untuk menjadi yang terbesar dan terbaik, justru kita semakin memiliki hidup yang mampu menerima, memerhatikan, dan melayani mereka yang kecil, lemah, sakit, menderita dan miskin. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa RDLJ