Posted on: 01/09/2019 Posted by: RD Lucius Joko Comments: 0
Keuskupan Agats

Renungan 1 Agustus 2019

PW St. Alfonsus Maria de Liquori, Uskup dan Pujangga Gereja

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XVII

Masih tentang Kerajaan Surga, kali ini Yesus mengatakan Kerajaan Surga seumpama pukat yang dilabuhkan di laut dan mengumpulkan pelbagai jenis ikan. Setelah penuh, pukat itu ditarik orang ke pantai. Lalu mereka duduk dan memilih ikan-ikan. Ikan yang baik dikumpulkan ke dalam pasu, yang buruk dibuang. Hal ini menjadi gambaran bahwa pada akhir zaman nanti, malaikat akan datang untuk memisahkan orang jahat dan orang benar. Orang jahat dicampakkan ke dalam dapur api, di sana terdapat ratap dan kertak gigi.

Hidup dalam kebaikan dan kebenaran setiap saat itulah yang akan membawa keselamatan. Faktanya, kebaikan dan kebenaran kita sifatnya musiman, sementara dan pasang surut. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan dan kebenaran kita bukan sebuah kesejatian, bukan sesuatu yang mendarah daging, melainkan kepalsuan bahkan kemunafikan. Hidup baik dan benar dalam kepalsuan dan kemunafikan hanya akan membuat lelah dan tidak menjadi berkat. Kebaikan dan kebenaran yang sejati sifatnya otentik, total dan selamanya. Dalam situasi dan kondisi apapun kita akan tetap hidup dalam kebaikan dan kebenaran. Saudaraku, mari jadikan hidup kita selalu ada dalam kebaikan dan kebenaran yang sejati, yaitu otentik, total dan selamanya sehingga kita bukan menjadi bagian yang terbuang. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 2 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XVII

Allah menetapkan hari-hari raya, hari-hari pertemuan kudus bagi bangsa Israel. Allah ingin dengan hari-hari raya yang ditetapkan itu bangsa Israel mengarahkan hidup mereka juga kepada kekudusan, hidup di dalam dan menuju kepada kekudusan. Saudaraku, melalui anugerah sakramen baptis kita pun diharapkan selalu hidup di dalam dan menuju kekudusan itu.

Hidup di dalam dan menuju kekudusan adalah hidup yang semakin otentik, semakin asli sebagai manusia. Manusia yang semakin menjadi manusiawi. Hal ini karena pada dasarnya manusia berasal dari Allah yang kudus. Maka, hidup di dalam dan menuju kekudusan bukan terlihat dari penampilan luar, atribut luaran, bungkusan permukaan. Rajin berdoa, rajin ke gereja, memakai jubah, pandai berkotbah, keturunan Nabi, menjadi imam atau tokoh agama dan sebagainya bukan jaminan manusia itu hidup di dalam dan menuju kepada kekudusan. Mentalitas melihat kekudusan lewat penampilan, atribut luaran dan bungkusan permukaan ini yang dialami orang-orang di tempat asal Yesus. Mereka gagal menangkap dan melihat kekudusan dalam diri Yesus karena mentalitas tersebut. Saudaraku, mari menjadi manusia yang otentik, manusia yang asli, manusia yang semakin manusiawi. Hidup yang tidak otentik, tidak asli dan semakin tidak manusiawi adalah hidup dalam topeng kemunafikan dan kepalsuan. Iblis atau roh jahat yang menyamar dalam wujud manusia. Hal ini membuat kita tidak akan pernah mampu hidup di dalam dan menuju kepada kekudusan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 3 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XVII

Tuhan ingin supaya bangsa Israel menguduskan tahun kelima puluh, atau yang disebut tahun Yobel. Tahun Yobel, atau istilah sekarang disebut Jubileum, adalah tahun yang dikuduskan,  tahun penuh syukur, maka hendaknya menjadi kesempatan bagi umat untuk bersyukur atas segala rahmat dari Tuhan, atas kehidupan ini. Dalam cerita Injil, Herodes menganggap Yesus sebagai Yohanes yang bangkit kembali. Hal ini karena Herodes hidup dalam ketakutan dan kecemasan setelah membunuh Yohanes. Kejahatan selalu menimbulkan kecemasan dan ketakutan. Kecemasan dan ketakutan menghambat manusia untuk mampu bersyukur.

Saudaraku, bersyukur atas rahmat Tuhan bagi hidup kita ternyata tidak mudah. Kesulitan kita untuk mampu mensyukuri hidup adalah adanya ketakutan dan kecemasan. Lewat cerita Injil tadi, kita tahu bahwa ketakutan dan kecemasan lahir dari perbuatan jahat. Maka, jika hidup kita memiliki ketakutan dan kecemasan yang hebat, itu artinya kita hidup dalam kejahatan, hidup dalam kedosaan. Situasi ini yang membuat kita sulit menangkap cinta Tuhan, sulit menangkap rahmat Tuhan. Kita sulit untuk bersyukur. Saudaraku, mari berhenti hidup dalam kejahatan dan dosa, supaya tidak ada lagi ketakutan dan kecemasan yang melumpuhkan rasa syukur kita terhadap cinta dan rahmat Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 4 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XVIII

Kitab Pengkotbah menulis bahwa segala sesuatu adalah kesia-siaan belaka. Segala sesuatu adalah sia-sia. Seolah digambarkan hidup lewat usaha apapun hanya akan sia-sia, tidak berguna, tidak berarti. Lalu untuk apa kita hidup? Dalam Injil, ada cerita tentang seorang yang ingin berbagi harta warisan, lalu Yesus menyadarkannya dengan perumpamaan tentang orang yang sibuk mengumpulkan harta tetapi harus kehilangan nyawa sebelum menikmati hartanya, seolah kita tidak perlu memikirkan dan mempersiapkan masa depan bagi hidup kita. Bukankah kita ingin hidup kita di masa yang akan datang mengalami bahagia?

Yesus mengatakan supaya kita berjaga-jaga dan waspada terhadap segala ketamakan. Sebab, meskipun orang berlimpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu. Sesungguhnya inilah yang mau ditegaskan lewat permenungan kita. Manusia sesungguhnya diciptakan untuk bahagia. Allah menciptakan manusia untuk berbagi cinta dan sukacita-Nya. Manusia kehilangan kebahagiaan karena yang disembah bukan lagi Allah melainkan keduniawian. Manusia cenderung mengejar dan menyembah hikmat, kepandaian, kecakapan, kedudukan, kuasa, juga harta benda karena merasa hal tersebut adalah sumber kebahagiaan. Terlebih, segalanya itu dikejar oleh karena hawa nafsu ketamakan dan keserakahan.

Saudaraku, bagaimana mengalami kebahagiaan sejati di dalam Allah? Paulus ingin supaya kita mematikan segala yang duniawi dalam hidup kita yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan yang sama dengan menyembah berhala karena hal inilah yang membuat hidup kita tidak mampu menangkap dan mengalami cinta dan sukacita dari Allah sehingga akhirnya tidak mampu merasakan kebahagiaan sejati. Semoga hidup kita adalah hidup yang bahagia di dalam Allah dan hidup kita adalah sumber bahagia bagi sesama karena kita penuh dengan cinta dan sukacita dari Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 5 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XVIII

Bangsa Israel kembali bersungut-sungut, berkeluh kesah karena yang tersedia hanya “manna”. Mereka menginginkan daging, ikan dan juga makanan lain yang biasa mereka dapatkan di Mesir. Bangsa Israel sibuk memikirkan dan memenuhi kebutuhan “perut” mereka. Tuhan mereka adalah “perut”, kebutuhan jasmani. Situasi ini menjadi gambaran manusia yang egois, memikirkan diri sendiri, tidak peduli yang lain, apatis dengan keadaan sekitar. Akhirnya, hidup penuh dengan keluhan, umpatan, kekesalan, kekecewaan bahkan keputusasaan. Manusia menjadi sulit bersyukur dan selalu merasa tidak puas.

Dalam peristiwa Injil, Yesus mengajarkan hal yang sebaliknya. Saat para murid ingin supaya Yesus menyuruh pulang banyak orang yang mengikuti-Nya, dengan alasan hari sudah malam dan tidak ada makanan, Yesus justru berkata kepada murid-Nya, “Mereka tidak perlu pergi. Kalian saja memberi makan mereka.” Yesus ingin para murid mampu memberi dan berbagi meski dalam keadaan kekurangan dan keterbatasan. Kemampuan memberi dan berbagi dalam kekurangan dan keterbatasan ini akan mendatangkan mukjizat, mendatangkan rasa syukur. Hidup semakin berlimpah berkat dan anugerah. Semoga, kita semakin dikuatkan oleh Roh Kudus untuk mampu hidup memberi dan berbagi meski dalam keadaan kurang dan terbatas sekalipun. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 6 Agustus 2019

Pesta Yesus Menampakkan Kemuliaan-Nya

Saat sedang berdoa, wajah Yesus berubah, pakaian-Nya menjadi putih berkilauan. Tampak dua orang, yaitu Musa dan Elia, berbicara dengan Dia. Demikian gambaran peristiwa Yesus menampakkan kemuliaan-Nya. Peristiwa ini juga dikenal dengan peristiwa transfigurasi atau peristiwa Tabor. Tak lama ada suara dari dalam awan yang berkata, “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” Saudaraku, apa makna dari peristiwa Yesus menampakkan kemuliaan-Nya bagi hidup kita?

Pertama, peristiwa ini menegaskan tentang siapa diri Yesus. Dialah yang kudus dari Allah, yang dipilih untuk membawa semua manusia kepada keselamatan, kemuliaan kekal abadi. Kata “Inilah Anak-Ku yang Kupilih” adalah sebuah penegasan yang jelas dari Allah. Kedua, kemuliaan kekal abadi adalah tujuan hidup kita. Sejak diciptakan, sesungguhnya kita telah dikuduskan, disucikan oleh Roh Allah sendiri. Maka, untuk mencapai kemuliaan kekal abadi hendaknya kita mampu menjaga dan memelihara kekudusan dan kesucian hidup kita seturut perintah Tuhan. Kata “Dengarkanlah Dia” menjadi perintah menuju kepada kemuliaan kekal abadi tersebut. Saudaraku, semoga melalui peristiwa Yesus menampakkan kemuliaan-Nya ini, kita semakin mampu menjaga dan memelihara kekudusan hidup kita dengan mendengarkan Dia untuk sampai kepada kemuliaan kekal abadi. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 7 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XVIII

Yesus berkata, “Hai ibu, besar imanmu! Terjadilah bagimu seperti yang kau kehendaki.” Dan seketika itu juga anaknya sembuh. Saudaraku, saat membaca peristiwa Injil kali ini mungkin kita berpikir bahwa Yesus pilih kasih dalam membantu orang. Yesus tidak mau melayani dan menyembuhkan orang di luar bangsa Israel. Tidak, justru melalui peristiwa Injil hari ini, kesetiaan iman kita terhadap-Nya diuji. Seringkali kita yang mengaku percaya kepada-Nya justru sering meragukan-Nya, sering tidak yakin akan pertolongan-Nya. Kita seperti bangsa Israel yang selalu meragukan, bahkan menyepelekan kekuatan Tuhan dengan bersungut-sungut dan bersumpah serapah. Mereka ragu dan tidak yakin bahwa Tuhan akan selalu menjaga dan menyertai mereka.

Saudaraku, oleh rahmat pembaptisan, kita telah diangkat menjadi anak-anak Allah. Kita masuk dalam bagian persekutuan orang-orang yang akan diselamatkan. Tidak ada alasan sedikitpun bagi kita untuk meragukan bahkan menyepelekan kekuatan Allah dalam hidup ini. Saat kita lebih sering mengeluh daripada bersyukur, lebih sering cemas dan khawatir daripada berpengharapan dalam Tuhan, sesungguhnya saat itu kita sedang meragukan dan menyepelekan kekuatan Tuhan. Mari kita belajar dari seorang ibu yang memiliki iman besar terhadap Yesus. Dia yakin meskipun dia bukan bagian dari domba-domba Israel, Yesus akan membantu dan menolongnya. Jangan sampai tanda keselamatan yang seharusnya menjadi milik kita justru menjadi milik orang lain karena iman mereka lebih besar. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 8 Agustus 2019

PW St. Dominikus, Pendiri Ordo Pengkotbah, Imam

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XVIII

Suatu ketika bangsa Israel hidup kekeringan di padang gurun. Seperti biasa mereka mulai menggerutu kepada Musa dan Harun. Mereka merasakan hidup yang tidak terberkati, hidup yang terkutuk. Sekali lagi mereka meragukan dan tidak percaya akan kekuatan Tuhan. Akhirnya Tuhan menampakkan kekuatan dan kemuliaan-Nya dengan memberikan mata air sumber kehidupan dari bukit batu. Sudah sekian lama Tuhan menyertai dan melindungi bangsa Israel dalam pembebasan, ternyata bangsa Israel tetap tidak mampu mengenal Tuhan Allah. Dalam Injil, sesungguhnya kita diberi penegasan bahwa iman yang besar, kokoh dan setia berawal dan bersumber dari pengenalan, pemahaman dan penghayatan yang baik dan benar akan apa dan siapa yang kita imani. Tidak lain dan tidak bukan adalah pengenalan, pemahaman dan penghayatan akan Yesus.

Seringkali saat hidup kita mengalami ‘kekeringan’, saat itu pula kita mulai meragukan dan tidak percaya akan kekuatan Tuhan. Kita cenderung menggerutu, mengeluh, marah, kecewa bahkan menyalahkan Tuhan dan sesama. Kita sulit bersyukur, kita lumpuh untuk bersimpuh di hadapan Tuhan. Iman kita begitu rapuh, lemah dan tipis. Hal ini terjadi karena kita sendiri belum mampu sungguh memahami, menghayati dan mengenal Yesus yang kita imani. Ternyata, kita seringkali mengalami keraguan dan rasa tidak percaya karena belum sungguh mengenal Yesus, belum memahami dan menghayati dengan baik dan benar siapa Yesus, Putera Allah yang tunggal. Yesus yang dikandung dari Roh Kudus, lahir dari perawan Maria. Yesus yang menderita sengsara, wafat dan dimakamkan, lalu bangkit mulia pada hari ketiga. Yesus yang naik ke surga duduk di sebelah kanan Allah Bapa untuk mengadili orang hidup dan mati. Saudaraku, mari berjuang dan berusaha untuk semakin mengenal Yesus dengan sungguh, memahami dan menghayati dengan baik dan benar supaya tidak ada lagi keraguan dan rasa tidak percaya akan kekuatan-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 9 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XVIII

Musa memberi kesaksian tentang Tuhan Allah kepada bangsa Israel. Kesaksian Musa menegaskan bahwa semua peristiwa hebat, mukjizat, kemenangan perang dan sebagainya yang dilakukan oleh Tuhan Allah atas bangsa Israel adalah karena Dia begitu mengasihi bangsa Israel. Peristiwa jatuh bangun dalam perjalanan pembebasan hendaknya semakin menegaskan bahwa tiada allah lain selain Dia. Melalui peristiwa jatuh bangun itulah karya keselamatan Allah bagi bangsa Israel sedang terjadi. Dalam Injil, Yesus pun menegaskan bahwa siapapun yang mau mengikuti Dia hendaknya menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Dia. Bagaimana kita mampu mematuhi segala perintah ini?

Dalam hidup terkadang apa yang dikatakan oleh Yesus diartikan bahwa mengikuti Dia maka akan mengalami sengsara dan derita, seolah hidup tidak punya arti dan makna, lahir untuk sengsara dan menderita. Sesungguhnya, pemahaman kita tentang sengsara dan menderita ini yang kurang tepat. Kita merasa sengsara dan menderita saat situasi hidup tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dan harapkan. Kita tidak sukses dianggap sengsara dan menderita. Kita mengalami kegagalan dianggap sengsara dan menderita. Kita tidak memiliki banyak harta dan hidup sulit dianggap sengsara dan menderita. Kita diajak untuk menyangkal diri yang artinya hidup sesuai dengan keinginan Allah, kehendak Allah, harapan Allah, rencana Allah. Meskipun kita mengalami situasi jatuh bangun dalam hidup, jika semua kita sadari sebagai rencana, keinginan, harapan dan kehendak Allah, maka kita tidak akan merasa hidup ini hanya untuk sengsara dan menderita. Saudaraku, mari belajar untuk terus memahami rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita. Rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita adalah karya keselamatan yang sedang terjadi bagi kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 10 Agustus 2019

Pesta St. Laurensius, Diakon dan Martir

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XVIII

Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Siapa menabur sedikit akan menuai sedikit, dan siapa menabur banyak akan menuai banyak. Kekuatan memberi dan berbagi dengan sukacita akan membawa kita kepada hidup yang berkecukupan bahkan berlebih dalam pelbagai kebajikan. Inilah pesan dari Surat Kedua Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus. Dalam Injil, Yesus memperdalam arti memberi dan berbagi bahkan sampai rela kehilangan nyawa. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya. Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Biji harus mati supaya menghasilkan banyak buah.

Saudaraku, kita diajarkan sungguh tentang bagaimana mengasihi sesama lewat kekuatan memberi dan berbagi, sekaligus hidup penuh kesetiaan terhadap Kristus meskipun harus kehilangan nyawa. Hal ini juga yang terjadi pada diri St. Laurensius. Sikap mengasihi sesama ia tunjukkan lewat kekuatan memberi dan berbagi dengan sukacita. Dan sikap kesetiaannya terhadap Kristus ia tunjukkan dengan keberaniannya mati dipanggang hidup-hidup sebagai martir. Kita pribadi yang mengaku sebagai pengikut Kristus, sungguhkah sudah memiliki kekuatan mengasihi sesama dengan memberi dan berbagi dengan sukacita? Sungguhkah kita memiliki kesetiaan untuk berani menjadi biji yang siap mati supaya menghasilkan buah limpah? Semoga. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 11 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XIX

Yesus berkata, “Hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu sangka-sangka.” Hal ini dikatakan oleh Yesus kepada para murid-Nya. Bagaimana memiliki hidup yang siap sedia? Kitab Ibrani menyebutkan bahwa iman adalah dasar dari segala yang kita harapkan, dan bukti dari segala yang tidak kita lihat. Keselamatan terjadi saat manusia memiliki kesetiaan dalam iman.

Saudaraku, ada hal yang pasti terjadi tetapi kita tidak pernah tahu kapan waktu, apa dan bagaimana caranya adalah kedatangan Anak Manusia bagi kita orang beriman. Sikap siap sedia menyambut kedatangan Anak Manusia bagi kita itu bukan dengan sibuk menghitung kebaikan kita, sibuk memperbanyak pelayanan kita, atau bahkan sibuk menghapal isi kitab suci dan doa-doa. Sikap siap sedia yang diinginkan oleh Yesus adalah iman yang dipahami, dihidupi dan dinyatakan. Iman adalah dasar bagi harapan akan keselamatan itu.

Iman yang dipahami artinya iman yang dimengerti dengan baik dan benar, bukan asal-asalan. Ajaran-ajaran Gereja, Kitab Suci dan Tradisi yang selalu dimengerti dengan sungguh. Iman yang dihidupi adalah hidup berdasarkan iman. Iman ini tumbuh dan berkembang, bukan diam di tempat atau bahkan mati. Lalu, iman yang dinyatakan adalah iman yang tampak dalam pikiran, perkataan, perasaan dan seluruh perbuatan kita sehari-hari. Saudaraku, inilah sikap siap sedia yang harus kita lakukan. Mari memiliki iman yang dipahami, dihidupi dan dinyatakan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 12 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XIX

“Ambillah itu dan bayarlah kepada mereka, bagi-Ku dan bagimu juga.” Ini adalah kata-kata Yesus kepada Petrus saat ada seorang pemungut pajak bait Allah menegur mereka tentang membayar pajak. Dalam hal ini Yesus ingin menunjukkan hidup yang harus mampu menjalankan kewajiban. Kepada bangsa Israel Musa juga berpesan bahwa tuntutan Tuhan Allah kepada mereka adalah sikap takwa dan taat pada segala perintah-Nya. Kewajiban bangsa Israel adalah berpegang teguh pada perintah dan ketetapan Tuhan demi kesejahteraan mereka, demi keselamatan mereka.

Saudaraku, bagaimana sikap kita terhadap sebuah kewajiban baik dalam aspek spiritual maupun dalam aspek jasmani? Seringkali kita gagal menjalankan kewajiban kita baik dalam aspek spiritual maupun dalam aspek jasmani karena kita cenderung lebih senang menuntut hak daripada menjalankan kewajiban. Dalam aspek spiritual kita lebih senang menuntut, “Apa yang sudah Tuhan beri? Apa yang telah gereja perbuat? Apa yang para imam sudah lakukan? Apa prestasi para pengurus gereja, wilayah dan lingkungan?” Dalam aspek jasmani pun tak jarang kita lebih dulu menuntut hak seperti gaji, fasilitas, kenyamanan, dan sebagainya padahal kualitas kinerja di bawah target. Situasi seperti ini sampai kapanpun tak akan membuat kita sejahtera dan selamat. Mari belajar menjadi pribadi yang penuh tanggung jawab dalam hal spiritual dan jasmani. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangaj lupa berdoa

RDLJ

Renungan 13 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XIX

Saat Musa mulai merasa renta, ia pun menunjuk Yosus menjadi penggantinya sesuai yang disabdakan Tuhan. Musa berpesan kepada Yosua di hadapan seluruh bangsa Israel supaya menguatkan dan meneguhkan hatinya untuk memimpin bangsa Israel menuju negeri yang dijanjikan oleh Tuhan. Tuhan sendiri yang akan memimpin, menyertai dan takkan membiarkan juga meninggalkannya. Dalam Injil, saat para murid bertanya tentang siapa yang terbesar di dalam Kerajaan Surga, Yesus justru memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah mereka. Yesus berkata bahwa manusia harus bertobat dan menjadi seperti anak kecil, karena yang terbesar dalam Kerajaan Surga adalah mereka yang merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil.

Saudaraku, lewat bacaan hari ini kita diajarkan tentang kerendahan hati. Salah satu hal yang membuat kita sulit rendah hati adalah sikap superior, merasa lebih tua, merasa lebih pengalaman, merasa lebih pandai, merasa lebih segalanya. Musa telah memberi contoh kerendahan hati dengan menunjuk Yosua sebagai suksesornya. Musa tidak pernah merasa kalah dan gagal membawa bangsa Israel ke negeri terjanji. Yesus pun menegaskan supaya kita mampu rendah hati dan menjadi seperti anak kecil. Saudaraku, mari menjadi pribadi yang rendah hati sehingga layak bagi Kerajaan Surga. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 14 Agustus 2019

Inpisari Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XIX

PW St. Maksimilianus Maria Kolbe, Imam dan Martir

Hidup sebagai duta perdamaian. Inilah tugas perutusan kita. Hidup untuk membawa perdamaian antara manusia dengan Allah juga manusia dengan sesamanya. Karakter yang harus dimiliki oleh duta damai ini adalah harus selalu mampu setia hidup dalam kebenaran untuk akhirnya mampu membawa siapapun dalam kebenaran. Inilah hal yang Yesus inginkan saat kita diharapkan berani menegur saudara kita yang berbuat salah.

Saudaraku, kesulitan kita menjadi duta perdamaian adalah karena hidup kita sendiri sesungguhnya tidak setia dalam kebenaran. Bagaimana mungkin kita mampu didengar dan diikuti saudara kita yang berbuat salah jika hidup kita sendiri jauh dari kebenaran. Musa adalah teladan hidup setia dalam kebenaran sampai ia tutup usia. Bangsa Israel yang seringkali hidup bersungut-sungut, marah dan kecewa dengan Tuhan mampu untuk selalu diperdamaikan dengan Allah. Hal ini karena hidup Musa selalu ada dalam kebenaran. Semoga kita mampu selalu setia hidup dalam kebenaran sehingga tugas kita sebagai duta perdamaian dapat terlaksana dengan baik. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 15 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XIX

Aku berkata kepadamu, “Bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali kalian harus mengampuni.” Pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat inilah yang diinginkan oleh Yesus. Pengampunan Allah bagi manusia itu cuma-cuma, gratis tetapi pengampunan manusia kepada sesamanya sungguh amat sulit dilakukan. Kita penuh perhitungan untuk mengampuni sesama. Padahal, saat kita tidak mampu mengampuni sesama maka Allah pun tidak akan mengampuni kita.

Saudaraku, dalam kenyataan hidup kita ini senang akan hal yang cuma-cuma, gratis tanpa bayar. Tetapi sebaliknya, kita sulit untuk melakukan hal yang cuma-cuma, gratis tanpa bayar. Contoh kecil, untuk memberi bintang lima kepada ojek online yang cuma-cuma, gratis tanpa bayar saja, kita sering masih perhitungan. Untuk subscribe video di youtube yang juga cuma-cuma, gratis tanpa bayar pun, kita juga masih enggan. Inilah indikasi sikap kita yang akhirnya juga sulit untuk memiliki pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat kepada sesama. Kita takut merugi dan kehilangan sesuatu saat memberi pengampunan, padahal saat kita berani mengampuni kita tidak akan kehilangan apapun tetapi justru mendapatkan rahmat kasih dari Tuhan. Saudaraku, semoga kita menjadi pribadi yang tidak penuh perhitungan, terlebih terhadap hal yang cuma-cuma, gratis tanpa bayar, sehingga kita pun mulai belajar untuk berani mengampuni sesama tanpa takut merugi dan penuh perhitungan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 16 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XIX

Dalam gereja Katolik ada tiga bentuk hidup panggilan. Pertama, bentuk hidup panggilan sebagai klerus, yang oleh Yesus disebut sebagai orang yang selibat atau tidak menikah karena keinginannya sendiri dan Kerajaan Surga. Klerus sendiri terdiri atas tiga bentuk yaitu diakonat, presbiterat (imam) dan episkopat (uskup). Bentuk hidup panggilan kedua adalah hidup bakti. Suster, bruder, dan lembaga-lembaga hidup bakti adalah contohnya. Mereka pun hidup selibat. Bentuk hidup panggilan ketiga adalah awam. Awam ini sendiri terdiri dari awam yang memilih untuk hidup dalam perkawinan dan juga awam yang selibat. Yang paling penting untuk disadari dan dimaknai adalah bahwa semua bentuk hidup panggilan itu indah dan baik.

Melalui bacaan Injil hari ini. Bentuk hidup panggilan khususnya perkawinan yang seharusnya indah dan baik terkadang terancam hancur karena kedegilan hati manusia. Kedegilan hati manusia telah membuat rencana dan kehendak Allah yang indah dan baik dalam sebuah perkawinan menjadi gagal karena keinginan kuat untuk bercerai. Tidak hanya bentuk hidup perkawinan, bentuk hidup panggilan apapun jika hati kita selalu degil, maka kita hanya akan menjadi penghambat atau batu sandungan bagi rencana dan kehendak Allah yang indah dan baik atas diri kita. Faktanya, sampai detik ini kita lebih sering degil hati daripada memiliki sikap setia, taat dan berserah atas rencana dan kehendak Allah. Semoga, apapun bentuk hidup panggilan kita, kita mampu menjalaninya dengan sikap setia, taat dan berserah kepada Allah. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 17 Agustus 2019

Hari Raya Kemerdekaan Republik Indonesia

Yesus berkata, “Berikanlah apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar, dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.” Hal ini untuk menjawab pertanyaan orang-orang Farisi yang mencobai Yesus dengan mempertentangkan agama dengan negara. Jawaban Yesus jelas, tegas dan mendalam dan penuh makna. Yesus ingin supaya kita mampu memahami bagaimana beriman dan bagaimana bernegara, karena sesungguhnya semakin manusia mencintai Allah semakin ia mampu hidup sebagai cinta termasuk hidup sebagai cinta bagi bangsa dan negaranya. Agama dan negara bukan sesuatu yang harus dipertentangkan, namun sebaliknya agama dan negara adalah dua hal yang saling menguatkan jika sungguh dipahami, dialami dan dijalankan dengan benar.

Saudaraku, hari ini kita merayakan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74. Gereja Katolik memiliki semboyan yang indah dari seorang Uskup Soegijapranoto, yaitu 100% Katolik, 100% Indonesia. Semakin Katolik, semakin Indonesia. Apakah sungguh hidup kita sudah memahami, mengalami dan menjalankan semboyan tersebut? Lewat rasa syukur atas hari raya Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74 ini kita diharapkan semakin memiliki kualitas dalam mencintai Tuhan sehingga semakin memiliki kualitas juga dalam mencintai bangsa dan negara kita tercinta Republik Indonesia.

Mari wujudkan rasa cinta kita bagi Indonesia lewat hal-hal paling sederhana. Menjadi warga negara yang baik, bertanggung jawab atas setiap kewajiban. Taat hukum, taat peraturan. Tidak membuang sampah sembarangan, tidak merusak fasilitas umum, dan sebagainya. Tindakan baik dan benar kita dalam hal-hal kecil dan sederhana adalah bukti cinta kita bagi bangsa Indonesia. Mari menjadi pribadi-pribadi berkualitas bagi bangsa Indonesia. 100% Katolik, 100% Indonesia. Semakin Katolik, semakin Indonesia. Tuhan memberkati.

Dirgahayu Republik Indonesia ke 74

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 18 Agustus 2019

Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga

Santa Perawan Maria diangkat ke Surga merupakan peristiwa iman. Lewat peristiwa ini kita kembali diajak untuk merenungkan karya keselamatan Allah bagi manusia lewat Perawan Maria. Inilah perbuatan besar Allah bagi Perawan Maria yang suci untuk mengandung Putera-Nya Yesus Kristus tanpa noda dan oleh Roh Kudus. Gereja meyakini bahwa Perawan Maria yang suci akhirnya diangkat badan dan jiwanya ke surga karena hidupnya yang suci, taat, setia dan berserah. Ia mengalami kemuliaan kekal abadi.

Saudaraku, apa yang bisa kita maknai dalam peristiwa iman ini? Perawan Maria adalah teladan hidup beriman bagi kita dalam mencapai kemuliaan kekal abadi. Maka, hal pertama yang perlu juga kita teladani dari Perawan Maria adalah kesucian atau kekudusan. Hidup untuk terus ada dalam kesucian dan kekudusan karena lewat Kristus kita pun telah dikuduskan. Faktanya, kita justru sering menodai kesucian dan kekudusan hidup kita. Pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan kita terkadang justru menghancurkan kekudusan dan kesucian kita. Kedua, sikap taat dan setia. Ketaatan dan kesetiaan Perawan Maria membuat karya besar Allah terjadi dalam dirinya. “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu,” menjadi wujud nyata dari ketaatan dan kesetiaan Maria. Dalam kenyataan, kita pun justru sering mengkhianati kesetiaan dan ketaatan kita terhadap Tuhan. Ketiga, sikap berserah Perawan Maria. Maria adalah sosok yang selalu yakin bahwa rencana dan kehendak Allah bagi dirinya adalah yang terbaik dan paling indah. Meskipun begitu banyak derita yang harus ia alami, Maria tetap yakin terhadap rencana dan kehendak Allah. Kita sendiri sulit sekali memiliki sikap berserah. Kita sering ragu dan kurang yakin dengan rencana dan kehendak Allah yang baik dan indah bagi hidup kita. Saat mengalami sedikit saja kesulitan dan derita kita dengan mudah meragukan kekuatan Allah.

Saudaraku, mari mengarahkan hidup untuk mengalami kemuliaan kekal abadi lewat teladan Maria. Semoga kita selalu mampu menjaga kekudusan dan kesucian hidup, memiliki ketaatan dan kesetiaan serta sikap berserah total dan yakin sungguh akan rencana dan kehendak Allah bagi kita. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 19 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XX

Sesudah kematian Yosua, bangsa Israel justru hidup semakin menyakiti hati Tuhan Allah. Mereka mengkhianati kasih Tuhan Allah dengan menyembah berhala, menyembah dewa-dewa dan beribadah kepada Baal. Allah mengutus para Hakim untuk menyelamatkan mereka. Tetapi tetap saja hidup mereka penuh dengan pengkhianatan. Saat ada Hakim mereka menyembah Allah, saat Hakim tidak ada mereka kembali menyembah dewa-dewa dan beribadah kepada Baal. Dalam Injil, seorang pemuda yang bertanya bagaimana supaya ia memeroleh hidup yang kekal kepada Yesus, diminta menjual seluruh hartanya, dibagikan kepada orang miskin,  pergi dengan bersedih hati karena banyaklah hartanya. Gambaran manusia yang memiliki iman tetapi hatinya bukan tertuju pada Allah, melainkan tertuju kepada harta keduniawian. Tak ubahnya dengan bangsa Israel yang mengkhianati Tuhan Allah.

Saudaraku, sampai detik ini pun totalitas kita dalam beriman masih sangat jauh. Iman kita hanya sebatas permukaan. Iman kita hanya sebatas identitas. Sesungguhnya, kita pun sama seperti bangsa Israel yang mengkhianati Tuhan Allah. Kita menyembah berhala dan beribadah kepada Baal. Hati kita bukan tertuju pada Allah tetapi kepada harta duniawi. Kita bisa sangat bersedih ketika kehilangan seluruh harta duniawi kita tetapi tetap tenang saat hidup menjauh dari cinta Allah. Saudaraku, mari belajar memiliki iman yang total supaya kita layak dan pantas bagi kehidupan kekal. Tuhan memberkati

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 20 Agustus 2019

PW St. Bernardus, Abas dan Pujangga Gereja

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XX

Gideon ditunjuk oleh Tuhan Allah melalui malaikat-Nya untuk pergi dan membawa bangsa Israel keluar dari cengkeraman orang Midian. Gideon dipilih karena sikap miskin di hadapan Tuhan, yaitu sadar diri dan rendah hati. Meski terpilih ia merasa tidak pantas dan layak. Ia sadar akan kelemahan dan keterbatasan dirinya. Awalnya ia ragu tetapi akhirnya yakin setelah melihat bukti dari malaikat Tuhan dan mendirikan mezbah bagi Allah dengan nama “Tuhan adalah penyelamat”. Dalam Injil, Yesus pun mengatakan bahwa keselamatan atau Kerajaan Surga hanya bisa dialami oleh mereka yang mampu bersikap miskin di hadapan Tuhan.

Menjadi miskin di hadapan Tuhan adalah memiliki sikap sadar diri dan rendah hati. Wujudnya, mampu menyadari dan mengakui segala keterbatasan dan kelemahan yang ada dalam dirinya. Manusia seperti ini adalah pemenang kehidupan. Pemenang kehidupan adalah manusia yang tetap sejuk di tempat yang panas, yang tetap manis di tempat yang begitu pahit, yang tetap merasa kecil meskipun menjadi besar, dan yang tetap tenang di tengah badai yang begitu hebat. Inilah manusia yang selalu mengandalkan kekuatan Tuhan Allah dalam segala perkara hidupnya. Inilah manusia yang pantas dan layak bagi Kerajaan Surga. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 21 Agustus 2019

PW St. Pius X, Paus

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XX

“Iri hatikah engkau karena aku murah hati?” Inilah pernyataan Yesus dalam ceritanya tentang hal Kerajaan Surga di hadapan para murid. Allah yang digambarkan sebagai pemilik kebun anggur adalah seorang Tuan yang begitu murah hati. Para pekerja-pekerja yang terdahulu, artinya telah lama bekerja, memiliki sikap iri hati karena pekerja-pekerja yang baru saja bekerja mendapat upah yang sama, yaitu satu dinar sehari. Sikap iri hati ternyata membuat manusia tidak layak dan pantas bagi Kerajaan Surga.

Faktanya, hidup kita hingga detik ini sering disibukkan dengan sikap iri hati. Kita sering merasa Tuhan lebih memberkati orang lain daripada memberkati diri kita. Kita sibuk membandingkan anugerah yang diterima dan dialami orang lain sampai lupa menangkap, merasa dan mengalami anugerah dari Tuhan. Akhirnya waktu kita habis untuk mengeluh, menyesal, protes dan marah kepada Tuhan karena orang lain kita anggap lebih daripada diri kita sendiri. Saudaraku, iri hati adalah penyakit yang merusak spiritualitas kita. Bahkan, Santo Yohanes Maria Vianney mengatakan bahwa iri hati semacam penyakit sampar yang sulit sekali disembuhkan. Hari ini kita disadarkan dan diingatkan untuk mulai menyembuhkan sikap iri hati dalam diri kita yang hanya membuat kita kehilangan berkat dan anugerah dari Allah. Selama kita memiliki sikap iri hati maka selama itu pula kita tidak mampu melihat, menangkap dan merasakan berkat, kasih, dan karunia Allah dalam hidup kita. Mari berhenti untuk sibuk dengan sikap iri hati supaya kita menjadi pantas dan layak bagi Kerajaan Surga. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 22 Agustus 2019

PW St. Perawan Maria, Ratu

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XX

Saat kita mendapat undangan, sesungguhnya itu tanda kita dihargai dan dihormati. Maka, seringkali kita akan dengan penuh sukacita dan kesungguhan mempersiapkan diri jauh hari sebelumnya, merancang penampilan yang layak dan pantas supaya tidak membuat malu tuan rumah. Sayangnya situasi ini hanya berlaku jika undangan itu adalah undangan manusiawi,  undangan duniawi. Sebaliknya, undangan dari Tuhan, atau undangan surgawi, atau undangan keselamatan, seringkali tidak kita pedulikan. Kita tidak serta merta menyambut dengan sukacita undangan tersebut, tidak mempersiapkan diri, tidak membuat pantas dan layak diri kita.

Saudaraku, hari ini Yesus kembali berbicara tentang Kerajaan Surga. Ia berumpama Kerajaan Surga sebagai undangan dari Tuhan, undangan keselamatan. Kita adalah kelompok manusia yang mendapat undangan keselamatan dari Tuhan. Tetapi, seringkali kita memilih untuk tidak peduli dengan undangan keselamatan itu. Kita tidak menanggapi undangan keselamatan tersebut dengan sukacita sehingga tidak mempersiapkan diri dengan sungguh, artinya lebih membiarkan diri sibuk dengan urusan-urusan pribadi dan duniawi. Kita juga tidak merancang penampilan yang pantas dan layak bagi Tuhan, yang artinya tidak menghias diri kita dengan kedalaman spiritualitas dan iman yang berkualitas. Padahal, siapapun yang tidak peduli dengan undangan keselamatan dari Tuhan, siapapun yang tidak mempersiapkan diri dengan sungguh, siapapun yang tidak berpenampilan layak dan pantas, maka ia tidak masuk Kerajaan Surga. Semoga mulai detik ini kita mampu menyambut undangan keselamatan dari Tuhan, mempersiapkan diri dengan sungguh dan berusaha berpenampilan layak dan pantas bagi Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 23 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XX

“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan segenap akal budimu. Itulah hukum yang utama dan pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi”. Inilah hal yang dinyatakan oleh Yesus atas pertanyaan seorang ahli Taurat tentang hukum Taurat mana yang terbesar.

Saudaraku, apakah hukum cinta ini sungguh telah kita amalkan dalam hidup nyata kita? Cinta kepada Allah dan cinta kepada sesama hendaknya menjadi karakter kita sebagai pribadi yang mengimani Kristus. Faktanya, sering kita salah kaprah dalam memahami hukum ini sehingga gagal juga mengamalkan hukum cinta. Pertama, sering kita merasa sudah mencintai Allah jika sudah rajin berdoa, ke gereja, devosi, ziarah dan sebagainya tetapi relasi dengan sesama hancur. Yang penting hubunganku dengan Tuhan, perkara dalam keluarga saling bermusuhan, saling tidak peduli, saling masa bodo, saling mendendam tidak menjadi soal. Atau yang kedua, merasa sudah mencintai Allah jika sudah membantu sesama, berbuat baik kepada sesama, lebih menekankan nilai humanisme tetapi tidak berdoa, tidak ke gereja, tidak berdevosi dan sebagainya. Yang penting hidup saya selalu baik terhadap sesama, jadi untuk apa ke gereja dan berdoa? Gagal paham menyebabkan kita menjadi gagal bertindak. Cinta kepada Allah terwujud pada cinta kepada sesama. Cinta kepada sesama mampu dilakukan karena ada cinta kepada Allah. Semoga  hukum utama dan pertama ini menjadi spirit hidup kita karena memang kita telah mampu memahaminya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 24 Agustus 2019

Pesta St. Bartolomeus, Rasul

“Lihat, inilah orang Israel sejati, tidak ada kepalsuan di dalamnya.” Hal ini dikatakan Yesus kepada Natanael. Pernyataan Yesus ini terlontar justru karena Natanael meragukan perkataan Filipus tentang Yesus, anak Yusuf dari Nazareth dengan pertanyaan, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazareth?” Oleh para ahli Kitab Suci dan teolog, Natanael ini diyakini sebagai Bartolomeus, Rasul yang hari ini kita peringati. Sejati dan tidak ada kepalsuan. Inilah yang bisa kita teladani dari hidup Rasul Bartolomeus.

Kita diharapkan menjadi murid Kristus yang sejati tanpa kepalsuan, menjadi Katolik sejati tanpa kepalsuan, memiliki nilai kejujuran dan ketulusan tanpa kepura-puraan. Sayangnya, dalam kenyataan hidup sehari-hari sebagai orang Katolik kita justru berlaku sebaliknya. Identitas sebagai orang Katolik acapkali kita khianati. Tak jarang kita malu dan takut mengakui diri sebagai orang Katolik. Ketulusan pun sering ternoda karena saat kekatolikan tidak memberikan dampak nyata apa-apa dalam hidup, maka kita tidak segan meninggalkan kekatolikan kita. Kita menjadi manusia yang perhitungan dalam hal iman. Nilai ekonomis mengalahkan nilai ketulusan. Saudaraku, ternyata hidup iman kita masih dalam kepura-puraan, masih penuh kepalsuan. Semoga melalui pesta Santo Bartolomeus Rasul ini kita mampu menjadi Katolik yang sejati tanpa kepalsuan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 25 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XXI

“Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu! Sebab Aku berkata kepadamu, ‘Banyak orang berjuang untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” Hal ini diucapkan oleh Yesus untuk menjawab pertanyaan seseorang yang mengikuti-Nya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?  ” Saudaraku, pintu menuju keselamatan digambarakan oleh Yesus sebagai pintu yang sempit, artinya sulit dan tidak mudah. Sempit menjadi tanda bahwa menjadi murid Yesus dan mengikuti ajaran Yesus memang tidak mudah.

Yesus memberikan keteladanan bagaimana untuk hidup mencapai keselamatan. Pertama, relasi yang intim dengan Allah Bapa-Nya. Ia selalu menyediakan waktu berdoa kepada Bapa, sedangkan kita lebih sibuk dengan duniawi kita dan hanya menyisakan sedikit waktu bagi Tuhan. Kedua, teladan mencintai bahkan hingga musuh. Yesus ingin supaya kita mampu mencintai bahkan mereka yang memusuhi dan membenci kita. Hal yang sangat sulit dan berat tetapi ini menjadi jalan bagi keselamatan. Ketiga, keteladanan pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat. Memaafkan dan mengampuni menjadi hal berat kita lakukan terlebih atas kesalahan besar dari sesama kita. Kita lebih sering bertahan dalam dendam dan permusuhan. Tetapi sekali lagi, pengampunan tanpa batas dan tanpa syarat adalah jalan bagi keselamatan. Keempat, keteladanan bahwa hidup adalah sebuah pengorbanan. Hidup untuk yang lain. Hidup yang melayani. Selama ini kita masih sibuk dengan keegoisan kita sehingga sangat sulit memiliki hidup yang menjadi berkat dan rahmat bagi sesama. Bahkan terkadang karena keegoisan kita, hidup kita justru menjadi kutuk dan laknat bagi sesama kita.

Saudaraku, jalan untuk menuju keselamatan memang sempit. Tetapi Yesus telah memberikan jalan melalui keteladanan hidup-Nya. Mari berjuang dan berusaha melewati pintu yang sempit itu untuk mengalami keselamatan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 26 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XXI

Injil hari ini berisi tentang kecaman Yesus terhadap orang Farisi dan ahli Taurat. Hal yang dikecam oleh Yesus adalah sikap dan tabiat orang Farisi dan ahli Taurat yang hidupnya penuh kemunafikan. Hidup merasa paling benar dan paling suci padahal justru paling berdosa dan paling terkutuk. Kita disadarkan dan diingatkan untuk tidak hidup dalam kemunafikan, melainkan hidup dalam kejujuran dan ketulusan untuk terus berbalik dan mencari Allah sampai kedatangan-Nya.

Saudaraku, hidup dalam kepalsuan dan kemunafikan itu berat dan melelahkan. Kita hidup dalam kepura-puraan dan tidak menjadi diri kita sendiri. Sikap seperti ini sangat dibenci oleh Yesus. Kemunafikan berarti bukan yang sesungguhnya, dan bukan yang sesungguhnya membuat manusia tidak bisa dibentuk dan diubah, apalagi dipakai dalam karya-Nya. Bahkan, hidup dalam kemunafikan hanya akan menjadi batu sandungan bagi rencana dan karya keselamatan Allah. Saudaraku, mungkin banyak hidup penuh kemunafikan terlihat di sekitar kita, terlebih dalam diri para ahli-ahli agama, yang selalu merasa diri paling benar dan paling suci, tetapi mari terus menjaga kejujuran dan ketulusan kita dalam mengimani Kristus supaya kita pantas dan layak menanti kedatangan-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 27 Agustus 2019

PW St. Monika

Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XXI

Melihat janda itu, tergeraklah hati Tuhan oleh belas kasihan. Akhirnya anak laki-laki satu-satunya dari janda tersebut dibangkitkan. Santa Monika yang kita peringati hari ini adalah santa pelindung para janda. Ia adalah Ibu dari Santo Agustinus. Teladan kuat dan hebat darinya adalah ketekunannya dalam berdoa, sekaligus sikap berserah, yaitu mengandalkan sungguh kekuatan Tuhan.

Saudaraku, Yesus tergerak hatinya untuk membangkitkan pemuda di Naim, anak laki-laki satu-satunya dari seorang janda, diyakini karena kekuatan doa sekaligus sikap berserah, sungguh mengandalkan kekuatan Tuhan dari janda tersebut. Kisah hidup Santa Monika pun demikian, banyak penderitaan dan kesedihan berubah menjadi senyuman dan sukacita, kegelapan dan kedosaan berubah menjadi terang dan keselamatan karena ketekunan doa dan sikap berserah, mengandalkan kekuatan Tuhan. Suami dan anaknya, Agustinus, berubah total dari hidup gelap menjadi hidup yang terang dalam cahaya Kristus. Bagaimana dengan diri kita sendiri? Sungguhkah kita memiliki ketekunan doa sekaligus sikap berserah, yaitu mengandalkan sungguh kekuatan Tuhan? Doa seringkali masih menjadi kewajiban daripada kebutuhan. Doa sepertinya hanya kita lakukan sebagai alat untuk memohon segala keinginan diri sekaligus menolak keinginan Tuhan. Saudaraku, doa yang tekun dan sungguh, juga diiringi dengan sikap berserah yang mengandalkan sungguh kekuatan Tuhan akan mampu mengubah hidup kita sesuai dengan rencana dan kehendak-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 28 Agustus 2019

PW Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja

Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XXI

Salah satu ciri lepasnya manusia dari sikap dan sifat munafik adalah kemampuannya bertobat. Bertobat adalah kemampuan untuk terus berproses memperbaiki diri dan hidup semakin terarah kepada Tuhan. Santo Agustinus yang kita peringati adalah teladan dalam hal pertobatan dan hidup yang semakin mengarah kepada Tuhan meskipun sebelumnya hidup sebagai kafir dan penuh dosa. Pertobatan telah mengubah hidup Santo Agustinus sehingga menjadi hidup yang mati menjadi hidup yang berbuah. Bagaimana dengan hidup kita?

Hal paling sulit dan berat dari manusia untuk bertobat adalah sikap merasa diri paling benar, paling suci dan paling pintar. Inilah sejatinya sikap dan sifat kemunafikan terbesar dalam diri manusia. Mengaku paling benar tetapi tak segan berbuat salah, mengaku paling suci tetapi gagal menjaga kekudusan hidup, mengaku paling pintar tetapi digunakan untuk berbohong, membodohi, menghina dan mencaci sesama. Saudaraku, mari lepaskan diri dari sikap dan sifat kemunafikan lewat pertobatan. Mari berproses menjadikan hidup lebih baik dan mengarah kepada Tuhan. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 29 Agustus 2019

PW Wafatnya St. Yohanes Pembaptis, Martir

Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XXI

Akhir-akhir ini banyak yang mengeluh, protes dan marah dengan pertanyaan mengapa menjadi orang Katolik harus selalu menerima dan terkesan diam saat terusik, tersakiti, terhina, terlecehkan, teraniaya, hancur bahkan dekat dengan bahaya kematian. Kita selalu diminta untuk terus berbuat baik dan benar meskipun dalam kondisi tersebut. Tidak membalas, memberi maaf dan mengampuni, bahkan diharapkan tetap mengasihi mereka yang berbuat hal buruk terhadap kita. Hari ini jawaban tersebut kita dapatkan melalui peringatan wafatnya Santo Yohanes Pembaptis. Ia adalah martir kebenaran, berani mati karena bertahan dalam kebenaran.

Saudaraku, mungkin selama ini kita merasa ingin membalas setiap perbuatan jahat atas diri kita, atau pun atas iman kita. Hal tersebut terjadi karena kita lupa bahwa saat siap mengikuti Yesus secara total, berarti kita pun hendaknya siap menjadi martir, manusia yang siap hancur dan menderita, bahkan mati demi nilai kebenaran akan kasih, kebenaran akan pengampunan, kebenaran akan iman. Teladan Yohanes Pembaptis hendaknya menguatkan kita untuk tidak lagi mengeluh, protes dan marah hanya karena merasa terusik, tersakiti, teraniaya, terhina, terlecehkan, hancur dan ada dalam bahaya kematian. Tidak membalas, tidak membenci, melainkan berani memaafkan dan mengampuni dengan kasih karena Yesus ingin kita menjadi martir-martir kebenaran akan iman. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 30 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XXI

Allah telah mencurahkan roh-Nya yang kudus kepada manusia. Oleh sebab itu manusia hendaknya selalu hidup dalam kekudusan. Hidup untuk melakukan kekudusan bukan melakukan kecemaran. Menolak hidup dalam kekudusan berarti menolak Allah yang menguduskan. Kebijaksanaan menjadi aspek penting untuk hidup dalam kekudusan. Sebaliknya, kebodohan hanya akan terus membawa manusia jatuh dalam kecemaran.

Pada kenyataannya, kita masih saja sulit hidup dalam kekudusan. Kebijaksanaan seolah sulit ada dalam diri kita. Pikiran kita mudah cemar, perkataan kita mudah cemar, hati kita mudah cemar, perilaku kita pun ada dalam kecemaran. Kita kehilangan kebijaksanaan dalam hidup sehingga selalu jatuh dalam kebodohan dan membuat hidup menjadi cemar. Kebijaksanaan ternyata bukan dinilai dari banyaknya usia, tingginya ilmu, besarnya kedudukan, melainkan dinilai dari bagaimana manusia mampu menjadi pemenang kehidupan. Orang bijaksana adalah pemenang kehidupan, yaitu manusia yang tetap sejuk di tempat yang panas, yang tetap manis di tempat yang begitu pahit, yang tetap merasa kecil meskipun menjadi besar, dan yang tetap tenang di tengah badai yang begitu hebat. Inilah manusia yang bijaksana, manusia yang selalu hidup dalam kekudusan. Inilah manusia yang selalu mengandalkan Tuhan Allah dalam segala perkara hidup sehingga pikiran, perkataan, hati dan perilakunya jauh dari kecemaran. Semoga kita mampu hidup dalam kebijaksanaan sehingga selalu jauh dari hidup yang cemar. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Renungan 31 Agustus 2019

Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XXI

“Karena setiap orang yang mempunyai, akan diberi sampai ia berkelimpahan, tetapi siapa yang tidak punya, apapun yang ada padanya akan diambil.” Demikianlah ucapan Yesus kepada murid-murid-Nya saat bercerita tentang talenta yang diberi oleh tuan kepada hamba-hambanya. Melalui perumpamaan ini sesungguhnya kita disadarkan bahwa talenta yang diberi oleh Tuhan dan harus kita kembangkan adalah kasih itu sendiri. Seperti yang ditulis dalam Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika, bahwa kita telah diberi dan belajar kasih mengasihi dari Tuhan, maka hendaknya kita mampu hidup dalam kasih kepada sesama.

Saudaraku, kasih adalah talenta dari Tuhan yang harusnya kita kembangkan. Kita kembangkan melalui perbuatan kasih kepada sesama. Saat kita mampu mengembangkan kasih maka kita pun akan semakin berkelimpahan kasih dari Tuhan. Sebaliknya, saat kita membuat kasih yang ada dalam diri kita mati dan tidak berkembang, artinya kita tidak pernah berbuat kasih kepada sesama maka segala sesuatu yang ada dalam hidup kita akan diambil. Semoga,  mulai saat ini kita tidak ragu dan menunda berbuat kasih kepada sesama sebagai wujud mengembangkan talenta kasih dari Tuhan supaya hidup kita semakin berkelimpahan kasih-Nya. Tuhan memberkati.

Jangan lupa bahagia

Jangan lupa tersenyum

Jangan lupa berdoa

RDLJ

Leave a Comment