Renungan 1 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XIII
Tuhan tidak akan pernah membinasakan umat kesayangan-Nya. Tuhan itu pengasih dan penyayang. Inilah gambaran yang bisa menjadi kesimpulan dalam peristiwa percakapan antara Abraham dengan Tuhan. Tuhan tidak jadi memusnahkan kota Sodom dan Gomora yang melakukan pelanggaran dan dosa berat jika didapati ada sepuluh saja orang benar. Hal ini menjadi bukti totalitas kasih Tuhan bagi manusia. Bagaimana dengan totalitas kasih kita kepada Tuhan?
Sebagai pengikut-Nya, kita masih hidup penuh syarat dan pamrih. Kita terkadang bukan pengikut-pengikut Kristus yang memiliki kasih total bagi Tuhan. Hal ini membuat kita selalu melakukan penawaran, hitung-hitungan, untung rugi, sikap pamrih dan penuh syarat sebagai pengikut-Nya. Saat menderita, berdoa dan rajin pelayanan. Saat hidup baik-baik saja, terkadang membuat tanda salib saja lupa. Saat mengalami kegagalan, mulai ingat Tuhan, mulai mencoba berbagi dengan sesama yang menderita dengan harapan kegagalan tidak dialami lagi, tetapi saat berhasil, lupa untuk bersyukur. Banyak hal lain lagi yang menjadi wujud tidak totalnya kasih kita kepada Tuhan sebagai pengikut-Nya. Saudaraku, mari menjadi pengikut yang memiliki kasih total bagi Tuhan, menjadi pengikut-Nya tanpa penawaran, tanpa hitung-hitungan, tanpa untung rugi, tanpa pamrih dan tanpa syarat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XIII
Istri Lot tidak selamat dan berubah menjadi tiang garam karena menoleh ke belakang. Istri Lot meragukan kekuatan Tuhan dan kurang percaya bahwa Tuhan akan menyelamatkan lewat perkataan malaikat-Nya supaya mereka lari dan jangan menoleh ke belakang sebab Allah mengasihani mereka dan akan menghancurkan kota Sodom dan Gomora. Demikian juga yang terjadi dalam diri para murid. Sebagian besar dari para murid adalah nelayan hebat, ternyata sangat ketakutan saat mengalami angin ribut di danau meskipun Yesus ada di antara mereka. Para murid meragukan kekuatan Tuhan, para murid kurang percaya.
Saudaraku, dalam hidup kita pun seringkali mengalami keraguan dan sikap kurang percaya akan kekuatan Tuhan. Saat mengalami situasi terhimpit, situasi gelap, situasi jatuh, situasi yang menyesakkan, situasi yang menakutkan, kita justru meragukan kekuatan Tuhan dan menjadi kurang percaya. Sakit berat yang tidak kunjung sembuh, penderitaan yang tak kunjung henti, kegagalan yang terus-menerus, keterpurukan yang menghampiri dan sebagainya. Keraguan dan sikap kurang percaya sesungguhnya terjadi karena manusia cenderung ingin mengandalkan kekuatan diri sendiri yang sangat terbatas dan lemah. Saat inilah kita sedang berubah menjadi pribadi-pribadi yang angkuh dan sombong karena tidak sadar dirinya lemah dan terbatas, sekaligus lupa ada kekuatan Tuhan satu-satunya yang menyelamatkan. Yesus ingin dalam situasi terburuk sekalipun hendaknya kita tetap percaya dan semakin mengandalkan kekuatan Tuhan. Tuhan paling mengerti saat yang tepat untuk memberikan pertolongan dan menyelamatkan. Tuhan tidak akan pernah membuat kita menderita dan binasa. Semoga kita tidak lagi memiliki keraguan dan sikap kurang percaya terhadap kekuatan Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Juli 2019
Pesta St. Tomas, Rasul
Sikap tidak mudah percaya, selalu perlu bukti dan agak kritis dari seorang Tomas adalah diceritakan karena dilatarbelakangi oleh hidupnya sebagai nelayan kedua, nelayan yang tidak memiliki perahu sendiri. Hidupnya sangat susah dan berkekurangan. Sifatnya, polos, apa adanya, tetapi sangat berani. Maka saat para rasul lain bercerita tentang penampakan Tuhan Yesus, Tomas berkata, “Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya, dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu, dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, aku sama sekali tidak akan percaya.” Saat Yesus menampakkan diri di depan Tomas, akhirnya Tomas menjadi percaya dan berkata, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Inilah pengakuan Tomas saat menjadi percaya. Ungkapan ini sungguh berdampak performatif dan transformatif, membentuk dan mengubah. Saudaraku, Tomas menjadi percaya karena melihat, tetapi Yesus mengatakan, “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya.” Pertanyaannya, sungguhkah kita yang tidak melihat ini benar-benar percaya? Apakah kita juga pantas menyebut “Ya Tuhanku dan Allahku” karena kita telah percaya? Sungguhkah percaya kita membuat kita siap diubah dan dibentuk seturut rencana dan kehendak Allah?
Saudaraku, selama ini percaya kita hanya ada di dalam perkataan. Sejatinya kita sebagai orang beriman sering tidak hidup sesuai dengan iman kita. Kita yang telah diangkat sebagai anggota keluarga Allah dan dibangun oleh dasar iman para rasul cenderung mengingkarinya karena percaya kita hanya sebatas perkataan, sedangkan perilaku kita jauh dari apa yang Tuhan kehendaki. Hidup kita jauh dari saling mengasihi. Kita sulit mengampuni, berat untuk berbagi, menolak melayani dan sebagainya. Pesta St. Tomas yang kita rayakan ini hendaknya menyadarkan kita supaya kita tidak hanya percaya dengan perkataan, tetapi seluruh hidup kita hendaknya menjadi wujud manusia yang percaya akan Tuhan. Mari buat diri kita layak mengatakan, “Ya Tuhanku dan Allahku.” Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XIII
Iman Abraham begitu hebat dan luar biasa. Ia memiliki ketaatan dan kesetiaan kepada Tuhan secara total, radikal dan habis-habisan. Perintah Tuhan yang tidak masuk akal dan pasti membuatnya menderita, yaitu mempersembahkan Ishak, anak satu-satunya, bagi Tuhan, tetap dilakukan dan dijalankan. Akhirnya kesetiaan dan ketaatan Abraham berbuah kasih karunia dari Tuhan. Ia begitu diberkati, menjadi bapa para bangsa dan diberi keturunan yang banyak. Bagaimana dengan ketaatan dan kesetiaan kita?
Saudaraku, seringkali kita merasa sudah mencoba untuk taat dan setia tetapi tetap merasa tidak mengalami kasih karunia Tuhan. Bahkan, kita merasa justru semakin menderita, semakin sulit dan berbeban. Jawabannya adalah karena kita belum memiliki hati yang bersih dan putih. Kita masih memiliki hati yang jahat dan gelap seperti ahli-ahli Taurat yang dikisahkan dalam Injil. Ahli Taurat adalah orang-orang yang sangat taat dan setia pada hukum Taurat yang berasal dari Tuhan tetapi hati mereka selalu jahat dan gelap, terlebih saat kasih karunia Tuhan terjadi pada orang lain. Mereka merasa selalu paling benar dan paling suci karena ketaatan dan kesetiaannya pada Taurat sehingga merasa lebih pantas dan layak mendapat kasih karunia Tuhan. Saudaraku, mari memiliki ketaatan dan kesetiaan yang total, radikal dan habis-habisan seperti Abraham, sekaligus hati yang selalu bersih dan putih supaya kita mampu mengalami kasih karunia Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XIII
“Aku menginginkan belas kasihan dan bukan persembahan. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Hal ini dikatakan oleh Yesus saat orang-orang Farisi mengeluh tentang peristiwa Yesus makan di rumah Matius bersama pemungut cukai dan orang-orang berdosa, sesuatu yang dianggap sebuah pencemaran dan kenajisan. Peristiwa ini menjadi gambaran bahwa Allah hadir lewat Putera-Nya, Yesus Kristus, untuk menyelamatkan dan menebus orang berdosa. Matius dan teman-temannya yang selama ini dicap sebagai pendosa mengalami kasih dari Allah yang mengubah dan membentuk hidup mereka menjadi lebih baik.
Maka, syarat untuk mengalami keselamatan dan penebusan adalah sadar penuh sebagai orang yang berdosa, punya kelemahan dan kekurangan. Jangan-jangan selama ini kita hidup di luar keselamatan dan penebusan karena merasa tidak berdosa, tidak punya kelemahan dan kekurangan. Kita merasa lebih suci, lebih benar dan lebih pandai dalam ilmu agama seperti yang dilakukan oleh orang-orang Farisi. Parahnya lagi, merasa bebas menghakimi dan menghukum sesama seolah-olah wakil Allah. Saudaraku, semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang selalu sadar sebagai manusia berdosa, punya kelemahan dan kekurangan sehingga mampu mengalami kehadiran kasih Allah yang akan mengubah dan membentuk hidup kita seturut rencana dan kehendak-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XIII
Hidup yang diberkati adalah hidup yang selalu dibarui, yaitu berproses menjadi hidup yang sesuai dengan rencana dan kehendak Allah. Maka sesungguhnya iman itu bertumbuh dan berkembang, tidak diam di tempat. Hal ini juga yang dialami oleh Yakub saat berkat anak sulung ia terima dari Ishak, ayahnya. Meskipun berkat anak sulung seharusnya menjadi hak Esau, kakaknya, namun berkat yang diterima oleh Yakub telah membuat hidupnya dibarui, yaitu berproses menjadi hidup yang sesuai rencana dan kehendak Allah, semakin serupa dengan Allah. Saudaraku, bagaimana kita mengalami berkat Allah? Sungguhkah setiap saat kita dibarui oleh berkat itu?
Terkadang kita terjebak seperti sikap murid-murid Yohanes yang protes karena Yesus dan para murid tidak berpuasa. Iman kita kaku, beku, terjebak pada aturan dan ritual semata tetapi tidak pernah sampai kepada kedalaman. Hal ini membuat kita sulit mengalami berkat, sulit mempunyai hidup yang dibarui. Yesus mengatakan bahwa anggur yang baru hendaknya diletakkan di dalam kantong yang baru supaya dua-duanya terpelihara. Dalam hal ini ajaran, tradisi, ritual tidak menjadi kaku, beku dan menghambat pembaruan diri. Saudaraku, mari memiliki iman yang tumbuh dan berkembang karena inilah wujud manusia diberkati sehingga kita pun mampu memiliki hidup yang selalu dibarui, yaitu berproses untuk hidup sesuai dengan rencana dan kehendak Allah, hidup semakin serupa dengan Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
NB. Hari ini adalah Sabtu pertama, yaitu Hari Sabtu Imam. Mohon para imam disertakan dalam doa saudara-saudariku.
Renungan 7 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XIV
Kita adalah pribadi-pribadi yang terpilih dan terpanggil oleh kasih karunia Allah, tidak lagi bermegah selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus seperti kata Paulus. Kita telah menjadi ciptaan baru yang mewarisi keselamatan, kita telah menjadi milik Allah dan hidup penuh damai sejahtera. Namun, dari semua karunia ini, kita memiliki tugas perutusan dari Allah. Kita diharapkan ikut serta dalam karya keselamatan Allah bagi dunia lewat tugas perutusan ini.
“Damai sejahtera bagi rumah ini!” adalah kata-kata Yesus yang seharusnya selalu menyadarkan dan mengingatkan kita tentang untuk apa kita hidup. Hidup kita, kehadiran kita, seluruh pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan seharusnya menjadi ‘damai sejahtera’ bagi sesama atau bisa diartikan hidup yang berbuah kebaikan bagi semua orang. Inilah tugas perutusan dari Allah itu. Hal ini sulit dan tidak mudah, hanya bisa dilakukan saat kita bermegah hanya pada salib Yesus Kristus. Sungguhkah kita telah melakukannya?
Hidup yang selalu menciptakan damai sejahtera, membuahkan kebaikan bagi semua orang hendaknya ada dalam diri murid-murid Yesus Kristus. Faktanya, tak jarang hidup kita, kehadiran kita, seluruh pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan kita justru menjadi sumber perpecahan, sumber kebencian, sumber pertikaian, sumber permusuhan. Dalam komunitas terkecil sebagai keluarga misalnya, terkadang seorang suami, ayah, istri, ibu dan anak-anak tidak menyadari hidup yang seharusnya selalu membuahkan kebaikan bagi semua anggota. Sifat egois, tak peduli, sulit berbagi, arogan, keras kepala, mau menang sendiri, pendendam dan sebagainya lebih menguasai diri kita masing-masing. Kita cenderung ingin bermegah pada diri kita sendiri, bukan bermegah pada salib Yesus Kristus. Mungkin kita ditolak, dicaci, dikhianati, dibenci, dimusuhi, diasingkan, tidak dianggap dan sebagainya tetapi sebagai pribadi terpilih dan terpanggil hidup kita harus tetap menciptakan damai sejahtera, hidup yang membuahkan kebaikan bagi semua orang. Saudaraku, mari jalankan tugas perutusan dari Allah ini mulai dari komunitas kita masing-masing, dari keluarga kecil kita masing-masing. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XIV
Percaya penuh tanpa keraguan dan berserah total adalah gambaran iman yang sejati. Hal ini yang ditampakkan dalam peristiwa Injil kali ini saat Yesus menyembuhkan wanita yang mengalami sakit pendarahan selama dua belas tahun dan menghidupkan kembali seorang anak perempuan dari kepala rumah ibadat. Keselamatan terjadi saat manusia mampu memiliki iman yang sejati, yaitu percaya penuh, berserah total dan tanpa keraguan. Apakah kita memiliki iman seperti ini?
Saudaraku, tak jarang dalam beriman kita masih belum mampu percaya penuh tanpa keraguan dan berserah total. Percaya penuh tanpa keraguan artinya sungguh mengandalkan cinta dan kekuatan Allah. Faktanya, tak jarang kita masih lebih percaya ramalan, perdukunan, klenik, dan sebagainya. Berserah total artinya menerima apapun yang menjadi rencana dan kehendak Allah bagi diri kita, meskipun harus sakit dan menderita, harus gagal dan terpuruk, dan sebagainya. Faktanya, kita lebih memaksakan keinginan kita daripada keinginan Allah. Jika keinginan kita tak kunjung terwujud, kita kecewa dan tinggalkan Allah. Iman yang tidak percaya penuh tanpa keraguan dan berserah total tidak akan membawa keselamatan. Semoga kita semakin mampu memiliki iman sejati, yaitu percaya penuh tanpa keraguan dan berserah total. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XIV
Yesus berkata, “Tuaian memang banyak tetapi sedikitlah pekerjanya. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.” Hal ini disampaikan Yesus kepada para murid-Nya saat hati-Nya tergerak oleh belas kasihan melihat orang banyak lelah dan terlantar, seperti domba tanpa gembala. Saudaraku, bukankah dengan mengikuti Yesus Kristus kita berarti diutus untuk menjadi pekerja bagi tuaian-tuaian itu? Ya, kita seharusnya menjadi pekerja yang selalu mampu berbuat kasih dan kebaikan kepada banyak orang seperti yang telah diteladankan oleh Yesus.
Pada kenyataannya, sebagai pekerja yang diutus Tuhan bagi tuaian-tuaian itu apakah hati kita juga tergerak oleh belas kasih melihat banyak orang di sekitar kita yang sakit, lemah, lelah, menderita, terlantar, terabaikan, terasing, miskin, dan sebagainya? Jika masih banyak orang di sekitar kita jauh dari rasa kedamaian dan kesejahteraan, janganlah kita bertanya kepada mereka kenapa semua bisa terjadi, melainkan tanyakan pada diri kita sendiri sudah melakukan apa selama ini sebagai pekerja yang diutus Tuhan bagi tuaian itu. Kita lupa untuk mampu selalu berbagi kasih dan kebaikan bagi banyak orang, terlebih bagi mereka yang sangat membutuhkan. Hati kita sudah mati rasa, kering dan apatis sehingga tidak lagi tergerak oleh belas kasih terhadap situasi sekitar yang menyedihkan. Hal ini terjadi karena kita sendiri belum selesai dengan diri kita sendiri, sehingga belum mampu hidup bagi yang lain. Saudaraku, identitas kita adalah pekerja yang diutus Tuhan bagi tuaian-tuaian itu, dan misi hidup kita adalah berbuat kasih dan kebaikan bagi banyak orang. Mari kita ciptakan dunia yang penuh kedamaian dan kesejahteraan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XIV
Panggilan dari Allah bagi manusia adalah sebuah misteri. Terkadang tidak terduga, di luar nalar, bahkan harus melalui peristiwa yang memilukan. Tetapi, siapapun yang terpanggil dan menanggapinya dengan kesungguhan hati maka ia akan hidup seturut rencana dan kehendak Allah. Inilah yang dialami oleh Yusuf dan juga para rasul. Yusuf dipilih Allah untuk membebaskan bangsanya sendiri dari kelaparan. Jauh sebelum menjadi penyelamat bangsanya, Yusuf mengalami peristiwa menyedihkan, yaitu dibuang dan dijual oleh saudara-saudaranya sebagai budak. Para rasul yang dipilih oleh Yesus ternyata bukan orang-orang terkemuka, terpelajar, bangsawan dan sebagainya. Mereka orang sederhana dan berdosa.
Saudaraku, kita pun adalah pribadi yang telah dipilih dan dipanggil oleh Allah. Ada rencana dan kehendak Allah yang indah dalam hidup kita. Mungkin harus melewati situasi memilukan, melewati peristiwa menyakitkan, melewati sebuah sakit dan penderitaan. Tetapi, saat kita mau tetap sungguh setia mengandalkan kekuatan Allah dan memiliki sikap berserah total, artinya selalu siap diubah dan dibentuk seturut rencana dan kehendak-Nya, maka rencana indah dalam hidup kita akan terjadi. Menjalani bentuk hidup panggilan kita masing-masing dengan sepenuh hati berarti kita telah ikut ambil bagian dalam karya keselamatan Allah bagi dunia. Semoga lewat bentuk hidup panggilan kita masing-masing kita selalu mampu menghadirkan Kerajaan Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Juli 2019
PW St. Benediktus, Abas
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XIV
“Tetapi sekarang janganlah bersusah hati, dan janganlah menyesali diri karena kalian menjual aku ke sini, sebab demi keselamatan hidup kalianlah, Allah menyuruh aku mendahului kalian ke Mesir,” Yusuf berkata kepada saudara-saudaranya. Yusuf tidak mendendam dan membalas kejahatan saudara-saudaranya dengan kemarahan dan hukuman, tetapi ia justru membalas semuanya itu dengan kasih dan kebaikan. Bahkan, Yusuf menyadari sungguh apa yang terjadi atas dirinya adalah rencana dan kehendak terbaik dari Allah. Inilah wujud mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah bagi dunia. Yesus pun ingin kita pergi dan mewartakan Kerajaan Allah. Sungguhkah hal ini sudah kita lakukan?
Kerajaan Allah hadir dan dialami saat kita mampu selalu berbagi kasih dan kebaikan kepada siapapun secara cuma-cuma. Pada kenyataannya, kita masih sulit berbagi kasih dan kebaikan. Kita lebih memilih menyimpan dendam dan memelihara permusuhan daripada mengampuni dan menciptakan perdamaian. Kita masih sulit berbagi dan memberi perhatian kepada sesama, terlebih kepada yang sakit, miskin, terlantar, terasing dan sebatang kara. Kita belum mampu mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah di dunia ini. Saudaraku, mari terus memohon kekuatan Roh Kudus supaya sepanjang hidup kita mampu selalu mewartakan dan menghadirkan Kerajaan Allah lewat sikap berbagi kasih dan kebaikan kepada siapapun, di manapun dan kapanpun secara cuma-cuma, karena segala sesuatu yang kita miliki dalam hidup kita pun telah Tuhan beri secara cuma-cuma. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XIV
Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala! Sebab itu hendaklah kalian cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” Ternyata tidak mudah, bahkan terasa berat menjadi murid Yesus. Banyak tantangan, hambatan, bahkan ancaman terhadap hidup kita sendiri. Peristiwa Yusuf telah memberikan kita keteladanan bagaimana hidup teguh dalam kebenaran dan setia dalam iman kepada Allah meskipun harus melalui dan melewati penderitaan yang hebat.
Saudaraku, dunia yang kita tempati ini adalah dunia yang menolak dan membenci kebenaran, juga nilai kesetiaan dalam iman. Manusia menjadi takut untuk hidup benar dan enggan untuk setia dalam iman karena terkadang hidup teguh dalam kebenaran dan setia dalam iman hanya mendatangkan penderitaan. Inilah yang Yesus tekankan dalam pesan Injil-Nya, tetapi Ia menegaskan bahwa Roh akan menguatkan kita dan siapapun yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat. Menghadapi dunia yang seperti itu, Yesus ingin supaya kita cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. Cerdik seperti ular, yaitu bagaimana kita diharapkan mampu bertahan dan melawan, juga tidak pernah kompromi terhadap segala kejahatan dengan tetap hidup teguh dalam kebenaran. Tulus seperti merpati, yaitu bagaimana kita menjaga kesetiaan iman sampai mati. Jangan sampai kita justru menggadaikan atau menyembah dan memuja sesuatu di luar Allah hanya karena alasan hidup menjadi sulit dan menderita akibat mengikuti Kristus. Hidup seperti inilah yang akan mendatangkan keselamatan sejati karena siapa bertahan sampai kesudahannya maka ia selamat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XIV
“Janganlah takut, sebab aku bukan pengganti Allah. Memang kalian telah membuat rencana yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mengubahnya menjadi kebaikan.” Demikian jawaban Yusuf kepada saudara-saudaranya setelah kematian Yakub yang disebut Israel. Saudara-saudaranya begitu takut, cemas dan khawatir Yusuf akan menghukum mereka. Rencana jahat manusia terhadap orang benar selalu akan diubah menjadi kebaikan oleh Allah. Hal ini terjadi dalam kehidupan Yusuf. Yesus ingin supaya kita tidak hidup dalam ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran yang hebat, meskipun terkadang untuk menjadi murid-Nya adalah hal yang sulit dan tidak mudah. Ia hanya ingin kita terus bertahan dalam kebenaran dan memiliki kesetiaan iman kepada-Nya.
Saudaraku, kasih Allah atas hidup kita sangat luar biasa. Jika kita selalu bertahan hidup dalam kebenaran dan setia kepada-Nya, maka sesungguhnya kita tidak akan pernah hidup dalam ketakutan, kecemasan dan kekhawatiran yamg hebat. Bahkan, rencana jahat manusia terhadap hidup kita akan diubah menjadi sebuah kebaikan oleh Allah. Maka, marilah bertahan dalam kebenaran dan selalu setia dalam iman kepada-Nya. Bangga dan cintailah identitas kita sebagai murid Yesus Kristus meskipun terkadang harus hidup dalam kesesakan dan penderitaan. Sadarilah perkataan Yesus, “Barangsiapa mengakui Aku di depan manusia, dia akan Kuakui juga di depan Bapa-Ku yang di surga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, dia akan Kusangkal di hadapan Bapa-Ku yang di surga.” Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XV
Cerita tentang orang Samaria yang murah hati sungguh masih sangat relevan dalam hidup kita sampai saat ini. Kasih dan kebaikan yang dilakukan oleh orang Samaria telah menyadarkan kita tentang bagaimana berbuat kasih dan kebaikan terlebih bagi mereka yang kecil, miskin, tak berdaya, terasing, terabaikan, sakit dan menderita. Kasih dan kebaikan orang Samaria adalah wujud dari hukum cinta kasih Allah itu sendiri.
Diawali oleh pertanyaan ahli Taurat kepada Yesus, “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Pertanyaan ini adalah pertanyaan mencobai karena sesungguhnya ahli Taurat sangat memahami ilmu agamanya. Maka Yesus memberi penegasan dengan berkata, “Perbuatlah!” Banyaknya ilmu pengetahuan dan hebatnya ilmu agama belum tentu mengubah apapun jika tidak melakukan. Orang banyak berilmu, banyak tahu, banyak mengerti tetapi belum tentu banyak berbuat.
Saudaraku, kita pun sering hanya bangga dengan apa yang kita tahu. Kita sering menunda bahkan menolak berbuat kasih dan kebaikan kepada sesama hanya karena terlalu banyak berpikir dan berkonsep. Orang Samaria adalah orang yang dicap rendah, tidak dimasukkan ke dalam golongan yahudi yang dipilih Allah, tetapi justru karena keterbatasan dan kesederhanaan itu ia mampu menampilkan wajah Allah yang penuh kasih. Ia memberi pertolongan sampai tuntas. Ia cepat berbuat daripada hanya berpikir.
“Perbuatlah itu, maka kamu akan selamat!” hendaknya menjadi kesadaran kita juga. Semoga kita lebih banyak berbuat daripada mengkritik, lebih banyak turun ke lapangan untuk berbagi kasih dan kebaikan daripada hanya sibuk rapat berjam-jam, lebih banyak beraksi daripada hanya diskusi panjang, dan sebagainya. Semoga mentalitas orang Samaria ada dalam kehidupan kita karena sesungguhnya sesama adalah diriku yang lain, mereka adalah kita yang lain. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Juli 2019
PW St. Bonaventura, Uskup dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XV
Orang-orang pilihan Allah dipahitkan hidupnya, dibuat sengsara karena dianggap mengancam. Inilah gambaran bangsa Israel saat ada di tanah Mesir. Mereka dijadikan budak dan disiksa oleh bangsa Mesir karena jumlah yang semakin bertambah banyak dan membuat bangsa Mesir merasa terancam. Tetapi, bangsa Israel semakin diberkati oleh Allah. Dalam Injil, Yesus menegaskan kembali bahwa Ia datang ke dunia bukan membawa damai, melainkan pedang yaitu pertentangan. Hal ini dimaksudkan bahwa siapapun yang mengimani Yesus dan mampu menjadi murid Yesus yang total, militan, radikal, habis-habisan dan hancur-hancuran sebenarnya hidupnya sering tidak diterima oleh dunia, ditolak oleh dunia. Kerendahan hati serta kebijaksanaan St. Bonaventuran yang kita peringati hari ini menjadi teladan bagaimana menghadapi dunia yang membenci dan menolak hidup sebagai murid-murid Yesus Kristus.
Sebagai saksi-saksi Kristus yang menjalankan nilai-nilai kristiani, manusia yang mampu hidup dalam kasih yang total, pengorbanan bahkan sampai nyawa, pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat, serta hidup untuk melayani sesama akan selalu ditentang oleh dunia. Tetapi, pertentangan, hambatan, penolakan, bahkan penganiayaan oleh dunia akan nilai-nilai kristiani itu hendaknya tidak membuat kita takut dan mundur. Sebaliknya, kita diminta untuk terus menjadi saksi-saksi Kristus dalam dunia ini. Percayalah saat kita tetap setia dan bertahan menjalankan nilai-nilai kristiani meskipun harus hidup pahit, ditolak, menderita dan sebagainya, Allah tidak akan pernah meninggalkan kita, Ia akan memberikan berkat-Nya bagi hidup kita. Hal ini karena kita adalah pribadi yang telah dipanggil dan dipilih untuk selamat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XV
Sebagai setiap pribadi, sesungguhnya rencana dan karya Allah selalu indah dalam diri kita. Kita masing-masing diberi peran untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Hal ini yang juga terjadi dalam diri Musa. Ia seharusnya bisa saja ikut terbunuh saat masih bayi, tetapi Allah telah menetapkan dia untuk membawa Israel keluar dari Mesir. Sayangnya, rencana indah Allah dalam diri kita sering kali kita hancurkan karena kedosaan kita. Karena dosa kita pun menghambat Rencana dan karya keselamatan Allah. Yesus mengecam kota-kota seperti Khorazim, Betsaida dan Kapernaum karena meskipun Ia banyak membuat mukjizat, kota-kota tersebut tidak bertobat. Pada hari penghakiman tanggungan kota-kota itu akan lebih besar. Peristiwa ini menjadi gambaran hidup kita yang juga selalu lambat bertobat, susah berubah dan sulit bangkit. Banyak pertolongan dan kebaikan Tuhan yang terjadi dalam diri kita, tetapi kita selalu memilih dan menetap dalam dosa.
Saatnya bagi kita untuk mampu memulai pertobatan. Kebebasan yang kita miliki hendaknya justru mengarahkan hidup kita kepada Allah, kepada kebenaran. Hidup dalam kebenaran. Jangan biarkan kedosaan yang kita pelihara menghancurkan rencana indah Tuhan terhadap hidup kita. Jangan sampai karena dosa hidup kita justru menghambat rencana dan karya keselamatan Allah. Jangan lambat untuk bertobat, jangan lelah untuk berubah, dan jangan sulit untuk bangkit. Jagalah supaya hidup tidak dikecam oleh Tuhan karena tidak bertobat. Jagalah supaya kita tetap menjadi pribadi terberkati bukan pribadi terkutuk. Semoga setiap pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan kita mulai saat ini selalu ada dalam kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XV
Musa memang bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, tetapi justru ia dipilih oleh Allah untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir. Sikap merasa diri bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa di hadapan Allah inilah yang sesungguhnya membuat manusia mampu memahami maksud dan tujuan Allah. Yesus dalam Injil memuji Allah Bapa-Nya, “Terpujilah Engkau, Bapa, Tuhan langit dan bumi, sebab misteri kerajaan Kau nyatakan kepada orang kecil.”
Merasa kecil di hadapan Allah, bersikap bahwa kita bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa adalah sebuah kerendahan hati yang total. Sikap seperti ini yang akan membawa kita untuk semakin mampu mengenal, memahami dan mengalami Allah. Selama ini terkadang ilmu dan kepandaian kita yang hebat, kekuasaan dan kehormatan, materi dan kekayaan membuat kita merasa sombong, merasa seperti Allah, bahkan lebih daripada Allah. Hal ini tentu menghambat kita untuk mampu mengenal, memahami dan mengalami Allah. Saudaraku, semoga kita memilih untuk selalu merasa kecil, merasa bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa di hadapan Allah, penuh kerendahan hati, sehingga misteri kerajaan-Nya dinyatakan bagi kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XV
Tugas perutusan yang diberikan Allah kepada Musa sangat berat dan tidak mudah. Musa menanggung banyak beban dan mengalami letih lesu hebat untuk membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan bangsa Mesir. Tetapi, Allah yang mengatakan, “Aku adalah Aku”, tidak pernah berhenti menyertai dan memberi pertolongan kepada Musa. Dalam Injil, Yesus mengatakan bahwa untuk menjadi murid-Nya, maka kita hendaknya memikul kuk dan beban yang Yesus pasang bagi kita. Kita diharapkan belajar dari-Nya yang lemah lembut dan rendah hati, supaya hati kita mendapat ketenangan dan kelegaan. Yesus berkata, “Sebab enaklah kuk yang Kupasang dan ringanlah beban-Ku.”
Saudaraku, hidup kita adalah sebuah perutusan. Setiap perutusan pasti berat dan tidak mudah. Inilah kuk dan beban yang Yesus pasang. Entah sebagai apapun, suami atau istri, ayah atau ibu, orang tua atau anak-anak, pastor, suster, guru, dokter, dan sebagainya adalah sebuah tugas perutusan yang berat dan tidak mudah. Kita tentu akan mengalami keletihan dan kelesuan dalam menjalankannya. Sayangnya, kita tidak pernah belajar dari Yesus yang lemah lembut dan rendah hati. Kuk dan beban kita seolah semakin berat, membuat kita semakin merasa letih lesu karena dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup, kita lebih cepat mengeluh dan menggerutu daripada bersyukur atas hidup, kita lebih cepat berpikir curiga dan negatif daripada berpikir optimis dan positif, kita juga cenderung menyalahkan diri, orang lain dan keadaan sehingga buta dan tuli akan kebaikan yang datang di sekitar kita. Mari belajar dari Yesus yang lemah lembut dan rendah hati. Percayalah bahwa dalam setiap persoalan hidup kita, Yesus selalu menyertai dan akan memberi pertolongan, sebab enaklah kuk yang Ia pasang dan ringanlah beban yang Ia berikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XVI
Yesus berkata kepada Marta saat Marta mengeluh melihat Maria tidak membantu dirinya untuk melayani Tuhan: “Marta, Marta, engkau khawatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, padahal hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” Apa yang dilakukan Marta adalah baik, tetapi apa yang dipilih oleh Maria adalah yang terbaik. Saudaraku, melalui peristiwa ini kita diingatkan dan disadarkan supaya lebih dulu mampu menangkap dan mendengarkan kehadiran Yesus lewat sabda-Nya. Menurut Paulus, kehadiran Yesus dalam sabda-Nya adalah rahasia tersembunyi yang adalah kekayaan iman. Dialah harapan akan kemuliaan dan oleh-Nya kita akan dipimpin menuju kesempurnaan dalam Kristus. Pemahaman yang baik dan benar akan membawa manusia kepada sikap dan perilaku yang baik dan benar pula. Selama ini kita cenderung lebih cepat berbicara daripada mendengarkan, sehingga kurang mampu memahami sabda-Nya secara baik dan benar. Hal ini membuat sikap dan apa yang kita lakukan, terlebih dalam hal pelayanan terkadang menjadi kurang tepat. Pelayanan yang kita jalankan akan sungguh membuahkan hasil saat kita lebih dulu mampu menangkap dan mendengarkan kehadiran Yesus dalam sabda-Nya. Inilah situasi yang dipilih oleh Maria, situasi yang terbaik.
Dalam hidup, terkadang memang kita lebih menyibukkan diri dengan banyak perkara. Padahal untuk sungguh menangkap dan mendengarkan kehadiran Yesus lewat sabda-Nya kita belum mampu. Dalam melakukan pelayanan akhirnya kita mudah mengeluh, mudah kecewa, cepat menuntut dan merasa lelah. Bahkan, tak jarang pelayanan kita justru menjadi batu sandungan bagi keluarga, lingkungan dan juga gereja. Hidup untuk melakukan pelayanan adalah baik, tetapi mari memilih yang terbaik seperti Maria dengan lebih dulu mampu menangkap dan mendengarkan kehadiran Yesus lewat sabda-Nya. Maria berusaha dan berjuang untuk lebih dulu sungguh memahami sabda Yesus dengan baik dan benar. Dengan begitu, rahasia tersembunyi yang merupakan kekayaan iman akan kita tangkap, dan hidup pelayanan kita akan membawa kita kepada kesempurnaan akan Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Juli 2019
Pesta St. Maria Magdalena
Hidup untuk mencintai Tuhan. Inilah yang bisa kita gambarkan dari kehidupan St. Maria Magdalena. Dikisahkan ia adalah salah seorang wanita yang oleh Yesus dibebaskan dan diselamatkan dari kuasa roh jahat. Sejak saat itu Maria Magdalena selalu mengikuti dan melayani perjalanan Yesus dan para murid. Hal yang lebih menarik adalah bahwa Maria Magdalena dikatakan sebagai wanita pertama yang melihat Yesus setelah bangkit dari kubur. Inilah kesaksian hidup Maria Magdalena yang seharusnya semakin menguatkan dan meneguhkan iman kita. Kita pun dipanggil supaya memiliki hidup untuk mencintai Tuhan seperti Maria Magdalena.
Saudaraku, apakah hidup kita ini sungguh untuk mencintai Tuhan? Atau sebaliknya, seringkali hidup kita justru untuk menyakiti Tuhan? Seperti Maria Magdalena, hidup kita pun sesungguhnya telah dilepaskan, dibebaskan bahkan ditebus dari kuasa dosa. Faktanya, kita tetap senang berkompromi dan bersekutu dengan kuasa jahat sehingga tetap memilih berdosa. Pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan kita semua cenderung dikuasai oleh kuasa jahat dan berakibat dosa. Ya, ternyata sering kita hidup untuk menyakiti Tuhan, bukan mencintai Tuhan. Saudaraku, mari meneladan hidup Maria Magdalena yang mampu hidup untuk mencintai Tuhan. Hidup untuk mencintai Tuhan adalah hidup di dalam Kristus sebagai ciptaan baru. Yang lama sudah berlalu, dan sungguh yang baru sudah datang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XVI
Yesus bersabda, “Siapa ibu-Ku? Dan siapakah saudara-saudara-Ku?” Dan sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya Ia berkata, “Inilah ibu-Ku, inilah saudara-saudara-Ku! Sebab siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga, dialah saudari-Ku, dialah saudara-Ku, dialah ibu-Ku.” Saudara Tuhan Yesus adalah siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Nya, bukan karena keturunan ataupun hubungan darah. Pernyataan Yesus ini hendaknya sungguh membuat kita mengalami sukacita karena kita pun sesudah dibaptis telah diangkat menjadi satu keluarga Allah, satu keluarga dalam Tuhan Yesus. Namun, sungguhkah hal ini membuat kita bangga? Apakah kita sadar sebagai saudara Tuhan Yesus?
Saudaraku, siapapun kita pasti akan selalu berjuang dan berusaha menjaga nama baik keluarga. Kita tidak akan pernah menjatuhkan nama baik saudara-saudara kita. Tetapi, sebagai saudara Tuhan Yesus, seringkali hidup kita justru merusak dan menghancurkan saudara kita Tuhan Yesus. Kita tidak bangga menjadi saudara Tuhan Yesus. Saudara Tuhan Yesus seharusnya hidup saling mengasihi tetapi kita hidup saling membenci, saudara Tuhan Yesus seharusnya hidup saling mengampuni dan penuh damai tetapi kita memilih untuk hidup dalam dendam dan permusuhan, saudara Tuhan Yesus seharusnya hidup saling melayani dan berbagi tetapi kita cenderung egois dan tidak peduli. Saudaraku, mari menjadi pribadi yang bangga sebagai saudara Tuhan Yesus dengan menjalankan kehendak Bapa, sehingga sukacita selalu ada dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XVI
Bangsa Israel bersungut-sungut kepada Musa dan Harun. Mereka kecewa karena mengalami kelaparan di padang gurun. Mereka mengatakan lebih baik mati di Mesir dalam kekenyangan daripada mati di padang gurun dalam kelaparan. Meski demikian, Allah tidak membiarkan mereka kelaparan sampai mati. Allah menurunkan roti dari surga dan daging yang berlimpah. Saudaraku, sering hidup kita sebagai orang beriman hanya disibukkan dengan hal-hal untuk mengejar kepenuhan jasmani. Kita takut mati dalam kelaparan, mati dalam kekosongan jasmani. Kita bahkan tidak terusik saat spiritualitas kita kering dan kosong menuju mati.
Spiritualitas yang kering, kosong dan menuju mati artinya adalah hidup yang tidak bernilai dan tidak berbuah. Hal ini senada dengan apa yang Yesus tegaskan dalam bacaan Injil, bahwa seharusnya hidup kita mampu menjadi tanah yang baik, tanah tempat benih itu tumbuh dan berbuah berlipat ganda. Tanah yang baik adalah gambaran hidup dengan spiritualitas yang berkualitas, bukan spiritualitas yang kering, kosong dan menuju mati. Saudaraku, mari hidup untuk terus mengalami kepenuhan dalam hidup spiritual sehingga hidup kita mampu bernilai dan berbuah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Juli 2019
Pesta St. Yakobus, Rasul
Yesus bersabda, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia: Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Hal ini dikatakan Yesus kepada para murid saat mereka menyalahkan dua bersaudara Yohanes dan Yakobus, anak Zebedeus, karena ibu mereka meminta tahta dalam Kerajaan Kristus kelak. Saudaraku, apa yang diinginkan oleh ibu Yakobus dan Yohanes adalah hal yang wajar. Namun, memahami Kerajaan Kristus sebagai Kerajaan Spiritual inilah yang menjadi penting supaya sebagai ahli waris Kerajaan Spiritual Kristus kita sadar bagaimana harus hidup.
Kerajaan Kristus adalah Kerajaan Spiritual. Ada tiga ciri yang harus dijalani dan dihidupi jika manusia ingin duduk dalam tahta Kerajaan Spiritual Kristus tersebut. Pertama, “sic transit gloria mundi”, tidak ada kemuliaan yang abadi di atas bumi. Kita diingatkan untuk tidak sibuk mengejar kemuliaan duniawi yang terbatas dan tidak abadi seperti popularitas, kekuasaan, kedudukan, materi, kekayaan dan sebagainya, melainkan kejarlah kemuliaan surgawi lewat sikap hidup kristiani seperti saling mencintai, mengasihi, mengampuni, damai dan sebagainya. Kedua, “servus servorum dei”. Yesus ingin supaya kita mampu menjadi hamba dari segala hamba Allah. Hidup adalah melayani. Hidup untuk yang lain. Hidup menjadi bernilai dan berarti saat manusia saling melayani, tidak lagi egois, apatis dan individualis. Ketiga, siap dan berani menderita bersama Yesus. Kita diharapkan ikut minum cawan Yesus Kristus. Memanggul salib, mengosongkan diri dan menyangkal diri. Saudaraku, semoga melalui Pesta St. Yakobus ini kita semakin sadar sebagai ahli waris Kerajaan Spiritual Kristus sehingga sadar pula harus menjalani dan menghidupi tiga ciri Kerajaan Spiritual Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Juli 2019
PW St. Yoakim dan Anna, Orang Tua Santa Perawan Maria
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XVI
Warisan terindah dan terbaik dari orang tua kepada anaknya adalah keteladanan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran, kebijaksanaan dalam hidup. Warisan terindah dan terbaik itu bukan harta, bukan kekuasaan ataupun tahta. Keteladanan Yoakim dan Anna, orang tua dari Santa Perawan Maria, juga tentu sangat membekas dalam kehidupan Bunda Maria. Ketaatan dan kesucian Yoakim dan Anna adalah wujud nyata dari keteladanan tersebut.
Saudaraku, banyak sekali saat ini anak-anak hidup tanpa keteladanan dari orang tua. Nilai-nilai kebaikan dan kebenaran seolah bukan lagi menjadi hal utama dalam kehidupan. Melalui peringatan St. Yoakim dan Anna, orang tua dari Santa Perawan Maria ini, kita disadarkan bahwa dalam hidup, sebagai apapun, kita hendaknya mampu menjadi teladan kebaikan dan kebenaran bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Mari mulai berani dan memilih untuk memiliki pikiran, perkataan, hati, juga sikap dan perilaku yang baik dan benar. Keteladanan kita akan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran adalah masa depan generasi yang akan datang. Semoga kita menjadi pribadi-pribadi yang berbahagia karena memiliki mata yang mampu melihat kebaikan dan kebenaran untuk diperlihatkan kepada sesama, juga telinga yang mampu mendengar kebaikan dan kebenaran untuk diperdengarkan kepada sesama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XVI
Dalam Injil Yesus bercerita perumpamaan tentang gandum dan ilalang. Gandum dan ilalang menjadi gambaran kebaikan dan kejahatan. Gandum dan ilalang akan selalu ada dan tumbuh bersama sampai musim panen tiba. Tetapi, pada waktu panen ilalang akan dipisahkan dan dibakar, sedangkan gandum akan disimpan di dalam lumbung. Kebaikan dan kejahatan akan selalu ada selama manusia hidup. Kejahatan menghantar ke neraka sedangkan kebaikan akan menghantar ke surga.
Saudaraku, hidup kita selalu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu kebaikan dan kejahatan. Sayangnya, sering kita gunakan kebebasan kita justru untuk memilih kejahatan yang berakibat dosa. Dosa yang kita lakukan lewat pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan sama halnya dengan kita sedang membiarkan benih jahat tumbuh lebih subur dalam hati dan hidup kita. Hendaknya kita mampu menerima dengan lemah lembut sabda yang tertanam di dalam hati kita, sehingga jiwa kita menjadi selamat. Saudaraku, tugas kita adalah terus berjuang dan berusaha hidup untuk memilih kebaikan meskipun kejahatan selalu akan ada bersama-sama. Maka, mari kita mohon supaya diberi Roh Kebijaksanaan sehingga selalu mampu menggunakan kebebasan untuk memilih kebaikan daripada kejahatan. Mari jadikan hati dan hidup kita sebagai tanah tempat kebaikan tumbuh dengan subur sehingga bila saatnya tiba, jiwa kita akan mengalami keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XVII
Yesus bersabda, “Mintalah, maka kamu akan diberi; carilah, maka kamu akan mendapatkan; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta akan menerima, setiap orang yamg mencari akan mendapat, dan setiap orang yang mengetuk akan dibukakan pintu.” Hal ini dikatakan oleh Yesus saat Ia mengajarkan tentang hal berdoa kepada para murid. Saudaraku, sungguhkah sabda Yesus ini selalu kita alami? Bukankah terkadang kita merasa banyak doa kita tidak dikabulkan? Melalui peristiwa Abraham yang memohon kepada Allah supaya Sodom dan Gomora tidak dimusnahkan dengan alasan selain orang fasik yang berdosa ada juga orang benar dan setia, mulai dari jumlah lima puluh sampai akhirnya karena kebaikan dan kemurahan hati Allah, demi sepuluh orang benar dan setia itu Allah tidak jadi murka dan menghancurkan Sodom dan Gomora, kita diberi gambaran bagaimana sikap dan hati kita dalam berdoa.
Pertama, Abraham tidak memohon kepada Allah untuk kepentingan dirinya dan keselamatan dirinya semata. Apa yang ia inginkan adalah demi kebaikan dan keselamatan banyak orang. Bagaimana dengan kita? Doa-doa kita selama ini cenderung lebih banyak untuk kepentingan diri kita sendiri, kepuasan diri kita sendiri. Kita ternyata egois bahkan dalam hal berdoa. Kedua, Abraham berani bicara kepada Allah karena dilandasi oleh niat baik, bukan niat jahat. Maka, doa-doa kita hendaknya dilakukan dengan niat yang baik, bukan jahat. Bisa jadi kita minta kepandaian supaya bisa merasa paling benar, minta menjadi kaya raya supaya bisa meremehkan sesama, minta mengalami kesuksesan supaya bisa menyombongkan diri, minta memiliki jabatan supaya bisa menjajah sesama, dan lain sebagainya. Intensi kita dalam berdoa terkadang punya tujuan yang jahat. Bagaimana mungkin dengan sikap seperti ini kita akan mengalami sabda Yesus yang mengatakan siapa meminta akan menerima, siapa mencari akan mendapat dan siapa mengetuk pintu akan dibukakan?
Saudaraku, mari memohon Roh Kudus supaya kita mampu berdoa dengan iman, sehingga sabda Yesus tentang siapa yang meminta akan menerima, siapa mencari akan mendapat dan siapa mengetuk maka pintu akan dibukakan, sungguh bisa kita rasakan dan alami. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Juli 2019
PW St. Marta
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XVII
Kerajaan Allah digambarkan oleh Yesus seperti biji sesawi. Memang biji itu yang paling kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh, sesawi itu lebih besar daripada sayuran lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang bersarang di cabang-cabangnya. Hal ini menggambarkan bahwa menghadirkan Kerajaan Allah dimulai dari tindakan-tindakan kecil dan sederhana. Tindakan kecil dan sederhana untuk terus menciptakan kasih, kedamaian dan sukacita. Inilah situasi Kerajaan Allah. Santa Marta yang kita peringati hari ini dikenal dengan tindakan kecil dan sederhananya dalam melayani Tuhan. Bagaimana dengan hidup kita?
Saudaraku, kita ini selalu ingin mengalami situasi Kerajaan Allah, yaitu situasi penuh kasih, kedamaian dan sukacita. Akan tetapi kita sering tidak mampu menciptakan dan mengusahakan situasi Kerajaan Allah tersebut, bahkan dengan tindakan kecil dan sederhana sekalipun. Di dalam kehidupan keluarga sebagai komunitas terkecil pun kita lebih mudah menciptakan situasi penuh kebencian dan saling menyakiti daripada situasi penuh kasih sayang, lebih mudah menciptakan dendam dan permusuhan daripada menciptakan perdamaian, lebih mudah membuat sedih daripada membuat sukacita. Saudaraku, mari mulai menjadi pribadi-pribadi yang mampu menciptakan dan mengusahakan situasi Kerajaan Allah, situasi penuh kasih, kedamaian dan sukacita dengan tindakan-tindakan kecil dan sederhana yang juga telah diteladankan oleh St. Marta. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Juli 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XVII
Anak Manusia akan mengutus malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam Kerajaan-Nya. Semua akan dicampakkan ke dalam dapur api. Di sanalah akan terdapat ratapan dan kertak gigi. Pada waktu itulah orang benar akan bercahaya seperti matahari dalam kerajaan Bapa mereka. Pernyataan Yesus saat menjelaskan kepada para murid tentang lalang di ladang hendaknya semakin menyadarkan kita tentang akhir zaman.
Saudaraku, kita ini sesungguhnya sudah melihat dan mendengar apa itu kebaikan. Kita pun sudah memahami bahwa kebaikan akan mendapatkan surga, sedangkan kejahatan akan menghasilkan neraka. Tetapi, kita sering menjadi buta dan tuli terhadap kebaikan ini. Benih kebaikan yang telah ditanam oleh Tuhan ternyata tidak tumbuh subur dalam hidup kita karena kita lebih sering hidup dalam kesesatan dan kejahatan. Semoga mulai saat ini kita mampu hidup jauh dari kesesatan dan kejahatan, sehingga setiap pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan kita adalah buah-buah kebaikan. Mari memiliki mata yang melihat dan telinga yang mendengar tentang kebaikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 31 Juli 2019
PW St. Ignatius Loyola, Imam
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XVII
Kerajaan Surga diumpamakan oleh Yesus seperti harta yang terpendam di ladang ataupun mutiara yang indah. Semua orang ingin mencari, mengarah dan mendapatkannya meski harus kehilangan seluruh miliknya. Perumpamaan ini menegaskan dan menyadarkan kita bahwa hidup kita pun hendaknya selalu mencari, mengarah dan mendapatkan harta itu, mutiara itu, yaitu Kerajaan Allah. Dengan kata lain, hidup yang terpusat pada Allah.
Bagaimana hidup yang terpusat pada Allah? St. Ignatius Loyola yang kita peringati hari ini terkenal dengan mottonya “Ad Maiorem Dei Gloriam”, yang artinya demi semakin besarnya kemuliaan Allah. Hidup yang terpusat pada Allah bisa dikatakan sebagai hidup demi semakin besarnya kemuliaan Allah. Manusia diciptakan sesungguhnya untuk memuliakan Allah. Hal ini bukan berarti manusia harus hidup untuk menambah kemuliaan Allah. Allah sudah sangat mulia. Perbuatan baik atau pujian apapun dari manusia tidak akan menambah kemuliaan Allah, dan Allah tidak membutuhkan itu. “Ad Maiorem Dei Gloriam” juga bukan untuk melihat dan menilai besar kecilnya kemuliaan Allah, melainkan besar kecilnya kemungkinan manusia mampu melihat kemuliaan Allah lewat hidupnya. Saat manusia mengalami sakit, derita dan kegagalan tetapi tidak putus asa dan tidak kehilangan harapan, inilah ciri manusia mampu melihat kemuliaan Allah. Saat manusia disakiti berkali-kali tetapi tetap mampu mengampuni dengan kasih, inilah wujud manusia mampu melihat kemuliaan Allah. Saat manusia berani terus berbagi dan melayani meskipun dalam kekurangan dan keterbatasan, inilah manusia yang mampu melihat kemuliaan Allah.
Saudaraku, mari terus berjuang mencari, mengarah dan mendapatkan Allah lewat hidup dengan semangat demi lebih besarnya kemuliaan Allah, yaitu hidup yang mampu menangkap kemuliaan Allah dalam setiap peristiwa kehidupan sehari-hari. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ