Renungan 1 Januari 2019
2018 telah berlalu tetapi bukan untuk diratapi, bukan untuk dihujat, bukan untuk dicaci, bukan untuk disesali.
2018 bagaimanapun telah membentuk dan mengubah kita menjadi pribadi yang semakin tumbuh dan berkembang.
2018 hendaknya kita syukuri karena faktanya apapun yang terjadi dan kita alami selama 2018, saat ini detik ini kita tidak pernah terlepas dari terang kasih Allah. Semua kelemahan, semua kesalahan, semua kekalahan, semua kegagalan, semua kedukaan dan kesedihan, semua yang hancur berantakan telah diperbarui oleh Allah.
Terima kasih 2018 atas banyaknya peristiwa hidup apapun yang boleh dialami. Berhasil dan gagal, bahagia dan sedih, suka dan duka, menang dan kalah. Semua adalah cara Allah mencintai kita.
2019 adalah kesempatan sekaligus harapan.
2019 bagaikan kertas putih yang siap ditulisi syair indah, bagaikan kanvas yang siap digambari lukisan terindah.
Mari berjuang dan berusaha menjadikan 2019 sebagai syair kehidupan terbaik dan lukisan kehidupan terindah dalam hidup ini.
Syair dan lukisan indah akan terwujud saat manusia mampu menjadi pribadi yang dikasihi Allah sekaligus mampu menjadi kasih bagi siapapun.
Selamat datang 2019.
Selamat Tahun Baru 2019
Tuhan memberkati
Dormomo…
Inspirasi Bacaan Hari Raya Santa Maria Bunda Allah
Yesus Kristus yang hadir bagi dunia melalui Perawan Maria adalah sungguh Allah sungguh manusia. Merayakan Hari Raya Maria Bunda Allah menjadi salah satu bentuk wujud iman kita akan hal tersebut. Maria sungguh adalah Bunda Allah karena Maria mengandung Yesus Kristus, Allah yang telah turun ke dunia dalam rupa manusia yang lemah. Inilah ajaran dari iman kita. Banyak yang menolak dan sulit percaya tentang ajaran ini. Dalam kalangan internal Gereja Katolik sendiri perdebatan tentang Yesus itu Allah atau hanya manusia saja sangat panjang sampai harus diputuskan lewat konsili Efesus. Ya, dengan sebuah keputusan bahwa Yesus Kristus adalah sungguh Allah sungguh manusia. Maka, selanjutnya Maria sebagai Bunda Yesus adalah juga sebagai Bunda Allah. Bagaimana sikap kita terhadap ajaran iman ini? Apakah kita juga meyakini benar bahwa Yesus Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia?
Saudaraku, Allah begitu Sempurna, Maha segala-galanya. Apapun dan bagaimana pun Allah bisa membuat semua terjadi dan melakukan semuanya. Allah mau hadir dalam rupa Yesus Kristus, menjadi manusia lemah dan terbatas seperti kita hanya karena kasih-Nya yang dalam dan luas, tanpa batas dan tanpa syarat itu. Sudah banyak cara pewartaan tentang Allah dan keselamatan lewat para nabi-Nya, tetapi manusia tetap sulit menerima dan memahami Allah. Allah ingin lebih dikenal dan dipahami oleh manusia supaya manusia mampu juga memahami Allah dalam rencana dan karya keselamatan-Nya bagi dunia, sehingga manusia mampu menjadi rekan kerja Allah yang baik di dunia ini. Ya, lewat Yesus Kristus, Putera-Nya sendiri yang diutus menjadi manusia Allah menyatakan Diri-Nya kepada manusia. Saudaraku, pemahaman iman yang baik dan benar akan membawa kita kepada sikap iman yang baik dan benar pula. Maka, milikilah pemahaman iman yang baik dan benar supaya sikap hidup kita yang berdasarkan kualitas iman kita adalah sebuah kebaikan dan kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Januari 2019
PW St. Basilius Agung dan Gregorius dari Nazianze, Uskup dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa Masa Natal
Siapa menolak Anak berarti menolak Bapa. Barangsiapa menyangkal Yesus sebagai Kristus, dia adalah seorang pendusta. Barangsiapa menyangkal baik Bapa maupun Anak, dia adalah antikristus. Diatas adalah beberapa pernyataan dari Surat pertama Rasul Yohanes. Rasul Yohanes ingin menegaskan sungguh bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah yang hadir bagi dunia dalam rupa manusia. Yesus Kristus adalah cara Allah hadir dan menyatakan diri bagi manusia. Ini bukan karangan fiksi, bukan kisah dongeng, bukan cerita takhayul, melainkan sebuah keyakinan dan kebenaran iman. Bapa dan Anak adalah satu. Mengakui Anak berarti memiliki Bapa, dan mengakui Bapa berarti memiliki Anak. Oleh karena ada dan hadirnya Yesus bagi dunia, maka kita mengenal dan melihat Allah. Apa yang telah Yesus Kristus ajarkan kepada kita tentang segala sesuatu adalah ajaran yang benar, bukan dusta.
Yohanes pembaptis dari awal juga telah mewartakan dan menegaskan tentang siapa Yesus Kristus itu. Yesus adalah Mesias yang dinanti-nantikan untuk mendatangkan pembebasan dan keselamatan bagi dunia yang berdosa. Saudaraku, sering iman kita menjadi rapuh, lemah dan goyah saat digoncang oleh ajaran-ajaran dan pernyataan yang sesat juga menyesatkan. Kita mudah terombang-ambing oleh banyaknya pernyataan yang menggoyahkan iman. Pernyataan-pernyataan seperti Yesus bukan Tuhan, Yesus hanya manusia biasa, Yesus tidak wafat disalib, Yesus tidak dibangkitkan. Juga fenomena ditemukan makam dan tulang Yesus, ditemukan makam dan tulang Maria. Semua bertujuan untuk menyesatkan. Sangat perlu bagi kita untuk terus memiliki pemahaman yang sungguh baik dan benar tentang iman supaya sekali lagi sikap hidup kita menampakkan kebenaran dari iman tersebut. Mari hidup oleh kebenaran iman itu sehingga iman kita tidak mudah rapuh, goyah, terombang-ambing dan hancur karena kesesatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Masa Natal
“Dan kamu tahu bahwa Kristus telah menyatakan diri-Nya untuk menghapus segala dosa. Karena itu setiap orang yang tetap berada dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan mengenal Yesus.” menjadi kalimat penegasan dari Rasul Yohanes lewat surat pertamanya kali ini. Kita disadarkan sekaligus diteguhkan bahwa iman kita akan Yesus Kristus hendaknya selalu memampukan kita untuk tidak lagi hidup dalam dosa. Siapapun yang hidup dalam Dia maka akan selalu berbuat kebenaran. Hidup dalam kebenaran berarti tidak berdosa. Bahkan oleh Yesus kita diangkat dan disucikan menjadi anak-anak Allah. Apakah kita menyadari dan bersukacita atas rahmat ini?
Yesus Kristus sebagai Tuhan, Allah yang hadir bagi dunia hendaknya bukan untuk diragukan lagi, bukan untuk dipertanyakan lagi. Kehadiran-Nya adalah penggenapan sempurna dari janji-janji Allah. Firman yang menjadi manusia. Faktanya, hidup kita justru seringkali gagal ada dalam Dia, kita tidak memilih untuk terus bersatu dengan Yesus. Kita masih mudah jatuh dan terus berbuat dosa. Kita mengabaikan hidup dalam kebenaran. Kita melawan kodrat kita sebagai anak-anak Allah yang telah diangkat dan disucikan berkat kehadiran Yesus Kristus. Saudaraku, mari terus berjuang dan berusaha menjadi seperti Yesus Kristus, serupa dengan diri-Nya. Hidup dalam Dia, supaya kita tidak lagi berbuat dosa karena sungguh kita melihat dan mengenal Dia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Masa Natal
“Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi, sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia; dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah. Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis. Setiap orang yang tidak berbuat kebenaran tidak berasal dari Allah; demikian juga barangsiapa yang tidak mengasihi saudaranya.” Pernyataan Rasul Yohanes dalam suratnya ini begitu lugas dan tegas. Yohanes ingin menyadarkan kita tentang identitas kita sebagai anak-anak Allah, bukan anak-anak Iblis. Adapun tanda dari anak-anak Allah adalah tidak berbuat dosa, melakukan kebenaran dan mengasihi saudaranya. Sedangkan jika kita belum mampu melalukan kebenaran dan berbuat kasih kepada saudara, berarti kita tidak berasal dari Allah, yang berarti juga kita memilih untuk menjadi anak-anak Iblis.
Yohanes Pembaptis telah menunjukkan kebenaran kepada para muridnya saat Yesus lewat di depan mereka. Ia mengatakan, “Lihatlah Anak Domba Allah.” Murid Yohanes ini mengikuti Yesus dan tinggal bersama dengan Dia. Salah satu murid Yohanes itu adalah Andreas. Andreas inilah yang akhirnya juga mengatakan kepada Petrus saudaranya, “Kami telah menemukan Mesias.” Sejak saat itu Petrus dan Andreas mengikuti Yesus sebagai murid-Nya. Saudaraku, bukankah karena iman kita kepada Yesus Kristus itu kita juga telah menemukan Mesias? Lalu mengapa kita tidak segera ikut Dia dan tinggal bersama dengan Dia? Kita lebih senang terlepas dan jauh dari Yesus Kristus karena memilih berdosa, tidak berbuat kebenaran, juga tidak memiliki kasih bagi saudara kita. Sekali lagi kita hanya sibuk terus menerus hidup untuk melawan kodrat dan identitas kita sebagai anak-anak Allah. Kita lebih nyaman dan merasa aman menjadi anak-anak Iblis. Saudaraku, mari mengikuti Yesus dan tinggal bersama-Nya. Milikilah intimasi dengan Dia, belajarlah mengasihi dari Dia, belajarlah mengampuni dari Dia, juga belajarlah untuk menjadikan hidup ini sebagai cinta, berkat dan rahmat bagi yang lain juga dari Dia. Ya, semua itu karena kita adalah anak-anak Allah, bukan anak-anak Iblis. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Masa Natal
Ada ajakan dari bacaan surat pertama Rasul Yohanes yang berbunyi, “Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.” Sepertinya bagi Rasul Yohanes, ajaran kasih menjadi hal yang sangat mendalam dan penting bagi kehidupan iman kita. Bahkan dikatakan juga bahwa kita ini telah berpindah dari maut ke dalam hidup karena kita mengasihi saudara kita. Faktanya, kebencian dan dengki justru masih saja menguasai hidup kita. Kita bagaikan gambaran-gambaran manusia yang menyerupai Kain yang membunuh Habel saudaranya. Sudah tidak mampu melakukan kebenaran, memiliki kebencian dan dengki pula terhadap saudara yang melakukan kebenaran, bahkan sampai menghancurkan dan membinasakan kasih kepada sesama. Hal ini banyak sekali kita jumpai dan alami di sekitar kita. Orang yang hidup benar dan melakukan kasih justru selalu dicaci dan dimaki, dimusuhi, dijauhi karena menimbulkan kebencian dan kedengkian. Bagaimana dengan hidup kita?
Saudaraku, ketika kita mampu hidup dalam kasih dan kebenaran, sesungguhnya kita akan melihat kuasa-kuasa Allah yang lebih besar dalam hidup kita. Manusia yang hidupnya dikuasai oleh kasih dan kebenaran adalah pemenang-pemenang kehidupan, manusia yang selalu mampu terus mengalami dan menerima cinta Allah dalam situasi dan kondisi hidup apapun. Sebaliknya, manusia yang hidupnya dikuasai oleh kebencian dan kedengkian adalah mereka yang terus menjauh dari kebenaran dan tidak ada kasih dalam dirinya. Mereka adalah manusia-manusia yang selalu gagal menangkap dan mengalami cinta Allah. Mereka ini adalah pecundang-pecundang kehidupan. Hidup penuh dengan sikap mengeluh, menyalahkan, dan putus asa. Saudaraku, kita adalah anak-anak Allah, maka hendaknya kita tidak hidup dalam kepalsuan. Tetapi sebaliknya, kesejatian hidup sebagai anak-anak Allah adalah mereka yang hidup dalam kasih dan kebenaran. Bersukacitalah dan hiduplah sebagai anak-anak Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Hari Raya Penampakan Tuhan
Yesus Kristus adalah terang. Dialah cahaya kebenaran yang menerangi dunia. Kegelapan diubah menjadi terang. Maut dan kematian diubah menjadi rahmat dan kehidupan. Yesus Kristus sebagai cahaya kebenaran datang bukan hanya untuk kelompok atau golongan tertentu, melainkan cahaya kebenaran bagi seluruh dunia. Dalam kehidupan kita, sikap paling normal dan sederhana bagi manusia saat ada dalam kegelapan adalah bergerak, bangkit dan berusaha untuk mencari, mendekati dan mendapatkan cahaya itu. Ini juga sikap yang ada dalam diri para Sarjana dari Timur atau Tiga Orang Majus. Bhaltasar, Gaspar dan Melkhior dikenal sebagai ahli perbintangan. Mereka menjadi gambaran manusia yang bergerak, segera bangkit, berusaha untuk mencari, mendekati dan mendapatkan cahaya kebenaran saat mendengar berita tentang kelahiran dan kehadiran Yesus bagi keselamatan dunia.
Jauh berbeda dengan Herodes. Kabar berita tentang lahirnya Sang Juru Selamat sebagai cahaya kebenaran justru membuat hidupnya merasa terancam, tidak aman dan nyaman lagi. Hidup Herodes yang selama ini dikuasai oleh kegelapan merasa terganggu dan terusik. Herodes tidak tenang, penuh kecemasan dan kekuatiran. Herodes membenci cahaya terang itu dan ingin memusnahkan serta menghancurkan cahaya kebenaran itu. Ini gambaran sikap manusia yang sudah merasa nyaman dan aman dalam hidup yang dikuasi kegelapan. Manusia ini tidak bergerak, tidak segera bangkit, tidak pernah berusaha mencari, mendekati dan mendapatkan cahaya kebenaran. Manusia ini senang bertahan dalam kegelapan.
Saudaraku, bagaimana sikap hidup iman kita sejauh ini? Tuhan telah menampakkan diri bagi dunia. Tuhan telah hadir sebagai cahaya kebenaran yang menyinari dunia yang gelap. Mari mengikuti sikap para Sarjana dari Timur yang langsung bergerak, segera bangkit, berusaha mencari, mendekat dan mendapatkan cahaya kebenaran itu, bukan bersikap seperti Herodes yang justru selalu merasa aman dan nyaman hidup dalam kegelapan, membenci dan selalu ingin menghancurkan cahaya kebenaran. Semoga Hari Raya Penampakan Tuhan membawa kita kepada suatu perubahan hidup untuk mampu mencintai cahaya kebenaran sekaligus terus berjuang melepaskan diri dari belenggu kegelapan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin sesudah Penampakan Tuhan
Ada roh baik, ada roh jahat. Dalam hal ini penting bagi manusia untuk mampu membedakan mana roh baik yaitu Roh yang berasal dari Allah, Roh Kristus sendiri, dengan roh jahat, roh yang bukan berasal dari Kristus melainkan dari antikristus. Oleh Rasul Yohanes dalam suratnya yang pertama dijelaskan bahwa Roh baik adalah Roh yang berasal dari Allah yang mengakui Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Siapapun yang tidak mengakui Yesus Kristus maka itu adalah roh antikristus. Banyak manusia mencari pembenaran-pembenaran bagi perbuatannya; boleh membenci karena yang dibenci orang jahat, boleh menyingkirkan karena yang disingkirkan orang aneh dan lain sebagainya. Dalam hal ini, Yohanes ingin supaya kita mampu menguji roh-roh tersebut supaya kita semakin mampu hidup dalam roh kebenaran, bukan hidup dalam roh yang menyesatkan.
Kemampuan kita untuk terus hidup dalam roh kebenaran membawa kita selalu hidup di dalam Kristus dan Kristus di dalam kita. Keadaan ini akan nampak dari sikap dan perilaku hidup kita sehari-hari. Manusia yang selalu hidup dalam roh kebenaran dan bersatu dalam Kristus biasanya selalu memelihara persaudaraan dalam kasih, mengutamakan cinta kasih dan menjalankan cinta kasih itu dalam hidupnya. Sebaliknya, manusia yang hidup dalam roh yang menyesatkan biasanya menghancurkan persaudaraan, mengutamakan permusuhan dan perpecahan, tidak mau hidup dalam kasih. Selanjutnya, manusia yang hidup dalam roh kebenaran biasanya mampu menyembuhkan bukan menyakiti dan melukai. Menyembuhkan artinya memiliki kasih dan pengampunan. Menyakiti dan melukai artinya selalu hidup dalam kebencian dan permusuhan. Saudaraku, semoga hidup kita memiliki kemampuan akan pembedaan roh itu supaya kita selalu hidup dalam roh kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa.
RDLJ
Renungan 8 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa sesudah Penampakan Tuhan
Masih saja dan terus menerus kita diminta untuk hidup saling mengasihi. Kasih itu berasal dari Allah, maka siapapun yang hidup saling mengasihi berasal dari Allah. Sebaliknya, siapapun yang tidak saling mengasihi bukan berasal dari Allah. Kasih dari Allah itu sendiri telah dinyatakan di tengah-tengah manusia lewat kehadiran Putera-Nya Tuhan kita Yesus Kristus. Inilah wujud kasih, yaitu pemberian diri yang total. Kasih akan terwujud saat siapapu mampu memberikan dan berbagi sesuatu dari dalam dirinya. Faktanya, masih saja kita selalu gagal untuk hidup saling mengasihi. Apa yang membuat kita selalu gagal hidup untuk saling mengasihi?
Kasih itu pemberian yang total. Seperti Allah sendiri menunjukkan tanda kasih-Nya lewat pemberian diri-Nya sendiri yaitu Yesus Kristus yang hadir di tengah-tengah dunia sebagai Sang Juru Selamat. Injil juga mengisahkan tentang Yesus yang memberi makan kepada orang banyak sebagai wujud kasih. Saudaraku, jangan berbicara kasih ketika kita belum mampu keluar dari kepentingan diri kita sendiri. Kasih tidak akan pernah terwujud dalam diri manusia-manusia yang egois dan selalu mengutamakan kepentingan dirinya sendiri. Kasih sekali lagi adalah pemberian. Kasih itu adalah sesuatu yang keluar dari diri kita untuk kita bagikan kepada yang lain. Memberikan dan berbagi sesuatu dari diri kita tidak melulu harus uang dan materi, tetapi bisa hal lain seperti ide dan pemikiran, waktu dan tenaga, kehadiran dan penghiburan, dan sebagainya. Mari memulai hidup tidak egois dan terus mengutamakan kepentingan pribadi supaya kita akhirnya mampu melakukan perbuatan kasih, mampu hidup saling mengasihi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu sesudah Penampakan Tuhan
“Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. Dalam hal inilah kasih Allah sempurna di dalam kita, yakni kalau kita mempunyai keberanian yang penuh iman pada hari penghakiman, karena sama seperti Dia, kita juga ada di dalam dunia ini. Di dalam kasih tidak ada ketakutan, sebab ketakutan mengandung hukuman, dan barangsiapa takut, ia tidak sempurna di dalam kasih.” Kutipan di atas adalah bagian terakhir dari Surat Pertama Rasul Yohanes pada bacaan hari ini. Kasih akan menjadi sempurna saat hidup kita tidak lagi ada dalam ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan. Sebaliknya, jika dunia yang kita diami ini masih terus saja membuat kita mengalami ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan maka kasih kita belum sempurna karena kita belum memiliki keberanian yang penuh iman.
Manusia yang mampu berbuat kasih secara sempurna memang hanya manusia yang mengalami kepenuhan kasih dari Allah itu. Manusia seperti ini tidak lagi hidup dalam ketakutan duniawi, kekhawatiran duniawi, juga kecemasan duniawi. Hidupnya hanya terus memperlihatkan hidup yang penuh cinta dan sukacita, sekaligus sikap optimis dalam iman dan harapan. Hari ini kita diingatkan, selama hidup dan diri kita masih dikuasai oleh ketakutan, kekhawatiran dan kecemasan lahiriah dan duniawi, maka sejatinya kasih kita belum sempurna. Kita mengingkari Allah yang ada dalam diri kita dan kita yang ada dalam diri Allah. Karena Yesus Kristus, kita menjadi manusia-manusia cinta dalam kepenuhan kasih Allah yang telah bebas dari hukuman, bukan lagi manusia-manusia yang ada dalam hukuman dosa. Saudaraku, mari kita sempurnakan kasih kita dengan tidak lagi memiliki ketakutan, kekhawatiran juga kecemasan lahiriah dan duniawi. Sempurnakan kasih kita karena kita selalu memiliki keberanian dalam iman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis sesudah Penampakan Tuhan
“Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Kalimat di atas merupakan penegasan Yesus tentang diri-Nya. Ia hadir sebagai wujud kasih Allah bagi dunia. Tindakan nyata kasih Allah terlihat dari hidup Yesus yang selalu menyampaikan kabar baik kepada orang miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, memberikan penglihatan bagi orang buta, membebaskan yang tertindas. Dialah teladan kasih yang nyata. Ya, kasih itu nyata saat ada tindakan bagi sesama. Rasul Yohanes lebih tegas lagi mengatakan, “Siapapun yang mengatakan mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya, dia adalah seorang pendusta.” Bisa diartikan, manusia yang tidak mampu mengasihi saudaranya berarti tidak mengasihi Allah.
Banyak di sekitar kita atau mungkin kita sendiri hidup bukan untuk saling mengasihi, tetapi menghancurkan dan mematikan kasih itu. Parahnya lagi mengaku paling beriman, paling kenal Tuhan, paling mencintai Tuhannya tetapi setiap hari saling menyakiti, setiap hari saling mencaci dan menghujat, setiap hari selalu menjelekkan dan menjatuhkan, setiap hari selalu menyebar kebencian dan permusuhan. Apakah ini identitas kita sebagai pengikut Yesus Kristus? Saudaraku, mari belajar dan terus belajar bagaimana mengasihi saudara dan sesama kita. Kita ini berasal dari Allah yang adalah kasih, jadi misi hidup kita adalah menyalurkan kasih Allah itu lewat tindakan mengasihi saudara dan sesama kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat sesudah Penampakan Tuhan
Manusia telah diberi kesaksian oleh Allah. Kesaksian dari Allah ini adalah tentang Anak-Nya. Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai kesaksian di dalam dirinya bahwa Allah telah mengaruniakan kepada kita hidup yang kekal, dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya. Barangsiapa memiliki Anak Allah, ia memiliki hidup. Barangsiapa tidak memiliki Dia, ia tidak memiliki hidup. Yesus Kristus adalah hidup bagi manusia. Saat diri kita lepas atau terpisah dari Yesus Kristus berarti kita tidak memiliki hidup. Kita memilih ada dalam kematian.
Hidup berarti manusia mengalami kepenuhan cinta, penuh sukacita, penuh keyakinan, penuh optimis dan harapan dalam Tuhan. Mati berarti manusia kehilangan cinta, dalam kesedihan, merasa disingkirkan, penuh keluhan dan menyalahkan diri, dalam keputusasaan, tanpa harapan, pesimis. Saudaraku, kita justru lebih sering ada di dalam situasi kematian daripada di dalam situasi kehidupan, padahal kita telah diberi kesaksian dari Allah tentang Yesus Kristus yang memberi kita hidup. Ya, selama ini kita memilih menjauh dan melepaskan diri dari Yesus sumber kehidupan itu sehingga kita ada dalam situasi kematian. Belajarlah seperti orang kusta yang ditahirkan Yesus. Situasi kematian yang dialaminya ingin ia ubah menjadi situasi kehidupan. Ia percaya sungguh dan menyerahkan total seluruh hidupnya kepada Yesus untuk disembuhkan, dan akhirnya ia disembuhkan. Semoga hari demi hari kita menjaga diri kita untuk selalu ada di dalam situasi kehidupan, bukan situasi kematian. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu sesudah Penampakan Tuhan
“Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus semakin besar, tetapi aku harus semakin kecil.” menjadi jawaban Yohanes Pembaptis saat terjadi pertikaian antara murid Yohanes dan orang Yahudi yang menanyakan tentang penyucian. Mereka menjadi bingung dan mempertentangkan karena Yohanes dan Yesus sama-sama memberikan pembaptisan. Baptisan mana yang lebih menyucikan. Saudaraku, sering dalam kehidupan ini kita senang sekali membandingkan dan mempertentangkan rahmat atau berkat. Terkadang ada pertanyaan mengapa hidup orang lain tampak lebih diberkati sedangkan hidup kita yang selalu taat dan berdoa terlihat kurang diberkati. Orang-orang yang kelihatannya jauh dari Tuhan hidup bahagia, sukacita dan menyenangkan, sedangkan diri kita yang selalu berjuang untuk dekat dengan Tuhan justru hidup dalam kesedihan, penderitaan dan beban yang sulit tanpa henti. Ini fakta dan realita.
Hari ini kita disadarkan dan diteguhkan lewat sikap Yohanes. Ia menjadi pribadi yang mampu menerima berkat dan rahmat Allah yang ada dalam dirinya. Yohanes tidak pernah merasa hidupnya tidak dan kurang diberkati karena kehadiran Yesus. Yohanes justru memberikan hidupnya menjadi kesaksian atas Yesus sebagai Mesias. Daripada kita terus membandingkan berkat Tuhan bagi diri kita dan orang lain, lebih baik bagi kita untuk saling memberkati satu sama lain. Doa menjadi sarana dan jalan kita untuk saling memberkati. Bahkan doa-doa kita mampu menghapuskan dosa sesama kita yang tidak mendatangkan maut. Semoga mulai saat ini kita mampu selalu berbagi berkat daripada membandingkan dan mempertentangkan berkat dari Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Januari 2019
Pesta Pembaptisan Tuhan
Ketika Yesus berdoa, setelah Ia dibaptis, terbukalah langit: “Engkaulah Anak yang Kukasihi, kepadaMu lah Aku berkenan.” Pembaptisan Tuhan Yesus menjadi tanda tentang identitas Yesus sendiri. Dia adalah Anak Allah yang begitu dikasihi oleh Allah. Allah sungguh berkenan kepada-Nya. Identitas Yesus ini sekaligus menjelaskan juga apa yang menjadi tugas misi kehadiran Yesus bagi manusia. Saudaraku, kita semua juga telah menerima rahmat pembaptisan. Tetapi, apakah kita telah sadar akan identitas sebagai manusia yang dibaptis sehingga juga sadar akan tugas misi hidup sebagai manusia Katolik? Ya, banyak diantara kita tidak sadar dan memahami tentang rahmat pembaptisan ini. Kita tidak tahu identitas dan tugas misi kita sebagai manusia Katolik.
Pembaptisan yang kita terima jelas memberikan rahmat; penghapusan atas dosa asal, selanjutnya kita diangkat sebagai anak-anak Allah, lewat pembaptisan kita diserupakan dengan Kristus, diterima sebagai anggota Gereja yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Dengan identitas seperti diatas kita memiliki tugas misi untuk mampu menjadi terang dan garam bagi dunia. Sayangnya, kita tidak pernah sadar tentang identitas sebagai manusia yang dibaptis. Kita tidak hidup layaknya sebagai anak-anak Allah yang penuh cinta dan sukacita, kita tidak sungguh menyatu dengan Kristus dalam pikiran, hati, perkataan dan perbuatan. Kita juga sering tidak merasa sebagai bagian dari anggota Gereja. Kita tidak pernah peduli dengan aktivitas dan kegiatan menggereja. Situasi seperti ini akhirnya membuat kita tidak pernah mampu menjalankan tugas misi atau perutusan kita yaitu menjadi terang dan garam bagi dunia. Saudaraku, mari berjuang dan berusaha untuk menyadari identitas sebagai manusia yang dibaptis sehingga mampu menjalankan tugas misi hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/I
Sesudah Yohanes Pembaptis ditangkap, Yesus bersabda, “Waktunya telah genap, Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!” Sesudah itu Yesus mulai mencari dan memanggil murid-murid pertama, Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes, kata-Nya, “Mari, ikutlah Aku, dan kalian akan Kujadikan penjala manusia.” Para murid pertama itu semua langsung mengikuti Yesus tanpa syarat dan tanpa kompromi. Mereka segera meninggalkan situasi hidup yang lama dan mengikuti Yesus secara total.
Saudaraku, dalam tugas perutusan-Nya, Yesus mengajak kita semua menjadi rekan kerja-Nya. Kita juga telah dipanggil dan dipilih menjadi murid-murid-Nya untuk ikut serta dalam tugas misi-Nya bagi dunia. Sayangnya kita berbeda dengan murid Yesus seperti Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes yang tanpa syarat dan tanpa kompromi mengikuti Yesus. Kita justru terkadang masih penuh dengan syarat dan penuh kompromi untuk menjadi murid Yesus. Kita masih selalu berpikir untung dan rugi, kita terkadang masih terjatuh pada situasi suka dan tidak suka, nyaman dan tidak nyaman. Hal ini membuat kita tidak pernah mampu total radikal, habis-habisan dan hancur-hancuran menjadi murid Yesus. Kita masih saja setengah hati mengikuti Kristus. Kita bukan menjadi rekan kerja Yesus dalam menjalankan misi-Nya tetapi justru menjadi penghambat dan penghalang tugas misi-Nya. Saudaraku, mari belajar menjadi murid Yesus Kristus yang total radikal, habis-habisan dan hancur-hancuran. Jadikan hidup kita sebagai rekan kerja Yesus dalam menjalankan misi keselamatan bagi dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/I
Orang-orang takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat. Kalimat ini melukiskan situasi saat Yesus mengajar dalam rumah ibadat di kota Kapernaum. Keadaan semakin menakjubkan saat Yesus berhasil mengeluarkan roh jahat yang merasuki salah seorang yang ada di rumah ibadat tersebut. Lebih menarik lagi ada pernyataan dari orang yang kerasukan itu tentang Yesus, “Aku tahu siapa Engkau, yakni yang kudus dari Allah.”
Saudaraku, kata atau sabda Yesus begitu berkuasa. Pengajaran dari Yesus begitu penuh kuasa. Hal ini terjadi karena apa yang diajarkan oleh Yesus itulah yang Ia lakukan. Apa yang Yesus sabdakan itulah yang Yesus jalani. Apa yang Yesus wartakan itulah yang Yesus hidupi. Bagaimana dengan diri kita sendiri? Bukankah kita lebih pandai berkata-kata tanpa bukti, berbicara tanpa kenyataan, berwarta tanpa fakta. Ya, kita senang menggunakan kata-kata untuk mengajar dan menggurui banyak orang padahal kita sendiri tidak melakukan apa yang kita ajarkan, kita tidak menjalani apa yang kita katakan, kita tidak menghidupi apa yang kita ajarkan. Saudaraku, bagaimana kita mengajarkan dan mewartakan kebenaran jika selalu ada dalam situasi ini? Kita tidak akan pernah berhasil melawan roh jahat dalam hidup kita karena kebenaran yang kita katakan tidak kita lakukan, tidak kita jalani dan tidak kita hidupi. Mari mulai belajar untuk mampu mengatakan yang benar karena memang kita melakukan, menjalaninya dan menghidupinya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/I
Pernah ada sebuah penegasan dari Paus Fransiskus bahwa: “Yesus Kristus bukan Allah yang menyamar menjadi manusia. Yesus Kristus sungguh Allah yang menjadi sungguh manusia.” Ya, Yesus sungguh menjadi sama seperti kita manusia. Manusia yang juga mengalami dan merasakan sakit dan penderitaan bahkan kematian. Hal ini supaya manusia semakin mampu mengalami kehadiran Allah secara nyata. Hal ini juga ditegaskan dalam Surat kepada Orang Ibrani.
Saudaraku, hidup Yesus yang hadir nyata dalam rupa manusia hendaknya menjadi teladan bagi hidup kita. Melalui Yesus, kita diajarkan tentang bagaimana siap dan menyikapi beban penderitaan, hidup yang selalu siap dan mampu berkorban, juga hidup yang selalu siap menjadi berkat bagi sesama. Faktanya, hidup kita adalah kebalikan dari hidup Yesus. Kita bukan siap dan mampu menyikapi beban atau penderitaan, melainkan menolak dan menghindari beban atau penderitaan dengan keluhan, kemarahan juga kebencian terhadap Allah. Kita juga ternyata masih sulit melakukan pengorbanan. Kita masih lebih senang ditolong daripada menolong. Lebih senang diberi daripada memberi. Kita juga masih sulit hidup menjadi berkat bagi sesama karena masih disibukkan dengan keegoisan mengutamakan kepentingan sendiri. Saudaraku, situasi ini tanda kita belum mampu menangkap kehadiran Yesus yang nyata bagi kita. Ternyata bagi kita Allah selalu jauh dan tidak pernah dekat. Jauh dari Allah berarti jauh juga dari rahmat keselamatan. Mari memiliki hidup seperti Yesus Kristus yang selalu siap menerima dan menyikapi beban atau penderitaan, selalu siap memiliki pengorbanan, juga selalu mampu menjadi berkat bagi siapapun, kapanpun dan dimana pun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Januari 2019
PW St. Antonius, Abas
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/I
“Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku,” adalah kata-kata dari orang kusta yang berlutut di hadapan Yesus memohon kesembuhan. Yesus pun menjawab, “Aku mau, jadilah engkau tahir!” dan seketika itu juga lenyaplah penyakit orang kusta tersebut. Saudaraku, tidak ada penundaan, tidak ada syarat berbelit-belit, tidak ada birokrasi yang menyusahkan saat Yesus menyembuhkan orang kusta. Kasih dan kebaikan selalu Yesus berikan saat itu juga, seketika itu juga. Yesus sebagai gambaran Allah yang hadir nyata bagi manusia sesungguhnya tidak pernah menunda kasih dan kebaikan-Nya.
Hidup kita terkadang masih sulit untuk berbuat seperti apa yang Yesus lakukan. Kita cenderung menunda kasih dan kebaikan, bahkan merasa lelah berbuat kasih dan kebaikan. Kita terkadang penuh persyaratan dan birokrasi yang rumit untuk menyalurkan kasih dan kebaikan. Sebagai manusia yang dipanggil dan dipilih oleh Allah, bahkan diangkat sebagai anak-anak Allah, sudah seharusnya kita hidup untuk selalu menyebarkan kasih dan kebaikan itu. Misi hidup kita adalah berbagi kasih dan kebaikan bagi siapa pun, kapan pun dan di mana pun. Misi kita adalah menjadikan kasih dan kebaikan itu menguasai hidup seluruh dunia. Maka, jangan lagi kita menjadi pribadi-pribadi yang senang menunda untuk berbuat kasih dan kebaikan, jangan pernah lelah berbuat kasih dan kebaikan, apalagi sampai penuh persyaratan dan birokrasi yang rumit. Kita dipilih dan dipanggil supaya hidup kita menjadi kasih dan kebaikan bagi dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Biasa C/I
Hidup di dalam dan bersama Allah. Inilah situasi dan keadaan yang seharusnya kita alami saat ini dan juga kelak sebagai manusia yang beriman. Istilah dalam surat kepada Orang Ibrani adalah masuk dalam istirahat Allah. Hanya ketaatan dan kesetiaan kepada Allah yang akan membawa kita mampu mengalami istirahat di dalam Allah, yakni hidup di dalam dan bersama Allah. Apakah sebagai manusia beriman hal ini sudah kita usahakan dan kita alami?
Saudaraku, ciri manusia yang hidup di dalam dan bersama Allah telah ditampilkan dan diteladankan oleh Yesus. Pertama, hidup yang penuh cinta dan sukacita sehingga selalu mampu berbagi cinta dan sukacita. Kedua, membawa manusia mengalami kemerdekaan dan kedamaian karena selalu memiliki kasih dan pengampunan bagi orang berdosa. Ketiga, semakin membawa manusia menuju dan bersatu dengan Allah. Hidup kita sendiri terkadang justru gagal untuk mampu bertahan hidup di dalam dan bersama Allah. Kita tidak pernah mampu merasa hidup dalam kepenuhan cinta dan sukacita, sehingga tidak pernah mampu berbagi cinta dan sukacita. Kita belum mampu memberikan kemerdekaan dan kedamaian bagi sesama karena masih sulit memberi maaf dan pengampunan bagi sesama. Kita justru menjauhkan banyak orang dari Allah, menghambat kedekatan sesama dengan Allah karena sikap dan sifat kita yang memalukan sebagai manusia beriman. Saudaraku, semoga mulai saat ini kita semakin mampu untuk belajar hidup taat dan setia sehingga mampu hidup di dalam dan bersama Allah, mengalami istirahat dalam Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Biasa C/I
“Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit! Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa!” Kata-kata ini begitu tegas dan lugas sebagai jawaban atas pertanyaan ahli-ahli Taurat dari golongan Farisi. Mereka seolah tidak rela Yesus makan minum bersama orang berdosa dan pemungut cukai sesaat sesudah memanggil Lewi, seorang pemungut cukai, untuk mengikuti Dia. Saudaraku, situasi saat itu juga banyak terjadi di saat ini. Kita yang seharusnya bersikap seperti Lewi justru tanpa sadar memilih bersikap seperti ahli Taurat.
Saudaraku, Yesus yang menjadi sama seperti kita memiliki tugas mewartakan kabar gembira dan membawa pembebasan bagi banyak orang berdosa. Lewi adalah karakter manusia yang sadar akan kelemahan dan kedosaannya. Ia mengakui dan menyadari hal itu. Maka, saat Yesus memanggilnya, ia segera bangkit dan mengikuti Yesus. Berbeda dengan ahli Taurat, mereka adalah karakter manusia yang tidak pernah mampu melihat dan menangkap kebenaran. Sebaliknya, mereka selalu merasa menjadi manusia paling benar dan paling suci tanpa dosa. Mereka merasa menjadi wakil-wakil Tuhan di dunia ini. Jelas yang mengalami keselamatan adalah Lewi, sedangkan para ahli Taurat tidak. Saudaraku, milikilah karakteristik manusia seperti Lewi supaya kita mampu menangkap ajakan pertobatan untuk mengalami keselamatan di dalam Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/II
Hidup yang berarti dan bermakna adalah saat hidup itu bermanfaat bagi hidup sesama. Setiap manusia ada dan diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain. Kesempurnaan terjadi saat manusia mampu hidup dalam sebuah persekutuan yang saling membangun dan mendukung di dalam kasih. Sayangnya, manusia justru tidak pernah mampu menemukan makna dan arti dalam hidupnya. Mereka tidak mampu hidup saling membangun dan mendukung, saling melengkapi dalam kasih. Manusia justru memilih hidup egois dan merasa mampu tanpa manusia lain.
Saudaraku, karunia Allah sesungguhnya telah membuat kita benar-benar menjadi manusia yang diangkat tinggi derajatnya. Kita dibuat pantas dan layak dalam hidup bersama Allah. Kita masing-masing diberi rupa-rupa karunia roh yang berbeda-beda tetapi dalam satu Roh dan satu Tuhan. Oleh karena itu, hendaknya kita mampu hidup dalam persekutuan yang saling membangun dan mendukung dalam kasih. Mari berhenti untuk terus hidup dalam keegoisan, berhenti untuk terus menimbulkan perpecahan, berhenti untuk terus-menerus menghancurkan persaudaraan dan kekeluargaan. Sebaliknya, mulailah untuk mampu hidup dalam persekutuan yang saling membangun dan mendukung dalam kasih. Jika ini terjadi, hidup kita punya makna dan arti. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Januari 2019
PW St. Agnes, Perawan dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/II
Yesus Kristus belajar menjadi taat, sekalipun Ia anak Allah. Ketaatan Yesus terletak dari apa yang diderita-Nya. Ketaatan semacam ini yang membawa kesempurnaan dalam hidup untuk akhirnya mencapai keselamatan abadi. Yesus sendiri menjadi pokok keselamatan abadi. Bagaimana dengan ketaatan hidup kita sendiri? Sudahkah kita memiliki ketaatan seperti Yesus Kristus?
Saudaraku, banyak di antara kita merasa sudah taat saat tekun berdoa, rajin beribadat, tidak absen Ekaristi di Hari Minggu, memberikan kolekte, sedikit berbagi dengan sesama dan sebagainya. Situasi di atas tidak salah tetapi bukan ketaatan yang sesungguhnya. Ketaatan yang sesungguhnya adalah ketika kita semakin mampu memahami maksud Allah bagi hidup kita sekaligus keberanian dan kesiapan kita untuk mengalami penderitaan. Taat seperti Yesus Kristus adalah berani dan siap mengalami derita, bukan menolak dan menghindar dari derita. Ini yang akan membawa kita kepada kesempurnaan yang penuh dalam mencapai keselamatan abadi. Santa Agnes juga memiliki ketaatan seperti Yesus Kristus. Demi menjaga kesucian dan kebenaran, ia rela menderita, dibunuh dan menjadi martir karena iman akan Yesus Kristus. Kita sendiri ternyata masih sering menganggap beriman supaya aman dan nyaman. Saat kita beriman tetapi keamanan dan kenyamanan tidak kita alami, kita menjadi tidak taat lagi. Kita tidak berani dan tidak siap menderita. Kita tidak siap dan berani untuk tidak aman dan nyaman. Semoga kita semakin mampu menangkap makna ketaatan dari Yesus Kristus sehingga kita menjadi pribadi-pribadi yang selalu siap dan berani mengalami situasi tidak aman dan tidak nyaman, siap dan berani menderita dan akhirnya mengalami kesempurnaan untuk meraih keselamatan abadi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/II
Waktu Tuhan bukan waktu manusia. Hal ini yang seringkali membuat manusia mudah merasa kecewa dan marah kepada Tuhan. Banyak doa, keinginan dan harapan tidak segera dijawab oleh Tuhan. Banyak janji Tuhan seolah tidak segera terjadi secara nyata dalam hidup. Saudaraku, sekali lagi waktu Tuhan bukan waktu manusia. Penting bagi kita semakin memahami dan mengalami waktu Tuhan.
Janji Tuhan tidak pernah terlambat, dan Tuhan selalu ingat akan perjanjian-Nya. Hal ini ditekankan dalam surat kepada Orang Ibrani dan Mazmur. Masalahnya, manusia ternyata belum mampu sungguh memahami dan mengenal waktu Tuhan. Adalah hal baik bagi manusia yang memiliki doa dan harapan, tetapi doa dan harapan dalam Tuhan ini hendaknya semakin membuat manusia sadar sungguh, mengenal sungguh siapa Tuhan. Saat manusia mampu sadar dan sungguh mengenal Tuhan maka ia juga akan mampu memahami dan mengalami waktu Tuhan. Kemampuan memahami dan mengalami waktu Tuhan hanya akan membuat manusia merasa sukacita. Sebaliknya, ketika tidak pernah mampu memahami dan mengalami waktu Tuhan maka manusia akan terus menerus hidup dalam rasa kecewa dan marah. Semoga doa dan harapan yang kita miliki semakin membuat kita memahami dan mengalami waktu Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/II
Yesus Kristus adalah Imam Agung selama-lamanya. Ia diangkat sebagai Imam selamanya menurut tata imamat Melkisedek. Melkisedek adalah Raja Salem dan imam Allah yang Mahatinggi. Maka berdasarkan itu semua, karakteristik yang ditegaskan dalam bacaan hari ini yaitu bahwa Imam Agung itu menjadi simbol kebenaran dan damai sejahtera. Oleh karena itu, jika Yesus Kristus adalah Imam Agung kita, maka sudah layak dan sepantasnya kita juga mampu untuk terus mewartakan kebenaran dan damai sejahtera lewat panggilan hidup kita masing-masing.
Kebenaran dan damai sejahtera hendaknya selalu merajai hidup manusia. Hal paling sederhana adalah melalui perbuatan baik, hidup untuk terus berbuat kebaikan kapanpun, di manapun dan kepada siapapun. Kebaikan adalah investasi spiritualitas, kebaikan adalah investasi keselamatan. Tidak ada kerugian dan kehancuran bagi siapapun yang selalu berbuat kebaikan dalam hidupnya. Saat kebaikan itu selalu terwujud, maka kebenaran dan damai sejahtera juga tercipta. Hal ini juga yang selalu diteladankan oleh Yesus Kristus. Salah satunya saat Ia mau menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat, hari yang dilarang untuk melakukan pekerjaan apapun oleh bangsa Yahudi. Tetapi Yesus selalu mengutamakan dan mengedepankan bagaimana harus berbuat kebaikan. Bagaimana dengan hidup kita? Ya, terkadang kita masih menawar, menunda bahkan enggan berbuat kebaikan bagi sesama. Kita menghambat hadirnya kebenaran dan damai sejahtera. Mari melakukan perbuatan baik apapun setiap hari bagi sesama kita supaya kebenaran dan damai sejahtera tercipta dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Januari 2019
PW St. Fransiskus dari Sales, Uskup dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/II
Yesus Kristus sebagai Imam Agung telah mempersembahkan diri sekali untuk selamanya. Melalui persembahan diri itu, Yesus telah membinasakan maut dan menerangi hidup kita dengan Injil. Manusia mengalami kemerdekaan atas dosa dan keselamatan untuk memiliki hidup abadi. Yesus memberikan diri-Nya untuk melakukan kehendak Allah. Yesus tidak pernah menolak, menghindar dan melawan kehendak Allah meskipun harus mengalami penderitaan.
Saudaraku, Allah juga memanggil kita untuk datang kepada-Nya dan melakukan kehendak-Nya. Datang dan melakukan kehendak Allah adalah persembahan hidup terbaik yang seharusnya juga kita lakukan. Faktanya, manusia seperti kita justru selalu sibuk bagaimana supaya kehendak pribadi kita yang terjadi. Kita sering menolak, menghindar dan melawan kehendak Allah. Kita melakukan ini karena merasa kehendak pribadi lebih membuat aman dan nyaman, menyenangkan dan membahagiakan, sedangkan kehendak Allah seolah memberatkan, menyusahkan, bagaikan beban, bahkan harus mengalami penderitaan. Saudaraku, datang dan melakukan kehendak Allah itulah persembahan terbaik dari hidup kita. Jika sampai saat ini kita justru terus menerus menolak, menghindar dan melawan kehendak Allah artinya kita belum mampu memberikan persembahan hidup bagi Allah. Hidup yang seperti ini tentu akan tetap berada dalam kuasa maut karena dosa dan tidak ada dalam terang Injil. Semoga mulai saat ini kita mampu menjadikan hidup sebagai persembahan terbaik bagi Allah dengan datang dan melakukan kehendak-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Januari 2019
Pesta Bertobatnya St. Paulus, Rasul
Dari Saulus menjadi Paulus adalah simbol atau wujud nyata sebuah pertobatan yang dialami oleh St. Paulus, Rasul. Ia yang awalnya adalah penganiaya dan pembunuh para pengikut Yesus Kristus akhirnya mengalami penglihatan dalam sebuah perjalanan ke Damsyik. Ia dijumpai oleh Yesus sendiri dan akhirnya setelah kebutaannya disembuhkan oleh Ananias, ia mengalami pertobatan yang nyata. Peristiwa dan pengalaman spiritual yang dialami oleh Saulus telah mengubah kehidupannya. Saulus meninggalkan kemanusiaan lamanya, menjadi manusia baru bernama Paulus dan bahkan akhirnya menjadi rasul yang hebat. Pengalaman spiritual menjadi titik tolak pertobatan Saulus.
Bagaimana sikap kita sendiri menangkap pengalaman spiritual dalam hidup kita? Apakah selama ini kita sadar sungguh terhadap pengalaman spiritual kita masing-masing? Atau jangan-jangan kita tidak memiliki kepekaan sehingga tidak pernah merasakan dan mengalami ada pengalaman spiritual dalam hidup kita? Pengalaman spiritual adalah pengalaman dekat dan intim dengan Allah. Pengalaman ini bisa hadir lewat peristiwa atau kejadian apapun. Sedih, gagal, sakit ataupun senang, berhasil, sehat. Semua adalah cara Allah menyapa manusia supaya semakin mampu hidup dalam proses pertobatan yang terus menerus. Bisa jadi selama ini kita memiliki hidup yang tidak peka terhadap sapaan Allah, peristiwa dan pengalaman spiritual tersebut sehingga membuat kita sulit melakukan pertobatan. Semoga hari demi hari kita semakin memiliki kepekaan terhadap pengalaman spiritual sehingga kita juga selalu mampu hidup dalam proses pertobatan. Proses pertobatan yang terus menerus ini yang akan membuat kita menjadi murid Kristus yang sejati dan akhirnya memampukan kita untuk memiliki hidup yang selalu mewartakan kebenaran injil bagi dunia seperti Rasul Paulus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Januari 2019
PW St. Timotius dan Titus, Uskup
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Biasa C/II
“Tuaian memang banyak tetapi pekerja sedikit.” Kalimat di atas seringkali diucapkan tetapi kurang dimaknai. Banyak di antara kita masih berpikir bahwa kalimat dari Yesus ini merujuk kepada hidup panggilan para kaum tertahbis. Kita masih beranggapan bahwa para pekerja itu adalah golongan para tertahbis itu. Saudaraku, sikap seperti ini kurang tepat karena sejatinya kalimat dari Yesus itu juga untuk menyadarkan kita juga adalah para pekerja itu. Kita adalah pribadi yang dipanggil, dipilih dan diutus oleh Allah menjadi rekan kerja-Nya bagi terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini. Apapun bentuk hidup panggilan kita, kita adalah pribadi yang dipanggil, dipilih dan diutus. Sudahkah kita menjalankan ini?
Faktanya kita sering gagal. Kita gagal menyadari diri sebagai pribadi yang dipanggil, dipilih dan diutus. Situasi ini menjadi lebih berat karena kita tidak memiliki iman yang sejati. Iman seperti yang dimiliki oleh Timotius dan Titus, para murid Paulus ini. Iman mereka adalah iman yang sejati sehingga mereka sadar sungguh sebagai pribadi yang dipanggil, dipilih dan diutus. Iman yang sejati adalah, pertama, iman yang selalu hidup, artinya tumbuh dan berkembang, semakin matang dan dewasa. Kedua, iman yang operatif, artinya iman punya pengaruh dan dampak dalam hidup sehari-hari. Iman itu sungguh beroperasi di dalam kehidupan manusia. Ketiga, iman yang performatif, artinya iman yang membuat manusia mampu dibentuk dan diubah ke arah yang lebih baik. Iman hendaknya mengubah dan membentuk manusia untuk semakin serupa dengan Allah. Selama ini iman hanya kita pakai sebagai status dan atribut kehidupan saja. Semoga mulai saat ini kita berproses untuk memiliki iman sejati yang hidup, operatif dan performatif sehingga sebagai pribadi yang dipanggil, dipilih dan diutus kita mampu menjadi pekerja-pekerja bagi tuaian Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Januari 2019
Inpirasi Bacaan Minggu Biasa C/III
Yesus membuka dan membaca Kitab Yesaya di dalam rumah ibadat, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta; untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.” Sesudah itu Ia mengatakan, “Pada hari ini genaplah nas tadi sewaktu kamu mendengarnya.” Peristiwa ini menjadi peristiwa luar biasa dan istimewa yang seharusnya menyadarkan kita tentang pentingnya sabda Allah. Apa yang dibaca oleh Yesus tergenapi sungguh dalam hidup-Nya. Dalam hidup Yesus, sabda Allah bukan menjadi cerita dongeng atau sebuah kebohongan. Sebaliknya, hidup Yesus sungguh-sungguh membuat sabda itu nyata dan hidup. Pemazmur sendiri mengatakan bahwa sabda Allah itu adalah roh dan kehidupan, yang artinya sabda Allah hendaknya menjadi pedoman dan pegangan manusia dalam menjalani hidup sehari-hari sebagai manusia beriman. Saudaraku, apakah selama hidup kita sudah mengalami dan merasakan kegenapan sabda itu? Sungguhkah hidup kita sudah membuat sabda itu nyata dan hidup?
Saudaraku, saat kita sungguh mampu mengerti dan memahami sabda Allah maka kita juga akan mengalami kegenapan sabda itu dalam hidup kita. Surat Pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus menegaskan bahwa kita adalah tubuh Kristus, dan masing-masing adalah anggotanya. Ya, hidup sebagai anggota tubuh Kristus dalam persekutuan cinta kasih Allah inilah yang menjadi tanda kegenapan sabda itu bagi kita. Saat situasi hidup kita ada dalam persekutuan cinta kasih, maka saat itu hidup kita sedang mengalami dan merasakan kegenapan sabda.
Hidup dalam persekutuan cinta kasih adalah hidup yang selalu memperlihatkan situasi di mana setiap anggota mampu hidup dalam kekuatan kasih yang utuh, total dan selamanya. Kasih harus menguasai, kasih menjadi yang utama dan pertama dalam persekutuan hidup tersebut. Lalu, setiap anggota mampu untuk selalu siap berkorban. Pengorbanan apapun entah pikiran, tenaga, waktu, materi maupun hidupnya sendiri menjadi penting demi kebaikan setiap anggota dalam persekutuan. Selanjutnya, setiap anggota hendaknya mampu untuk selalu berani introspeksi, mengakui kelemahan dan kekurangan sekaligus berani mengampuni kesalahan sesama. Saudaraku, mari menjadikan sabda itu tergenapi dalam hidup kita, mari jadikan sabda itu nyata dan hidup melalui persekutuan cinta kasih. Mulialah dari keluarga dan komunitas kita masing-masing sebagai sebuah persekutuan hidup dalam cinta kasih. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Januari 2019
PW St. Thomas dari Aquino, Imam dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/III
Kedatangan Yesus bagi dunia adalah menghancurkan dan mengalahkan maut. Kehancuran dan maut adalah tujuan akhir dari roh jahat atau setan bagi manusia, maka kedatangan Yesus mengakhiri kuasa roh jahat itu. Manusia sungguh telah ditebus lunas dan tuntas lewat korban Kristus satu kali untuk selamanya sehingga akhirnya manusia mengalami damai sukacita dan keselamatan abadi. Oleh pemazmur kita diingatkan bahwa sudah sepantasnya kita menyanyikan lagu baru bagi Tuhan karena Ia telah melakukan karya yang ajaib. Oleh karena itu, hendaknya hidup manusia yang mengenal Kristus selalu ada di dalam dan dikuasai oleh Roh Tuhan yang kudus, tidak lagi dikuasi oleh roh jahat yang mendatangkan maut.
Hidup manusia yang mengenal Kristus adalah hidup yang hanya dikuasai Roh Tuhan yang kudus. Lemah lembut, penuh damai, penuh cinta, saling berbagi, saling menjaga persatuan dan persekutuan dalam kasih, saling menerima dan mengampuni menjadi keutamaan hidup manusia yang dikuasai Roh Tuhan. Faktanya, tak jarang hidup kita justru melakukan apa yang menjadi kehendak dari roh jahat. Pikiran dan perkataan kita, hati dan sikap kita terkadang justru menampakkan hidup yang dikuasai roh jahat atau iblis. Kebencian, dendam, amarah, permusuhan, kesombongan, keegoisan, kehancuran dan perpecahan adalah buah dari roh jahat yang justru sering kita lakukan. Ya, kita terlena dan membiarkan diri kembali dikuasai roh jahat. Jika ini dibiarkan berlarut berarti kita memilih menjadi budak-budak iblis. Kita kembali ikut membuat roh jahat atau iblis punya kuasa. Kita hanya akan kembali mengalami kehancuran dan maut. Saudaraku, mari menjadikan hidup kita selalu dikuasai oleh Roh Tuhan yang kudus supaya kesudahan roh jahat atau iblis sungguh terjadi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/III
Seringkali manusia akan merasa bangga jika dianggap sebagai saudara dari orang yang hebat, pejabat tinggi, populer, terkenal, kaya raya, terhormat dan sebagainya. Tak jarang hidupnya sangat dijaga demi nama baik saudara yang menjadi kebanggaannya tersebut. Hal ini ternyata berbanding terbalik dengan sikap iman kita. Kita, yang oleh karena kehendak Allah telah dikuduskan satu kali untuk selamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus, seharusnya hidup untuk melakukan kehendak Allah karena kita adalah saudara Kristus. Hal ini seperti apa yang telah dinyatakan oleh Yesus sendiri, “Barangsiapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” Tetapi apakah kita bangga menjadi saudara Tuhan kita Yesus Kristus? Apakah kita sungguh menjaga rahmat itu dalam hidup kita sehari-hari?
Dalam kenyataannya, kita tidak pernah bangga menjadi saudara Kristus, juga tidak pernah mampu menjaga nama baik Tuhan Yesus Kristus sebagai saudara kita. Ya, kita telah mengkhianati persaudaraan kita dengan Kristus lewat sikap hidup kita yang selalu bertentangan dengan kehendak Allah. Allah ingin supaya hidup manusia selalu ada dalam kepenuhan cinta untuk menjadi cinta bagi sesama tetapi manusia memilih hidup dalam kebencian dan permusuhan, perang dan perpecahan. Allah juga ingin supaya manusia selalu berbuat kebaikan kepada sesama dalam kebenaran, tetapi manusia justru sibuk berbuat jahat, merugikan, menyakiti dan menghancurkan sesama. Saudaraku, semoga kita bangga menjadi saudara Tuhan kita Yesus Kristus, dan mampu menjaga rahmat ini dengan hidup penuh cinta dan menjadi cinta, serta selalu berbuat kebaikan bagi sesama dalam kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Januari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/III
Ada pepatah Jawa berbunyi “Gajah diblangkoni, iso kotbah ra iso nglakoni”, yang dalam Bahasa Indonesia berarti bisa berkotbah atau mengajar tetapi tidak bisa menjalankan ajarannya dalam kehidupan. Ada juga istilah NATO, kependekan dari No Action Talk Only, yang artinya tidak ada aksi nyata tetapi hanya bicara. Sikap dan situasi ini selaras dengan apa yang akan kita renungkan. Hidup kita yang telah dikuduskan secara sempurna oleh kurban Kristus hendaknya menjadi tanah baik yang ditaburi sabda. Sabda itu hendaknya tertanam dalam hati dan menghasilkan aksi nyata dalam sikap hidup sehari-hari. Kenyataannya, kita sering gagal menjadi tanah yang baik bagi sabda Tuhan.
Saudaraku, banyak manusia pandai mengajarkan hal baik, bicara tentang teori kebenaran, panjang lebar menjelaskan tentang kebajikan dan makna hidup tetapi sesungguhnya tidak pernah melakukan hal tersebut dalam kehidupannya. Dalam kehidupan beriman sering kita merasa banyak memahami ajaran iman, paling mengerti tentang sabda, merasa paling hebat tentang ajaran dari dokumen-dokumen gereja. Sayangnya, semua itu sering tidak kita wujud nyatakan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sebagai contoh, kita sadar bahwa sabda Tuhan mengajarkan kita untuk hidup saling mencintai tetapi kita tetap hidup saling mematikan cinta lewat kebencian dan kedengkian. Kita mengerti bahwa sabda mengajarkan kita untuk memiliki kasih dan pengampunan tetapi kita masih terus memilih untuk hidup dalam kebencian dan perselisihan. Sabda Tuhan juga mengajarkan supaya kita menjadikan hidup kita sebagai berkat dan rahmat bagi sesama tetapi kita tetap memilih egois, tidak peduli dan sulit berbagi. Saudaraku, mari menjadi tanah yang baik tempat sabda berbuah lipat. Hidup yang berbuah cinta, berbuah kebaikan dan berbuah kebenaran. Mari jadikan hidup kita sebagai sabda yang hidup dan nyata. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 31 Januari 2019
PW St. Yohanes Bosko, Imam
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/III
Pemazmur dalam Kitabnya menuliskan, “Sabda-Mu adalah pelita bagi kakiku, terang bagi jalanku.” Pernyataan tersebut sangat tepat dengan apa yang ditekankan dalam Injil bahwa manusia hendaknya menjadi pelita atau cahaya dalam kehidupan. Kita telah ditebus dan dikuduskan lewat pengorbanan Yesus Kristus, selanjutnya sabda Allah telah ditanamkan dan ditulis dalam dahi kita masing-masing. Ya, hidup kita dibuat menjadi sangat istimewa dan berharga. Oleh karena itu sudah sepantasnya dan selayaknya hidup kita menjadi pelita atau cahaya yang menerangi kegelapan dunia. Sungguhkah hidup kita sudah menjadi pelita atau cahaya yang menerangi kehidupan?
Saudaraku, meskipun hidup kita dijadikan sangat istimewa dan berharga, ternyata kita belum mampu menjadikan hidup kita sebagai pelita atau cahaya tersebut. Kita sering mampu berkata “ya” tetapi tidak pernah menepati janji dan komitmen kita. Kita sering merasa paling pantas dan mampu berbuat tetapi tidak pernah memulai dan menyelesaikannya. Kita sering juga merasa paling memiliki dan punya segalanya tetapi tidak mampu memberi dan berbagi. Kita merasa hidup sebagai pelita tetapi hanya untuk diri sendiri. Hal ini tentu sia-sia dan tidak akan pernah berguna. Hari ini kita diingatkan untuk selalu mampu menjadi peilta atau cahaya kehidupan yang menerangi kegelapan dunia. Maka mari kita mulai dengan memiliki cara berpikir yang baik dan sehat supaya perkataan kita menjadi baik dan sehat untuk akhirnya mampu bertindak yang baik dan sehat pula. Hidup yang selalu selaras antara berpikir, berkata dan bertindak baik dan sehat itulah pelita, itulah cahaya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Biasa C/III
Masih tentang menjadi pelita atau cahaya kehidupan. Hal ini ditegaskan melalui bacaan hari ini bahwa ternyata tidak mudah bertahan untuk menjadi pelita atau cahaya kehidupan. Tidak mudah bertahan menjadi manusia yang selalu mampu berpikir, berkata dan bertindak baik juga sehat. Banyak tantangan, banyak hambatan, banyak godaan untuk menghentikannya. Saudaraku, kita pasti mengalami kelelahan dan kesukaran bertahan sebagai pelita dan cahaya, tetapi Allah ingin supaya kita setia dan bertahan karena di dalam Tuhan kita memiliki harapan.
Setia dan bertahan sebagai cahaya dan pelita kehidupan memang tidak mudah. Lebih-lebih situasi hidup kita saat ini banyak sekali manusia membenci kebaikan dan kebenaran, seolah tidak ada lagi cinta dalam hati. Sebaliknya, kejahatan dan hal yang salah selalu disebarkan dan begitu mewarnai kehidupan kita. Banyak manusia lebih memilih saling membenci, menghujat, menjatuhkan, menjelekkan, menghancurkan lewat pikiran, kata dan sikap daripada memilih untuk terus menebarkan kebaikan, kebenaran dan cinta lewat pikiran, perkataan dan sikap hidup. Saudaraku, semoga kita tidak terbawa arus jahat dan salah ini. Semoga kita selalu siap bertahan dan setia dalam kebaikan, kebenaran dan cinta karena sekali lagi selalu ada harapan dalam nama Allah. Allah tidak akan pernah membiarkan pelita dan cahaya hidup kita padam. Allah telah memulai sesuatu yang baik dan indah dalam hidup kita, maka teruslah miliki harapan dalam nama-Nya dan jangan pernah khawatir karena Allah juga yang akan menyelesaikan segalanya dengan indah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Februari 2019
Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah
Hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan Pesta Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Peristiwa ini menjadi hari istimewa yang biasanya digunakan untuk perayaan syukur Sakramen Tahbisan, seperti Tahbisan Imamat dan Tahbisan Diakonat. Sakramen tahbisan menjadi peristiwa rahmat saat seorang laki-laki menyerahkan diri dan hidupnya secara total kepada Allah. Hal ini selaras dengan peristiwa saat Yesus dipersembahkan oleh Maria dan Yosef di Bait Allah dalam rangka menjalankan ketaatan mereka terhadap Hukum Taurat. Anak sulung saat tiba waktu pentahiran hendaknya diserahkan kepada Allah seperti ada tertulis: “Semua anak laki-laki sulung harus dikuduskan bagi Allah.” sesudah dipersembahkan di Bait Allah, Yesus berproses tumbuh bertambah besar, dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada pada-Nya. Bagaimana dengan hidup kita masing-masing? Sungguhkah hidup kita ini sudah menjadi persembahan hidup yang layak dan pantas bagi Allah?
Persembahan hidup yang pantas dan layak bagi Allah itu adalah sebuah proses, bukan sesuatu yang sekali jadi. Manusia yang mempersembahkan hidupnya bagi Allah adalah manusia yang mau hidup dalam proses siap jatuh bangun dibentuk dan diubah ke arah yang lebih baik bahkan sampai wafat. Iman yang semakin tumbuh dan kuat, penuh hikmat dan selalu hidup dalam kasih karunia Allah. Seperti seorang Imam, sesudah menerima rahmat sakramen tahbisan sebagai persembahan hidup bagi Allah, saat itulah awal ia memulai proses jatuh bangun untuk selalu siap dibentuk dan diubah oleh Roh Allah sendiri untuk semakin memikiki iman spiritual yang besar dan kuat, hidup penuh hikmat juga hidup dalam kasih karunia Allah. Saudaraku, selalu siaplah untuk berproses jatuh bangun dibentuk dan diubah oleh Roh Allah untuk menjadi manusia yang lebih baik hari demi hari sampai wafat, karena inilah persembahan hidup terbaik kita bagi Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/IV
Sejak dalam kandungan, Nabi Yeremia telah ditetapkan oleh Allah menjadi nabi bagi bangsa-bangsa untuk menceritakan keselamatan yang datang dari Allah. Ya, nabi yang selalu mewartakan kasih dan kebaikan Allah bagi Israel supaya bangsa Israel mampu mengenal Allah dan dekat dengan Allah yang menyelamatkan. Saat menerima Sakramen Baptis, salah satu martabat yang melekat dalam hidup kita, selain martabat raja dan imam, adalah martabat sebagai nabi. Artinya, kita pun sama seperti Yeremia yang ditetapkan untuk mampu mewartakan kasih dan kebaikan Allah. Hidup kita hendaknya adalah pewartaan itu sendiri yang semakin membawa banyak manusia mengenal dan dekat dengan Allah. Sungguhkah hidup kita ini adalah pewartaan tentang kasih dan kebaikan Allah itu?
Surat Pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus semakin menegaskan kita bahwa untuk menjadi pewarta kasih dan kebaikan Allah maka kita harus memiliki iman, harapan dan yang tertinggi adalah kasih. Faktanya, kita sering kali gagal membuat hidup kita sebagai pewartaan karena bukan kasih yang tertinggi dan utama. Kita pandai dan cakap berpikir dan berkata tentang ajaran iman tetapi tidak hidup dalam kasih. Kita juga mampu berbagi dan berbuat banyak hal bagi orang lain tetapi bukan karena kasih. Bagi Paulus, jika hidup kita tidak memiliki kasih, semua akan menjadi sia-sia dan tidak berguna.
Hidup yang tanpa kasih bukanlah hidup sebagai pewartaan. Hidup seperti ini hanya akan menjadi hambatan dan batu sandungan bagi orang yang ingin mengenal kasih dan kebaikan juga ingin dekat dengan Allah. Sebaliknya, hidup sebagai pewartaan adalah hidup yang menceritakan kasih dan kebaikan Allah lewat sikap hidup sehari-hari yang dilandasi oleh kasih. Hidup yang seperti ini diterima di manapun dan kapanpun dan hanya akan ditolak oleh siapapun yang tidak mengenal kasih. Hidup sebagai pewartaan adalah hidup yang membawa banyak manusia semakin mengenal kasih dan kebaikan Allah, juga semakin hidup dekat dengan Allah. Saudaraku, semoga mulai saat ini hidup kita adalah pewartaan itu sendiri. Hidup yang selalu menceritakan kasih dan kebaikan Allah lewat sikap hidup yang dilandasi oleh kasih. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/IV
Mazmur hari ini berbunyi: “Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu, kalian semua yang berharap kepada Tuhan.” Pemazmur sepertinya ingin menegaskan bahwa hidup hendaknya selalu penuh harapan kepada dan di dalam Allah. Perkaranya, kekuatan hati dan keteguhan hati manusia dalam berharap selalu melemah bahkan hilang saat tidak juga ada jawaban dari Allah. Manusia mudah marah dan kecewa, putus asa, apatis, merasa hidup tidak berguna dan sia-sia belaka. Bahkan terkadang ingin segera mengakhiri hidup yang seolah tak berguna. Harapan kepada dan di dalam Allah adalah wujud nyata manusia yang percaya kepada kasih dan kekuatan Allah. Di dalam harapan itu ada kepercayaan bahwa Allah akan selalu memiliki rencana yang paling baik dalam hidup kita.
Dalam Injil dikisahkan Yesus mengusir roh jahat yang sudah lama merasuki seseorang di Gerasa. Orang yang mungkin saja karena kemasukan roh jahat, hidupnya menjadi tidak berarti lagi, tidak berguna lagi, tidak jelas, hancur dan tanpa masa depan, hanya mengganggu bagaikan sampah bagi masyarakat. Tetapi Yesus mampu mengubah dan membuat semuanya menjadi baik dan indah. Orang tersebut bebas dan sembuh, ia kembali mendapatkan hidupnya yang sudah mati. Saudaraku, masihkah kita kurang percaya bahwa Allah akan selalu memberikan yang terbaik, terindah dan paling tepat dalam hidup kita? Apakah harapan kita kepada dan di dalam Allah sudah mati? Jika saat ini kita ada dalam keputusasaan, kekecewaan dan kemarahan kepada Allah, apatis, merasa gelap dan hidup tanpa harapan, bisa jadi kita adalah manusia yang lebih memilih untuk dirasuki roh jahat daripada memilih untuk disembuhkan oleh Yesus. Mari terus menguatkan dan meneguhkan hati dalam berharap kepada dan di dalam Allah karena kita percaya Allah akan selalu memberikan yang terbaik, terindah dan paling tepat dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Februari 2019
PW St. Agata, Perawan dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/IV
Banyak manusia mengaku dan bangga karena memiliki iman. Namun saat iman itu seolah tidak pernah menjawab persoalan dan masalah dalam hidup, manusia menjadi lemah dan putus asa. Mohon kesembuhan tetapi tetap sakit, mohon diberi rejeki yang cukup tetapi semakin susah dan miskin, mohon keberhasilan tetapi mengalami kegagalan. Iman seolah tidak memberi jawaban dan pengaruh apapun. Manusia hilang semangat dan harapan, menjalani hidup tanpa arah dan tujuan jelas, hidup raganya tetapi mati jiwanya. Ya, akhirnya manusia marah dan kecewa kepada Tuhan dan merasa tidak perlu lagi punya iman.
Saudaraku, seringkali kita salah memahami dan menggunakan iman. Iman seolah kita jadikan ajian atau rumusan kode untuk memecahkan persoalan dan masalah hidup. Jika tidak memberi jawaban, tidak mengubah kehidupan dan menghasilkan apa yang diinginkan, maka akan dibuang dan tidak digunakan lagi. Iman akan Yesus Kristus menuntut kita untuk selalu tabah dan setia di dalam segala beban kehidupan ini. Akan tiba waktu dan masanya di mana Yesus sendiri yang akan memikul kelemahan dan menanggung segala sakit kita. Hal ini yang terjadi pada anak perempuan Yairus, juga seorang perempuan yang menderita sakit pendarahan selama dua belas tahun. Santa Agata, Perawan dan Martir yang kita peringati hari ini pun memberikan teladan bagi kita. Ia memilih dan berani untuk menderita demi nilai yang lebih luhur. Ia begitu tabah dan setia karena dikuatkan oleh iman akan Yesus Kristus. Saudaraku, jangan berhenti berharap dalam iman, jangan menjadi lemah dan putus asa. Sebaliknya, mari terus mampukan diri menjalani setiap perkara hidup dengan tabah dan setia di dalam Tuhan. Akan tiba waktunya Yesus memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Februari 2019
PW St. Paulus Miki dan teman-temannya, Martir.
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/IV
Hidup sesungguhnya adalah pembelajaran tentang kebaikan dan kebenaran tanpa henti. Maka, persoalan dan permasalahan hidup, sakit dan derita, beban dan kesesakan dalam hidup bukanlah hukuman dari Allah. Dalam bacaan pertama ditegaskan bahwa semua itu terjadi justru karena Allah begitu mengasihi kita. Semua hal di atas adalah cara Allah mencintai kita. Saat keadaan itu terjadi, sesungguhnya Allah sedang memberikan pelajaran hidup bagi manusia. Manusia hendaknya mampu menangkap dan menerima cara Allah mencintai ini dan mendengar seperti domba yang mengenal gembalanya.
Saudaraku, sering kita marah dan kecewa kepada Allah karena hidup yang tidak sesuai dengan harapan kita. Kita tidak sadar sedang dalam proses belajar tentang nilai-nilai kehidupan. Kesabaran, kesetiaan, keteguhan dan kekuatan iman kita sedang sungguh diuji, ditempa dan dikuatkan. Hasil dari mereka yang mau mendengar dan selalu siap menerima pembelajaran hidup adalah kehidupan yang akan menjadi lebih baik. Saudaraku, mari belajar menerima cara Allah mencintai kita lewat segala pembelajaran hidup yang kita alami. Berjuang untuk selalu mampu bertahan dengan terus mengusahakan hidup damai bagi semua orang, hidup yang selalu menuju kepada kekudusan sekaligus menjaga supaya hidup tidak pernah lepas dari kasih karunia Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Februari 2019
Inpsirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/IV
Saat diminta untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan, pasti kita memilih kebaikan. Memilih antara kebenaran dan kepalsuan, pasti kita menginginkan kebenaran. Memilih antara kemarahan, dendam, kebencian dan kedamaian, sukacita, cinta, pasti kita memilih kedamaian, sukacita dan cinta. Kita mampu memilih hal-hal yang baik itu karena memang kita berasal dari Allah. Ya, sejak mengenal dan menerima Yesus Kristus sesungguhnya hidup kita hanya mengenal kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta. Kita sudah ditetapkan ada dan tinggal dalam situasi dan keadaan tersebut. Maka, kita diutus untuk terus menyebarkan dan mewartakan kebaikan, kebenaran, sukacita, damai dan cinta bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Sungguhkah kita sudah menjalankan perutusan ini?
Seringkali hidup kita mengingkari dan mengkhianati tugas perutusan ini. Kita bukan hidup untuk menyebarkan kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta. Sebaliknya, kita malah terbawa arus dunia yang justru menawarkan dan menghasilkan kejahatan, kepalsuan, dendam, permusuhan dan kebencian. Lewat Injil, Yesus menegaskan supaya kita kembali sadar sebagai utusan Allah. Saat kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta yang kita tawarkan ditolak oleh banyak orang dan banyak tempat, kita diingatkan jangan sampai terbawa arus yang buruk itu, menjadi terlena bahkan berhenti berjuang. Segera tinggalkan situasi dan keadaan yang menolak tugas perutusan kita, sebaliknya tinggallah dan bertahanlah sebagai duta-duta kebaikan, kebenaran, sukacita, kedamaian dan cinta bagi semua orang dan juga bagi semua tempat yang menerima tugas perutusan kita. Semoga Roh Allah senantiasa memberkati tugas perutusan kita di dunia ini. Mari kita buat supaya kebaikan, kebenaran, kedamaian, sukacita dan cinta menguasai dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Biasa C/IV
Akhir-akhir ini tantangan untuk mampu bertahan menjadi manusia yang baik dan hidup dalam cinta menjadi sangat sulit dan berat. Manusia yang selalu bertahan hidup baik dan hidup dalam cinta seolah justru menjadi susah, sakit dan menderita, tampak lemah, kalah dan tak berdaya. Berbuat baik tetapi dicurigai dan dicaci maki, melakukan tindakan cinta tetapi dihujat dan dimusuhi. Ya, kebaikan dan cinta seolah menjadi musuh dunia. Dunia yang haus dan rakus akan nafsu menguasai juga nafsu dihormati demi harga diri. Nilai kebaikan dimatikan, nilai cinta dihancurkan. Sayangnya, kita terkadang tidak kuat bertahan sehingga ikut mewarnai situasi dimana kebaikan dimatikan dan cinta dihancurkan itu.
Saudaraku, sabda hari ini menguatkan kita. Tuhan adalah terang dan keselamatan. Tuhan tidak akan membiarkan dan meninggalkan kita mengalami kesusahan, sakit dan derita dalam mempertahankan hidup baik dan hidup di dalam cinta. Kebaikan dan cinta Tuhan itu universal dan perpetual, yang artinya berlaku dimanapun, kapanpun dan bagi siapa pun serta memiliki sifat kekal selamanya. Nilai kebaikan dan cinta tidak bisa dimusnahkan, dimatikan dan dihancurkan. Yohanes Pembaptis bisa dibunuh oleh Herodes karena dendam dan harga diri. Tetapi, nilai kebaikan dan cinta yang dibawa oleh Yohanes tidak ikut hancur, mati dan musnah. Saudaraku, jangan pernah berhenti dan menyerah untuk menjadi manusia baik dan penuh cinta, sekali lagi mari kita buat nilai kebaikan dan kehidupan yang penuh cinta sungguh mengusai dunia kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Biasa C/IV
Kurban persembahan yang berkenan bagi Tuhan adalah bibir yang selalu memuliakan nama-Nya, perbuatan baik dan pertolongan bagi sesama manusia. Selain itu, ketaatan dan kesetiaan kepada pemimpin yaitu Sang Gembala Agung, Yesus Kristus yang selalu menuntun hidup kita dalam kebaikan hendaknya juga selalu melekat dalam kehidupan kita. Dengan hidup seperti ini, Tuhan akan memperlengkapi hidup kita dengan segala yang baik. Tuhan adalah gembala kita, kita tak akan berkekurangan. Maka, hidup damai sejahtera, penuh cinta dan sukacita itu yang akan kita alami. Sungguhkah kehidupan seperti ini yang kita alami?
Damai sejahtera, penuh cinta dan sukacita ternyata belum sungguh kita alami. Faktanya, kehidupan
yang diwarnai dendam dan permusuhan, kebencian, keluh kesah dan kesedihan yang justru melekat dalam diri dan hidup kita. Kita mudah sekali punya dendam dan bermusuhan tetapi sulit untuk menaburkan kedamaian dan memberikan pengampunan. Kita juga mudah sekali saling membenci tetapi berat untuk hidup saling menyayangi dan menghargai bahkan dalam lingkungan terkecil yaitu keluarga kita masing-masing. Suami membenci istri, istri membenci suami, orang tua membenci anak, anak membenci orang tua, kakak membenci adik, adik membenci kakak, dan sebagainya. Hidup kita juga lebih mudah mengeluh dan cepat putus asa tetapi tidak pernah mampu bersyukur sedikitpun atas hidup yang penuh rahmat ini. Saudaraku, mari berusaha dan berjuang untuk mengenal dan mendengarkan Gembala Agung kita supaya kita mampu mengikuti-Nya. Mari memiliki perkataan yang selalu memuliakan Tuhan, selalu semangat berbuat baik dan cepat memberikan pertolongan bagi sesama sehingga sungguh damai sejahtera, penuh cinta dan sukacita ada dan menetap dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa V
Manusia terkadang mengalami situasi kekeringan spiritual. Statusnya punya iman tetapi malas berdoa, malas beribadat, malas berkegiatan iman di lingkungan, malas ke gereja untuk ikut Ekaristi Mingguan, dan sebagainya. Kekeringan spiritual biasanya terjadi saat manusia kecewa dengan Allah dan mungkin sesamanya karena hidup yang terpuruk, gagal dan menderita, saat iman dirasa tidak punya jawaban dan pengaruh bagi hidup. Situasi kekeringan spiritual semakin membuat manusia menjauh dari Allah dan mati rasa terhadap cinta Allah. Saudaraku, seperti apa yang diperintahkan oleh Yesus kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam!” Inilah yang juga harus kita lalukan saat kita mengalami kekeringan spiritual. Spiritual yang kering hendaknya kita segarkan lagi dengan cara mendekat untuk taat dan kembali mengalami cinta Allah, bukan sebaliknya semakin menjauhkan diri dari cinta Allah.
Simon dan murid lain juga mengalami situasi gagal dan mengecewakan dalam hidup. Semalaman mereka mencari ikan tetapi tak satu pun ikan mereka dapatkan. Saat Yesus memerintahkan Simon untuk bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jalanya, sesungguhya Simon secara manusiawi sadar betul bahwa apa yang diminta Yesus adalah hal yang akan sia-sia. Tetapi Simon taat dan melakukannya. Hasilnya, Simon dan para murid lain mendapatkan banyak ikan. Pengalaman Simon dan para murid ini adalah pengalaman disapa oleh cinta Allah. Simon dan para murid mengalami cinta personal dari Allah. Sesudah mengalami ini, Simon dan para murid meninggalkan segalanya dan mengikuti Yesus untuk menjadi penjala manusia. Cinta personal Simon dan para murid berbuah menjadi cinta pastoral. Saudaraku, jangan biarkan kekeringan spiritual berkuasa dan bertahan dalam hidup kita. Mari mendekat untuk taat kepada Allah dan kembali mengalami cinta personal dari Allah. Cinta personal akan membuat hidup kita berbuah memiliki cinta pastoral. Cinta pastoral inilah tugas perutusan kita di dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/V
Karya Allah bagi kehidupan begitu mengagumkan. Apapun yang menjadi sabda-Nya sungguh terjadi. Inilah situasi yang digambarkan dalam Kitab Kejadian. Peristiwa penciptaan membawa kita kepada sebuah kesadaran tentang atribut keilahian, yaitu “bonum”, “verum”, dan “pulchrum”. Ya, kebaikan, kebenaran dan keindahan adalah atribut keilahian dan inilah situasi yang tergambar saat Allah menciptakan dunia dan segala isinya. Kebaikan, kebenaran dan keindahan adalah sesuatu yang selalu melekat pada diri dan karya Allah. Kehadiran Yesus bagi dunia juga selalu menghadirkan atribut keilahian. Hidup dan karya Yesus adalah wujud kebaikan, kebenaran dan keindahan itu sendiri. Peristiwa Injil di mana Yesus sungguh dicari banyak orang yang mencari kesembuhan menjadi gambaran nyata bagaimana hidup dan karya Yesus selalu menghadirkan kebaikan, kebenaran dan keindahan. Sebagai pengikut Yesus, hendaknya hidup dan karya kita selalu menghadirkan kebaikan, kebenaran dan keindahan itu.
Saudaraku, melalui pembaptisan kita sesungguhnya telah dikonfigurasikan dengan Kristus, menjadi satu dengan Kristus. Kristus ada dalam kita dan kita ada dalam Kristus. Maka kita pun seharusnya mampu menghadirkan atribut keilahian dalam hidup dan karya kita. Kenyataannya, terkadang hidup dan karya kita tidak menghadirkan kebaikan tetapi kejahatan, tidak hidup dalam kebenaran tetapi selalu kompromi dengan dosa dan kesalahan, akhirnya kita tidak mampu menciptakan keindahan atau keharmonisan dalam hidup. Saudaraku, jangan mengkhianati kesatuan kita dengan Kristus. Mari kita selalu berusaha dan berjuang menghadirkan kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam hidup dan karya kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/V
Yesus menjawab pertanyaan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang dianggap munafik dengan tulisan dari Kitab Yesaya, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sebab ajaran yang mereka ajarkan adalah perintah manusia.” Ya, peristiwa yang terjadi di Injil sering juga kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam lingkungan Gereja, terkadang hukum dan peraturan-peraturan begitu kaku dan keras sehingga menjauhkan manusia dari Allah dan sulit mengalami cinta, sukacita dan kerahiman Allah. Situasi lain, banyak manusia mengatasnamakan hukum dan aturan-aturan keagamaan tetapi bertujuan untuk menghakimi, menindas, menghancurkan bahkan membunuh sesamanya, seolah semuanya menjadi boleh dan sah karena hukum dan aturan dari agama yang mengatasnamakan perintah Allah. Sungguhkan sabda dan perintah Allah memiliki tujuan seperti itu?
Saudaraku, manusia diciptakan secara sempurna seturut gambar dan rupa Allah, maka hidup kita hendaknya selalu menghadirkan wajah Allah itu. Manusia yang mampu menangkap sabda dan perintah Allah, mampu memaknai hukum dan perintah Allah adalah manusia yang hidupnya akan menghadirkan wajah Allah. Pertama adalah wajah cinta Allah. Hidup dan hadirnya hanya untuk mewujudkan cinta menjadi nyata bagi siapapun, kapanpun dan di manapun. Kedua, wajah sukacita Allah. Manusia hendaknya hidup untuk selalu menghadirkan sukacita. Sukacita yang selalu membawa harapan. Ketiga, wajah kerahiman Allah. Manusia hendaknya juga terus menghadirkan wajah kerahiman Allah. Allah yang selalu berbelas kasih. Allah yang selalu mengampuni. Hidup dalam komunitas persaudaraan dan kekeluargaan yang rukun dan damai adalah wujud nyata itu. Saudaraku, semoga sebagai ciptaan sempurna yang secitra dengan Allah, hidup kita mampu terus menghadirkan wajah cinta Allah, wajah sukacita Allah dan wajah kerahiman Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/V
“Jagalah hati, jangan kau nodai, jagalah hati cahaya ilahi.” Sebuah penggalan lagu yang menginspirasi dan begitu terkait dengan renungan kita hari ini. Dalam Injil, Yesus mengatakan bahwa segala sesuatu yang dari luar masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskan dia, “Apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya! Sebab dari dalam hati orang timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” Saudaraku, bukankah akhir-akhir ini banyak manusia, bahkan mungkin diri kita juga, berlomba-lomba membuat diri sendiri dan juga lingkungan menjadi najis karena hati kita tidak terjaga bersih?
Semua manusia di dunia pasti sepakat menghindarkan diri dari kenajisan. Najis berarti tidak layak, tidak pantas, tidak suci dan tidak bersih. Hati manusia tempat Allah tinggal bersemayam ternyata sudah dikuasai oleh Iblis sehingga hidup manusia selalu menghasilkan hal yang jahat. Kita seolah membenci dan menghindari kenajisan tetapi sesungguhnya selalu menciptakan kenajisan itu sendiri. Saudaraku, mari memiliki hati yang selalu terjaga bersih, bukan hati yang busuk dan jahat. Hati yang selalu didiami oleh kebenaran sabda Allah sehingga melalui kebenaran sabda Allah itu hidup kita selalu dikuduskan. Mari menjaga hati, jangan kita nodai, mari menjaga hati karena hati adalah cahaya ilahi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Februari 2019
PW St. Sirilus, Rahib, dan St. Metodius, Uskup
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/V
Tuhan Allah bersabda, “Tidak baik jika manusia itu seorang diri saja! Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Inilah ayat dari Kitab Kejadian saat Tuhan Allah menciptakan manusia Hawa untuk menjadi penolong yang sepadan bagi Adam. Allah sendiri mengatakan bahwa tidak baik jika manusia itu hidup sendiri. Manusia hendaknya hidup dalam suatu komunitas dari yang terkecil sampai terbesar. Keluarga, lingkungan, masyarakat, gereja dan juga negara bahkan dunia semuanya saling terkait dan hidup sebagai sebuah komunitas. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih mulia, laki-laki ataupun perempuan, tua ataupun muda, dewasa ataupun anak-anak, satu suku bangsa ataupun bukan, satu bahasa ataupun bukan, satu warna kulit ataupun bukan, satu ras ataupun bukan, dan sebagainya, semuanya adalah sama di mata Tuhan Allah. Sesama manusia diciptakan untuk mampu bersama-sama menjadi penolong yang sepadan.
Satu-satunya alat untuk hidup bersama dalam komunitas adalah cinta. Tanpa cinta manusia akan sulit menjadi penolong yang sepadan bagi yang lain. Tanpa cinta manusia hanya akan hidup dalam keegoisan dan terus mengutamakan kepentingan pribadinya. Maka, bertepatan dengan hari kasih sayang ini kita hendaknya semakin belajar tentang cinta itu. Cinta kristiani memiliki kekhasan. Pertama, memiliki cinta yang inisiatif, yaitu berani mencintai lebih dulu, tidak harus menunggu untuk dicintai. Cinta ini tanpa syarat, tanpa batas. Kedua, mencintai siapapun. Tidak perlu kita memilih-milih orang untuk kita cintai. Ketiga, siap mengampuni karena mencintai itu bukan mendendam dan memusuhi. Keempat, mencintai karena hidup kita adalah cinta itu. Cinta bukan soal memberi sesuatu dan melakukan sesuatu. Cinta adalah memberikan diri sebagai cinta. Kelima, mencintai itu melayani. Hidup adalah pelayanan bagi Allah dan sesama, maka kita harus selalu mampu menunjukkan wajah cinta dalam setiap pelayanan kita. Saudaraku, semoga di hari kasih sayang ini cinta yang kita miliki bukan hanya sebatas di bibir dan di dalam pikiran saja. Marilah kita semakin mampu mengalami dan memaknai cinta terlebih hidup menjadi cinta itu sendiri. Wujudkan itu terlebih dahulu dalam komunitas terkecil kita yaitu keluarga. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Biasa C/V
Hawa tergoda oleh bujukan ular dan akhirnya memakan buah terlarang. Manusia Hawa berani tidak taat dan melanggar perintah Allah. Hawa juga akhirnya melibatkan Adam dalam peristiwa tersebut. Manusia jatuh ke dalam dosa. Manusia akhirnya diusir dari situasi keselamatan menuju situasi kebinasaan. Dosa terjadi saat relasi cinta manusia dengan Allah dan manusia dengan sesamanya menjadi rusak, hancur, hilang dan mati. Saat dalam keadaan dosa itulah manusia kehilangan cinta Allah dan tidak punya cinta untuk sesamanya. Akibat dosa adalah hukuman, kebinasaan dan kematian kekal. Ya, seharusnya manusia sudah habis, sudah selesai dan tidak ada keselamatan.
Saudaraku, apakah sungguh hidup kita sudah selesai, habis dan tanpa harapan? Jelas kita adalah manusia yang berdosa. Hidup kita juga telah penuh dengan ketidaktaatan terhadap perintah Allah. Kita terus melakukan pelanggaran dan mengkhianati cinta-Nya. Kita terus menerus membuat relasi cinta kita dengan Allah dan sesama menjadi rusak, hancur, mati dan hilang. Bukankah seharusnya kita layak dan pantas dihukum? Kita kehilangan keselamatan dan menuju kepada kebinasaan atau kematian kekal. Tetapi jangan kita menjadi putus asa dan mati harapan, kita harus berbahagia karena ternyata dosa dan pelanggaran kita diampuni. Kehadiran Yesus telah mengembalikan cinta Allah bagi manusia. “Effata” yang artinya “Terbukalah!” Ia menjadikan segalanya baik. Yang tuli dijadikan-Nya mendengar. Yang buta dijadikan-Nya melihat. Saudaraku, marilah berjuang dan terus berusaha untuk tidak lagi bertahan hidup dalam kebisuan dan kebutaan karena pelanggaran dan dosa kita. Mari dekatkan diri kepada Yesus agar kita mengalami kebaikan pengampunan dan mengalami kembali cinta Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Biasa C/V
Allah menegur Adam dan Hawa atas ketidaktaatan dan pelanggaran mereka terhadap perintah Allah karena memakan buah terlarang. Adam dan Hawa akhirnya saling mempersalahkan. Adam menyalahkan Hawa, Hawa menyalahkan ular. Akibatnya, semua mendapatkan hukuman dan manusia itu diusir dari taman Eden. Sekali lagi dosa menyebabkan relasi cinta manusia dengan Allah, relasi cinta manusia dengan sesamanya, dan relasi cinta manusia dengan ciptaan lain menjadi rusak, hancur dan mati. Melalui peristiwa ini kita bisa merefleksikan bahwa tindakan dosa atau pelanggaran terhadap perintah Allah memiliki dampak bagi orang lain dan lingkungan. Dosa personal memiliki dampak hukuman bagi komunal.
Manusia diharapkan untuk segera bertobat, kembali menemukan dan mengalami cinta Allah itu. Selama manusia tidak memiliki cinta, bisa dikatakan hidupnya sedang ada dalam kedosaan. Tidak ada tindakan dosa apapun yang mengatasnamakan cinta. Sebaliknya, siapapun yang melakukan tindakan cinta maka ia sedang berada dalam proses pertobatan itu. Tindakan cinta sekecil apapun menjadi kehadiran Allah yang nyata lewat diri kita. Artinya, melalui tindakan cinta itu kita kembali menemukan dan mengalami cinta Allah. Saudaraku, mari terus berlomba untuk memiliki hidup yang selalu melakukan tindakan cinta bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Sekali lagi, tindakan cinta kita adalah tanda Allah hadir, tanda kita menemukan dan mengalami kembali cinta Allah, sekaligus menjadi tanda kita ada dalam proses pertobatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/VI
Kebahagiaan itu pasti dicari dan dikejar semua manusia. Kebahagiaan selalu menjadi harapan bagi siapapun tetapi tak jarang manusia lebih banyak merasa tidak bahagia daripada merasa bahagia. Lebih sering merasa sedih, kecewa, gagal dan putus asa daripada merasa bahagia. Saudaraku, bukankah Allah menciptakan dan menghadirkan kita di dunia ini untuk membagikan cinta dan sukacita-Nya sehingga kita mengalami kebahagiaan? Apa sesungguhnya yang membuat kita lebih sering merasa tidak bahagia?
Manusia lebih sering merasa tidak bahagia karena sesungguhnya belum hidup mengandalkan Tuhan secara penuh. Banyak manusia lebih mengandalkan kekuatan manusia atau dirinya sendiri. Hal ini tertulis dalam Kitab Nabi Yeremia yang mengatakan, “Terkutuklah orang yang mengandalkan kekuatan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!” selanjutnya dikatakan juga, “Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!” Ya, sesungguhnya sampai saat ini kita lebih sering merasa tidak bahagia karena hidup kita masih mengandalkan kekuatan manusia dan diri sendiri.
Kita selalu berambisi dan bernafsu dengan kekuatan manusia untuk mengejar kebahagiaan duniawi yang sifatnya sementara dan semu. Kita lupa bahwa manusia itu lemah, rapuh dan terbatas. Semua kebahagiaan duniawi itu kita perjuangkan karena kita takut miskin, takut menangis, takut lapar, takut dibenci dan takut ditolak. Belajarlah untuk mulai hidup dengan mengandalkan kekuatan Tuhan. Hidup yang seperti ini adalah hidup yang selalu siap miskin, siap menangis, siap lapar, siap dibenci dan siap ditolak tanpa harus kehilangan kebahagiaan karena kekuatan Tuhan ada dalam hidupnya. Tuhan adalah sumber cinta dan sukacita yang membuat manusia mengalami kebahagiaan sejati, maka saat manusia tidak merasa bahagia artinya cinta dan sukacita Tuhan tidak ada dalam dirinya. Saudaraku, mari meraih cinta dan sukacita Tuhan itu lewat hidup yang mengandalkan kekuatan Tuhan. Hal ini yang akan membuat kita mampu menjadi duta-duta kebahagiaan di manapun, kapanpun dan bagi siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/VI
Dalam Injil diceritakan tentang orang-orang Farisi yang mencobai Yesus dengan meminta tanda dari surga. Yesus kecewa dan menyatakan bahwa angkatan tersebut tidak akan pernah mendapatkan tanda. Saudaraku, orang-orang Farisi menjadi contoh golongan manusia yang tidak mampu melihat tanda kebaikan dari Allah. Kehadiran dan tindakan Yesus sebagai sebuah kebaikan tidak pernah mampu mereka lihat. Pikiran yang selalu negatif dan hati yang selalu jahat telah membuat mereka buta akan tanda-tanda kebaikan Allah. Situasi ini selaras dengan yang dialami Kain dan Habel. Kain selalu memiliki pikiran negatif dan hati yang jahat sampai akhirnya membunuh Habel adiknya. Pikiran negatif dan hati yang jahat telah membutakan manusia akan tanda kebaikan Allah dan sesama. Manusia seperti ini akan mengalami kelumpuhan dan mati rasa terhadap kebaikan, yang artinya tidak akan pernah mampu berbuat kebaikan.
Saudaraku, hidup kita pun hendaknya selalu menjadi tanda kebaikan. Faktanya kita selalu mengalami kegagalan karena pikiran negatif dan hati jahat lebih menguasai diri kita dan akhirnya membutakan kita. Kita menjadi manusia yang lumpuh dan mati rasa untuk mampu melihat tanda kebaikan Allah dan sesama. Bagaimana mungkin kita menjadi tanda kebaikan di dunia ini jika diri kita saja mengalami kebutaan terhadap tanda kebaikan Allah dan sesama? Saudaraku, mari menjaga pikiran untuk selalu positif dan memiliki hati yang selalu penuh cinta sehingga kita mampu menjadi tanda kebaikan di manapun, kapanpun dan bagi siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/VI
Yesus berkata kepada para murid: “Berjaga-jagalah dan awaslah terhadap ragi orang Farisi dan ragi Herodes.” Pernyataan Yesus ini membuat para murid tidak paham yang dimaksud oleh Yesus. Bahkan Yesus menganggap para murid itu degil hatinya, buta matanya dan tuli telinganya. Ragi orang Farisi adalah lambang kemunafikan. Kelompok manusia yang mengutamakan hidup beriman secara lahiriah, tampilan permukaan. Tidak pernah mampu memaknai iman secara mendalam dan mengakar. Ragi Herodes adalah lambang nafsu keduniawian dan kekuasaan. Hidup dalam kemewahan tanpa peduli yang miskin, sakit dan lemah. Hidup dengan nafsu keserakahan untuk berkuasa dan menguasai apapun yang diinginkan tanpa peduli hak-hak orang lain. Saudaraku, bagaimana dengan diri kita sendiri? Jangan-jangan kita pun sama seperti para murid yang juga dianggap degil, buta dan tuli.
Ragi orang Farisi dan Ragi Herodes inilah lambang hati yang cenderung berbuah kejahatan. Kitab Kejadian menggambarkan dan menegaskan sungguh bahwa hati yang berbuah kejahatan adalah hal yang sangat membuat Allah menyesal menciptakan manusia dan ingin membinasakan manusia. Manusia tidak hidup dalam ketaatan dan kesetiaan terhadap Allah. Saudaraku, dalam kenyataannya, hidup kita sudah terpengaruh oleh ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Seringkali kita hanya menampilkan hidup beriman secara lahiriah, tampilan dan permukaan. Kita tidak sungguh memaknai dan mendalami iman kita. Kita pun masih terjebak untuk mengejar keduniawian dan kekuasaan. Iman tidak lagi punya dampak dan pengaruh dalam hidup saat nafsu duniawi dan berkuasa ini menguasai diri kita. Saudaraku, ternyata kita tidak berbeda dengan para murid. Kita masih punya hati yang degil, punya mata yang buta, dan punya telinga yang tuli. Semoga kita segera sadar dan semakin mampu mengasihi Allah supaya semakin setia kepada Allah dan jauh dari pengaruh ragi orang Farisi dan ragi Herodes. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/VI
Tidak sedikit manusia merasa lelah dalam berharap. Harapan karena iman kepada Tuhan untuk memiliki kehidupan yang semakin baik dan sempurna. Manusia merasa telah banyak berjuang dan berusaha secara spiritual maupun jasmani namun tetap tidak ada jawaban nyata dan sempurna. Hal demikian akhirnya membuat manusia mulai kecewa, putus asa dan tak jarang meninggalkan imannya. Saudaraku, benarkah harapan kita dalam Tuhan itu hanya berupa khayalan dan buaian? Tidak pernah sungguh terjadi dan nyata secara sempurna?
Hari ini semua kegelisahan kita tentang harapan dalam Tuhan itu terjawab. Sungguh tidak ada harapan dalam Tuhan yang tidak terjawab, tidak ada harapan dalam Tuhan yang tidak terjadi secara nyata dan sempurna. Orang buta yang disembuhkan oleh Yesus menjadi gambaran bahwa terjawabnya, terjadinya harapan dalam Tuhan adalah suatu proses. Tidak sekali jadi. Tidak langsung nyata dan sempurna. Maka, dalam berharap kepada Tuhan dibutuhkan sikap untuk tetap setia dan keyakinan penuh seperti yang dimiliki oleh Nuh. Nuh selalu setia dan tetap yakin saat menantikan bumi yang baru. Sikap inilah yang selama ini tidak kita miliki saat kita sedang berharap dalam Tuhan. Kita menjadi pribadi-pribadi sombong yang terus memaksa Tuhan untuk segera menjawab, segera mengabulkan, segera membuat nyata dan sempurna harapan kita. Tetapi, kita sendiri tidak punya kesetiaan dan keyakinan penuh terhadap Tuhan. Saudaraku, teruslah memiliki harapan dalam Tuhan dengan tetap memiliki sikap setia dan keyakinan total kepada Tuhan. Semoga Bapa Tuhan kita Yesus Kristus menerangi kata hati kita supaya kita memahami pengharapan yang terkandung dalam panggilan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/VI
Saat Petrus menjawab: “Engkaulah Mesias!”, terhadap pertanyaan Yesus tentang siapa Diri-Nya menurut para murid, bisa jadi Petrus merasa bangga. Dibanding murid yang lain ternyata hanya Petrus yang mampu menjawab pertanyaan Yesus. Petrus merasa paling mengerti siapa Yesus. Tak lama sesudah itu Yesus menegur Petrus dengan keras: “Enyahlah Iblis!” karena Petrus tidak menerima pernyataan Yesus bahwa Mesias harus menanggung banyak derita, ditolak, dibunuh dan bangkit pada hari ketiga. Petrus kali ini gagal memahami siapa Yesus Sang Mesias. Petrus bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia. Saudaraku, kita pun tak ubahnya seperti Petrus. Merasa sudah mengerti siapa Yesus tetapi tidak sungguh memahami tentang Yesus.
Kita sering merasa puas mengerti tentang Yesus secara pikiran. Kita bangga mengerti Yesus lewat berbagai sumber literasi. Mampu menjelaskan secara menakjubkan tentang Yesus. Tetapi sekali lagi hanya dalam tataran kepuasan pikiran. Sesungguhnya kita tidak sungguh memahami siapa Yesus. Banyak hidup kita terkadang justru menolak rencana dan kehendak Allah itu terjadi. Menolak apa yang dipikirkan Allah tetapi memaksa supaya yang terjadi adalah apa yang dipikirkan manusia. Kita sering menolak untuk menderita bersama Yesus, kita takut ditolak seperti Yesus, kita menghindari kematian dengan mempertahankan jasmani tetapi membiarkan spiritual mati. Ya, bisa jadi mulut dan pikiran kita mengakui dan mengerti tentang Yesus, tetapi hati kita tidak pernah memahami secara dalam tentang Yesus sehingga kita belum hidup sesuai dengan rencana dan kehendak Allah. Kita harus keluarkan juga Iblis dari diri kita seperti yang Yesus katakan kepada Petrus: “Enyahlah Iblis!”. Saudaraku, semoga hidup kita semakin menunjukkan bahwa kita sungguh mengakui dan memahami Yesus adalah Mesias, Sang Juru Selamat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Februari 2019
Pesta Tahta St. Petrus, Rasul
“Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya.” Suatu pernyataan yang tegas dari Yesus dalam bacaan Injil pada Pesta Tahta St. Petrus, Rasul. Pesta ini mengajak kita semua merefleksikan kembali hidup panggilan kita dalam tuntunan Sang Gembala Agung, yaitu Yesus Kristus. Inilah kekuatan hirarki Gereja Katolik di mana tongkat penggembalaan dari Yesus Kristus kepada Petrus tidak terputus hingga saat ini. Kita semua terpanggil dan terpilih untuk hidup menjadi gembala yang menuntun kawanan domba, terlebih panggilan sebagai seorang imam atau pastor, gembala umat. Oleh pribadi-pribadi yang memiliki tugas menggembalakan umat Allah yang dipercayakan, hendaknya panggilan tersebut dijalani tanpa terpaksa, bukan untuk mencari keuntungan, melainkan dengan pengabdian diri, bukan dengan memerintah tetapi dengan memberi teladan.
Saudaraku, kehadiran seorang gembala menjadi sangat penting dalam kawanan domba. Kehadiran seorang imam atau pastor juga menjadi sangat penting. Adapun karakteristik pastor sebagai gembala yang baik adalah sebagai berikut. Pertama, tidak membuat umatnya hidup dalam ketakutan. Pastor hendaknya mampu membuat umatnya selalu tenang, damai, optimis dan yakin dalam pengharapan yang penuh dan total kepada Allah. Kedua, kehadiran pastor hendaknya tidak membuat umat selalu terkejut, hidup dalam kegelisahan, ketidakjelasan dan ketidakpastian. Pastor harus mampu menunjukkan jalan yang terang dan pasti bagi umatnya, bukan sebaliknya terkadang membuat kebijakan-kebijakan yang membingungkan dan menyusahkan umat. Ketiga, pastor yang baik adalah yang selalu mampu menjaga kawanan umatnya tetap utuh dan tidak hilang seorangpun, tidak tercerai berai dan menjadi liar. Pastor hendaknya selalu mampu menyatukan dan mendamaikan, bukan menciptakan perselisihan dan permusuhan antar umat. Saudaraku, semua ini adalah jalan menuju kepada kekudusan sehingga sungguh kita tidak akan dikuasai lagi oleh maut. Mari dalam Pesta Tahta St. Petrus ini kita sungguh mendoakan para gembala kita, para pastor, imam-imam kita supaya mampu melanjutkan tongkat penggembalaan Rasul Petrus di dunia ini. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Februari 2019
PW. St Polikarpus, Uskup dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Biasa C/VI
Iman hadir lewat penglihatan. Penglihatan itu sendiri tidak hanya melalui mata sebagai indra, tetapi juga melalui mata batin dan mata hati. Semua terangkum dalam sebuah kekaguman dan keterpukauan. Inilah yang dialami oleh Petrus, Yakobus dan Yohanes saat melihat Yesus menampakkan kemuliaan-Nya. Terlebih saat muncul suara dari langit, “Inilah Anak-Ku yang terkasih, dengarkanlah Dia!” yang membuat Petrus, Yakobus dan Yohanes ingin lebih lama lagi dalam kekaguman dan keterpukauan tersebut. Mereka ada dalam situasi dekat dan bersatu dengan yang ilahi itu. Inilah iman yang ada dan dialami oleh para murid tersebut.
Saudaraku, benar saat ini kita merasa sudah memiliki iman. Tetapi sungguhkah iman kita selalu terjaga dan membuat kita semakin mengenal, juga percaya kepada Allah? Banyak di antara kita saat ini justru mengalami kegagalan untuk selalu kagum dan terpukau terhadap Allah. Semua tertutup karena kita lebih sering mengeluh, kecewa bahkan menganggap Allah bukan siapa-siapa. Kita kehilangan kekaguman dan keterpukauan terhadap Allah. Kita tidak pernah lagi mengalami situasi keilahian. Saudaraku, jangan sampai iman kita menjadi rusak dan hancur karena kita tidak lagi memiliki kekaguman dan keterpukauan terhadap Allah. Mari menarik diri dari rutinitas kita dan lakukan meditasi, kontemplasi, kedekatan dengan Allah. Mari membuat mata batin, mata hati dan mata indra kita sungguh mengalami kekaguman dan keterpukauan terhadap Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/VII
“Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah maka kamu akan diampuni. Berilah maka kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.” Kata-kata Yesus begitu tegas dan jelas dalam suatu pengajaran, ajaran yang menyadarkan akan gaya atau pola hidup beriman kita. Ya, gaya hidup atau pola iman yang lebih senang mengukur iman seseorang dan menuntut hidup seseorang supaya sesuai dengan ideal diri kita sendiri. Bagi Yesus, situasi seperti ini adalah situasi manusia dengan cinta yang mati, manusia dengan kasih yang padam.
Saudaraku, benar bahwa selama ini hidup kita dikuasai oleh cinta yang mati dan kasih yang padam itu. Dari mulai membuka mata sampai menutup mata, setiap harinya kita memang lebih senang menghakimi sesama. Kita bahagia menilai kehidupan sesama, seolah hidup kita lebih baik dari yang lain. Kita juga lebih senang menghukum sesama lewat kata-kata yang tajam dan menyakitkan. Hinaan, celaan, hujatan bahkan fitnah tanpa bukti sering kita suarakan. Kita pun merasa lebih puas jika hidup memiliki musuh, puas bisa membenci seseorang atau kelompok lain. Kita enggan dan menolak toleransi, saling mengerti dan memahami dalam persaudaraan. Bahkan dalam keluarga kecil pun hal ini bisa terjadi. Ada permusuhan bertahun-tahun tanpa ada pengampunan. Manusia benar-benar sudah hidup dalam situasi cinta yang mati dan kasih yang padam.
Saudaraku, kita memiliki Allah yang begitu murah hati. Yesus ingin supaya kita hendaknya murah hati, sama seperti Bapa kita adalah murah hati. Hidupkan kembali cinta, nyalakan kembali kasih yang ada dalam diri kita. Semoga mulai saat ini kita menyadari bahwa apa yang kita pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepada kita. Siapa yang menabur akan menuai. Menabur kebaikan menuai kebaikan, tetapi menabur kejahatan akan menuai kejahatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/VII
“Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.” Inilah jawaban Yesus kepada seorang ayah yang anaknya kerasukan roh jahat. Ayah anak itu seolah ragu Yesus bisa mengusir roh jahat dan menyembuhkan anaknya. Wajar, karena ayah ini tentu saja sudah mencoba dan berjuang berulang kali mencari kesembuhan bagi anaknya, apalagi baru saja para murid Yesus pun tidak sanggup menyembuhkan dan mengusir roh jahat dari anaknya. Namun pada akhirnya ayah itu tidak lagi ragu, “Aku percaya! Tolonglah aku yang tidak percaya ini!” dan anaknya pun disembuhkan oleh Yesus.
Saudaraku, kita pun sering mengalami keraguan iman. Sudah mencoba dan berjuang berulang kali tetapi tidak juga menerima jawaban, tidak juga harapan segera dikabulkan. Kita menjadi ragu terhadap kekuatan Tuhan, menyerah untuk berharap dan menjadi putus asa. Keraguan iman memiliki dampak yang begitu buruk. Keraguan iman adalah cara roh jahat menjauhkan dan memisahkan kita dari Tuhan. Keraguan itu sungguh membuat kita menjadi bisu, buta dan tuli terhadap cinta dan kekuatan Allah. Keraguan itu yang membuat kita tidak mampu menangkap jawaban Tuhan atas permohonan kita. Keraguan itu membahayakan dan sulit disembuhkan. Maka Yesus ingin supaya kita semakin banyak berdoa karena hanya lewat doa yang baik dan benar, kita akan semakin mengenal dan memahami Tuhan. Akhirnya akan membuat kita semakin yakin akan cinta dan kekuatan-Nya dalam menyadari rencana dan kehendak Tuhan bagi hidup kita. Berdolah senantiasa supaya roh jahat tidak membuat kita menjadi ragu akan cinta dan kekuatan Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa bahagia
RDLJ
Renungan 26 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/VII
Banyak manusia berpikir akan merasa bahagia jika selalu menjadi yang pertama, yang utama, terdepan atau nomor satu. Manusia akan merasa bahagia jika selalu dianggap paling penting, paling berpengaruh, terhormat, dianggap paling mengerti, paling ahli dan sebagainya. Semua itu adalah kenyataan dalam hidup manusia dan memang benar banyak manusia mengejar situasi tersebut. Saudaraku, bukankah menurut Yesus jika kita ingin menjadi yang terdahulu maka kita harus menjadi yang terakhir dari semuanya? Bukankah kita justru harus melayani, bahkan menjadi hamba dari segala hamba Allah?
Sikap ingin menjadi yang terdahulu, terdepan, paling utama, nomor satu, terpenting, terhormat, paling mengerti, paling ahli dan sebagainya tadi sungguh hanya akan menghambat manusia untuk mengalami kebahagiaan yang sesungguhnya. Sikap-sikap di atas adalah kecenderungan untuk memuliakan diri sendiri bukan Tuhan. Sikap ini hanya akan membawa manusia menjadi pribadi yang mudah kecewa, menolak kesulitan, dan menghindari penderitaan karena diri sendiri itu memang punya keterbatasan, kelemahan dan kekurangan. Bukankah Yesus mengajarkan kita untuk berani berserah diri, tidak menolak kesulitan, tidak menghindari penderitaan, bahkan tak perlu kecewa terhadap situasi yang tidak kita inginkan? Kebahagiaan yang sesungguhnya terjadi ketika kita mampu hidup untuk yang lain, mampu melayani yang lain, hidup yang bermanfaat dan berguna bagi yang lain. Saudaraku, mari percayakan hidup kita kepada Tuhan sebab Ia yang akan bertindak. Mari belajar untuk terus mampu berserah diri, tidak mudah kecewa, tidak menolak kesulitan, dan tidak menghindari penderitaan. Sebaliknya, belajarlah menjadi yang terakhir dari semuanya sebagai pelayan bagi yang lain. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Biasa C/VII
Akhir-akhir ini kita menjumpai adanya kecenderungan manusia, baik pribadi maupun kelompok, memiliki sikap kurang bijaksana. Bila ada sesuatu yang baik, ada hal benar yang terjadi, ada perbuatan kasih yang terwujud namun bukan dari diri sendiri atau dari kelompoknya, maka semua itu menjadi sesuatu yang tidak baik, menjadi hal yang tidak benar, menjadi bukan perbuatan kasih. Hal ini serupa dengan Yohanes yang berkata kepada Yesus, “Guru, kami lihat ada seorang yang bukan pengikut kita, mengusir setan demi nama-Mu.” Para murid ingin mencegah orang tersebut tetapi Yesus menjawab, “Jangan kalian cegah orang tersebut! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.” Jawaban dari Yesus ini tegas dan lugas, dan inilah sebuah kebijaksanaan.
Saudaraku, dalam hidup memang faktanya kita sering merasa paling baik, merasa paling benar, merasa paling mampu berbuat kasih. Ketika ada seseorang atau kelompok lain di luar diri dan kelompok kita, kita menjadi manusia buta, tuli dan bisu terhadap kebaikan, kebenaran dan kasih dari orang lain atau kelompok lain itu. Kita tidak rela jika kebaikan, kebenaran dan kasih itu datang atau muncul bukan dari diri atau kelompok kita. Ya, kita telah menjadi manusia yang tidak bijaksana, tidak mencintai kebijaksanaan. Padahal mencintai kebijaksaan dicintai oleh Tuhan. Saudaraku, mari belajar mencintai hukum Tuhan, sumber kebijaksanaan itu, supaya kita dicintai Tuhan. Jadilah manusia bijaksana supaya tidak binasa. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Februari 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Biasa C/VII
Hidup sesat itu jauh dari jalan Tuhan, selalu berlawanan dengan hukum dan perintah Tuhan juga tidak mencintai hukum Tuhan. Lebih mengerikan lagi hidup dalam kesesatan sekaligus menyesatkan orang lain. Bagi Yesus, manusia yang hidup dalam kesesatan dan menyesatkan lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut. Ya, hidup manusia seperti ini adalah hidup yang mewarisi siksa abadi api neraka. Bagaimana dengan hidup iman kita sejauh ini?
Saudaraku, sepertinya seringkali kita juga berada dalam situasi kesesatan dan menyesatkan. Saat pikiran, perkataan, perasaan dan tindakan kita berlawanan dari hukum dan perintah Tuhan, bahkan menyebabkan sesama ikut terlibat, itulah situasi kesesatan dan menyesatkan. Contoh sederhana tentang nilai kejujuran, keadilan dan kesetiaan. Sering kali kita mudah untuk bertindak tidak jujur atau bohong, tidak adil atau curang, juga tidak setia dalam hal apapun. Kita menganggap tidak jujur atau bohong, tidak adil atau curang, dan tidak setia adalah hal biasa dan wajar. Saudaraku, hidup seperti ini sama artinya dengan kita menyerahkan hidup kita dalam kesesatan, dan tentu saja akan menyesatkan banyak orang. Mari jangan menunda untuk bertobat. Jangan menunda untuk kembali mencintai hukum dan perintah Allah serta melakukannya dalam hidup sehari-hari. Hal ini yang akan menjauhkan hidup kita dari kesesatan dan menyesatkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Biasa C/VII
Siapapun pasti merasa bangga dan terhormat ketika memiliki dan dianggap sebagai sahabat dari seorang tokoh terkenal. Sahabat seorang Kepala Negara, sahabat Kepala Daerah, sahabat Uskup, sahabat Kepala Kepolisian, sahabat pimpinan TNI, sahabat artis terkenal, sahabat atlit berprestasi, sahabat orang kaya dan sebagainya. Situasi tersebut benar-benar menjadi sebuah kebanggaan dan kehormatan. Bahkan terkadang kita akan sungguh melakukan apapun demi sahabat kita yang membanggakan tersebut. Kita akan selalu berjuang dan berusaha menjaga dan memelihara persahabatan itu, jangan sampai putus. Saudaraku, Yesus juga menganggap kita adalah sahabat-Nya. Sungguhkah kita bangga dan merasa terhormat? Sungguhkah kita selalu berjuang dan berusaha menjaga persahabatan kita dengan Yesus?
Faktanya, kita tidak merasa bangga bersahabat dengan Yesus. Kita seringkali tidak mampu berjuang dan berusaha menjaga persahabatan dengan Yesus. Kita justru sering memutus persahabatan itu, mengkhianati persahabatan itu dengan sikap dan perilaku kita yang melawan ajaran-Nya. Cinta Yesus kepada kita sebagai sahabat-Nya itu total, habis-habisan, hancur-hancuran, bukan sementara, bukan dalam waktu-waktu tertentu, tetapi selamanya. Sedangkan cinta kita sendiri tidak pernah total, tidak pernah utuh, dan tidak selamanya. Cinta dalam persahabatan dengan Yesus digambarkan sebagai cinta antara suami dan istrinya. Dua cinta yang menjadi satu, tidak bisa terceraikan dengan alasan apapun karena di dalamnya harus ada totalitas, ada keutuhan dan keabadian. Saudaraku, mari menjadi bangga dan terhormat sebagai sahabat Yesus, jangan hanya merasa bangga dan terhormat karena menjadi sahabat-sahabat orang terkenal di dunia ini. Menjaga dan memelihara persahabatan dengan Yesus adalah keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Biasa C/VII
Saat para murid melarang anak-anak datang kepada Yesus, Yesus marah dan berkata, “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku! Jangan menghalang-halangi mereka! Sebab orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu, sungguh, barangsiapa tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.” Saudaraku, Yesus menyadarkan kita untuk belajar dari spiritualitas anak-anak supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah. Hidup kita selama ini yang seharusnya dewasa dalam segala hal, termasuk memiliki kedewasaan spiritual, ternyata justru dianggap sulit masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Apa yang bisa kita pelajari dari spiritualitas anak-anak? Pertama adalah spiritualitas untuk belajar bersyukur. Anak kecil selalu bangga dan mencintai apapun yang ada dalam hidupnya, bangga dan mencintai apapun yang bisa mereka lakukan. Hal kecil dan sederhana sangat membuat mereka bersukacita. Mereka lebih mampu bersyukur daripada kita yang selalu mengeluh atas hidup dan selalu merasa kurang diberkati. Kedua adalah spiritualitas untuk belajar mengampuni. Anak kecil sekalipun bisa berselisih dan bertengkar dengan temannya, bahkan mungkin sampai menangis, namun mereka tidak memerlukan waktu lama dan panjang untuk segera berdamai dan kembali bermain bersama. Sedangkan kita orang dewasa justru paling senang menyimpan dan memelihara kebencian, juga dendam bertahun-tahun. Bisa jadi hanya kematian yang menghentikan kebencian dan dendam kita. Ketiga adalah spiritualitas untuk belajar berserah. Anak kecil itu jauh dari rasa cemas, khawatir dan takut yang berlebihan akan hari depan. Mereka yakin bahwa hidup mereka aman dan terjaga karena mereka merasakan bahwa orang tua begitu mencintai mereka. Anak kecil lebih memiliki rasa berserah yang total atas hidupnya kepada orang tuanya, berbeda dengan kita yang justru sering hidup dalam kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan. Seolah kita tidak percaya bahwa Allah sungguh mencintai kita dan tidak akan pernah meninggalkan kita.
Saudaraku, itulah ketiga spiritualitas dari anak-anak yang justru menjadi kunci bagi siapapun untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Semoga hidup kita tidak hanya dianggap tua dan dewasa karena usia, tetapi sungguh karena memiliki kedewasaan spiritual yang semakin membuat kita mampu hidup bersyukur, berdamai dan berserah kepada Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/VIII
Ada pepatah mengatakan “Mulutmu Harimaumu” yang arti sederhananya supaya kita berhati-hati dalam berbicara tentang hal apapun. Ini relevan dengan nasihat yang akan kita renungkan dari bacaan-bacaan minggu ini. Manusia dinilai dari bicaranya. Bicara seseorang itu menyatakan hatinya. Dalam Injil Yesus menegaskan bahwa, “Orang yang baik akan mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik, dan orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” Bagaimana dengan hidup kita sendiri? Sudahkah bicara kita menghasilkan kebaikan? Atau sebaliknya setiap hari bicara kita menghasilkan keburukan?
Faktanya tak jarang mulut kita meluapkan keburukan dan kejahatan. Kita lebih sering bicara yang negatif, bicara yang jahat, bicara yang kotor, bicara yang busuk. Terlebih ketika hal negatif, hal jahat, hal kotor, dan hal busuk itu ada dalam diri sesama kita. Kita mudah sekali bicara tentang cacat cela sesama kita. Bahkan, lebih mengerikan lagi bicara yang menghasilkan keburukan dan kejahatan ini menjadi sebuah kenikmatan yang memuaskan. Padahal, dikatakan bahwa apapun yang diucapkan dari mulut itu, meluap dari hati. Bicara seseorang itu menyatakan isi hati. Jadi, jika selama ini yang kita ucapkan dan bicarakan adalah hal negatif, hal jahat, hal kotor dan hal busuk berarti hati kita sendiri yang isinya adalah kenegatifan, kejahatan, kekotoran dan kebusukan itu. Saudaraku, mari jadikan hidup kita bagaikan pohon yang baik dengan terus menerus memelihara relasi keintiman kita dengan Tuhan dan biarkan Tuhan selalu mengisi dan merajai hati kita karena tidak ada pohon yang baik menghasilkan buah yang tidak baik, sebaliknya tidak ada pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/VIII
Mendengar perkataan Yesus, orang itu menjadi kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyaklah hartanya. Peristiwa tersebut menjadi gambaran begitu sulitnya memiliki totalitas dalam beriman. Orang yang bertanya kepada Yesus tentang bagaimana memperoleh hidup yang kekal adalah orang beriman, bahkan selalu taat akan hukum taurat, tetapi ia menjadi sedih dan kecewa karena totalitas iman itu belum ada pada dirinya. Saudaraku, mungkin sejauh ini kita pun selalu hidup seturut iman, berjuang untuk menaati segala perintah Allah, tetapi apakah sungguh totalitas iman ada dalam diri kita? Totalitas iman tentu akan membawa kita kepada keselamatan dan kehidupan kekal.
Melalui bacaan hari ini, paling tidak kita temukan tiga kriteria untuk memiliki totalitas iman. Pertama, kerendahan hati, yaitu sikap yang menyadarkan kita sebagai manusia yang punya kelemahan dan kekurangan sehingga selalu mengandalkan Tuhan dalam hal apapun. Sebaliknya, selama ini kita lebih sering menjadi manusia sombong, arogan, merasa paling benar dan paling mengerti, senang merendahkan orang lain dan seolah mampu hidup tanpa kekuatan Tuhan. Kedua, sikap siap bertobat. Sikap ini selalu menyadarkan kita sebagai orang berdosa dan selalu butuh pengampunan dari Tuhan. Proses pertobatan menuju kemurnian hendaknya selalu ada di dalam kehidupan kita. Faktanya, kita lebih senang bertahan dan menunda pertobatan. Kita merasa tidak punya dosa dan tidak butuh pengampunan dari Tuhan. Ketiga, sikap mau berbagi, sikap yang menyadarkan kita bahwa kelekatan terhadap hal duniawi, entah harta benda, kekayaan, ilmu, kepandaian, keahlian, kehormatan, atau kedudukan, bukan jalan menuju keselamatan. Selama ini kita terbukti lekat dengan keduniawian karena kita sulit berbagi. Kita cenderung menjadi manusia-manusia egois yang tidak peduli dengan keadaan sekitar.
Saudaraku, tidak mudah memiliki totalitas iman untuk meraih keselamatan dan kehidupan kekal. Mari berjuang untuk selalu memiliki sikap rendah hati, sikap selalu siap bertobat dan sikap mau berbagi apapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/VIII
“Kami telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Engkau,” menjadi pernyataan Petrus kepada Yesus. Pernyataan ini seolah menjadi penegasan dan syarat untuk memperoleh hidup yang kekal. Yesus pun tidak menyanggah pernyataan Petrus bahkan menjawab dengan berkata, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, barangsiapa meninggalkan rumah, saudara-saudari, ibu atau bapa, anak-anak atau ladangnya, pada masa ini juga ia akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan; dan di masa datang ia akan menerima hidup yang kekal.” Bagaimana kita memaknai perkataan Yesus ini? Apakah kita harus meninggalkan seluruh keluarga kita dan segala sesuatu untuk mengikuti Yesus?
Saudaraku, makna dari pernyataan Petrus dan perkataan Yesus adalah sebagai berikut. Pertama, bahwa menjadi murid Yesus itu harus total, radikal, hancur-hancuran, bahkan habis-habisan. Artinya, menjadi murid Yesus hendaknya memiliki pikiran dan hati yang selalu tertuju, melekat dan terikat pada Yesus dan ajaran-Nya. Bukan sebaliknya, menjadi murid Yesus tetapi pikiran dan hati selalu tertuju, melekat dan terikat pada hal-hal duniawi dan lahiriah. Kedua, akhirnya manusia yang pikiran dan hatinya tertuju, melekat dan terikat pada Yesus dan ajaran-Nya akan memiliki hidup yang dikuasai oleh cinta dari Allah. Ia hidup untuk menjalankan ajaran Yesus, yaitu cinta kasih secara total. Hidupnya pun akhirnya menjadi cinta bagi kehidupan lain di sekitarnya. Artinya, jika sampai saat ini hidup kita belum menjadi cinta bagi kehidupan berarti kita belum memiliki pikiran dan hati yang tertuju, melekat dan terikat pada Yesus. Saudaraku, jika kedua hal tadi belum ada dalam diri kita maka kita belum pantas dan layak disebut sebagai murid Yesus, belum pantas dan layak juga memperoleh kehidupan kekal di masa datang. Semoga hidup kita mulai saat ini memiliki pikiran dan hati yang selalu tertuju, melekat dan terikat pada Yesus dan ajaran-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Maret 2019
Hari Rabu Abu
Harus disadari hidup manusia penuh dengan kelemahan dan keterbatasan. Ini yang membuat manusia mudah jatuh ke dalam dosa. Dosa sendiri membuat relasi cinta manusia dengan Tuhan terputus dan hancur. Dosa menghasilkan maut dan kematian kekal, bahkan menghapuskan keselamatan dan kehidupan abadi. Namun, karena cinta Allah kepada manusia begitu besar, tanpa batas dan tanpa syarat, manusia diminta untuk segera kembali kepada Allah lewat pertobatan. Pertobatan membuat manusia kembali ke pelukan cinta Allah, mewarisi keselamatan dan kehidupan abadi. Rabu Abu, saat dahi kita ditandai dengan abu menjadi awal masa penuh rahmat, masa penuh berkat. Semoga tawaran cinta Allah dalam masa pertobatan ini sungguh kita tangkap dan lakukan.
Sadar akan kelemahan dan keterbatasan, sadar sebagai manusia berdosa menjadi langkah awal dalam pertobatan. Yesus ingin pertobatan itu sungguh terwujud dalam sikap dan perilaku sehari-hari. Yesus tidak menginginkan kemunafikan dalam cara kita bertobat. Tiga hal yang perlu kita wujudkan dalam masa tobat ini adalah pertama, berdoa. Hendaknya relasi intim kita dengan Tuhan semakin kita jaga dan tumbuhkan. Tidak perlu menampakkan kita selalu berdoa, apalagi berdoa dengan berteriak. Berdoalah dalam keheningan. Belajar juga mendengarkan apa yang Allah katakan. Kedua, pantang dan puasa. Ini adalah bentuk mati raga kita dalam mengisi masa pertobatan, masa penuh rahmat ini. Selama ini hidup kita dikuasai untuk terus memuaskan hawa nafsu kedagingan. Pantang dan puasa membuat roh kita menjadi kuat. Roh yang kuat membantu manusia semakin mengenal Allah dan rencana-Nya. Ketiga, amal kasih atau sikap mau berbagi. Pertobatan hendaknya kita wujudkan lewat perbuatan amal kasih, sikap melepaskan keegoisan diri untuk mau berbagi hal apapun kepada sesama. Berbagi pikiran, waktu, tenaga, ilmu dan kepandaian, keahlian, harta benda, kekayaan, bahkan hidup kita sendiri. Sikap mau berbagi adalah sikap manusia yang ingin hidupnya menjadi berkat.
Saudaraku, semoga abu yang ada pada dahi kita bukan sekedar ritual semata, tetapi sungguh mengawali pertobatan kita untuk kembali ke pelukan cinta Allah dan meraih keselamatan, juga kehidupan abadi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Maret 2019
PW. St. Perpetua dan Felisitas, Martir.
Inspirasi Bacaan Harian Kamis sesudah Rabu Abu
Hidup manusia dihadapkan pada dua pilihan. Kehidupan atau kematian dan berkat atau kutuk. Inilah yang ditekankan dalam Kitab Ulangan. Allah ingin manusia memilih kehidupan supaya manusia tidak mati selamanya sekaligus memilih berkat daripada kutuk dengan cara mengasihi Tuhan Allah, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya. Saudaraku, bagaimana hidup untuk selalu memilih kehidupan dan berkat daripada kematian dan kutuk yang artinya hidup mengasihi Tuhan, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya?
Injil memberikan jawaban melalui kata-kata Yesus: “Siapapun yang mau mengikuti aku, maka ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikuti Yesus. Kita mengasihi Tuhan, mendengarkan suara-Nya dan berpaut pada-Nya lewat penyangkalan diri, memikul salib dan mengikuti Yesus. Hal inilah yang akan membawa kita kepada kehidupan dan berkat, bukan kematian dan kutuk. Menyangkal diri adalah sikap berani melawan keinginan daging dalam diri kita, bukan memuaskan dan melakukan apa yang kita inginkan melainkan apa yang Tuhan mau. Memikul salib adalah sikap berani menderita dan berani berkorban. Penderitaan dan pengorbanan di dalam Tuhan adalah jalan menuju kehidupan kekal. Mengikuti Yesus, adalah sikap berani meneladan hidup Yesus seperti: memiliki relasi intim dengan Bapa-Nya, mampu mencintai bahkan sampai mencintai musuh, mampu mengampuni tanpa batas dan tanpa syarat, serta hidup menjadi berkat bagi yang lemah, kecil, miskin, sakit, tertindas. Saudaraku, sekali lagi ada dua pilihan, kehidupan atau kematian, dan berkat atau kutuk. Mari hidup untup terus mengasihi Tuhan, mendengarkan suara-Nya, dan berpaut pada-Nya karena kita memilih kehidupan dan berkat. Memilih kehidupan dan berkat berarti selalu siap menyangkal diri, memikul salib dan meneladani Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat sesudah Rabu Abu
Selama masa prapaskah biasanya banyak manusia sibuk menentukan bagaimana berpuasa dan berpantang, mengatur sekuat tenaga supaya pantang dan puasa dapat dijalankan dengan baik dan lancar, bahkan tak jarang sampai harus memaksa yang lain untuk menghormati dan menghargai puasa dan pantang yang sedang kita jalankan supaya berhasil. Kita pun adalah bagian dari manusia-manusia seperti itu. Hari ini kita diingatkan bahwa berpuasa yang dikehendaki Allah adalah ketika kita mampu membuka belenggu-belenggu kelaliman, melepaskan tali-tali kuk, membagikan roti kepada orang lapar, membawa ke rumah orang miskin yang tidak punya rumah, memberi pakaian kepada yang telanjang dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudara kita sendiri. Kenyataannya kita masih jauh dari berpuasa yang dikehendaki oleh Allah.
Saudaraku, selama ini mungkin kita mampu melakukan puasa bahkan sampai berhari-hari, mampu melakukan pantang bahkan selama 40 hari. Tetapi terkadang meskipun kita berpuasa, kita tetap hidup dalam kelaliman, hidup dalam kejahatan. Kita tetap membenci saudara kita. Kita tetap menyimpan amarah, dendam dan memusuhi sesama. Kita masih tidak peduli terhadap orang lain. Tak jarang hidup kita juga masih menindas orang lain lewat pikiran dan perkataan kita. Sering juga kita hidup menjadi batu sandungan, bukan menjadi berkat melainkan menjadi kutuk bagi yang lain. Saudaraku, mari kita jalankan puasa dan pantang kita dengan mencari yang baik, bukan yang jahat, supaya kita hidup dan Allah menyertai kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu sesudah Rabu Abu
Yesus berkata, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.” Bertobat artinya mau berubah untuk berbuah. Bertobat hendaknya membuat manusia mampu berubah dari yang jahat menjadi baik, berubah dari yang buruk menjadi indah. Selanjutnya perubahan itu menghasilkan buah, yaitu cinta, sukacita dan kedamaian. Saudaraku, sungguhkah hidup kita selalu membawa cinta, sukacita dan kedamaian? Jika belum, bisa jadi kita belum sungguh bertobat, belum sungguh berubah dan akhirnya berbuah.
Manusia cenderung sulit berubah dari kejahatan dan kelaliman menuju kebaikan. Seolah sikap lalim dan jahat begitu mendarah daging. Amarah, iri hati, kesombongan, fitnah, rasa benci, rasa dendam, tidak peduli dan sebagainya lebih sering menguasai hidup kita. Terkadang meskipun menjalani masa tobat lewat pantang dan puasa, tetap saja kejahatan dan kelaliman itu lebih berkuasa. Saudaraku, Allah tidak berkenan atas kematian orang fasik, melainkan atas pertobatannya supaya ia hidup. Mari jangan menunda dan ragu melakukan pertobatan, perubahan untuk hidup yang membuahkan cinta, sukacita dan kedamaian. Jangan sampai hanya kematian yang menghentikan kejahatan dan kelaliman kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah C/I
Niat dan keinginan manusia untuk bertobat tentunya tidak direstui oleh roh jahat. Roh jahat tidak pernah rela manusia kembali ke dalam pelukan cinta Allah. Ia selalu berjuang, berusaha dan mengintai supaya manusia menjadi hambanya selamanya. Cara dan usaha yang dilakukan roh jahat supaya manusia tidak mudah kembali ke dalam pelukan cinta Allah adalah lewat kelemahan manusia itu sendiri. Gambaran jelas ada pada tiga tawaran godaan roh jahat kepada Yesus, yaitu hawa nafsu kedagingan, hawa nafsu keakuan, dan hawa nafsu memiliki dan menguasai.
Selama ini manusia mudah jatuh dalam tiga tawaran godaan roh jahat ini. Hawa nafsu kedagingan membuat kita menjadi manusia yang rakus, tamak, cinta diri yang salah. Hidup hanya untuk memuaskan keinginan sendiri. Hawa nafsu keakuan membuat kita menjadi manusia yang haus akan kehormatan, pengakuan, pujian, terlihat hebat, terlihat kuat. Tak jarang manusia menghalalkan dan menggunakan segala cara demi tercapainya kepuasan keakuan ini. Orientasi hidupnya adalah diri sendiri, bahkan kekuatan Allah pun kalah dan tidak dianggap. Hawa nafsu memiliki dan menguasai membuat kita menjadi manusia yang mengejar kekayaan, uang, materi, harta benda dan sebagainya. Seolah hidup memiliki nilai penting ketika manusia bisa menguasai harta benda duniawi, meskipun harus sampai menyembah roh jahat.
Saudaraku, Yesus berhasil melawan godaan roh jahat. Kita pun diharapkan mampu melawan godaan roh jahat tersebut. Kekuatan kita adalah seperti yang Yesus lakukan dan perlihatkan di padang gurun. Mulut-Nya selalu berdoa dan hati-Nya selalu terpaut dan melekat pada Allah. Kita pun hendaknya selalu melakukan hal tersebut, sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, ia akan diselamatkan. Mari gunakan kekuatan Tuhan lewat ketekunan kita berdoa, berdevosi dan berekaristi untuk melawan godaan roh jahat dalam hidup kita. Katakan kepada Tuhan seperti apa yang dikatakan pemazmur, “Dampingilah aku, ya Tuhan, di dalam kesesakan.” Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Minggu Prapaskah C/I
“Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan Allahmu, kudus.” Hal ini yang disampaikan oleh Allah kepada umat Israel melalui Nabi Musa. Hidup kita di dunia memang harus selalu mengarah dan menuju kepada kekudusan. Dalam Injil digambarkan bahwa saat hari penyelamatan, Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan bersama semua malaikat, Ia bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Semua bangsa dikumpulkan dan Ia akan memisahkan seorang daripada seorang seperti gembala memisahkan domba dan kambing. Ia menempatkan domba di sebelah kanan-Nya yang artinya keselamatan, dan kambing di sebelah kiri-Nya yang artinya kebinasaan. Saudaraku, hanya hidup yang mengarah dan menuju kepada kekudusan yang akan membawa kita kepada keselamatan kekal. Bagaimana menuju dan mengarah kepada kekudusan itu?
Menjadi kudus bukan berarti hidup menyendiri, bertapa, mengasingkan diri, tinggal di tempat sunyi dan terpencil, menjauh dan menolak dunia. Menjadi kudus justru harus ada dan menerima dunia, berani menjalani hidup dengan selalu melakukan perbuatan kasih dan kebaikan. Kasih dan kebaikan membawa manusia menuju dan mengarah kepada kekudusan. Manusia tidak akan pernah sampai kepada kekudusan jika kasih dan kebaikan dalam hidupnya itu mati. Hal inilah yang ditekankan dalam Kitab Imamat dan juga Injil. Saudaraku, sejatinya dalam hati setiap manusia ada cahaya kasih dan kebaikan, tetapi manusia lebih senang meredupkan dan mematikannya. Hidup yang seharusnya dikuasai oleh kasih dan kebaikan, namun kenyataannya dikuasai oleh benci dan kejahatan. Saudaraku, mari miliki hidup yang menuju dan mengarah kepada kekudusan lewat kemampuan kita untuk selalu berbuat kasih dan kebaikan. Selalu ada peluang dan kesempatan yang besar dan luas bagi kita untuk berbuat kasih dan kebaikan. Jangan menunda berbuat kasih dan kebaikan, jangan memberi syarat dan pamrih dalam berbuat kasih dan kebaikan, jangan menolak dan berhenti berbuat kasih dan kebaikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Minggu Prapaskah C/I
Firman-Ku akan melaksanakan apa yang Kukehendaki. Apa yang diucapkan dan dikatakan oleh Allah akan terlaksana. Apa yang menjadi firman-Nya pasti akan terjadi. Hal ini yang digambarkan dalam Kitab Yesaya. Situasi berbeda dengan manusia, apa yang diucapkan dan dikatakan terkadang tidak selaras dengan kenyataan yang terjadi. Apa yang diucapkan dan dikatakan oleh manusia seringkali tidak terjadi dan tidak terlaksana. Sederhananya, apa yang diucapkan dan dikatakan manusia seringkali tidak pernah dilakukan dan dinyatakan dalam kehidupan. Saudaraku, ternyata situasi ini juga terjadi pada doa-doa yang selama ini kita ucapkan dan katakan.
Banyak manusia pandai berdoa dengan kata-kata yang indah, tetapi juga sekaligus banyak manusia gagal melakukan apa yang menjadi doanya. Inilah situasi yang dikritik Yesus tentang cara kita berdoa. Kita mampu berdoa indah, panjang, dan ingin terlihat sering dan pandai berdoa, tetapi apa yang kita doakan ternyata tidak terwujud dalam hidup kita. Dalam doa kita meminta berkat tetapi tidak pernah mampu hidup menjadi berkat bagi sesama. Dalam doa kita memohon kasih Allah tetapi tidak pernah mampu melakukan kasih terhadap sesama. Dalam doa kita meminta rezeki tetapi tidak pernah mau berbagi kepada sesama. Dalam doa kita memohon pengampunan Tuhan tetapi tetap menyimpan benci dan dendam terhadap sesama. Ya, apa yang kita ucapkan dan katakan dalam doa ternyata tidak kita lakukan dan nyatakan dalam hidup. Maka, apapun yang menjadi doa kita tidak pernah terjadi dan terlaksana. Saudaraku, semoga kita mampu melakukan dan menjalankan apa yang kita ucapkan dan katakan terlebih dalam doa-doa kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Minggu Prapaskah C/I
“Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menuntut suatu tanda, tetapi mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda Nabi Yunus.” Inilah kalimat yang dikatakan Yesus kepada banyak orang untuk mengkritik orang-orang Yahudi, terutama ahli Taurat dan orang Farisi yang selalu menuntut tanda supaya percaya. Sesungguhnya sudah banyak tanda diberikan, tetapi hati yang bebal dan buta membuat bangsa Yahudi tidak segera percaya, berbalik dan bertobat kepada Allah. Bahkan tanda utama dari Allah, yaitu Yesus, Anak Manusia, yang datang sebagai Mesias tidak mampu mereka lihat. Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita juga selalu tidak mampu melihat tanda dari Allah sehingga sulit bertobat, berubah dan berbalik kepada-Nya?
Saudaraku, bisa jadi kita pun tidak mampu melihat tanda dari Allah. Banyak kebaikan dan kebenaran lewat siapapun dan hal apapun di sekitar kita tidak mampu kita tangkap dan lihat. Hati kita ternyata juga bebal dan buta. Hal inilah yang membuat kita menjadi kurang percaya dan menjadi sulit untuk bertobat. Saat hati kita bebal dan buta terhadap tanda kebaikan dan kebenaran dari Allah kewat siapapun dan apapun maka hidup kita pun sulit berubah. Kita tetap bertahan dalam kejahatan, merasa nyaman dalam kedosaan, dan tidak mampu berbalik kepada Allah. Saudaraku, berhentilah menuntut tanda untuk percaya, bertobat dan berbalik kepada Allah karena Yesus Kristus adalah jelas tanda keselamatan bagi dunia. Mari kita sambut kata-kata Allah, “Sekarang juga, demikianlah firman Allah, berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, sebab Aku ini pengasih dan penyayang.” Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Minggu Prapaskah C/I
“Jadi, jika kamu yang jahat tahu memberi yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapa-Mu yang di surga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” Inilah pernyataan Yesus kepada murid-murid-Nya dalam kotbah di bukit. Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang meminta akan menerima, setiap orang yang mencari akan mendapat, dan setiap orang yang mengetuk, baginya pintu akan dibukakan. Saudaraku, apakah pernyataan Yesus ini sungguh terjadi dan kita alami? Bukankah selama ini kita terkadang merasa meminta tetapi tidak menerima, merasa mencari tetapi tidak mendapat, dan merasa mengetuk pintu tetapi pintu tidak dibukakan?
Faktanya memang banyak di antara kita mengalami situasi berbeda dari apa yang dikatakan oleh Yesus. Tetapi semua itu bukan karena Allah mengingkari janji atau tidak peduli kepada kita anak-anak-Nya. Pengalaman saat kita meminta tetapi tidak menerima, mencari tetapi tidak mendapat dan mengetuk tetapi pintu tidak dibukakan terjadi karena kita tidak pernah mengerti bagaimana cara meminta, cara mencari dan cara mengetuk. Kemurnian hati adalah jawabannya. Selama ini kita meminta, mencari dan mengetuk tanpa kemurnian hati. Kemurnian hati membuat kita punya sikap percaya penuh dan total bahwa Allah adalah satu-satunya penolong kita. Kemurnian hati itu berarti tanpa keraguan. Kemurnian hati juga berarti mampu melakukan yang baik kepada sesama seperti apa yang kita kehendaki orang lain perbuat kepada kita. Jika kita meminta sesuatu yang baik, mencari sesuatu yang baik, dan mengetuk pintu untuk hal yang baik maka kita pun harus siap melakukan segala yang baik kepada sesama. Saudaraku, selama ini kita meminta, mencari dan mengetuk namun tidak dengan sikap percaya penuh dan total kepada Allah sebagai satu-satunya penolong. Kita masih ragu akan kekuatan Allah. Kita pun meminta, mencari dan mengetuk namun sekaligus tetap melakukan yang jahat di mata Allah. Mari mulai memiliki kemurnian hati dan memohon kepada Allah, “Ciptakanlah hati yang murni dalam diriku ya Allah, berilah aku sukacita karena keselamatan-Mu.” Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Minggu Prapaskah C/I
Ada pepatah yang berbunyi “Nila setitik, rusak susu sebelanga.” Kurang lebih artinya adalah karena satu kesalahan, seluruh kebenaran menjadi rusak atau hilang. Manusia mudah jatuh ke dalam dosa sehingga merusak kebenaran dalam dirinya. Pengertian ini selaras dengan apa yang menjadi renungan kita hari ini. Allah tidak menghendaki kematian orang fasik, melainkan pertobatannya. Jika orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati, ia harus mati karena kecurangan yang dilakukannya. Sebaliknya, kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melakukan keadilan dan kebenaran, ia akan menyelamatkan nyawanya. Ia pasti hidup, ia tidak akan mati. Jika satu kali saja pertobatan yang membuat kita melakukan keadilan dan kebenaran akan menghapus seluruh kesalahan dan dosa kita dan membuat kita hidup kekal, kenapa kita masih saja menunda bahkan menolak untuk bertobat?
Saudaraku, Allah tidak akan pernah mengingat-ingat kesalahan dan dosa kita yang sudah begitu banyak jika kita mau segera bertobat. Kita diharapkan segera membuang segala perbuatan durhaka kita terhadap Allah dan memperbaharui hati serta roh. Faktanya, kita justru senang menunda bahkan menolak pertobatan. Hidup kita masih selalu dikuasai amarah, kesombongan, kebencian, dendam, kedengkian, permusuhan dan sebagainya. Jika semua sikap dan tabiat ini kita bawa sampai mati maka yang akan kita terima hanyalah hukuman dari Allah dan kematian kekal karena sekali lagi Allah tidak berkenan terhadap kematian orang fasik. Saudaraku, mari segera bertobat supaya kita memperoleh keselamatan dan hidup kekal. Mari kita ubah “Akibat nila setitik, rusak susu sebelanga.” menjadi “Akibat sebuah pertobatan, bersih seluruh kesalahan dan dosa.” Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Minggu Prapaskah C/I
Taat dan setia pada hukum dan perintah Allah menjadi jalan bagi manusia untuk mendapatkan hidup dan keselamatan. Pemazmur mengatakan, “Berbahagialah orang yang hidup menurut Taurat Tuhan.” Hidup yang seperti ini akan membuat manusia diangkat menjadi umat kesayangan Allah, menjadi terpuji, ternama dan terhormat. Inilah janji Allah kepada manusia yang taat dan setia pada hukum dan perintah Allah yang digambarkan dalam Kitab Ulangan. Bagi Yesus, lebih dari itu kita diminta untuk menjadi sempurna, sebagaimana Bapa yang di surga sempurna adanya.
Bagaimana menjadi sempurna? Menjadi sempurna adalah saat manusia mampu mengasihi musuh dan mendoakan siapapun yang menganiaya. Perintah ini begitu berat dan sulit. Ya, karena faktanya banyak manusia di dunia ini sibuk untuk saling memusuhi dan saling menganiaya. Manusia senang menciptakan konsep musuh terhadap sesama manusia. Ketika berbeda, ketika berlawanan, ketika tidak sejalan, ketika tidak satu ide dan cita-cita, ketika tidak sepaham dan lain sebagainya, mudah sekali kita mengatakan mereka adalah musuh. Bahkan situasi menciptakan musuh ini pun terjadi dalam keluarga kecil. Saudaraku, saat kita sibuk menciptakan konsep musuh, lalu mulai saling memusuhi dan saling menganiaya sesama, saat itulah kita kehilangan kasih. Saat manusia kehilangan kasih maka manusia tidak akan pernah sampai pada kesempurnaan. Semoga kita berhenti menciptakan konsep musuh dalam kehidupan kita, tetapi semakin mampu hidup saling mengasihi untuk siapapun, di manapun dan kapanpun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah C/II
Ketika sedang berdoa, wajah Yesus berubah, dan pakaian-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. Tampaklah dua orang berbicara dengan Dia, yaitu Musa dan Elia. Keduanya menampakkan diri dalam kemuliaan, dan berbicara tentang tujuan kepergian Yesus yang akan digenapi-Nya di Yerusalem. Inilah peristiwa Yesus menampakkan kemuliaan-Nya di hadapan Yohanes, Petrus dan Yakobus. Peristiwa ini memberi makna tentang kesanggupan Yesus untuk menjalankan perintah Bapa-Nya. Kemuliaan dialami oleh Yesus karena Ia sanggup untuk menjalani salib. Lebih ditegaskan lagi oleh suara yang muncul dari surga: “Inilah Anak-Ku yang Kupilih, dengarkanlah Dia.” Saudaraku, kita pun hendaknya mengarahkan hidup menuju kepada kemuliaan bersama Yesus yang artinya sanggup menerima dan mencintai salib.
Hidup manusia ditetapkan menuju kepada kemuliaan bersama Yesus. Bahkan, Yesus akan mengubah tubuh kita menjadi serupa dengan tubuh-Nya yang mulia. Faktanya, manusia sulit mencapai kemuliaan bersama Yesus. Yesus sanggup taat dan setia menerima dan menjalani salib, sedangkan manusia selalu menolak, menghindar bahkan memusuhi salib. Ditegaskan dalam Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi bahwa manusia sulit mengalami kemuliaan karena memusuhi salib, tuhannya adalah perut, kemuliaannya adalah hal-hal aib, sedangkan pikirannya semata-mata hanya tertuju kepada perkara-perkara duniawi. Ya, inilah kenyataan hidup yang kita miliki sehingga membuat kita sulit mencapai kemuliaan bersama Yesus.
Saudaraku, masa tobat ini menjadi masa penuh rahmat bagi kita untuk mulai menerima salib, mencintai salib. Salib adalah jalan menuju kepada kemuliaan, sedangkan memusuhi salib hanya akan membawa kita kepada kebinasaan. Kesanggupan kita untuk selalu taat dan setia terhadap perintah Tuhan adalah tanda bahwa kita mencintai salib, bahkan kesanggupan kita akan selalu dikuatkan oleh Tuhan sendiri karena Ia adalah terang dan keselamatan kita. Mari memiliki kesanggupan untuk mencintai salib lewat ketaatan dan kesetiaan kita terhadap perintah Tuhan daripada terus menerus menolak, menghindari dan memusuhi salib, supaya kelak kita hidup dalam kemuliaan bersama Kristus Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Minggu Prapaskah C/II
Tuhan tidak memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita menjadi refleksi dalam mazmur kali ini. Sesungguhnya jika Tuhan memperlakukan kita setimpal dengan kesalahan dan dosa yang kita perbuat maka seumur hidup kita pun tidak akan pernah cukup dan sanggup untuk menanggung hukuman dari Tuhan. Tuhan kita begitu murah hati, penuh belas kasih dan kerahiman. Hal ini ditegaskan Yesus lewat perintah-Nya bagi kita, “Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu adalah murah hati. Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah, dan kamu akan diampuni. Berilah, dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik dan dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”
Perintah yang tegas dan jelas dari Yesus. Namun, dalam kenyataannya kita justru menjadi pribadi-pribadi yang tidak tahu diri dan tidak tahu malu. Tuhan tidak memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita, yang artinya dosa dan kesalahan kita tidak dihakimi, tidak mendapatkan hukuman dari Tuhan, bahkan kita diberi pengampunan karena kemurahan hati Tuhan, akan tetapi kita justru senang hidup untuk membicarakan kesalahan dan keburukan sesama, senang menghakimi, senang memberikan hukuman, kita bahkan sulit memberi maaf dan mengampuni, kita tidak mampu murah hati. Saudaraku, mari mulai belajar murah hati sebagaimana Bapa kita murah hati. Berhentilah untuk selalu bicara dan menilai kesalahan dan keburukan sesama, berhentilah untuk menghakimi dan menghukum sesama, belajarlah untuk mampu memaafkan dan mengampuni supaya kita pun layak diberi pengampunan oleh Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Maret 2019
HR St.Yusuf, Suami St. Perawan Maria
Malaikat itu berkata dalam mimpi, “Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab Anak yang ada dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus. Maria akan melahirkan anak laki-laki, dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Lalu Yusuf berbuat seperti apa yang diperintahkan malaikat Tuhan itu kepadanya. Saudaraku, sosok Santo Yusuf sungguh menjadi teladan bagi kita bagaimana hidup dalam kebenaran iman. Hidup dalam kebenaran itu berarti berani memilih dan menjalankan kehendak Allah meskipun sulit, sakit, berat, tidak nyaman bahkan sampai harus menderita. Yusuf adalah simbol pribadi yang hidup oleh kebenaran iman. Ia punya totalitas dan keberanian untuk menjalankan rencana dan kehendak Allah bagi dunia tanpa banyak mengeluh, tanpa banyak menuntut. Bagaimana dengan diri kita?
Kita belum sepenuhnya hidup dalam kebenaran iman seperti Santo Yusuf. Dalam kenyataan hidup sehari-hari kita sulit untuk berani memilih dan menjalankan kehendak Allah. Kita sering lari dari kesulitan, menghindari rasa sakit dan hidup berat, menolak menderita karena jalan Allah tidak membuat nyaman dan tidak menguntungkan. Bahkan, tak jarang kita terus menerus marah, menuntut dan mengeluh kepada Allah atas hidup kita. Ya, iman kita masih penuh syarat dan pamrih. Saudaraku, apa yang diteladankan Santo Yusuf lewat hidup dalam kebenaran iman hendaknya juga ada dalam diri kita. Hidup kita adalah milik Tuhan, bukan milik kita. Kapanpun dan di manapun hidup kita bisa berakhir. Dalam setiap pribadi selalu ada rencana dan kehendak Allah, maka hidup kita hendaknya menjadi rekan kerja Allah supaya rencana keselamatan Allah bagi dunia itu terwujud. Mari hidup dalam kebenaran iman seperti Santo Yusuf yang berani memilih dan menjalankan kehendak Allah yang sulit, berat, tidak nyaman, bahkan membuat menderita tanpa menuntut dan mengeluh. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Minggu Prapaskah C/II
Gereja Katolik bisa dikatakan sebagai sebuah pemerintahan. Akan tetapi pemerintahan yang dimaksud jauh berbeda dengan pemerintahan duniawi, yang oleh Yesus digambarkan sebagai pemerintahan di mana pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Gereja Katolik adalah pemerintahan spiritual, dengan salah satu kekhasannya adalah “Servus Servorum Dei” atau “Hamba dari segala hamba Allah”. Hal ini ditekankan oleh Yesus saat Ia berkata, “Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayananmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia: Ia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani, dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Menjadi Gereja berarti harus mampu menjadi pelayan, bahkan pelayan dari segala pelayan.
Spiritualitas pelayan adalah, pertama, kesanggupan memberi diri, mempersembahkan diri, bahkan nyawa sekalipun, kepada orang lain. Hidup untuk orang lain. Hidup berarti dan bermakna saat menjadi berkat dan rahmat, bukan kutuk dan laknat. Kedua, spiritualitas pelayan adalah melakukan segala hal baik dan benar bagi orang lain tetapi bukan untuk dilihat, dipuji, dikagumi, dihormati, diakui, melainkan tanpa syarat dan tanpa pamrih. Hal ini juga yang diteladankan oleh Yesus. Namun dalam kehidupan nyata seringkali kita tidak mampu melakukan hal tersebut. Keegoisan dan sifat mengejar kehormatan, pengakuan, dan pamrih membuat kita tidak pernah mampu menjadi pelayan yang baik. Kita bahkan cenderung ingin dilayani daripada melayani. Artinya, kita belum mampu menjadi Gereja. Saudaraku, jadilah pribadi yang selalu siap melayani daripada dilayani, jadilah hamba dari segala hamba Allah karena inilah karakteristik Gereja Katolik. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Minggu Prapaskah C/II
Spiritualitas kemiskinan itu baik, tetapi mentalitas miskin itu tidak baik. Spiritualitas kemiskinan membuat manusia hidup dalam sikap rendah hati, sadar akan kelemahan dan kekurangan, sehingga sangat mengandalkan kekuatan Tuhan, menaruh harapan kepada Tuhan. Manusia yang hidupnya mengandalkan kekuatan Tuhan adalah manusia yang diberkati dan diselamatkan. Inilah gambaran situasi Lazarus dalam cerita Injil. Sebaliknya, jika tidak memiliki spiritualitas kemiskinan, maka manusia tidak menyadari kelemahan dan kekurangan dalam dirinya, selalu merasa paling hebat dan paling kuat, bisa melakukan dan memiliki apapun yang diinginkan. Hidupnya jauh dari kerendahan hati, tidak mengandalkan kekuatan Tuhan karena merasa mampu dengan kekuatan diri sendiri. Manusia yang tidak mengandalkan kekuatan Tuhan dan tidak menaruh harapan kepada Tuhan adalah manusia terkutuk dan tidak akan selamat. Inilah gambaran situasi Orang Kaya dalam cerita Injil. Bagaimana dengan hidup kita?
Saudaraku, sebagai manusia terkadang kita cenderung mengandalkan kekuatan diri kita sendiri. Kita begitu sombong dan angkuh, merasa diri bisa berbuat apapun yang kita inginkan. Kita sulit menjadi manusia yang rendah hati. Kita tidak memiliki spiritualitas kemiskinan. Sikap ini juga yang akhirnya membuat kita tidak mampu segera bertobat, merasa tidak punya kelemahan, kesalahan dan dosa sehingga merasa tidak membutuhkan pengampunan dari Tuhan. Kita seolah tidak takut untuk tidak diberkati dan tidak diselamatkan, padahal hukuman api neraka itu kekal selamanya. Saudaraku, belum terlambat bagi kita. Mari memilih menjadi pribadi yang diberkati dan diselamatkan lewat spiritualitas kemiskinan yang ada dalam diri kita. Jadilah manusia yang rendah hati, selalu mengandalkan kekuatan Tuhan dan selalu menaruh harapan kepada Tuhan sehingga kita dimampukan untuk terus melakukan pertobatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Minggu Prapaskah C/II
Kecemburuan, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian adalah sikap yang menghancurkan manusia. Sikap tersebut biasanya diiringi dengan ambisi-ambisi negatif untuk lebih dihargai, lebih diperhatikan, lebih diakui, lebih diutamakan dan sebagainya. Sikap cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian membuat manusia tidak mampu melihat kebaikan dan kebenaran yang ada pada diri orang lain. Oleh Santo Yohanes Maria Vianney bahkan sikap cemburu, iri hati dan dengki ini dianggap sebagai penyakit sampar masyarakat. Menular, susah disembuhkan dan cepat menyebar. Situasi dan keadaan ini yang dilukiskan dalam kisah Yusuf dan saudara-saudaranya. Saudara-saudara Yusuf memiliki sikap cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian atas kebaikan dan kebenaran yang dialami oleh Yusuf. Selaras dengan cerita Injil di mana Yesus tidak pernah diterima sebagai kebaikan dan kebenaran oleh imam-imam kepala dan orang Farisi. Mereka buta dan tuli oleh kebaikan dan kebenaran yang dilakukan dan diperlihatkan oleh Yesus. Bagaimana dengan hidup kita? Apakah selama ini terus dikuasai oleh sikap cemburu, iri hati yang menimbulkan kedengkian dan kebencian itu?
Saudaraku, ternyata sering kita juga jatuh dan memiliki sikap cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian. Kita tidak rela dan bahagia jika ada orang lain mengalami kebaikan dan kebenaran. Kita merasa lebih pantas dan layak. Hal ini membuat apapun kebaikan dan kebenaran yang dilakukan oleh orang lain selalu kita anggap sebagai hal yang salah. Kita menjadi buta dan tuli terhadap kebaikan dan kebenaran, padahal terkadang kebaikan dan kebenaran justru datang dan hadir dari orang-orang yang tidak kita perhitungkan. Saudaraku, memiliki rasa cemburu, iri hati yang melahirkan kedengkian dan kebencian hanya akan membawa kita buta terhadap kebaikan dan kebenaran, bahkan kebaikan dan kebenaran dari Tuhan sendiri. Mari kita buang penyakit kita ini supaya kita menjadi pribadi yang mampu melihat dan menangkap kebaikan dan kebenaran yang datang oleh siapapun, apapun dan dari manapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Minggu Prapaskah C/II
Si Bungsu menyadari keadaannya, lalu bangkit menuju kepada Bapanya dan berkata, “Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap Bapa, aku tidak layak lagi disebut anak Bapa, jadikanlah aku sebagai salah satu upahan Bapa.” Si Bungsu diberi pengampunan dan diterima kembali oleh Bapanya yang penuh kasih. Saudaraku, demikian gambaran dari sebuah gerak pertobatan. Kesadaran akan keadaan diri menjadi langkah awal bagi manusia untuk mulai melakukan pertobatan. Tanpa kemampuan menyadari keadaan diri maka mustahil manusia dapat bertobat. Bagaimana dengan diri kita?
Ya, banyak manusia tidak mampu menyadari keadaan dirinya sendiri. Manusia cenderung tidak mampu menilai kelemahan, kekurangan dan dosa yang ada pada dirinya sendiri. Manusia kurang mampu merefleksikan hidup, lemah dalam mengevaluasi diri dan mandul untuk melakukan introspeksi diri. Situasi ini membuat manusia sulit memiliki gerak pertobatan. Hatinya kaku, keras, degil, merasa paling benar, paling suci, paling pintar sehingga buta akan keadaan dirinya sendiri yang penuh kelemahan, kekurangan dan dosa. Saudaraku, mari memiliki kemampuan menyadari keadaan diri sendiri. Refleksikan hidup kita, evaluasi diri kita sendiri dan beranilah terus melakukan introspeksi supaya kita memiliki gerak pertobatan. Gerak pertobatan yang membuat kita segera bangkit dan kembali kepada Allah sehingga akhirnya mengalami pengampunan dan merasakan damai. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah C/III
“Tuan, biarkanlah dia tumbuh setahun ini lagi. Aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya. Mungkin tahun depan akan berbuah. Jika tidak, tebanglah!” Kalimat di atas menjadi kalimat terakhir dari cerita Yesus dalam Injil. Cerita yang ingin menegaskan kepada kita bahwa sesungguhnya Allah yang penuh cinta selalu memberikan kesempatan bagi manusia untuk segera kembali bertobat dan berdamai dengan Allah. Tetapi manusia sering tidak mampu memaknai dan memanfaatkan waktu yang selalu Allah berikan. Manusia memilih untuk terus bersikap seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel, yaitu melakukan yang jahat dan selalu bersungut-sungut kepada Allah. Saudaraku, mengapa kita selalu menunda bahkan enggan untuk segera bertobat, padahal banyak kehancuran hidup akibat dosa telah menjadi contoh dalam kehidupan ini?
Jawabannya adalah kesombongan. Sedikitnya ada tiga kesombongan yang menguasai diri manusia sehingga sulit untuk bertobat. Pertama merasa paling suci, kedua merasa paling benar, dan ketiga merasa paling pandai. Saat manusia merasa paling suci maka hidupnya seolah tanpa dosa, tidak perlu bertobat karena tidak membutuhkan pengampunan dari Allah. Banyak di antara kita bersikap seperti ini. Contoh sederhana adalah menolak menerima Sakramen Tobat. Sikap merasa paling benar membuat manusia sulit untuk merasa bersalah. Padahal rasa bersalah menjadi awal manusia sadar akan kekeliruannya dan kelemahannya. Saat manusia selalu merasa paling benar maka manusia tidak akan pernah mampu melihat kesalahan dalam dirinya. Kita pun sering bersikap seperti ini dengan contoh sederhana adalah lebih mudahnya kita menghakimi dan menghukum kesalahan orang lain daripada melihat kesalahan dan kekurangan diri sendiri. Sikap sombong yang ketiga adalah merasa paling pandai. Manusia yang selalu merasa paling pandai adalah manusia yang paling sulit belajar tentang hidup, sulit menerima nasihat atau masukan yang baik. Sikap ini membuat dirinya tidak mampu menghargai kebaikan orang lain dan bahkan Allah sendiri. Dalam kenyataan hidup sehari-hari kita pun sering bersikap seperti ini.
Saudaraku, mari buang kesombongan yang masih menguasai dan melekat dalam diri kita. Hilangkan sikap merasa paling suci, merasa paling benar dan merasa paling pandai dalam hidup kita supaya kita mampu memanfaatkan kesempatan dari Allah untuk memperbaiki diri, bertobat dan berdamai dengan Allah, sesama dan alam semesta. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Maret 2019
Hari Raya Kabar Sukacita
Hari ini Gereja Katolik di seluruh dunia merayakan Hari Raya Kabar Sukacita, yaitu hari untuk mengenangkan saat Maria menerima kabar dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus. Inilah kabar yang menjadi kegenapan dari Kitab Yesaya, sekaligus kegenapan dari firman Allah. Sabda telah menjadi daging bagi keselamatan seluruh dunia. Saudaraku, apa yang bisa kita maknai dari peristiwa agung ini?
Secara ilahi, kabar yang dibawa Malaikat Gabriel kepada Maria adalah kabar sukacita. Kabar yang menggembirakan bagi dunia karena akan lahir Sang Juru Selamat dunia. Saat di mana rencana dan kehendak Allah terjadi dan terlaksana. Tetapi mari kita sadari dari sisi lain. Secara manusiawi, kabar yang diterima Maria dari Malaikat Gabriel bukanlah kabar sukacita, melainkan kabar malapetaka dan memalukan bagi Perawan Maria yang belum bersuami. Kabar ini tentu akan membuat Maria dihujat dan dihakimi, bahkan bisa dihukum rajam sampai wafat. Lalu kenapa kabar yang secara manusiawi adalah kabar yang tidak membahagiakan, kabar yang menakutkan, kabar yang menyedihkan akhirnya menjadi kabar sukacita, bahkan dirayakan oleh Gereja? Ya, jawaban Maria, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” Jawaban iman yang mewujudkan ketaatan, kesetiaan sekaligus sikap berserah diri yang hebat. Saat itu, kabar dari Malaikat Gabriel kepada Maria menjadi kabar sukacita, bahkan sukacita bagi seluruh alam semesta.
Saudaraku, bisa jadi sesungguhnya dalam hidup ini kita selalu menerima kabar sukacita dari Allah. Kabar yang bisa hadir dan datang lewat cara apapun, oleh siapapun dan dari manapun. Tetapi bisa jadi kabar sukacita dari Allah bagi diri kita ini selalu kita pandang dari sisi manusiawi, sehingga kabar ini menjadi kabar yang menyedihkan dan mengecewakan karena tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan dalam hidup. Ya, banyak kabar sukacita dari Allah yang adalah kabar karya dan rencana Allah bagi hidup kita justru kita tolak, kita hindari dan tidak kita jalankan. Kita tidak memiliki sikap seperti Bunda Maria yang sungguh taat, setia dan punya rasa berserah total terhadap karya dan rencana Allah dalam hidupnya. Saudaraku, melalui perayaan Hari Raya Kabar Sukacita ini, kita disadarkan bahwa selalu ada kabar sukacita Allah dalam diri kita, mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, mungkin berat dan bagaikan beban, mungkin teramat sulit dan menyiksa, tetapi yakinlah jika kita taat, setia dan berserah total, maka sukacita akan sungguh menjadi nyata dalam hidup kita. Kita sungguh menjadi rekan kerja Allah yang membuat karya dan rencana keselamatan-Nya terjadi dan terlaksana. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Minggu Prapaskah C/III
Jika kamu tidak mau mengampuni saudaramu, Bapa pun tidak akan mengampuni kamu. Lebih ditekankan oleh Yesus bahwa kita harus mampu mengampuni kesalahan saudara kita bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. Pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat. Saudaraku, mampukah kita menjalankan perintah tersebut?
Sulit, bahkan sangat sulit. Berat bagi kita mengampuni siapapun yang sudah melukai dan menyakiti hati kita, apalagi hal tersebut dilakukan berulang kali. Tetapi, kita pun sering melukai dan menyakiti hati Allah dengan perbuatan dosa kita. Maka, Allah yang begitu Maharahim ingin kita belajar dan mau mengampuni sesama supaya kita mampu mengalami pengampunan dari Allah. Sulit dan berat namun dengan bantuan rahmat Allah kita seharusnya bisa saling mengampuni. Paling tidak ciri manusia yang sudah mengampuni tanpa syarat dan tanpa batas harus kita perjuangkan dan usahakan, yaitu pertama tidak lagi mengingat atau memikirkan kesalahan sesama, kedua tidak lagi membicarakan kesalahan sesama, ketiga tidak lagi menyimpan dan memendam kesalahan sesama dalam hati, dan keempat mampu mendoakan yang baik bagi sesama yang bersalah. Saudaraku, mari belajar mengampuni meskipun sulit dan berat supaya kita pantas dan layak diampuni. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Minggu Prapaskah C/III
Ada beberapa sikap manusia terhadap hukum atau ketetapan Tuhan dalam sabda-Nya. Pertama, berusaha memahami dan mempelajarinya demi kepuasan intelektual, mengejar pengetahuan dan literatur dari berbagai sumber demi sebuah pemahaman. Manusia seperti ini akan sangat puas ketika disebut sebagai ahli-ahli kitab, merasa puas jika selalu mampu menjawab pertanyaan apapun tentang hukum dan ketetapan Tuhan dalam sabda-Nya. Kedua, senang mengoleksi ayat-ayat indah, ayat-ayat yang menguatkan demi kepuasan emosional. Hukum dan ketetapan Tuhan dihafalkan dan diingat demi memuaskan perasaan dan mewakili situasi hati saat itu. Manusia ini akan sangat bangga menggunakan ayat-ayat tersebut dalam banyak aspek di kehidupannya. Ketiga, bersikap tidak peduli, tidak mau tahu dan tidak mau paham. Jangankan memahami, untuk mulai membaca dan merenungkannya saja mungkin tidak pernah. Bagaimana dengan sikap kita sendiri terhadap hukum dan ketentuan Tuhan dalam sabda-Nya?
Saudaraku, tak bisa dipungkiri kita adalah manusia yang memiliki salah satu dari tiga sikap terhadap hukum dan ketentuan Tuhan itu. Paham sabda Tuhan hanya demi kepuasan intelektual tetapi tidak melakukan, mengerti sabda Tuhan demi kepuasan emosional tetapi tidak menjalankan, dan juga sikap tidak peduli terhadap sabda Tuhan. Sikap yang Tuhan inginkan adalah supaya kita setia menjalankan hukum atau ketetapan-ketetapan Tuhan dalam sabda-Nya itu. Yesus menegaskan bahwa siapapun yang mampu setia mengajarkan dan melakukan hukum dan ketetapan Tuhan, maka ia akan menempati tempat tertinggi dalam Kerajaan Allah. Saudaraku, Sabda Allah yang berisi hukum dan ketetapan-Nya adalah Roh dan kehidupan. Allah mempunyai sabda kehidupan kekal, maka saat kita mampu setia memahami, menjalankan dan mengajarkan hukum dan ketetapan Tuhan ini, kita juga akan menjadi umat Allah yang bijaksana dan berakal budi. Sebaliknya, saat kita jauh dari kebijaksanaan dan berakal budi, bisa jadi kita belum setia memahami, menjalankan dan mengajarkan hukum dan ketetapan Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Minggu Prapaskah C/III
Saat ada seseorang berbuat kebaikan dan bertindak cinta kepada sesama, bukankah seharusnya kita mengapresiasi hal tersebut, bahkan sedapat mungkin meneladani sikap tersebut? Dengan demikian bukankah kebaikan dan cinta itu akan menular dan menyebar sehingga dunia hanya dikuasai oleh kebaikan dan cinta? Lucunya, akhir-akhir ini kita justru disuguhkan hal sebaliknya. Ada kebaikan dan cinta yang dilakukan tetapi justru selalu dipandang negatif, dilihat dengan penuh kecurigaan, lebih-lebih diikuti dengan mendapat cemooh, kritik, hujatan, caci maki, bahkan fitnah dan kebencian. Perbuatan baik dan tindakan cinta seolah sikap yang harus dicurigai, dibenci, dimusuhi, dijauhi bahkan dilarang. Saudaraku, apakah kita pun menjadi salah satu bagian dari manusia-manusia yang mencurigai, membenci, memusuhi, menjauhi dan melarang kebaikan dan cinta itu?
Yesus mengalami hal tersebut saat Ia menyembuhkan seorang bisu yang kerasukan setan. Yesus justru dianggap mengusir setan dengan kuasa setan. Kebaikan dan cinta Yesus tidak diapresiasi, sebaliknya justru dipandang dengan negatif, dicurigai, dicemooh, dihujat, dicaci maki, juga difitnah dan dibenci. Dalam peristiwa ini Yesus berfirman, “Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku, dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai beraikan.” Perkataan Yesus ini ingin menegaskan bahwa siapa tidak bersama Yesus berarti tidak juga ada dalam kebaikan dan cinta itu, ia ada di luar kebaikan dan cinta bahkan memiliki sifat bukan menyatukan tetapi menghancurkan, menceraikan. Tidak lain dan tidak bukan ini adalah sifat dari setan itu sendiri. Tampilan luar seperti manusia yang beriman, tetapi di dalam dirinya dikuasai sifat dari setan. Saudaraku, selalu mencurigai, membenci, menolak, menjauhi dan melarang kebaikan dan cinta adalah sifat setan yang senang menghancurkan dan mencerai-beraikan. Semoga kita menjadi manusia yang tidak memiliki sifat setan ini. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Minggu Prapaskah C/III
Berkatalah ahli Taurat itu kepada Yesus, “Guru, tepat sekali apa yang Kau katakan, bahwa Dia itu esa, dan bahwa tidak ada allah lain kecuali Dia. Memang mengasihi Dia dengan segenap hati, dengan segenap pengertian, dan dengan segenap kekuatan, serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri jauh lebih utama dari semua kurban bakar dan persembahan.” Yesus melihat betapa bijaksana jawaban orang itu. Maka, Ia berkata kepadanya, “Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah!” Bagaimana dengan hidup kita sendiri, jauh atau dekat dengan Kerajaan Allah?
Kita mungkin mampu memahami tentang hukum utama tersebut, tetapi dalam kenyataan hidup kita tidak mampu menjalankannya. Tentang mengasihi Allah yang Esa, dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan segenap kekuatan kita belum melaksanakannya. Kita tidak mengasihi Allah yang Esa tetapi lebih mengasihi allah-allah lain. Kekuasaan, kekayaan, kehormatan, itulah allah kita selama ini. Demi kekuasaan atau kedudukan, demi kekayaan atau harta benda dan demi kehormatan, pujian atau sanjungan kita curahkan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan kita, sedangkan bagi Allah kita yang Esa kita tidak total, kita setengah hati, penuh syarat dan pertimbangan juga pamrih. Tentang mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri pun rasanya kita belum mampu. Kasih yang kita miliki bukan kasih yang tanpa batas dan tanpa syarat, sebaliknya selalu menuntut timbal balik dan penghargaan. Saudaraku, ternyata sulit menjadi manusia yang dekat dengan Kerajaan Allah. Mari mohon kekuatan lewat bantuan Roh Kudus supaya kita mampu melaksanakan hukum yang utama ini. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Minggu Prapaskah C/III
Yesus berkata, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri, akan ditinggikan.” Manusia yang mampu merendahkan diri di hadapan Allah dialah orang yang dibenarkan Allah, karena sesungguhnya persembahan yang diterima Allah adalah jiwa yang hancur, hati yang remuk redam, sikap menyadari dan mengakui dosa itu sendiri, bukan sebaliknya yaitu keangkuhan dan kesombongan diri yang terus saja melekat dalam diri kita.
Kecenderungan manusia untuk membanggakan diri sendiri, ingin dilihat, ingin diakui, ingin dihargai, ingin dihormati, ingin dipuji, ingin selalu lebih dari yang lain, ingin selalu menang dari yang lain adalah contoh buah dari sikap meninggikan diri sendiri, sikap angkuh, sombong. Bahkan lebih mengerikan lagi, terkadang di hadapan Allah pun kita merasa sudah sempurna, tanpa cacat cela, suci dan bersih, merasa sudah banyak berbuat baik, merasa menaati perintah Allah, merasa memiliki pelayanan yang hebat di gereja, merasa sudah banyak membantu orang miskin, dan sebagainya tetapi sesungguhnya dengan motivasi dan intensi yang negatif, yaitu demi meninggikan diri. Saudaraku, sikap meninggikan diri di hadapan Allah dan sesama hanya akan menghambat perjalanan kita menuju kepada keselamatan. Sampai kapanpun kita tidak akan menjadi manusia-manusia yang dibenarkan oleh Allah, meskipun mungkin apa yang kita lakukan di dunia ini adalah sebuah kebaikan. Mari menjadi manusia yang selalu mampu berbuat banyak kebaikan dengan sikap merendahkan diri, supaya Allah meninggikan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 31 Maret 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah C/IV
Minggu Prapaskah IV ini disebut juga Minggu Laetare yaitu minggu sukacita. Kita yang telah melewati setengah masa pertobatan ini diharapkan sudah mampu mengecap dan melihat betapa baiknya Tuhan seperti yang tertulis dalam Kitab Mazmur. Lewat bacaan-bacaan minggu ini, khususnya Injil, kita pun disadarkan untuk selalu mampu memelihara hidup di dalam Tuhan, dalam cinta Tuhan, bersukacita karena telah mati tetapi hidup kembali. Ya, bukan menjadi anak yang hilang.
Siapakah anak yang hilang itu? Si bungsu melepaskan diri dari hidup dan cinta Bapanya. Hidup dalam dosa dan sengsara, tetapi akhirnya sadar dan kembali kepada Bapanya. Ia diterima dengan sukacita dan kembali mengalami cinta Bapanya. Si sulung selalu hidup bersama Bapanya, tinggal dekat dengan cinta Bapanya. Apapun yang menjadi milik Bapanya adalah miliknya. Tetapi si sulung tidak mampu mengecap dan melihat kebaikan Bapanya. Bahkan ia tidak rela melihat sukacita yang dialami si bungsu. Si bungsu tidak jadi hilang, sebaliknya justru si sulung yang akhirnya hilang.
Hilang berarti tidak mampu mengecap dan melihat kebaikan Tuhan dalam hidupnya, tidak mampu mengalami sukacita, dan tidak rela jika orang lain mengalami rahmat Tuhan. Saudaraku, bisa jadi hidup kita adalah gambaran si sulung yang hilang. Selama ini merasa hidup di dalam Tuhan, merasa dekat dengan cinta Tuhan tetapi sesungguhnya belum mampu mengecap dan melihat kebaikan Tuhan, merasa jauh dari cinta Tuhan, bahkan tidak rela jika rahmat Tuhan terjadi untuk orang lain. Semoga sukacita ada dalam hidup kita karena kita tidak menjadi anak yang hilang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Minggu Prapaskah C/IV
“Pergilah, anakmu hidup!” menjadi jawaban Yesus atas permintaan seorang pegawai istana yang anaknya sedang sakit. Ia menuruti perkataan Yesus dan sungguh mendapati anaknya hidup tepat saat Yesus menjawab permintaannya. Kehadiran Yesus selalu mendatangkan kebaikan bagi siapapun dan di manapun. Kehadiran Yesus membuat apapun yang telah mati menjadi hidup, Ia memulihkan dan membaharui segala sesuatu. Ya, situasi kematian berubah menjadi situasi kehidupan.
Situasi kematian adalah gambaran manusia yang hidup dalam dosa. Hidup dalam kesombongan, amarah, kebencian, keegoisan, iri hati, percabulan, putus asa dan sebagainya. Itulah kemanusiaan lama kita, dunia kita yang lama. Situasi kematian terjadi dalam hidup kita karena kita tidak mencari yang baik, tetapi yang jahat. Pesan dari Kitab Mazmur sangat tepat, “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian Allah akan menyertai kamu.” Dalam doa Bapa Kami kita selalu minta dijauhkan dari yang jahat, tetapi memilih yang jahat. Kita tetap bertahan dalam kemanusiaan lama kita, kita menolak untuk dipulihkan dan dibaharui. Saudaraku, marilah kita ubah situasi kematian dalam hidup kita, situasi kemanusiaan lama kita menjadi situasi kehidupan, mari jadikan hidup kita selalu memilih yang baik bukan yang jahat. Dengan demikian kita akan hidup karena Allah akan selalu menyertai kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Minggu Prapaskah C/IV
“Maukah engkau sembuh?” adalah pertanyaan Yesus terhadap seseorang yang sudah tiga puluh delapan tahun dalam keadaan sakit. Sakit bisa digambarkan sebagai hidup dalam situasi berdosa, maka bisa dibayangkan sebagai manusia yang bertahun-tahun tidak mengalami kesembuhan, tidak mengalami pertobatan. Perjumpaannya dengan Yesus membawa sebuah perubahan, kesembuhan, pambaruan hidup. Yesus bagaikan air yang mengalir dari Bait Allah, kemana saja air itu mengalir, semua yang ada di sana menjadi hidup. Saudaraku, bisa jadi kita sulit sembuh, berat bertobat dan susah berubah karena tidak mampu membuka diri tetapi cenderung menolak diairi oleh rahmat kasih Yesus.
Orang yang sakit selama tiga puluh delapan tahun menjadi gambaran diri kita yang sulit sembuh, berat bertobat, dan susah berubah. Kita gagal sembuh, bertobat dan berubah biasanya karena dua faktor. Pertama, kita selalu menyalahkan keadaan sekitar kita. Keluarga, komunitas, lingkungan yang seolah tidak peduli dengan keadaan sakit kita. Keluarga, komunitas dan lingkungan itu yang selalu kita anggap menjadi penyebab sakit kita, dosa kita. Kedua, diri kita sendiri yang tidak berusaha dan berjuang untuk sembuh, kita tidak mampu membuka diri untuk mau dibentuk dan diubah ke arah yang lebih baik. Kita merasa nyaman dengan situasi sakit kita, keadaan berdosa kita. Kita tetap memilih memelihara penyakit seperti keras kepala, egois, arogan, pemarah, pendusta, dan sebagainya. Saudaraku, mari membuka diri kita supaya kita dialiri oleh kasih Allah lewat diri Yesus sehingga kita mengalami kesembuhan, mengalami pertobatan, hidup yang dibarui dan berubah menjadi lebih baik. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Minggu Prapaskah C/IV
“Akulah kebangkitan dan hidup, sabda Tuhan. Setiap orang yang percaya kepada-Ku, akan hidup sekalipun ia sudah mati.” Pernyataan Yesus hendaknya semakin meyakinkan kita sebagai orang yang percaya. Bukan hanya dosa yang Ia hapuskan, bahkan kita pun akan mengalami kebangkitan dan kehidupan kekal seperti yang Ia katakan bahwa saatnya akan tiba, semua orang yang di dalam kubur akan mendengar suara Anak, dan mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan bangkit untuk hidup yang kekal, tetapi mereka yang berbuat jahat akan bangkit untuk dihukum. Inilah wujud cinta Tuhan yang mengasihi dan menyayangi umat-Nya. Pertanyaan reflektif bagi kita, sedalam dan seluas apa kita percaya dan beriman akan Yesus?
Wujud iman adalah tindakan iman. Maka, ketika kita punya iman akan Yesus hendaknya kita pun memiliki wujud tindakan seperti yang diajarkan dan dilakukan oleh Yesus. Ya, hidup yang serupa dengan Yesus. Sudahkah kita memiliki cinta yang tanpa syarat bahkan mampu sampai mencintai musuh seperti Yesus? Sudahkah kita memiliki pengampunan tanpa batas bagi sesama? Sudahkah kita memiliki hidup bagi yang lain, menjadi berkat dan rahmat terlebih mereka yang miskin, sakit, menderita, lemah dan tertindas? Sudahkah kita juga memiliki relasi yang intim dengan Allah seperti keintiman Yesus dengan Bapa-Nya? Jika hidup kita masih jauh dari semua itu, mari segera kita berbenah. Jadikan hidup kita adalah pribadi yang selalu berbuat baik agar kelak kita dibangkitkan untuk hidup kekal, bukan dibangkitkan untuk dihukum karena selalu berbuat jahat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Minggu Prapaskah C/IV
“Kalau Aku bersaksi tentang diri-Ku sendiri, maka kesaksian-Ku itu tidak benar. Ada yang lain yang bersaksi tentang Aku dan Aku tahu, bahwa kesaksian yang diberikannya tentang Aku adalah benar.” Saudaraku, apa yang menjadi pernyataan Yesus terhadap orang Yahudi ini sangat relevan dalam kehidupan kita sehari-hari. Sederhananya, siapapun orang yang bersaksi atas dirinya sendiri, cerita tentang kehebatan dan kelebihan juga segala hal baik atau prestasi yang dilakukan oleh dirinya sendiri biasanya kesaksian itu sering tidak benar. Sebaliknya, jika kesaksian tentang diri kita, tentang kelebihan, tentang kehebatan ataupun prestasi hidup kita, kebaikan yang kita lakukan itu datang dari orang lain biasanya itu adalah sebuah kebenaran. Yesus adalah kebenaran karena kesaksian tentang diri-Nya datang dari Bapa-Nya sendiri. Kesaksian tentang Yesus bukan diwujudkan lewat kata-kata, tetapi tampak secara nyata lewat apa yang Yesus perbuat dan lakukan.
Saudaraku, kita cenderung senang bercerita tentang diri kita sendiri, tentang keberhasilan diri sendiri, kehebatan diri, prestasi diri, kebaikan diri dan lain sebagainya. Bahkan, banyak media kita gunakan untuk memperlihatkan kehebatan dan kelebihan diri kita. Kita hanya senang bersaksi lewat perkataan-perkataan indah dan mengagumkan tentang diri kita, tetapi tidak bersaksi lewat sikap dan tindakan baik yang nyata. Saudaraku, lebih baik terus melakukan sikap dan tindakan baik yang nyata daripada terus bercerita tentang kehebatan dan kelebihan diri sendiri. Biarlah orang yang bersaksi tentang kebaikan diri kita karena biasanya itulah kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Minggu Prapaskah C/IV
Sejak dahulu di mana ada kebaikan di situ kejahatan juga ada. Bahkan oleh orang fasik yang adalah simbol kejahatan, kebaikan selalu ingin dihancurkan dan dimusnahkan. Situasi ini yang digambarkan dalam Kitab Kebijaksanaan. Banyak kebaikan dianggap sebagai kesalahan. Sebaliknya, banyak kejahatan dimanipulasi seolah adalah kebenaran. Yesus sebagai kebaikan yang hadir bagi bangsa Yahudi pun justru ditolak dan dibunuh. Saudaraku, bisa jadi tanpa sadar kita termasuk pribadi-pribadi yang membuat kebaikan menjadi hilang dan hancur bahkan mati oleh karena sikap dan tindakan kita.
Setiap manusia yang mengenal Allah memiliki percik-percik kebaikan. Maka akan terlihat aneh ketika ada manusia yang mengaku mengenal Allah tetapi memiliki sikap jahat, sikap seperti orang fasik yang tidak mengenal Allah. Dalam kehidupan nyata ini, sering tanpa sadar sikap dan tindakan kita membuat kebaikan menjadi hilang, hancur dan mati. Pikiran kita yang negatif dan tidak sehat, perkataan kita yang kasar dan menyakitkan, hati kita yang penuh benci, dendam dan dengki, dan sebagainya adalah contohnya. Kita pun cenderung diam dan mencari aman, tidak peduli saat kejahatan berkuasa. Manusia baik tetapi hanya diam dan tak berbuat apapun saat kejahatan merajalela maka ia menyenangkan setan. Saudaraku, mari memulai kebaikan dari diri kita sendiri, keluarga kita, komunitas kita sehingga kejahatan tidak berkuasa. Berlombalah dalam menebarkan kebaikan, bukan terus menerus menciptakan kejahatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Minggu Prapaskah C/IV
Pengetahuan yang dalam dan luas seharusnya membuat manusia semakin bijaksana, pengetahuannya menjadi berkat bukan kutuk, menjadi rahmat bukan laknat. Sama hal nya dengan iman, pengetahuan tentang iman yang dalam dan luas seharusnya semakin membuat manusia semakin matang dan dewasa spiritualnya. Namun, situasi ini tidak berlaku bagi imam-imam kepala bangsa Yahudi dan Orang Farisi yang ingin menangkap Yesus. Pengetahuan mereka tentang Kitab Suci justru menghambat dan membutakan mata dan hati mereka akan pewartaan Yesus. Mereka sibuk ingin menangkap dan membunuh Yesus. Bahkan, kelompok mereka sendiri akhirnya saling bertentangan, mereka jauh dari kebijaksanaan, spiritual mereka tidak matang dan dewasa.
Saudaraku, kita pun sering bersikap seperti para imam kepala dan orang Farisi tersebut. Karena pengetahuan, kita sering merasa paling pandai dan mengerti dalam banyak hal di kehidupan ini. Dalam hal iman pun, kadang kita merasa sudah penuh, paling pandai dan mengerti, akhirnya sulit terbuka terhadap yang lain. Bahkan, cenderung merasa benar dan tanpa sadar menjadi batu sandungan bagi banyak orang yang ingin dekat dengan Tuhan. Kita menjadi pribadi yang mudah menghakimi, ikut campur mengatur hidup iman orang lain, bahkan seolah menjadi Tuhan yang bisa menentukan dosa atau tidaknya tindakan seseorang. Saudaraku, semakin dalam dan luas pengetahuan iman kita hendaknya spiritualitas kita semakin matang dan dewasa, hidup kita semakin menjadi berkat dan rahmat bagi banyak orang. Sebaliknya, jika hal tersebut tidak terjadi, tandanya pengetahuan iman kita masih sangat dangkal. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Minggu Prapaskah C/IV
Pengetahuan yang dalam dan luas seharusnya membuat manusia semakin bijaksana, pengetahuannya menjadi berkat bukan kutuk, menjadi rahmat bukan laknat. Sama hal nya dengan iman, pengetahuan tentang iman yang dalam dan luas seharusnya semakin membuat manusia semakin matang dan dewasa spiritualnya. Namun, situasi ini tidak berlaku bagi imam-imam kepala bangsa Yahudi dan Orang Farisi yang ingin menangkap Yesus. Pengetahuan mereka tentang Kitab Suci justru menghambat dan membutakan mata dan hati mereka akan pewartaan Yesus. Mereka sibuk ingin menangkap dan membunuh Yesus. Bahkan, kelompok mereka sendiri akhirnya saling bertentangan, mereka jauh dari kebijaksanaan, spiritual mereka tidak matang dan dewasa.
Saudaraku, kita pun sering bersikap seperti para imam kepala dan orang Farisi tersebut. Karena pengetahuan, kita sering merasa paling pandai dan mengerti dalam banyak hal di kehidupan ini. Dalam hal iman pun, kadang kita merasa sudah penuh, paling pandai dan mengerti, akhirnya sulit terbuka terhadap yang lain. Bahkan, cenderung merasa benar dan tanpa sadar menjadi batu sandungan bagi banyak orang yang ingin dekat dengan Tuhan. Kita menjadi pribadi yang mudah menghakimi, ikut campur mengatur hidup iman orang lain, bahkan seolah menjadi Tuhan yang bisa menentukan dosa atau tidaknya tindakan seseorang. Saudaraku, semakin dalam dan luas pengetahuan iman kita hendaknya spiritualitas kita semakin matang dan dewasa, hidup kita semakin menjadi berkat dan rahmat bagi banyak orang. Sebaliknya, jika hal tersebut tidak terjadi, tandanya pengetahuan iman kita masih sangat dangkal. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 April 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Prapaskah C/V
Setiap manusia menolak disakiti tetapi senang menyakiti, menolak dihukum dan dihakimi tetapi mudah menghukum dan menghakimi. Hal tersebut sangat tergambar jelas dalam Injil minggu ini saat perempuan yang kedapatan berbuat zinah tertangkap basah oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dihadapkan kepada Yesus untuk dihukum dan dihakimi, bahkan jika mungkin, dibunuh sesuai ajaran hukum Taurat. Pada akhirnya saat tidak ada yang berani menghukum, Yesus berkata, “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” Saudaraku, Yesus menjadi gambaran Allah yang memulihkan, menyembuhkan dan membebaskan. Perempuan itu pulih, sembuh dan bebas dari sakitnya, dari dosanya.
Dalam kenyataan hidup, sering kita berlaku bagaikan ahli Taurat dan orang Farisi. Merasa menjadi pribadi yang dekat dengan Tuhan, memahami ajaran Kitab Suci, paling suci dan tanpa dosa. Akhirnya, hidupnya senang menghukum dan menghakimi sesama yang terbukti bersalah. Padahal sikap seperti ini tidak akan pernah mampu menghentikan dosa, tidak akan pernah memulihkan keadaan, tidak menyembuhkan dan membebaskan. Sikap seperti ini justru hanya membuat dosa bertahan dan menetap. Yesus ingin sikap kita terhadap sesama yang bersalah adalah lewat kasih dan pengampunan, bukan lewat hukuman dan penghakiman. Kasih dan pengampunan ini yang membuat dosa berhenti, hidup dipulihkan, disembuhkan dan dibebaskan. Semoga Roh Kudus menuntun kita untuk menjadi pribadi-pribadi yang mampu memulihkan, menyembuhkan dan membebaskan orang bersalah karena kita punya kasih dan pengampunan.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Minggu Prapaskah C/V
Kisah Daniel yang membebaskan Susana, istri Yoyakim dari kesaksian palsu dua orang tua-tua sangat inspiratif. Kebaikan dan kebenaran akan menang saat keburukan dan kejahatan itu berani dilawan. Tetapi banyak manusia senang menanggapi adanya keburukan dan kejahatan lewat sikap diam, masa bodoh dan tidak peduli. Beranikah kita memiliki sikap seperti Daniel yang mampu melawan keburukan dan kejahatan, menyelamatkan dan memenangkan kebaikan dan kebenaran?
Saudaraku, setiap detik banyak sekali keburukan dan kejahatan terjadi di sekitar kita. Manusia yang berlaku adil dan jujur difitnah, manusia yang menjunjung toleransi dibenci, dihujat dan dimusuhi, manusia yang membantu dan menolong sesama dicurigai, dan sikap lainnya yang begitu merugikan kehidupan banyak orang, lalu kita sering diam dan tidak peduli, mencari aman, bahkan terkadang terbawa arus untuk ikut berlaku buruk dan jahat. Sejauh tidak menyentuh hidup kita, kita menjadi manusia yang apatis dan masa bodoh. Kita yang seharusnya melawan keburukan dan kejahatan justru tidak berbuat apa-apa. Kita tidak memiliki keberanian membela kebaikan dan kebenaran, sekaligus membiarkan keburukan dan kejahatan merajalela. Saudaraku, mari kita mulai dari diri kita, keluarga kita, komunitas kita untuk terus berani melawan keburukan dan kejahatan seperti yang dilakukan oleh Daniel. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Minggu Prapaskah C/V
Manusia selalu menganggap iman itu seharusnya membuat manusia mengalami keamanan kenyamanan, dan kemapanan. Maka, saat situasi aman, nyaman dan mapan tidak dialami, iman dianggap tidak punya pengaruh dalam hidup. Inilah situasi bangsa Israel yang protes dan mengeluh kepada Musa karena mereka merasa dalam perjalanan Allah tidak lagi memberikan perhatian kepada mereka. Mereka merasa mengikuti perintah Allah, beriman kepada Allah tapi Allah tidak peduli terhadap hidup mereka. Mereka mengeluh, marah, putus asa bahkan ingin kembali ke Mesir menjadi budak. Saudaraku, ini adalah situasi dosa, situasi sakit, situasi kematian, maka kita perlu segera bertobat, perlu disembuhkan dan kembali hidup.
Kita pun sering mengalami situasi seperti yang dialami bangsa Israel. Merasa sungguh mengimani Allah, menaati perintah Allah tapi justru mengalami hidup yang sulit, selalu sakit dan menderita, hidup merasa tidak diberkati. Kita punya iman tetapi iman ternyata tidak membuat kita mengalami keamanan, kenyamanan dan kemapanan. Akhirnya kita juga mengeluh, marah, dan putus asa terhadap Allah. Iman bukan perkara untung dan rugi, bukan perkara bahagia atau menderita, tetapi iman hendaknya semakin membuat manusia memahami Allah. Saudaraku, saat begini kita sedang berdosa, kita sedang sakit, kita sedang mengalami kematian spiritual. Jangan biarkan situasi ini terus berlarut dan bertahan dalam hidup kita, segeralah mengarahkan segenap pikiran, hati, dan hidup kita untuk memandang Allah yang ditinggikan, supaya kita segera sembuh dan kembali hidup karena kita mampu memahami Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Minggu Prapaska C/V
Banyak manusia mengaku memiliki iman tapi lebih percaya terhadap hal lain di luar iman. Bahkan, saat hal di luar iman lebih menjanjikan dan meyakinkan bisa membuat hidup lebih baik, atau karena iman hidup justru terancam dan dalam bahaya, manusia tak segan menggadaikan imannya, bahkan meninggalkan imannya. Harta, tahta, dan tawaran keduniawian ternyata lebih disembah daripada Allah. Situasi seperti ini ada dan terjadi sungguh dalam hidup kita. Kita tidak mampu bersikap seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego yang berani melawan Nebukadnezar, Raja Babel yang menginginkan supaya mereka mengkhianati imannya dengan menyembah patung emas. Sadrakh, Mesakh dan Abednego memilih tetap setia demi iman kepada Allah meskipun harus menderita dan terancam mati.
Saudaraku, tanpa sadar kita pun lebih menyembah hal lain daripada Allah. Banyak hal di dunia ini bisa membuat kita meninggalkan iman juga menggadaikan iman. Kekayaan, kemewahan hidup, kedudukan dan kekuasaan, ilmu dan kepandaian, teknologi, dan sebagainya ternyata lebih kita sembah daripada Allah. Kita pun terkadang memilih membuang iman saat hidup merasa terancam karena iman, saat hidup merasa sulit maju karena iman. Kita tidak memiliki kesetiaan yang penuh dan teguh dalam beriman. Kita tidak siap dan berani untuk menderita apalagi sampai harus kehilangan nyawa demi iman. Saudaraku, bagaimana mungkin iman akan Allah memerdekakan dan menyelamatkan kita jika faktanya bukan Allah yang kita sembah? Semoga kita mampu setia dengan penuh dan teguh demi iman kepada Allah, meskipun harus menderita bahkan mati.Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 April 2019
PW St. Stanislaus, Uskup dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Minggu Prapaskah C/V
Tidak mudah bagi Yesus memberikan pewartaan dan pemahaman tentang diri-Nya sebagai Mesias utusan Allah Bapa kepada orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi bahkan menganggap Yesus kerasukan setan sehingga ingin menangkap dan membunuh Yesus. Orang-orang Yahudi bersikap keras hati dan menolak mendengar suara Tuhan. Sikap ini semakin membuat mereka tak mampu menangkap tentang Yesus. Saudaraku, kita pun sering bersikap keras hati dan sulit mendengar suara Tuhan.
Dikatakan bahwa janji Tuhan kepada umat-Nya pasti terjadi dan terlaksana. Selama-lamanya Tuhan ingat akan janji-Nya. Semua janji Tuhan tertulis dalam firman-Nya, maka Yesus berkata, “Sungguh, barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” Apakah itu sungguh terjadi? Bukankah selama ini kita sering mengeluh dan marah karena merasa janji-janji Tuhan itu hanya terjadi pada orang lain, janji Tuhan tidak pernah terjadi pada diri kita, dalam hidup kita. Kita merasa tetap menderita, tetap sengsara, tetap mengalami kegagalan, tetap hidup sulit dan susah, mengalami kehancuran, hidup dengan masalah-masalah besar dan berat, mengidap sakit keras dan lain sebagainya. Saudaraku, belum mampu merasakan janji Tuhan dalam segala kondisi dan situasi hidup berarti kita belum mampu hidup untuk menuruti firman Tuhan. Kita keras hati tidak mendengar dan melakukan firman-Nya. Mari membuang kekerasan hati kita, belajar mendengarkan, memahami dan melakukan firman Tuhan supaya kita sungguh mengalami janji Tuhan meskipun hidup kita terasa berbeban berat, menderita, gagal dan hancur. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Minggu Prapaskah C/V
Sesungguhnya telah banyak hal baik diperbuat dan dilakukan oleh Yesus. Bukti-bukti tindakan dan tanda-tanda keilahian yang terjadi di depan orang-orang Yahudi pun sangat nyata dan sulit dipungkiri. Tetapi, tetap saja orang-orang Yahudi ingin menangkap dan membunuh Yesus. Mereka berkata: “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah, dan karena Engkau menyamakan diri-Mu dengan Allah, meskipun Engkau hanya seorang manusia.” Sikap orang-orang Yahudi telah dikuasai oleh kebencian dan kemarahan sehingga sulit menangkap warta kebenaran tentang diri Yesus sebagai Mesias. Kebencian dan kemarahan itu menghancurkan hati yang bersih dan merusak akal budi yang sehat.
Saudaraku, tanpa sadar kita pun sering memelihara kebencian dan kemarahan. Kita biarkan kebencian dan kemarahan menguasai hidup kita, bertahan lama bahkan sampai mengakar. Padahal saat manusia membenci dan marah, masalah bukan ada pada orang lain tetapi pada dirinya sendiri. Sikap membenci dan marah tak ubahnya memelihara suatu penyakit yang bisa menghancurkan dan mematikan. Kebencian dan kemarahan hanya membuat hati kita menjadi kotor dan busuk, membuat akal budi kita menjadi sakit. Kebencian dan kemarahan membuat kita tidak mampu melihat, merasakan dan mengalami kebaikan sesama, juga membuat kita selalu buta akan kebenaran. Semoga kita mampu hidup tanpa kebencian dan kemarahan yang merusak dan menghancurkan, sebaliknya semoga hidup kita selalu dikuasai oleh cinta kasih dan damai sehingga selalu mampu melihat, merasakan dan mengalami kebaikan, juga tidak buta terhadap kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Minggu Prapaskah C/V
Kematian Yesus yang memang diinginkan oleh para imam kepala dan orang-orang Yahudi adalah penggenapan janji Allah bagi manusia. Yesus akan mati untuk mengumpulkan dan mempersatukan anak-anak Allah yang tercerai berai. Kematian Yesus adalah rencana dan kehendak Allah sebagai pemenuhan janji-Nya terhadap bangsa Israel dalam Nubuat Yehezkiel. Maka, kematian Yesus tidak akan menjadi sia-sia saat kita sebagai anak-anak Allah mampu hidup sebagai komunitas yang dikumpulkan dan disatukan oleh Roh Allah, bukan tercerai berai.
Faktanya, banyak manusia dan juga kita sendiri hidup dalam perpecahan, perseteruan, dan perang. Merasa berbeda sedikit dalam hal kecil saja kita memilih untuk tidak lagi berkumpul dan bersatu sebagai satu komunitas. Konteks bangsa Indonesia saat ini juga sedang mengalami hal ini. Beda pandangan, beda pilihan membuat manusia memilih untuk pecah, berseteru bahkan perang dalam berbagai cara. Uniknya, komunitas keluarga pun terkadang tidak lepas dari perpecahan, perseteruan dan perang. Manusia tidak lagi hidup dalam Roh Allah yang mengumpulkan dan mempersatukan. Saudaraku, hendaknya kita mampu selalu hidup dalam persekutuan cinta. Mari, jadikan keluarga, komunitas-komunitas kita hidup dalam Roh Allah yang menghasilkan cinta kasih, sukacita dan kedamaian. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 April 2019
Hari Minggu Palma
Awalnya Yesus dielu-elukan sebagai Raja. Tak lama setelah itu Yesus diolok-olok sebagai manusia yang menerima hukuman mati di salib. Minggu Palma yang kita rayakan ini memang untuk mengenangkan kisah sengsara Yesus, tetapi bukan untuk meratapi dan membuat hati kita bersedih. Peristiwa Palma kita rayakan juga untuk selalu menyadarkan hidup kita yang memang lebih sering mengolok-olok Yesus daripada mengelu-elukan-Nya.
Hidup kita yang mengolok-olok, menghina, mencela, dan menghujat Yesus dimaksudkan adalah karena kedosaan kita. Saat kita berdosa, lewat pikiran yang jelek, perkataan yang kotor, hati yang jahat dan perilaku yang menyesatkan, saat itulah kita sedang mengolok-olok, menghina, mencela dan menghujat Yesus. Seharusnya hidup kita adalah elu-elu, pujian, kemuliaan bagi Yesus. Hidup yang selalu terarah demi kemuliaan nama Tuhan. Salib tanda kehinaan telah diubah oleh Yesus menjadi tanda kemuliaan. Mari kita buat hidup kita menjadi tanda kemuliaan Tuhan. Milikilah pikiran yang selalu positif, perkataan yang lembut dan bersih, hati yang putih dan damai, juga kebenaran dalam berperilaku. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 April 2019
Inspirasi Bacaan Senin Dalam Pekan Suci
Yudas Iskariot yang mengkhianati Yesus mengkritik Maria yang membasuh dan menyeka kaki Yesus dengan minyak narwastu yang mahal harganya. Yudas merasa seharusnya minyak itu dijual saja dan uangnya dibagikan kepada orang miskin. Yesus mengetahui hati Yudas bahwa sebenarnya ia tidak sungguh memperhatikan orang miskin tetapi karena ia sendiri adalah pencuri, selalu mengambil uang kas yang dipegangnya. Kisah ini sangat menarik karena terjadi juga dalam kehidupan menggereja. Banyak orang menjual kemiskinan orang lain, menjual kelemahan orang, menjual penderitaan sesama tetapi sesungguhnya hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Saudaraku, sikap seperti Yudas Iskariot adalah tindakan yang tidak baik. Melalui peristiwa ini kita diharapkan mampu melakukan hal tulus seperti Maria, siap dan rela berkurban apapun demi siapapun, terlebih bagi mereka yang miskin, sakit, menderita, kecil, lemah dan tersingkir. Bukan sebaliknya, terkadang kita menjadi pribadi-pribadi yang memanfaatkan kemiskinan, kelemahan dan penderitaan sesama demi keuntungan diri sendiri. Kita bukan menolong dan memberikan bantuan dengan ketulusan tetapi memanfaatkan situasi dan keadaan demi keuntungan diri, keuntungan mendapat nama baik, keuntungan mendapatkan pujian dan sanjungan, bahkan keuntungan mendapatkan materi. Saudaraku, semoga hidup kita mampu memiliki ketulusan dalam berbuat baik terlebih bagi saudara kita yang miskin, lemah, kecil menderita, sakit, tertindas, tersingkir dan sebagainya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 April 2019
Inspirasi Bacaan Selasa Dalam Pekan Suci
Yudas Iskariot mengkhianati Yesus dan Petrus menyangkal Yesus. Melihat sikap dua murid ini pasti kita sedih, marah dan kecewa. Pengkhianatan Yudas Iskariot, bahkan hanya dengan 30 keping perak, telah membuat Yesus tertangkap dan akhirnya dihukum mati di kayu salib. Penyangkalan Petrus menegaskan dirinya yang selalu mencari aman, tidak berani membela dan mengakui Yesus yang saat itu sedang terancam. Saudaraku, sungguhkah kita pantas dan layak untuk sedih, marah dan kecewa terhadap sikap Yudas Iskariot yang mengkhianati dan Petrus yang menyangkal Yesus? Bukankah kita pun sering mengkhianati dan menyangkal Yesus juga?
Kita mengkhianati Yesus saat mengerti bahwa suatu tindakan itu jahat dan berdosa tetapi tetap kita lakukan. Saat kita mudah menyakiti sesama, saling memusuhi, hidup menolak dan menghancurkan cinta kasih, maka saat itu juga kita mengkhianati Yesus, saat kita bertindak jahat dan dosa kita serupa dengan Yudas Iskariot yang kerasukan Iblis. Kita pun sedang menyangkal Yesus saat kita tidak berani menjadi saksi-saksi kebaikan dan kebenaran. Saat nilai kebaikan dan kebenaran sedang terancam dan kita diam, membiarkan dan tidak berbuat apa-apa untuk membela nilai kebaikan dan kebenaran itu, maka kita sedang menyangkal dan tidak mengakui Yesus, yang adalah kebaikan dan kebenaran. Semoga kita semakin dikuatkan oleh Roh Allah, terlebih dalam Minggu Suci ini, untuk tidak lagi hidup sebagai pengkhianat dan penyangkal Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Dalam Pekan Suci
“Anak Manusia memang akan pergi sesuai dengan yang ada tertulis tentang Dia, tetapi celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan! Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.” Pernyataan Yesus ini sangat tegas dan jelas ditujukan kepada Yudas Iskariot yang akan mengkhianati-Nya. Sebelumnya, Yudas Iskariot telah bersekongkol dengan para imam kepala untuk menjual dan menyerahkan Yesus dengan tiga puluh keping perak. Yudas Iskariot adalah simbol pribadi rakus dan tamak. Hidup yang berpusat pada diri sendiri, bukan Tuhan. Ia rela melakukan apapun demi kepuasan dan keuntungan dirinya. Bahkan, tega berkhianat dengan menjual Gurunya sendiri hanya demi tiga puluh keping perak. Bagi Yesus, pribadi seperti ini tak layak dilahirkan.
Saudaraku, terkadang dalam diri kita juga ada sikap dan sifat kerakusan dan ketamakan. Kita terus menerus ingin memuaskan keinginan-keinginan dan hawa nafsu diri kita bahkan meskipun dengan jalan yang sesat dan tidak sehat. Kita gunakan segala cara demi memuaskan kerakusan dan ketamakan kita. Hidup kita cenderung terpusat pada diri sendiri, bukan mengarah kepada Tuhan. Kita rakus dan tamak akan pujian, popularitas, kita rakus dan tamak akan kekuasaan, kedudukan dan kehormatan, kita rakus dan tamak akan harta kekayaan, kita rakus dan tamak dalam banyak hal. Kita lupa bahwa hidup harusnya mampu seperti Yesus yang selalu siap berkorban, lewat sengsara dan wafat-Nya demi orang lain. Inilah kehidupan yang bermakna dan berarti yaitu saat hidup berani berkorban bagi yang lain, berbagi untuk yang lain. Selama ini kita menolak berkorban, sulit berbagi terhadap sesama karena lebih sibuk bagaimana memuaskan kerakusan dan ketamakan kita dalam banyak hal. Jangan-jangan kita pun sebenarnya tidak pantas dilahirkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 April 2019
Inspirasi Bacaan Kamis Putih
Pembasuhan kaki dan perjamuan terakhir. Dua peristiwa tentang cinta yang memberi makna mendalam dalam perayaan Kamis Putih. Lewat peristiwa pembasuhan kaki, Yesus ingin berpesan kepada kita bahwa kemuliaan paling tinggi akan kita dapatkan saat kita mampu merendahkan diri menjadi seorang pelayan, bahkan hamba dari segala hamba. Inilah kesejatian para pengikut Yesus Kristus, hidup sebagai pelayan dan untuk melayani. Kasih dalam pelayanan. Perjamuan terakhir atau Ekaristi merupakan peristiwa cinta yang memberi pesan tentang Yesus yang mengorbankan diri-Nya, tubuh dan darah-Nya bagi penebusan dosa manusia. Maka, diharapkan kita yang ditebus ini mampu menjadi manusia-manusia ekaristis.
Manusia ekaristis adalah manusia dengan karakteristik sebagai berikut, pertama, mampu menangkap bahwa dirinya adalah pribadi yang diambil, dipilih dan dipanggil. Pribadi yang istimewa, dikhususkan, bernilai dan berharga di mata Tuhan, sehingga harus menyadari bahwa tidak ada hidup yang sia-sia. Kedua, mampu menangkap bahwa dirinya adalah pribadi yang diberkati, penuh rahmat. Maka hendaknya hidupnya selalu memberkati dan merahmati, bukan sebaliknya hidup sebagai kutuk dan laknat. Ketiga, mampu memahami sebagai pribadi yang siap dipecah-pecah, siap hancur, siap menderita, siap sakit, siap berkorban apapun dan untuk siapapun. Yesus tidak menolak salib, tetapi berani menjalaninya demi keselamatan. Keempat, mampu menyadari sebagai pribadi yang siap dibagi-bagi, artinya hidup yang tidak lagi berpusat pada diri sendiri, melainkan hidup untuk orang lain. Nilai tertinggi dari sebuah kehidupan adalah ketika hidup mempunyai manfaat bagi orang lain dan juga alam semesta.
Semoga melalui perayaan Kamis Putih ini kita semakin menjadi pribadi yang mampu menangkap, merasakan dan mengalami cinta Allah sehingga hidup selalu terarah menjadi manusia ekaristis. Juga mencapai kemuliaan lewat hidup sebagai pelayan, hamba dari segala hamba. Hidup sebagai kasih dalam pelayanan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 April 2019
Inspirasi Bacaan Jumat Agung
Salib tanda kehinaan telah diubah oleh Yesus menjadi tanda kemuliaan dan keselamatan. Ia telah taat sampai wafat dan menjadi pokok keselamatan abadi bagi siapapun yang taat kepada-Nya. Jumat Agung ini kita mengenangkan sengsara dan wafat Kristus demi penebusan dosa kita. Ia rela menderita sampai mati di kayu salib karena cinta-Nya bagi umat manusia. Peristiwa ini mengajak kita untuk melihat ke dalam diri sendiri, apakah selama ini kita juga memiliki ketaatan iman dan keberanian menderita karena iman?
Ketaatan iman kita masih rapuh dan lemah. Kita hanya taat di saat ingin mendapat. Kita hanya taat di saat mengharap selamat. Taat untuk mendapat dan taat untuk selamat. Saat tidak mendapat dan tidak selamat maka kita menolak untuk taat. Kita pun tidak berani mengalami derita salib seperti Yesus. Kita tidak tahan dan tidak setia terhadap salib yang berat dan menyusahkan meskipun hal itu akan membawa kemuliaan dan keselamatan. Saat gagal, saat hancur, saat sakit, saat terpuruk, kita mengeluh dan marah, kecewa dan putus asa terhadap Tuhan. Kita memilih untuk meletakkan, pergi menjauh dari derita salib hidup, bahkan mencari jalan keselamatan lain di dunia yang semu.
Saudaraku, iman yang kita miliki hanya akan berbuah keselamatan saat kita mampu taat sampai wafat sekaligus berani menanggung derita salib hidup kita. Inilah jalan kemuliaan dan keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa berdoa
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 20 April 2019
Inspirasi Bacaan Hari Sabtu Suci/Vigili Paskah
Dalam Vigili Paskah kita disuguhi bacaan-bacaan dalam liturgi sangat lengkap. Paling tidak ada tujuh bacaan sebelum bacaan epistola dan Injil. Kitab Kejadian mengenai penciptaan, Kitab Kejadian mengenai perjanjian Allah dengan Abraham, Kitab Keluaran mengenai Musa yang dipilih untuk memimpin pembebasan bangsa Israel, dan beberapa Kitab para Nabi seperti Yesaya dan sebagainya. Tetapi biasanya dipilih tiga bacaan sebelum bacaan epistola dan Injil. Hal ini dimaksudkan supaya dalam Vigili Paskah ini kita semua mampu merenungkan dan menyadari sungguh bahwa misteri iman, yaitu sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus adalah penggenapan dan pemenuhan seluruh karya dan rencana keselamatan Allah bagi manusia sejak awal mula. Cinta Allah yang begitu besar bagi manusia telah tergenapi dalam diri Yesus Kristus yang menderita sengsara, wafat dan kini telah dibangkitkan.
Saudaraku, kebangkitan Yesus Kristus adalah cahaya yang menghalau kegelapan, membebaskan kita semua dari kegelapan dosa. Manusia yang seharusnya mati telah menemukan dan memperoleh hidup. Maka, mari berseru “Alleluya” dengan mantap dan penuh sukacita karena janji keselamatan Allah bagi manusia telah tergenapi dan terpenuhi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 April 2019
Inspirasi Bacaan Hari Raya Paskah Kebangkitan Tuhan
“Kristus Bangkit, Kristus Mulia mari kita wartakan,” sepenggal bait telah dinyanyikan dengan penuh semangat dan sukacita. Juga ucapan “Selamat Paskah” yang datang dari banyak sanak dan sahabat begitu mewarnai Hari Raya Paskah Kebangkitan Tuhan. Menjadi sebuah pertanyaan bagi kita sungguhkah kita percaya atau mengimani kebangkitan itu? Apa kita sungguh memiliki dan menghidupi iman akan kebangkitan itu sehingga kita layak bersukacita dalam suasana hari paskah?
Iman akan kebangkitan itu seharusnya mengubah, membentuk dan membangun. Percaya akan kebangkitan berarti menjadi pribadi yang siap diubah, dibentuk dan dibangun menjadi manusia baru yang lebih baik. Manusia baru yang meninggalkan manusia lama yang tidak baik. Tidak lagi bertahan dan memelihara kedosaan, tidak lagi menjadi budak roh jahat atau setan melainkan kembali menjadi anak-anak Allah, semakin serupa dan menyatu dengan Kristus, hidup oleh Roh Kristus sendiri. Inilah makna paskah yang sesungguhnya. Tidak mau diubah, tidak mau dibentuk, tidak mau dibangun menjadi pribadi yang lebih baik maka itu menjadi tanda pribadi yang tidak percaya dan tidak menghidupi iman akan kebangkitan. Semoga perayaan paskah kebangkitan Tuhan semakin menjadikan kita pribadi-pribadi yang siap diubah, dibentuk dan dibangun oleh Roh Tuhan. Mari menjadi manusia-manusia paskah yang pantas dan layak bersukacita atas hari paskah kebangkitan Tuhan. Tuhan memberkati.
Selamat Paskah
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin dalam Oktaf Paskah
Peristiwa kebangkitan Tuhan Yesus adalah sebuah fakta kebenaran. Banyak kesaksian dan juga penampakan yang dialami oleh para murid dan perempuan-perempuan. Uniknya, dalam Injil hari ini ada cerita di mana saat para penjaga makam melaporkan semua peristiwa tentang Yesus yang bangkit kepada imam-imam kepala, sesaat sesudah berunding dengan tua-tua, imam-imam kepala tersebut memberi sejumlah besar uang kepada para serdadu penjaga makam Yesus itu supaya mengatakan bahwa jenazah Yesus dicuri oleh murid-murid Yesus sendiri pada waktu malam hari. Ya, fakta kebenaran tentang kebangkitan dimanipulasi menjadi cerita dan berita yang bohong.
Saudaraku, tak jarang dalam kehidupan ini kita juga memiliki sikap seperti imam-imam kepala. Kita sering memanipulasi kebenaran menjadi sebuah kebohongan. Terlebih saat peristiwa atau berita kebenaran itu akan merugikan kita, menghancurkan kita, mengalahkan kita dan sebagainya, kita berjuang bagaimana memanipulasinya menjadi sebuah kebohongan. Kita lupa bahwa hidup kita yang percaya tentang iman akan kebangkitan seharusnya selalu mampu mewartakan peristiwa atau berita kebenaran sebagai tetap sebuah kebenaran meskipun akan merugikan kita, mengalahkan kita atau bahkan menghancurkan harapan kita. Mari berhenti memanipulasi kebenaran menjadi sebuah kebohongan. Semoga kita yang memiliki iman akan kebangkitan ini semakin mampu menjadi pribadi yang teguh untuk terus mewartakan peristiwa kebenaran apapun itu, di mana pun dan kepada siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Dalam Oktaf Paskah
Dampak atau pengaruh dari berita bohong, berita palsu atau berita hoax ternyata sangat luar biasa. Kebenaran yang dimanipulasi sebagai sebuah kebohongan ternyata mampu membuat manusia bisa kehilangan akal sehat bahkan imannya sendiri. Situasi ini sungguh dialami oleh para murid dan khususnya Maria Magdalena dalam bacaan Injil. Maria Magdalena sedih dan lebih percaya bahwa jenazah Tuhan Yesus diambil atau dicuri orang dari kubur sebagai manipulasi kebenaran oleh imam-imam kepala dan orang Yahudi. Maria menjadi sulit melihat, mengalami dan percaya tentang kebangkitan Tuhan Yesus sebagai sebuah kebenaran.
Saudaraku, dalam kehidupan nyata mungkin saja kita mengalami apa yang dialami oleh Maria Magdalena. Kita sedih bahkan menjadi takut, cemas dan khawatir karena lebih percaya dan terhasut dengan berita-berita palsu, berita bohong, berita hoax yang diciptakan sebagai akibat memanipulasi kebenaran. Kita seolah menjadi kehilangan akal sehat dan iman kita. Dalam peristiwa Injil, Yesus akhirnya menampakkan diri kepada Maria Magdalena sehingga membuat Maria Magdalena percaya akan kebangkitan Tuhan sebagai suatu kebenaran. Hal ini hendaknya menjadi kekuatan kita juga bahwa kebenaran itu tidak akan pernah kalah, kebenaran tidak akan pernah hilang, kebenaran tidak akan pernah musnah atau mati. Kebenaran akan selalu mencari dan menemukan jalan untuk mengalahkan kebohongan, keburukan apapun. Saudaraku, mari menjadi bijaksana dan terus membuka hati bagi Tuhan supaya kita tidak lagi mudah terhasut oleh berita palsu, berita bohong, berita hoax yang melemahkan akal budi dan iman kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Dalam Oktaf Paskah
Dalam keadaan kacau, hancur, sedih, kecewa, putus asa dan hilang harapan, dua murid Emaus kembali ke tempat asalnya. Semua keinginan dan harapan pribadi mereka telah hancur karena Yesus wafat di salib. Pikiran, mata, dan hati mereka telah menjadi lumpuh dan rapuh untuk mengenali dan mengalami Tuhan. Iman menjadi goyah dan payah, tidak lagi tangguh dan utuh.
Saudaraku, peristiwa dua murid Emaus sering kita alami. Saat keinginan dan harapan pribadi kita tidak terjadi atau terwujud sering kita menjadi merasa kacau, hancur, sedih, kecewa, putus asa dan hilang harapan. Seolah hidup tidak berguna lagi, tidak bermakna lagi. Saat seperti ini kita sedang mengalami kerapuhan dan kelumpuhan pikiran, mata dan hati dalam mengenal dan mengalami Tuhan. Iman kita sedang goyah dan payah. Dua murid Emaus membuka rumah mereka supaya Yesus mau hadir dan tinggal, maka oleh peristiwa itu mereka akhirnya kembali mengenal dan mengalami Tuhan. Saudaraku, saat situasi hidup kita sedang kacau, hancur, sedih, putus asa dan hilang harapan seharusnya kita juga membuka “rumah” kita supaya Yesus hadir dan tinggal. Yesus yang akan membuat pikiran, mata dan hati kita tidak lagi menjadi lumpuh dan rapuh. Yesus akan mengubah iman kita yang goyah dan payah kembali menjadi tangguh dan utuh. Ya, kita akan kembali mengenal dan mengalami Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Dalam Oktaf Paskah
Dua murid dari Emaus bersaksi kepada para murid tentang kebenaran bahwa Tuhan Yesus telah bangkit setelah menderita dan wafat di kayu salib. Saat itu Yesus pun menampakkan diri kembali kepada mereka semua. Kehadiran Yesus semakin menegaskan dan menguatkan kesaksian tentang kebenaran kebangkitan oleh dua murid dari emaus tersebut. Tidak hanya itu, kehadiran Yesus semakin membuat para murid mengerti tentang Kitab Suci. Tuhan mau selalu hadir bagi siapapun yang berani bersaksi tentang kebenaran. Kita pun hendaknya mampu menjadi saksi-saksi kebenaran atau agen-agen kebaikan dalam kehidupan nyata.
Faktanya, kita sering menghindar, menjauh, menolak, tidak mau ambil resiko untuk menjadi saksi-saksi kebenaran dan agen-agen kebaikan. Saat nilai kebenaran itu dinodai, dihancurkan, dikhianati, dilecehkan dan sebagainya ternyata sering kita takut untuk bersaksi sehingga hanya diam dan tidak peduli. Sejauh tidak menyentuh dan merugikan kehidupan pribadi sendiri, lebih baik diam dan tidak peduli. Saudaraku, sikap diam dan tidak peduli ini hanya membuat kejahatan semakin berkuasa dan merajalela. Jangan takut bersaksi untuk kebenaran, jangan takut menjadi agen-agen kebaikan, karena Tuhan sendiri akan selalu hadir memberikan kekuatan dan penegasan atas nilai kebenaran dan kebaikan yang kita perjuangkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Dalam Oktaf Paskah
Bingung dan tidak tahu harus berbuat apa. Hampa dan kosong. Demikianlah situasi Petrus dan murid-murid lain sesudah kematian Yesus yang begitu hina di kayu salib. Mereka pun akhirnya memutuskan kembali kepada kehidupan lama mereka, yaitu menjadi nelayan, penjala ikan. Awalnya tidak ada hasil tangkapan ikan yang mereka dapat. Yesus datang menyapa mereka. Mereka mendengarkan dan melakukan apa yang Yesus perintahkan, dan akhirnya membiarkan Yesus bertindak atas hidup mereka. Mereka pun menangkap banyak ikan.
Saudaraku, terkadang saat hidup kita sedang dalam masalah dan beban yang berat, kita juga menjadi bingung, tidak tahu harus melakukan apa, hidup menjadi hampa dan kosong. Situasi kita sama dengan yang dialami oleh para murid. Biasanya hidup kita menjadi tidak berbuah, tidak produktif, tidak menghasilkan hal yang bermanfaat, kering, tak bergairah dan akhirnya mati. Kita cenderung mengandalkan kekuatan dan perasaan kita, kita menjadi sulit menangkap dan mengalami Tuhan. Bagaimana mungkin hidup yang seperti ini mampu menjadi saksi-saksi kebenaran dan agen-agen kebaikan? Saudaraku, belajarlah untuk selalu peka terhadap sapaan Yesus, lakukanlah apa yang Yesus perintahkan, dan biarkan Yesus bertindak atas hidup kita. Hal tersebut akan membuat hidup kita kembali berbuah, produktif, bermanfaat bagi banyak orang, tidak layu dan tidak kering, kembali bergairah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Dalam Oktaf Paskah
Tidak mudah bagi Yesus membuat para murid dan pengikut-Nya segera percaya akan misteri kebangkitan. Yesus tidak hanya satu kali menampakkan diri dan membuat tanda-tanda kepada para murid dan pengikut-Nya. Para murid dan pengikut-Nya yang degil dan lamban hati akhirnya menjadi percaya, bahkan sesudahnya mereka semua sungguh total dan habis-habisan tanpa rasa takut menjadi saksi-saksi kebangkitan Tuhan.
Dalam kehidupan nyata, kita pun sering mengalami dan menjumpai banyak manusia degil dan lamban hati akan kebenaran. Banyak nilai kebenaran tidak mampu ditangkap dan dialami sehingga hidup pun seolah selalu melawan, menghambat dan menghancurkan nilai kebenaran itu. Saudaraku, oleh Yesus kita diminta menjadi saksi-saksi kebenaran yang total dan habis-habisan. Jangan sampai kebenaran selalu dilawan, dihambat bahkan dihancurkan. Mari berjuang total dan habis-habisan sebagai saksi-saksi kebenaran di dunia ini sehingga manusia yang degil dan lamban hati berkurang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 April 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Paskah II (Minggu Kerahiman Ilahi)
Tomas tidak serta merta percaya tentang kebangkitan Yesus. Ia tidak mau percaya sebelum ia sendiri melihat dan membuktikan sendiri. Tomas menjadi percaya setelah Yesus menampakkan diri dan menunjukkan luka-luka dalam tubuh-Nya. Dengan penuh kedalaman iman, Tomas mengucapkan, “Ya, Tuhanku dan Allahku.” Sikap Tomas bisa kita katakan sebagai sikap kritis terhadap iman. Tetapi sikap kritis Tomas membuat ia semakin memiliki kedalaman iman. Bagaimana dengan kita?
Kita pun terkadang memiliki sikap kritis atas iman. Terlebih saat hidup kita merasa tidak dirahmati, tidak dalam berkat-Nya, merasa gagal, merasa hancur dan sebagainya. Kita menjadi putus asa dan pesimis dalam pertanyaan apa itu iman, untuk apa iman, mengapa beriman dan sebagainya. Sayangnya, sikap kritis kita tidak seperti Tomas, sikap kritis kita membuat kita semakin krisis. Kita menjadi krisis iman. Saudaraku, hendaknya kita beriman supaya semakin memahami Tuhan, dan saat kita ingin memahami apapun tentang Tuhan adalah supaya kita semakin beriman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 April 2019
PW St. Katarina dari Siena, Perawan dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Senin Biasa Minggu Paskah II
Paskah, hari raya kebangkitan Tuhan adalah tanda kemenangan. Kebangkitan Tuhan sebagai pendamaian dosa, bukan hanya dosa kita tetapi dosa seluruh dunia. Manusia oleh roh telah dilahirkan kembali. Hidup baru, semangat baru, habitus baru. Sungguhkah lewat Paskah yang kita rayakan ini kita adalah manusia-manusia yang dilahirkan kembali?
Bagi banyak manusia, paskah terkadang hanya sekedar sebuah ritual perayaan keagamaan. Dirayakan sekaligus dilewatkan begitu saja tanpa bekas. Kita tidak sadar bahwa lewat paskah ini kita telah lahir kembali. Roh membuat kita menjadi manusia baru. Hendaknya kita pun memiliki hidup yang baru, hidup yang menjadi baik, semangat baru dalam kebaikan, habitus baru yaitu sikap dan tindakan yang semakin baik. Jika ini semua belum terjadi, tanda bahwa paskah bagi kita tidak punya makna dan arti. Semoga paskah kali ini sungguh membuat kita menjadi manusia yang dilahirkan kembali oleh roh sehingga hidup menjadi baru, memiliki semangat baru, dan mempunyai habitus baru yang lebih baik. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 April 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Minggu Paskah II
Kumpulan orang yang telah percaya akan Yesus hidup sehati sejiwa, hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah. Ada habitus baru yang tercipta yaitu tidak ada seorangpun berkata bahwa sesuatu dari kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka bersama. Mereka hidup saling memberi, saling mencukupi, saling melengkapi. Tidak ada seorangpun dari mereka mengalami kekurangan. Saudaraku, inilah salah satu habitus baru yang seharusnya ada dalam kehidupan menggereja kita sesudah paskah, kebangkitan Tuhan.
Selama ini kita masih sulit hidup untuk saling memberi, saling mencukupi dan saling melengkapi. Dalam banyak hal kita cenderung memiliki sikap egosentris dan ego sektoral, juga ego pastoral. Kita cenderung sibuk dengan kepentingan diri kita sendiri dan kelompok kita sendiri. Bahkan dalam tubuh gereja pun tak jarang terjadi sikap saling tidak peduli, tidak mau tahu, apatis dan sebagainya. Mau sampai kapan? Saudaraku, jika situasi yang terjadi demikian, berarti kita belum mengalami hidup penuh kasih karunia yang melimpah-limpah. Saat kita masih sulit saling memberi, sulit saling mencukupi, sulit saling melengkapi, berarti kita belum mengalami paskah, kebangkitan Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Rabu Pekan Paskah C/II
Terang telah datang kepada dunia, tetapi manusia lebih memilih kegelapan. Ciri manusia yang memilih terang adalah hidup dalam kebaikan dan kebenaran, sebaliknya ciri manusia yang memilih kegelapan adalah hidup dalam kejahatan dan keburukan. Bagaimana kehidupan kita sehari-hari? Ada dalam terang atau dalam kegelapan?
Saudaraku, kita telah ditebus oleh Kristus lewat sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya. Dahulu kita hidup dalam kegelapan akibat dosa, tetapi saat ini hendaknya kita hidup dalam terang karena kebangkitan Kristus. Sayangnya, manusia cenderung memilih hidup dalam kegelapan. Keburukan dan kejahatan terus dilakukan karena membuat manusia itu merasa aman, nyaman dan tentram secara duniawi. Inilah keselamatan semu. Situasi ini membuat manusia sulit menerima terang. Manusia tidak rela hidup dalam terang karena akan kehilangan rasa aman, nyaman dan tentram duniawi tadi. Manusia lupa untuk hidup dalam terang, dalam kebaikan dan kebenaran yang membawa kepada keselamatan sejati, terwujud dalam karakteristik hidup yang penuh cinta, menjadi pembawa sukacita, dan menjadi pencipta kedamaian. Semoga kita tidak lagi memilih kegelapan karena kita adalah manusia terang yang ingin mengalami keselamatan sejati, bukan keselamatan semu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Mei 2019
PW St. Atanasius, Uskup dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Kamis Pekan Paskah C/II
Penuh keberanian, keyakinan yang sungguh, pantang mundur dan pantang menyerah menjadi sikap para rasul saat bersaksi tentang iman akan Yesus Kristus yang bangkit. Ya, para rasul menjadi saksi-saksi iman yang total, radikal, habis-habisan dan hancur-hancuran, padahal sikap-sikap tersebut dapat mengancam dan membahayakan hidup para rasul saat itu. Kesaksian iman para rasul membuat kita mampu mengakui Allah adalah benar, membuat kita memperoleh hidup dan juga mengalami keselamatan kekal. Apakah kita juga mampu menjadi saksi-saksi iman yang total, radikal, habis-habisan dan hancur-hancuran seperti para rasul?
Menjadi saksi-saksi iman masa kini hendaknya kita wujudkan lewat sikap hidup kita sehari-hari. Pertama, terus berjuang dan berusaha hidup dalam kebenaran sebagai wujud mampu mengakui Allah adalah benar. Kedua, milikilah sikap dan tindakan sehari-hari untuk terus mewujudkan dan menciptakan aura kehidupan bukan aura kematian, karena oleh kesaksian para rasul kita memperoleh hidup. Ketiga, milikilah hidup yang selalu mengarah dan menuju kepada keselamatan kekal, bukan kebinasaan kekal. Santo Atanasius adalah teladan saksi iman yang total, radikal, habis-habisan dan hancur-hancuran. Karena kesaksian imannya, ia mampu mengakui Allah adalah benar, memperoleh hidup dan mengalami keselamatan kekal. Semoga kita pun mampu seperti Santo Atanasius. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Mei 2019
Pesta St. Filipus dan St. Yakobus, Rasul
Yesus berkata, “Aku berkata kepadamu, barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan.” Pernyataan ini bisa kita sederhanakan demikian: barangsiapa mempunyai iman hendaknya hidup sesuai dengan imannya, barangsiapa mengaku memiliki Allah hendaknya berperilaku seperti Allah. Saudaraku, kita beriman, mengaku percaya kepada Allah, tetapi sungguhkah hidup kita ini sesuai dengan iman dan kita memiliki perilaku serupa dengan Allah?
Sering kita menjumpai manusia secara fisik terlihat sangat beriman, mulutnya selalu mengaku mempunyai Allah, tetapi sikap dan cara hidupnya tidak mencerminkan sebagai manusia beriman, tidak mewujudkan sebagai manusia yang mempunyai Allah. Pikirannya jahat, mulutnya busuk dan kotor, hatinya penuh amarah dan membenci, tindakannya selalu melukai dan menghancurkan orang lain. Parahnya, mereka terkadang melakukan semua itu dengan mengatasnamakan Allah. Padahal pikiran Allah tidak pernah jahat, tetapi selalu baik, mulut Allah tidak pernah mengeluarkan kata yang busuk dan kotor, tetapi kata yang sejuk dan menentramkan, hati Allah bukan penuh amarah dan benci, tetapi penuh pengampunan dan damai, tindakan Allah adalah kebenaran. Saudaraku, semoga mulai saat ini kita hidup sesuai dengan iman kita, kita hidup sebagai manusia yang memiliki Allah karena melakukan apa yang Allah lakukan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Paskah C/II
“Aku ini, jangan takut!” ucap Yesus saat berjalan di atas air. Saat itu para murid sedang dalam keadaan cemas, khawatir dan ketakutan hebat karena gelora air laut akibat angin kencang. Dalam situasi cemas, khawatir dan ketakutan yang hebat para murid gagal mengenali Yesus. Bahkan, mereka menganggap Yesus bukan sebagai Tuhan tetapi sebagai hantu.
Saudaraku, dalam kehidupan ini terkadang kita juga sering diliputi rasa cemas, khawatir dan ketakutan yang hebat. Saat seperti itu biasanya kita cenderung mengandalkan kekuatan diri sendiri. Hal ini membuat kita justru tidak mampu mengenali dan menyadari kehadiran Tuhan. Kita lupa bahwa kita memiliki iman, kita tidak sadar mempunyai Tuhan. Saudaraku, semoga kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan hebat yang ada dalam kehidupan kita tidak membuat kita gagal mengenali dan menyadari kehadiran Tuhan. Sebaliknya, semoga kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan hebat dalam hidup kita semakin membuat kita sungguh mengandalkan kekuatan Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Paskah C/III
Apakah engkau mengasihi Aku? Tiga kali Yesus menanyakan hal tersebut kepada Simon Petrus. Hal itu membuat Petrus sangat sedih. Petrus merasa telah menjadi murid yang paling mengasihi Yesus sepenuh hati, ternyata Yesus tetap butuh penegasan dari Petrus. Saudaraku, bisa jadi kita selalu merasa telah menjadi pribadi yang mengasihi Tuhan tetapi kenyataannya kita belum sungguh mengasihi Yesus.
Wujud mengasihi Tuhan secara sungguh dan total telah diteladankan oleh para rasul dalam kisah para rasul di bacaan pertama. Meskipun dilarang secara keras, dihalangi untuk bersaksi tentang iman akan kebangkitan, bahkan disesah dan nyawa menjadi taruhannya, mereka tetap yakin dan berani menjadi saksi-saksi iman. Kita? Ya selama ini kita mudah menyerah, mudah mundur, mencari aman, tidak mau ambil resiko, tidak berani hancur dan menderita, menghindari kematian sebagai saksi-saksi iman. Sikap ini adalah tanda kita belum mampu mengasihi Tuhan.
Petrus membutuhkan proses untuk sampai kepada kemampuan mengasihi Yesus secara total. Saat hidupnya tanpa arah, mengalami frustrasi, merasa kecewa dan gagal karena kematian Yesus, dan memutuskan kembali kepada kehidupan lama sebagai penjala ikan, ternyata dalam peristiwa penampakan Tuhan sesudah kebangkitan-Nya, Petrus mampu mendengar sapaan Yesus, setelah itu mampu menjalankan perintah Yesus dan akhirnya mampu membuka diri membiarkan Yesus bertindak atas hidupnya. Peristiwa ini telah merubah Petrus dan murid lain menjadi pribadi yang berani total sebagai saksi-saksi iman, tanda mereka sungguh mengasihi Tuhan. Semoga kita pun mampu mengasihi Tuhan secara sungguh dan total dengan terus berani menjadi saksi-saksi iman dalam kehidupan nyata. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Paskah C/III
Selalu ada konspirasi jahat, kesepakatan busuk dan persekongkolan sadis untuk menghentikan kebaikan dan kebenaran iman. Hal ini juga yang dialami oleh Stefanus. Stefanus yang penuh karunia dan kuasa, mengadakan mukjizat dan tanda-tanda di antara banyak orang sebagai tanda kebenaran iman akan Kristus ternyata tetap dihentikan, ditolak dan dimusnahkan oleh orang-orang Yahudi. Lewat fitnah dan tudingan jahat, mereka menangkap dan menyerahkan Stefanus sebagai orang yang menghujat Allah, namun kesaksian Stefanus sesungguhnya tidak pernah menjadi sia-sia.
Saudaraku, percayalah bahwa kesaksian kita akan iman yang terwujud dalam kebaikan dan kebenaran hidup juga tidak akan pernah sia-sia. Bertahan dalam kebaikan dan kebenaran adalah jalan menuju keselamatan abadi, kehidupan kekal. Hal inilah yang ditegaskan oleh Yesus dalam Injil. Banyak orang mengikuti Yesus untuk mendapatkan makanan yang dapat binasa. Inilah gambaran manusia yang beriman tetapi hanya untuk meraih kemuliaan duniawi yang sifatnya semu, sementara, bisa hilang, musnah dan hancur. Mereka beriman supaya punya kedudukan dan kuasa, beriman supaya mulia dan terhormat, beriman supaya sukses dan punya harta banyak, dan sebagainya. Saat semua ini tidak terwujud maka mereka berhenti beriman, mereka meninggalkan iman. Saudaraku, semoga kita memiliki iman untuk mampu bersaksi lewat hidup yang selalu bertahan dalam kebaikan dan kebenaran, karena itulah yang membawa kita kepada keselamatan abadi dan kehidupan kekal. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Paskah C/III
Stefanus akhirnya harus wafat dirajam sebagai martir demi mempertahankan kebenaran iman. Sungguhkah kematian seorang saksi iman berarti sebuah kekalahan dari nilai kebenaran? Sungguhkah kebenaran bisa kalah oleh kejahatan? Pada kenyataannya, kematian Stefanus sebagai martir tidak pernah menjadi sia-sia. Kebenaran tidak pernah bisa musnah dan hancur. Kebenaran akan menemukan jalan kemenangan. Iman akan Yesus Kristus sebagai sebuah kebenaran tetap bertahan sampai detik ini.
Saudaraku, sering kita pun merasa kejahatan seolah lebih berkuasa daripada kebenaran. Kita merasa lelah, marah dan mungkin juga hilang harapan saat kejahatan menari-nari di hadapan kita. Tak jarang banyak kebenaran seolah harus kalah oleh kejahatan. Hari ini kita kembali disadarkan dan diyakinkan bahwa seharusnya kita semakin berani menjadi saksi-saksi kebenaran untuk mampu mengalahkan kejahatan. Apa yang dilakukan Stefanus sampai wafat sebagai martir hendaknya menjadi semangat kita juga untuk terus bertahan sebagai saksi-saksi kebenaran. Kebenaran tidak akan pernah kalah, kebenaran akan selalu menemukan jalan kemenangannya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Paskah C/III
Setelah kematian Stefanus, ternyata hambatan dan tantangan untuk menyebarkan kesaksian iman akan Kristus tidak berhenti, bahkan semakin parah dan dahsyat. Para wanita dan anak-anak tak luput dari pengejaran dan penganiayaan karena memilih bertahan dalam iman. Saudaraku, mengapa Stefanus dan juga para pengikut Yesus Kristus begitu berani dan tangguh bertahan dalam iman mereka? Jelas hidup mereka hancur, hidup mereka susah, hidup mereka menderita bahkan sampai kehilangan nyawa.
Memiliki dan menjadi milik Kristus. Inilah jawaban mengapa Stefanus dan para pengikut Yesus Kristus begitu berani dan tangguh. Saat manusia bisa mengalami rasa memiliki dan menjadi milik Kristus maka tidak ada lagi yang ditakuti, dikhawatirkan, dicemaskan. Yesus adalah roti hidup, lambang keselamatan kekal. Selama ini, jika kita mudah menyerah, mudah mengalah, mudah mundur bahkan meninggalkan iman akan Kristus, itu adalah tanda kita belum mampu merasa memiliki dan menjadi milik Yesus Kristus. Kita belum mampu merasa dan mengalami Yesus Kristus sebagai roti hidup yang menyelamatkan. Semoga semangat Stefanus dan para pengikut Kristus saat dalam pengejaran dan penganiayaan menjadi kekuatan bagi kita dalam hidup sehari-hari. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Paskah C/III
Sida-sida dari Ethiopia itu percaya dengan segenap hati dan akhirnya dibaptis oleh Filipus. Sida-sida Ethiopia yang menjadi percaya dan dibaptis menjadi gambaran manusia yang terpanggil dan terpilih untuk mengenal Allah. Allah ternyata memanggil dan memilih, juga menarik manusia untuk akhirnya percaya kepadanya bukan dengan syarat-syarat duniawi. Siapapun yang mampu mendengar dan menerima pengajaran dari Bapa maka ia akan mampu melihat Bapa.
Saudaraku, kita yang jelas sudah terpanggil dan terpilih terkadang justru terkesan tidak memiliki kebanggaan sebagai murid Kristus. Dalam hidup kita cenderung sering mengkhianati makna baptisan kita. Kita tidak lagi mampu melihat Allah dalam kehidupan sehari-hari. Tak jarang justru kita hidup bersekutu dengan roh jahat lewat pikiran, perkataan, perasaan dan tindakan kita. Baptis yang seharusnya menyelamatkan, lebih sering kita nodai dan membuat kita kehilangan keselamatan. Semoga Yesus Kristus sebagai roti hidup terus menguatkan kita supaya kita kembali berada dalam jalan keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Paskah C/III
“Pergilah, sebab orang ini adalah alat pilihan bagiku untuk memberitakan nama-Ku kepada bangsa-bangsa lain.” demikianlah jawaban Allah atas pertanyaan Ananias tentang Saulus. Saulus adalah pengejar dan penganiaya para pengikut Kristus. Terkenal kejam dan keji. Termasuk yang juga membunuh Stefanus dengan cara dirajam. Pertanyaannya, kenapa Allah memilih manusia seperti Saulus?
Saudaraku, Allah punya rencana dan kehendak di luar penilaian manusia. Apa yang manusia anggap tidak pantas dan layak ternyata bagi Allah justru dipanggil dan dipilih. Maka, bukankah sebaiknya kita semakin mencintai panggilan Allah dalam hidup kita. Kita pun seharusnya selalu mampu menjadi alat bagi Allah. Banyak di antara kita tidak bangga dan tidak mencintai panggilan Allah, entah sebagai apapun sehingga akhirnya tidak mampu juga menjalankan panggilan tersebut dengan baik. Semoga apapun bentuk hidup panggilan kita, kita mampu memaknai dan menjalaninya dengan baik karena siapapun kita adalah alat-alat bagi Allah untuk mewartakan nama-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Paskah C/III
Gambaran jemaat yang mengikuti Yesus terlebih setelah Saulus bertobat adalah jumlah yang semakin besar dalam pertolongan dan penghiburan Roh Kudus, hidup dalam damai dan takut akan Tuhan. Spirit yang terjadi adalah spirit kehidupan. Sakit disembuhkan, lumpuh dipulihkan, lemah dikuatkan, putus asa dan kecewa diberi harapan. Cinta, damai dan sukacita begitu menyelimuti kehidupan para jemaat.
Saudaraku, spirit jemaat awal hendaknya juga selalu tertanam dalam kehidupan kita. Hendaknya kita sadar bahwa saat ini kita hidup dari, dalam dan oleh Roh Allah yang hidup. Kita bukan lagi hidup dari daging. Hidup dari, dalam dan oleh Roh Allah adalah hidup yang selalu menghadirkan spirit kehidupan itu. Sedangkan hidup dari daging hanya akan menghadirkan spirit kematian. Maka, hidup dari, dalam dan oleh Roh Allah hendaknya adalah hidup yang mampu menyembuhkan yang sakit, memulihkan yang lumpuh, menguatkan yang lemah, memberi harapan bagi yang kecewa dan putus asa. Hendaknya kita selalu menghadirkan cinta, damai dan sukacita dalam kehidupan kita sehari-hari. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Mei 2019
Hari Minggu Panggilan
Inspirasi Bacaan Minggu Paskah C/IV
“Akulah Gembala yang baik, domba-domba-Ku mendengarkan Aku dan mengenal Aku.” Kurang lebih demikianlah pernyataan Yesus di depan orang-orang Farisi. Gembala yang baik sesungguhnya juga bisa diartikan sebagai gembala yang mengagumkan, yang agung atau mulia, yang indah. Ya, Yesus sebagai Gembala yang baik memang mengagumkan, agung mulia dan indah. Tetapi banyak domba tidak mampu mengalami Yesus sebagai Gembala yang baik karena sulit mengenal dan sulit mendengarkan.
Saudaraku, sering dalam hidup ini kita cenderung mendengarkan diri kita sendiri, bukan mendengarkan apa yang Tuhan katakan. Akhirnya dalam hidup kita lebih sering melakukan apa yang kita inginkan daripada apa yang Tuhan kehendaki. Kita selalu gagal mengenal dan mendengarkan Tuhan seperti orang-orang Yahudi yang iri hati saat Paulus dan Barnabas mewartakan Kristus kepada bangsa-bangsa lain. Kegagalan mengenal dan mendengarkan Tuhan ini menjauhkan kita dari keselamatan, kehidupan kekal. Panggilan hidup pun menjadi sulit kita jalani dan hayati saat kita tidak mampu mengenal dan mendengarkan Tuhan. Saudaraku, mari terus belajar mengenal dan mendengarkan Tuhan Yesus sebagai Gembala yang baik supaya hidup panggilan kita di dunia ini selalu menjadi hidup yang mengagumkan, agung mulia dan indah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Paskah C/IV
Tersesat, tanpa tujuan, tanpa arah, dalam kebimbangan, keraguan dan kebingungan hebat. Seperti itulah situasi domba tanpa gembala, serupa dengan sebuah gambaran manusia yang sedang hidup dalam dosa. Hal ini terjadi karena manusia belum mampu mengenal, mendengarkan dan mengalami Tuhan dalam hidupnya. Maka manusia perlu mendapatkan karunia pertobatan dari Allah supaya situasi berdosa berubah menjadi situasi keselamatan.
Saudaraku, karunia pertobatan dari Allah datang secara nyata melalui Yesus. Yesus menjadi pintu kepada domba-domba. Domba-domba yang awalnya hidup tersesat, tanpa arah, tanpa tujuan, bimbang, ragu dan bingung —sebuah situasi dosa— menjadi domba-domba yang menuju kepada keselamatan karena akhirnya mampu mengenal, mendengarkan dan mengalami kasih dari gembala-Nya. Bagaimana dengan hidup kita? Apakah karunia pertobatan dari Allah selama ini kita tanggapi? Bukankah selama ini kita lebih sering menolak karunia pertobatan dari Allah? Saudaraku, mari menanggapi karunia pertobatan supaya kita tidak lagi hidup dalam dosa, tidak tersesat lagi, tidak hilang arah dan tujuan, tidak lagi dalam kebimbangan, keraguan dan kebingungan. Sebaliknya, hidup kita ada dalam keselamatan karena telah mampu mengenal, mendengarkan dan mengalami Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Mei 2019
Pesta St. Matias, Rasul
Matias ditambahkan ke dalam bilangan kesebelas rasul untuk menggantikan Yudas Iskariot yang telah berkhianat. Awalnya ada dua nama, Matias dan Yustus, namun sesudah Petrus dan para rasul berdoa, Matiaslah yang terpilih. Saudaraku, proses terpilihnya Matias untuk menggenapi dua belas rasul adalah karya Ilahi, atas kehendak dan kekuatan Allah sendiri. Ya, bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Akulah yang memilih kamu. Matias menjalankan tugasnya sebagai orang pilihan Allah, hidup yang berbuah tetap sampai wafat.
Saat ini, detik ini, kita pun adalah pribadi-pribadi yang dipilih oleh Allah. Allah telah menetapkan kita supaya kita pergi dan menghasilkan buah, dan buah itu tetap. Tidak lain dan tidak bukan adalah menjadi manusia cinta. Manusia yang hidup saling mengasihi. Selama ini kita terkadang gagal mengemban tugas sebagai orang pilihan Allah. Kita justru sering merusak cinta dengan kebencian dan dendam, menghancurkan cinta dengan amarah dan kesombongan, melumpuhkan cinta dengan sikap masa bodoh dan tidak peduli, mematikan cinta dengan perilaku jahat. Saudaraku, mari berhenti mengkhianati identitas kita sebagai pribadi yang dipilih dan ditetapkan oleh Allah untuk terus pergi dan menghasilkan buah yang tetap, yaitu cinta kasih kepada seluruh dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Paskah C/IV
Firman Allah makin tersebar dan makin banyak didengar orang. Ini adalah gambaran situasi yang terjadi paska kebangkitan Yesus meskipun para rasul melewati masa pengejaran dan penganiayaan. Paulus dan Barnabas bahkan dikhususkan oleh Allah untuk mengemban tugas mewartakan firman-Nya terlebih kepada bangsa-bangsa di luar Yahudi. Mengapa pewartaan Paulus dan Barnabas, juga para rasul lain tersebut dapat diterima dan didengar oleh banyak orang, bahkan hingga saat ini?
Pewartaan yang baik adalah pertama, pewartaan yang dilakukan dengan kekuatan Roh Allah, bukan dengan kekuatan manusia. Kedua, pewartaan itu hendaknya adalah terang, membuat manusia yang ada dalam kegelapan kembali melihat dan merasakan cahaya, mengarahkan dan menuntun manusia yang berdosa dan jauh dari Tuhan menjadi berani bertobat, mendekat dan mengenal Tuhan. Ketiga, pewartaan berawal dan bersumber dari dan oleh Allah sendiri. Pusat pewartaan adalah Allah, bukan diri kita sendiri. Saudaraku, semoga kita pun mampu menjadi pewarta-pewarta yang dikhususkan Allah di dunia ini sehingga firman-Nya semakin tersebar dan didengar. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Paskah C/IV
Kasih setia Allah itu kekal abadi selamanya. Kesabaran dan kerahiman Allah begitu besar dialami oleh umat-Nya. Demikianlah gambaran karya dan sejarah keselamatan Allah bagi bangsa Israel yang diwartakan oleh Paulus. Kasih setia Allah ini yang sungguh membuat manusia mengalami keselamatan. Seluruh hidup Yesus Kristus sendiri menjadi simbol kasih setia Allah bagi manusia. Nilai kesetiaan akan membawa manusia mendekat, mengenal dan menerima Allah. Seperti yang Yesus katakan, “Barangsiapa menerima orang yang Kuutus, ia menerima Aku, dan barangsiapa menerima Aku, Ia menerima Dia yang mengutus Aku.”
Saudaraku, mengapa kita sulit menjadi manusia yang setia? Mari kita meneladan hidup Yesus. Dua hal yang ada dalam diri Yesus adalah ketaatan dan pengorbanan. Yesus mampu taat sampai wafat. Yesus punya pengorbanan sehabis-habisnya bahkan hidup-Nya sendiri. Di mana ada ketaatan di situ ada kesetiaan, dan di mana ada kesetiaan di situ ada pengorbanan. Kita masih sulit menjadi manusia yang memiliki kesetiaan karena kita tidak pernah mampu taat, apalagi taat sampai wafat. Selain itu kita juga tidak mampu punya pengorbanan sehabis-habisnya, apalagi hidup yang harus dikorbankan. Kita cenderung mau taat jika dilihat, taat supaya tidak dihujat, taat untuk menjilat. Kita pun cenderung sulit berkorban karena pusat hidup adalah diri sendiri. Kita hidup untuk diri sendiri bukan untuk orang lain. Saudaraku, jika kita sulit punya kesetiaan maka bisa jadi keselamatan tidak ada dalam hidup kita. Semoga kita semakin mampu taat dan berkorban sehingga kita menjadi manusia-manusia yang selalu setia dalam Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Paskah C/IV
Janji Allah tentang keselamatan telah digenapi melalui kebangkitan Yesus Kristus, Putera-Nya. Inilah kesaksian yang terus diberitakan oleh Paulus. Inilah berita tentang keselamatan. Yesus sendiri menjadi jalan kepada keselamatan itu, hakikat kebenaran untuk mencapai keselamatan itu, sekaligus hidup yang menuju kesatuan sempurna dengan Bapa. Yesus adalah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun datang kepada Bapa jika tidak melalui Yesus.
Pertama, Yesus adalah jalan. Yesus bukan sekedar memerintah atau memberi arah petunjuk lewat pengajaran, tetapi Ia sendiri menuntun, membimbing dan menyertai kita, bahkan hingga akhir zaman. Ia sendiri menjadi jalan yang kita lalui untuk menuju Bapa, kita tidak akan pernah tersesat jika setia pada jalan-Nya. Faktanya, kita sering mencari jalan lain saat hidup tak lagi aman, nyaman, dan tentram. Kita juga sering merasa Tuhan tidak menyertai hidup kita saat mengalami sakit dan derita. Kedua, Yesus adalah kebenaran. Seluruh hidup-Nya adalah kebenaran. Yesus dan seluruh hidupnya adalah sesuatu yang nyata, tidak ada yang palsu dalam diri-Nya. Siapapun tinggal dan bersatu dengan-Nya, maka ia akan selalu berada dalam kebenaran. Faktanya, kita cenderung menodai kebenaran itu lewat cara pikir kita yang negatif, lewat perkataan kita yang menyakitkan, lewat hati kita yang membenci, juga lewat sikap dan tindakan kita yang jahat. Ketiga, Yesus adalah kehidupan. Hanya melalui Yesus manusia mampu menuju persekutuan hidup abadi dengan Bapa. Hidup kekal abadi itulah yang ditawarkan oleh Yesus sebagai keselamatan. Faktanya, kita justru menghidupi kematian. Kita masih terus mengarahkan hidup bukan untuk hidup yang kekal, melainkan hidup fisik di dunia seperti saat ini, mengejar kehormatan, mengejar kekayaan, juga mengejar kekuasaan. Semoga mulai saat ini kita sungguh mampu menjadi pribadi yang selalu memaknai Yesus yang kita imani adalah jalan, kebenaran dan hidup. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Paskah C/IV
Paulus dan Barnabas memiliki keberanian untuk terus bersaksi mewartakan iman tentang Yesus kepada bangsa-bangsa lain di luar Yahudi. Salah satu hal yang mendasari keberanian bersaksi mereka adalah kemampuan mereka mengenal Yesus dengan sungguh. Paulus dan Barnabas tidak pernah hidup bersama dengan Yesus, tetapi karena Paulus dan Barnabas selalu tinggal tetap dalam firman-Nya, mereka mampu mengetahui kebenaran dan semakin percaya dan mengenal Yesus. Berbeda dengan Filipus, ia sudah sekian lama tinggal bersama dengan Yesus tetapi belum mampu mengenal Yesus secara sungguh. Bagaimana dengan diri kita sendiri? Sungguhkah sudah mengenal Yesus?
Saudaraku, jika kita mengaku percaya dan mengenal Yesus, maka hal yang paling harus terlihat adalah bagaimana cara hidup kita. Cara hidup kita itulah kesaksian akan iman tentang Yesus Kristus. Yesus mengatakan, “Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia juga akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan.” Maka setiap pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan kita hendaknya mencerminkan juga pikiran Yesus, perkataan Yesus, perasaan Yesus dan perbuatan Yesus. Dalam kenyataannya, kita yang mengaku mengenal dan percaya kepada Yesus cenderung justru memiliki hidup yang bukan mewujudkan pekerjaan Yesus. Relasi dan keintiman kita dengan Allah masih jauh dan sering terputus. Sikap mengasihi secara total, habis-habisan juga selalu gagal. Memiliki pengampunan yang tanpa batas dan syarat juga tidak mampu. Terlebih, hidup bagi yang miskin, kecil, lemah, menderita, sakit, dan sebagainya juga sering kita tolak. Ya, kita pun ternyata belum sungguh percaya dan mengenal Yesus. Semoga kita terus berjuang dan berusaha semakin mampu percaya dan mengenal Yesus sehingga hidup kita sungguh menjadi saksi-saksi nyata pewartaan iman tentang Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Paskah C/V
Dunia tempat kita tinggal adalah dunia yang sesungguhnya selalu membutuhkan cinta. Manusia dengan status apapun, entah kaya atau miskin, terhormat tidak terhormat, pandai atau kurang pandai, dan sebagainya tetap membutuhkan cinta. Bahkan seorang jahat, perampok, pembunuh, koruptor juga tetap membutuhkan cinta. Dunia menjadi kering dan gersang tanpa cinta. Maka perintah Yesus dalam Injil supaya kita saling mengasihi seperti Dia telah mengasihi menjadi sangat relevan. Kita seharusnya selalu menghadirkan dan mewujudkan cinta lewat hidup saling mengasihi.
Kasih yang diajarkan oleh Yesus sendiri menjadi elemen kuat dalam cinta kristiani. Pertama, milikilah kasih yang inisiatif, kasih yang lebih dulu, kasih yang tanpa syarat dan tanpa pamrih, unconditional love. Jangan menunggu dikasihi baru kita mau mengasihi. Kedua, kasihilah siapapun. Kasih itu harus bernilai universal. Kepada siapapun, di manapun dan kapanpun, kasih tidak pilih-pilih. Kasih bukan hanya untuk satu atau kelompok tertentu saja. Ketiga, kasih berarti siap mengampuni. Saat hati kita punya dendam dan benci, saat itu kita sedang kehilangan sekaligus merusak kasih. Milikilah pengampunan, bahkan kemampuan mengasihi musuh. Keempat, kasih itu adalah pemberian hidup seutuhnya. Kasih bukan sekedar memberi sesuatu, bukan sekedar melakukan sesuatu, tetapi kasih adalah hidup. Pikiran, perkataan, perasaan dan tindakan kita adalah kasih itu sendiri. Kelima, kasih itu berarti melayani, bukan dilayani. Siapapun yang melakukan tindakan kasih maka ia siap menjadi hamba dari segala hamba. Saudaraku, mari menjadi manusia cinta untuk memenuhi dunia ini dengan cinta. Mari hidup saling mengasihi seperti yang diperintahkan oleh Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Paskah C/V
Kegigihan serta keberanian Paulus dan Barnabas untuk menjadi saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus membuahkan hasil. Meskipun banyak penolakan dan juga ancaman, mereka tidak putus asa, justru semakin mampu membuat firman Allah tersebar dan terdengar. Saudaraku, terkadang kegigihan serta keberanian Paulus dan Barnabas tidak ada dalam diri kita. Kita lebih mudah cepat kecewa dan putus asa saat kesaksian tentang kebenaran iman akan Kristus mengalami hambatan dan tantangan yang berat.
Sikap mudah menyerah, kecewa dan putus asa sebagai saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus kita alami ternyata karena kita tidak sungguh mampu mengasihi Yesus, yaitu menjadi pribadi yang memegang perintah-Nya dan melakukannya. Seringkali kesaksian kita bukan untuk mewartakan kemuliaan Allah seperti yang dilakukan oleh Paulus dan Barnabas, melainkan mewartakan kemuliaan diri sendiri dan kelompok. Hal ini semakin membuat kita mudah menyerah, kecewa dan putus asa saat kepentingan diri dan kelompok tidak terwujud. Saudaraku, mari berjuang untuk selalu gigih dan berani menjadi saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus dalam kehidupan sehari-hari karena kita sungguh mengasihi Allah dengan memegang dan menuruti perintah-Nya dan sungguh bersaksi untuk mewartakan kemuliaan Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Paskah C/V
Tidak lagi sekedar penolakan dan ancaman, melainkan pelemparan batu dan pengusiran yang dialami oleh Paulus dan Barnabas dalam menjalankan tugasnya menjadi saksi-saksi kebenaran iman. Mereka sungguh mengalami sakit dan menderita, namun situasi ini lagi-lagi tidak membuat mereka berhenti. Mereka justru semakin termotivasi untuk terus mewartakan kebenaran iman akan Kristus. Ya, sakit dan penderitaan bukan menjadi alasan bagi Paulus dan Barnabas untuk berhenti bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus.
Saudaraku, jika situasi yang dialami oleh Paulus dan Barnabas terjadi pada diri kita, sesungguhnya apa yang akan kita lakukan? Seringkali kita cenderung memilih berhenti menjadi saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus. Kita mengaku sebagai murid Yesus tetapi menolak dan menghindar untuk mengalami sakit dan derita. Akhir-akhir ini bahkan banyak sekali manusia katolik menyembunyikan atau bahkan meninggalkan identitasnya karena takut rasa aman, rasa nyaman dan ketentraman hidupnya terusik dan terganggu. Bahkan sikap dan perilaku tidak lagi mencerminkan sebagai murid-murid Kristus. Saudaraku, mengalami sakit dan derita sebagai saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus hendaknya tidak membuat kita berhenti. Mari terus mewujudkan hidup sebagai murid Kristus dalam hal sederhana sehari-hari. Belajar tidak membenci, tidak mengeluh, tidak dengki dan iri, berpikiran positif, mengampuni, menolak permusuhan, mampu berbagi, dan hidup bersukacita adalah contoh wujud hidup sebagai saksi-saksi kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Paskah C/V
Berita sukacita tentang pertobatan bangsa-bangsa di luar Yahudi yang awalnya tidak mengenal Allah disampaikan oleh Paulus dan Barnabas ketika mereka tiba di Yerusalem. Ternyata berita ini tidak sungguh membuat sukacita terlebih beberapa kaum Farisi yang menginginkan bangsa-bangsa tersebut harus disunat supaya selamat. Orang-orang Farisi sangat mengutamakan atribut fisik sebagai ciri manusia yang mengenal Allah. Hal ini akhirnya menjadi perdebatan sehingga mereka mengadakan sidang konsili pertama di Yerusalem.
Saudaraku, sampai detik ini pun masih banyak manusia dan mungkin juga kita sendiri merasa beriman dan akan mengalami selamat bila mengenakan atribut fisik keagaman, berpenampilan agamis seolah sudah menjadi pewaris surga. Hari ini kita diteguhkan dan dikuatkan bahwa Yesus yang kita imani adalah pokok anggur yang benar. Jika kita sungguh mengimani, maka hendaknya kita tinggal dalam Dia dan Dia dalam diri kita. Hidup seperti ini yang akan selalu berbuah kebaikan dan kebenaran. Selama ini kita mengutamakan dan mementingkan atribut iman dan penampilan fisik tetapi sungguh melupakan dan mengesampingkan kedalaman iman dan kesatuan kita dengan Yesus sebagai pokok anggur yang benar itu. Kita hanya beriman sebatas penampilan saja, permukaan saja tetapi hidup tidak pernah berbuah kebaikan dan kebenaran. Setiap hari terlihat berdoa, rajin ke gereja, pelayanan di mana-mana, tetapi hidupnya jauh dari kebaikan dan kebenaran. Saudaraku, semoga kita terus mampu hidup dan tinggal di dalam Yesus, pokok anggur yang benar supaya hidup kita selalu berbuah kebaikan dan kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Paskah C/V
Perseteruan tentang sunat dan tidak sunat sebagai syarat manusia untuk diselamatkan akhirnya terselesaikan. Petrus mengatakan, “Kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi bangsa-bangsa lain yang berpaling kepada Allah.” Keselamatan yang ditawarkan oleh Yesus Kristus adalah keselamatan bagi siapapun, tidak hanya bagi bangsa Yahudi. Kasih Allah untuk keselamatan itu diperuntukkan bagi seluruh dunia, bukan hanya untuk seorang, golongan atau kaum tertentu saja.
Saudaraku, sayangnya dalam kenyataan hidup banyak klaim keselamatan ada dan terjadi hanya untuk sebuah kelompok atau golongan tertentu. Di luar mereka tidak akan ada keselamatan seolah Allah hanya mengasihi kaum mereka. Gereja sendiri pernah ada dalam situasi ini meskipun akhirnya terbuka bahwa kasih keselamatan dari Allah itu bernilai universal. Kasih Allah itu tetap dan selamanya. Dia adalah kasih itu sendiri. Maka, manusia tidak punya hak menentukan kasih Allah dan keselamatan itu hanya untuk dirinya atau kelompoknya. Yesus ingin supaya kita menjadi duta-duta kasih bagi dunia ini sebagai wujud murid-Nya dengan melakukan perintah-Nya. Perbuatan kasih yang kita lakukan menjadi tanda bahwa kita adalah manusia yang akan mengalami keselamatan. Sebaliknya, jika kita tidak mampu melakukan perbuatan kasih, maka hidup pasti jauh dari keselamatan. Allah adalah kasih, siapapun mengaku mengenal dan menyatu dengan Allah maka ia hanya akan membawa kasih bagi dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Paskah C/V
Dalam amanat perpisahan-Nya, Yesus berkata, “Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” Yesus telah memberikan yang terbaik, kasih yang terbesar dalam hidup-Nya bagi keselamatan dunia. Ia mencintai manusia, sahabat-sahabat-Nya sendiri, dengan menyerahkan nyawa-Nya.
Saudaraku, sering kita mendambakan hidup yang terbaik terjadi pada diri dan keluarga kita. Hal ini tentu tidak keliru dan salah. Kita pasti ingin sukses, punya prestasi, memiliki gelar, kedudukan dan mungkin juga materi yang lebih dari cukup. Ya, seluruh hidup kita mengarah kepada bagaimana supaya hidup kita dan keluarga kita menjadi yang terbaik. Yesus, melalui bacaan hari ini, meminta kita untuk berbuat lebih daripada sekedar melakukan yang terbaik bagi diri kita dan keluarga kita. Yesus ingin kita menjadi pribadi-pribadi yang selalu melakukan yang terbaik bagi sesama yang lain, memiliki kasih yang besar bagi lebih banyak orang. Saat kita mampu melakukan yang terbaik bagi banyak orang, maka kebaikan itu juga akan datang bagi diri kita dan keluarga kita. Kita adalah sahabat-sahabat Yesus yang seharusnya selalu melakukan yang terbaik bagi siapapun di mana pun dan kapanpun dengan hidup saling mengasihi. Dengan melakukan yang terbaik bagi sesama dan memiliki kasih yang besar bagi banyak orang, kita telah membuat hidup kita bernilai dan bermakna daripada hanya sekedar mengalami sukses dan keberhasilan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Paskah C/V
Saat kita sudah mengimani Yesus, sesungguhnya kita bukan lagi berasal dari dunia dan menjadi milik dunia, melainkan menjadi pribadi yang dipilih dan dipanggil oleh Yesus dari dunia. Hal ini yang menyebabkan dunia akan membenci dan menganiaya kita. Iman akan Yesus membuat hidup kita memiliki banyak tantangan bahkan halangan dalam mendalami dan menghidupinya. Inilah maksud dari dunia akan membenci dan menganiaya kita.
Saudaraku, seolah begitu sulit dan berat bagi kita sebagai orang Katolik untuk terus menanamkan, mendalami dan menghidupi iman akan Kristus, tantangan dan hambatan akan selalu ada dan hadir, bahkan terkadang mengikis nilai kekatolikan itu sendiri: cinta yang total, kesetiaan, pengorbanan, pengampunan, hidup pelayanan, dan sebagainya. Yesus menguatkan kita bahwa tantangan dan hambatan sehebat apapun hendaknya tidak membuat kita berhenti untuk terus menanamkan, mendalami dan menghidupi iman akan Kristus. Mari menyerahkan hidup kita kepada tuntunan Roh Allah sendiri seperti yang dialami dan dilakukan oleh Paulus dan Silas dalam perjalanannya sebagai saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus. Biarkan Roh Allah menuntun hidup kita karena memang sekarang kita dipanggil dan dipilih untuk hidup dalam Roh Allah, bukan hidup dari dan bagi dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Paskah C/VI
Gelisah, takut, cemas dan khawatir adalah situasi yang dialami oleh para murid sebelum Yesus naik ke surga. Namun dalam amanat perpisahan-Nya sesungguhnya Yesus memberikan kekuatan yang begitu hebat. Ia dan Bapa-Nya akan datang jika para murid sungguh mengasihi-Nya dengan melakukan perintah-Nya. Yesus juga menjanjikan Roh Kudus, Roh Penghibur yang akan terus menyertai dan memberikan pemahaman tentang apa yang telah Yesus wartakan. Terakhir, Yesus memberikan damai sejahtera dan sukacita. Para murid dan jemaat perdana memahami amanat perpisahan ini sehingga terus berani dan yakin menjadi saksi-saksi iman akan Kristus tanpa kegelisahan, kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran. Bagaimana dengan diri kita?
Saudaraku, jika kita tidak mampu lepas dari segala kegelisahan, kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran, bisa jadi kita tidak sungguh memahami amanat perpisahan dari Yesus. Ada beberapa hal yang kurang tepat kita jalani selama ini. Pertama, kita berjuang dan berusaha hidup dalam kebaikan dan kebenaran karena perintah Yesus, tetapi dengan harapan hidup kita semakin dikasihi oleh Allah, dengan harapan cinta Allah semakin besar dan bertambah bagi hidup kita. Kita mendikte Allah lewat tindakan baik dan benar kita. Seharusnya kita hidup dalam kebaikan dan kebenaran itu karena kita mengasihi Yesus. Maka saat kita tidak hidup dalam kebaikan dan kebenaran artinya kita tidak mengasihi Yesus. Kedua, kita telah diberi Roh Kudus tetapi cenderung hidup mengandalkan kekuatan diri sendiri yang terbatas, bukan mengandalkan kekuatan Roh Kudus. Hal ini membuat kita semakin sulit memahami rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita. Ketiga, kita selalu mencari dan mengejar hidup yang damai sejahtera dan sukacita. Saat damai sejahtera dan sukacita tidak hadir dalam hidup ini, kita mulai mengeluh dan menyalahkan situasi di luar diri kita, bahkan Allah juga kita salahkan. Kita lupa bahwa seharusnya kitalah yang menciptakan dan menghadirkan damai sejahtera dan sukacita itu dalam keadaan dan situasi apapun. Saudaraku, kegelisahan, kecemasan, ketakutan dan kekhawatiran hendaknya tidak lagi ada dalam hidup kita karena kita sungguh mengasihi Yesus dan melakukan perintah-Nya, mengandalkan kekuatan Roh Kudus sehingga semakin memahami rencana dan kehendak Allah, serta selalu menciptakan dan menghadirkan damai sejahtera dan sukacita di manapun, kapanpun dan kepada siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Paskah C/VI
Mengalami penghinaan, cacian, makian, umpatan, hujatan, penolakan bahkan ancaman sering kita alami sebagai pengikut Yesus. Dan kejadian tersebut masih saja terus terjadi hingga saat ini, detik ini. Lebih mengerikan lagi banyak orang melakukan hinaan, cacian, makian, umpatan, hujatan, penolakan dan ancaman itu dengan alasan berbakti kepada Allah, demi nama Allah. Ternyata situasi dan keadaan demikian telah dikatakan Yesus sejak dulu.
Roh Kudus, Roh kebenaran yang akan diutus dari Bapa akan bersaksi tentang Yesus supaya kita tidak kecewa dan menolak Yesus. Oleh karena itu sebagai pengikut Yesus hendaknya kita tak perlu gelisah dan gentar hati, melainkan justru terus berani bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus. Saudaraku, semoga meskipun harus selalu mengalami hinaan, cacian, makian, umpatan, hujatan, penolakan bahkan ancaman, kita tetap terus mampu bertahan dan berani menjadi saksi kebenaran iman, tetap mampu menunjukkan hidup dalam kasih, punya semangat pengampunan, menjadi duta kedamaian, dan penuh sukacita akan pengharapan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Paskah C/VI
Paulus dan Silas mengalami penderitaan yang hebat. Mereka ditangkap, dianiaya, didera dan dipenjara. Hidup mereka sungguh ada dalam situasi keterpurukan, seolah tidak ada lagi yang bisa mereka perbuat, seakan tidak ada lagi harapan untuk hidup. Tetapi terjadi mukjizat yang luar biasa karena Paulus dan Silas menyerahkan hidup mereka kepada Roh Kudus, Roh kebenaran yang akan memimpin manusia kepada seluruh kebenaran. Meski dalam penjara, Paulus dan Silas terus berdoa dan bernyanyi memuji Allah sehingga Roh Allah sungguh berkarya atas diri mereka. Mereka bebas, bahkan membuat kepala penjara memberi diri dibaptis.
Saudaraku, mungkin saat ini kita juga sedang dalam situasi sangat menderita, jatuh, terpuruk, seakan tidak ada lagi harapan. Hidup seolah menjadi sia-sia dan tanpa arti. Biasanya kita mulai putus asa, mengeluh dan menyalahkan keadaan. Bahkan tak jarang kita mulai ragu dan pesimis terhadap karya Allah dalam hidup kita. Yesus mengatakan, “Aku akan mengutus Roh Kebenaran kepadamu, dan Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.” Perkataan Yesus tersebut seharusnya menguatkan dan meneguhkan kita bahwa saat hidup kita ada dalam situasi menderita, jatuh, terpuruk dan seakan tanpa harapan, hendaknya kita tetap yakin akan karya Roh Allah, Roh kebenaran, dengan terus berdoa dan memuji Allah seperti yang dilakukan oleh Paulus dan Silas saat dalam penjara. Serahkan seluruh hidup kita kepada karya Roh Allah, Roh Kebenaran itu, karena Ia yang akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Mei 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Paskah C/VI
Apa yang dilakukan Paulus, Barnabas dan juga Silas serta para murid lain bisa dikatakan gila. Secara insani tidak mudah karena mereka ditolak, dikejar, ditangkap, dianiaya bahkan dipenjara. Namun seolah ada kekuatan ilahi yang membuat mereka terus berani melakukan misinya untuk bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus, Paulus, Barnabas, Silas dan juga para murid lain tidak pernah menyerah sebagai saksi-saksi kebenaran iman akan Kristus, sekaligus berserah diri atas karya Roh Kudus, Roh Allah.
Saudaraku, ada banyak keterbatasan dan kelemahan yang ada dalam hidup kita sebagai saksi-saksi kebenaran di dunia ini. Semua itu terkadang membuat kita pesimis melihat kehidupan ini. Ya, kita mudah kalah, berhenti dan akhirnya menyerah untuk terus berani bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus. Kita berhenti menjadi orang baik, kita menjadi malas untuk membantu dan berbagi untuk orang lain, kita lupa untuk melayani, dan lain sebagainya. Dua hal telah diteladankan oleh Paulus dan para murid lain bagi kita bahwa seharusnya kita jangan pernah berhenti dan menyerah menjadi saksi-saksi kebenaran, serta sekaligus berserah terhadap karya Roh Kudus, Roh Allah yang akan selalu memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran tersebut. Pantang menyerah sebagai saksi kebenaran sekaligus mampu berserah diri atas karya Roh Kudus, Roh Allah bagi hidup kita inilah yang akan membawa kita kepada keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Mei 2019
Hari Raya Kenaikan Tuhan
“Ada tertulis demikian, Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga. Dan lagi, dalam nama-Nya, berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semua ini. Dan Aku akan mengirim kepadamu apa yang dijanjikan Bapa-Ku. Tetapi kamu harus tinggal di dalam kota ini sampai kamu diperlengkapi dengam kekuasaan dari atas.” Hal inilah yang dinyatakan Yesus di depan para murid sebelum Ia akhirnya naik ke surga dalam kemuliaan. Saudaraku, hari raya kenaikan Tuhan Yesus hendaknya semakin meneguhkan iman kita. Melalui peristiwa tersebut paling tidak ada dua hal yang perlu kita sadari dan renungkan.
Pertama, Yesus naik ke surga untuk mengalami hidup yang penuh kemuliaan. Ia naik ke surga, kembali dan menyatu dengan Bapa-Nya dalam kemuliaan, duduk di sebelah kanan Bapa yang telah mengutus-Nya ke dunia. Peristiwa Yesus naik ke surga memberikan bukti pengharapan iman bahwa hidup dalam kemuliaan abadi itu sungguh ada. Hidup mulia abadi dalam persekutuan sempurna dengan Bapa itu sungguh ada. Maka, seharusnya seluruh hidup kita pun mengarah untuk akhirnya memiliki hidup dalam kemuliaan abadi kelak. Kedua, peristiwa Yesus naik ke surga bukan untuk meninggalkan kita, melainkan justru semakin hadir setiap saat dalam wujud yang berbeda, yaitu Roh Kudus. Lewat Roh Kudus, kesatuan kita dengan yang Ilahi semakin terasa, tidak terbatas ruang dan waktu. Maka, hidup dari, oleh, untuk dan di dalam Roh Kudus menjadi sangat penting bagi kita untuk selalu mengalami semangat hidup Yesus. Hal ini pula yang akan membawa kita menuju keselamatan, yaitu hidup dalam kemuliaan abadi, hidup dalam persekutuan sempurna dengan Allah.
Saat ini, tugas kita adalah terus menjadi saksi-saksi kebenaran iman akan Yesus. Lewat hidup kita sehari-hari, meski dengan cara sederhana sekalipun hendaknya kita mampu mewujudkan sikap hidup sebagai manusia yang kelak memiliki hidup dalam kemuliaan abadi, yaitu persekutuan sempurna dengan Allah di surga. Selanjutnya, selalu berjuang dan berusaha hidup dari, oleh, untuk dan di dalam Roh Allah, Roh Kudus itu sendiri. Wujudkan semangat Yesus yang memiliki relasi intim dengan Bapa-Nya, mencintai tanpa syarat, mengampuni tanpa batas, dan selalu memihak siapapun yang lemah, kecil, miskin, sakit, terindas dan menderita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 31 Mei 2019
Pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet
Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya, dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring, “Diberkatilah engkau di antara semua wanita, dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” Demikianlah sepenggal kisah perjumpaan Maria dengan Elisabet. Peristiwa yang sederhana tetapi mempunyai makna yang luar biasa di mana perjumpaan Maria dengan Elisabet telah menciptakan dan menghadirkan situasi kedamaian, penuh cinta dan sukacita. Perjumpaan ini adalah perjumpaan damai, cinta dan sukacita meskipun sebelumnya antara Maria dan Elisabet mengalami situasi yang membingungkan, kegalauan luar biasa atas apa yang terjadi dalam hidup mereka. Maria seorang perawan yang mengandung dari Roh Kudus dan Elisabet yang mengandung dalam usia lanjut.
Saudaraku, melalui peristiwa Maria mengunjungi Elisabet ini kita pun hendaknya mampu merenungkan dan merefleksikan hidup kita sebagai pribadi yang mengimani Kristus. Setiap saat kita selalu mengalami perjumpaan dengan sesama kita, dalam situasi dan keadaan apapun. Apakah perjumpaan yang kita alami dengan sesama kita selalu menjadi perjumpaan yang menciptakan kedamaian, penuh cinta dan sukacita? Atau sebaliknya, selama ini kita cenderung menciptakan dan menghadirkan situasi permusuhan, perpecahan, dendam, kebencian, kesedihan dan kekelaman? Bahkan dalam keluarga sekalipun ternyata perjumpaan kita sering justru menciptakan permusuhan dan perpecahan, kebencian dan dendam, juga kesedihan dan kekelaman. Perjumpaan seorang pribadi yang mengimani dan mencintai Yesus dengan sesamanya hendaknya selalu menghadirkan kedamaian, situasi yang penuh cinta dan sukacita. Jika belum, tanyakan kepada diri kita masing-masing, selama ini apa dan siapa yang kita imani? Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 Juni 2019
PW St. Yustinus, Martir
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Paskah C/VI
Kesaksian tentang kebenaran iman akan Kristus yang dilakukan Paulus dan juga para murid yang lain ternyata menular. Muncul pribadi-pribadi yang juga akhirnya tampil sebagai saksi-saksi kebenaran iman. Apolos adalah salah satunya. Ia seorang dari Aleksandria yang fasih berbicara dan mahir dalam Kitab Suci, menjadi begitu semangat dan tak gentar mewartakan bahwa Yesus adalah Mesias.
Saudaraku, kebaikan dan kebenaran yang kita taburkan dalam sikap sehari-hari sebagai wujud kesaksian iman akan Kristus dengan penuh ketekunan dan kesetiaan sesungguhnya akan membuahkan hasil. Jangan pernah berhenti menjadi saksi-saksi kebaikan dan kebenaran, dan jadikanlah kebaikan dan kebenaran bagaikan virus yang bisa menular dengan cepat. Saat setiap pribadi terjangkit virus kebaikan dan kebenaran, maka dunia akan diwarnai dan dipenuhi dengan kebaikan dan kebenaran sehingga keburukan dan kejahatan bisa terkalahkan. Semoga dalam setiap detik hidup kita, pikiran, perkataan, perasaan dan tindakan kita adalah kebaikan dan kebenaran sebagai wujud kesaksian iman kita akan Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Paskah C/VII
Hari Minggu Komunikasi Sosial Sedunia Ke-53
Dalam penggalan doa kepada Bapa-Nya, Yesus mengungkapkan, “Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku, supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku, dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” Saudaraku, doa Yesus kepada Bapa-Nya mengungkapkan bahwa Yesus ingin selalu terhubung, terikat, dekat dan erat dengan kita para pengikut-Nya. Yesus ingin supaya kita dan diri-Nya menjadi satu, sama seperti Ia dengan Bapa-Nya adalah satu. Kita semua hendaknya mengarahkan hidup untuk sempurna menjadi satu. Hari Minggu Paskah VII ini adalah Hari Minggu Komunikasi Sosial Sedunia ke-53. Paus Fransiskus dalam pesannya memberikan tema “Kita adalah sesama anggota: Berawal dari komunitas jejaring sosial menuju komunitas insani.” Hal ini nampak senada dan selaras dengan apa yang diinginkan Yesus dalam doa kepada Bapa-Nya. Komunikasi lewat media apapun hendaknya semakin menyatukan manusia sehingga semakin manusiawi.
Saudaraku, banyak keprihatinan atas peristiwa hancurnya sebuah komunitas akibat dari dampak negatif komunikasi lewat perkembangan media sosial, jejaring sosial. Manusia tidak lagi menjadi manusiawi, saling merusak dan menghancurkan diri sendiri dan sesama. Manusia cenderung melakukan komunikasi yang jahat dan tidak sehat. Saling mencaci, memaki, menghujat, mencela, menghina; hal yang membuat manusia kehilangan identitas dan jauh dari kata manusiawi.
Paus Fransiskus mengutip perkataan Paulus, “Buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.” (Ef 4:25)
Setiap pribadi dalam komunitas hendaknya mulai berani membuang segala dusta, kebohongan dan mulai berani berkata benar. Dusta dan kebohongan hanya akan merusak sebuah komunitas, menghancurkan harkat kemanusiaan kita sebagai sesama anggota dan membuat manusia tidak manusiawi. Kita diharapkan mulai berani berkata benar sebagai sikap menjaga kelangsungan dan keutuhan sebuah komunitas yang baik dan sehat. Sempurna menjadi satu.
Maka, sebuah komunitas mulai dari keluarga, lingkungan, masyarakat, gereja paroki, keuskupan, juga bangsa dan negara hendaknya mengarah untuk membentuk diri sebagai komunitas yang baik dan sehat. Adapun karakteristiknya adalah anggotanya saling melekat, saling terhubung, terikat, dekat dan erat, saling mendukung, saling menunjang, saling sokong, bukan sebaliknya saling menghambat, saling menjatuhkan, saling menghancurkan. Spirit komunitasnya adalah rasa saling percaya, saling mendengarkan, juga percakapan atau dialog yang santun, saling menghargai dan menghormati. Komunitas tersebut adalah komunitas “kasih”, yang selalu terus menjaga, mengkomunikasikan, dan menyatakan kasih dari Allah untuk dialami dan dirasakan oleh seluruh anggota.
Akhirnya, melalui hal ini, perkembangan media sosial, jejaring sosial tidak lagi akan merusak dan menghancurkan harkat manusia tetapi justru membantu manusia untuk menuju komunitas insani, yaitu komunitas yang manusiawi, komunitas yang dikuasai oleh kasih. Inilah jalan menuju sempurna menjadi satu seperti yang dikehendaki oleh Yesus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Juni 2019
PW St Karolus Lwanga dan teman-temannya, Martir
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Paskah C/VII
Di akhir pembicaraan dengan para murid, Yesus menyatakan, “Dalam dunia kamu akan menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu karena Aku telah mengalahkan dunia.” Saudaraku, mungkin kita bertanya dalam hati, untuk apa mengikuti Yesus jika hanya untuk mengalami derita penganiayaan. Bahkan faktanya, banyak para pengikut Yesus telah rela dan siap mengalami penganiayaan demi iman akan Kristus sampai menjadi martir. Santo Karolus Lwanga dan teman-teman, martir yang kita rayakan hari ini salah satunya. Demi iman mereka berani menderita penganiayaan sampai mati sebagai martir.
Saudaraku, Yesus mengatakan bahwa Ia telah mengalahkan dunia. Hal ini seharusnya yang mampu meneguhkan kita dan menguatkan kita. Iman akan Kristus hendaknya semakin mengarahkan hidup kita kepada perkara-perkara yang di atas, perkara surgawi, bukan lagi perkara-perkara yang di bawah, perkara duniawi. Kita akan terus merasa mengalami menderita dan hidup seolah dalam penganiayaan karena hidup kita mengejar, mengarah dan terpusat pada hal-hal duniawi. Kita memilih hidup yang punya popularitas dan kekuasaan daripada hidup dalam kerendahan hati, kita memilih hidup penuh kemewahan dan kekayaan daripada hidup dalam kesederhanaan dan kebijaksanaan, dan sebagainya. Kita belum mampu seperti Yesus dan juga para martir yang selalu berani demi iman karena hidupnya sudah mengarah dan terpusat kepada hal-hal surgawi. Inilah arti mengalahkan dunia. Semoga kita pun mampu mengalahkan dunia seperti Yesus karena hidup kita telah terarah dan terpusat untuk hal-hal surgawi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Paskah C/VII
Dalam doa kepada Bapa-Nya, Yesus juga ingin supaya para pengikut-Nya mendapatkan kehidupan kekal. Kehidupan kekal adalah bahwa manusia mengenal Allah Bapa, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus, Allah Putra yang telah diutus. Saudaraku, kita pun adalah orang yang memiliki iman akan Kristus. Namun apakah kita layak dan pantas mendapatkan hidup kekal? Apakah kita sudah sungguh mengenal Allah?
Manusia sering jatuh ke dalam kepuasan intelektual dan verbal dalam mengenal Allah. Memahami Allah sebatas teori, pikiran dan memahami Allah sejauh bisa berbicara tentang Allah. Akhirnya banyak manusia pandai dan pintar berbicara tentang iman, tentang Allah, tetapi memiliki hati yang buruk dan tindakan yang jahat. Mengenal Allah hendaknya melalui seluruh aspek yang ada dalam hidup kita. Mengenal Allah melalui hati yang terdalam supaya kita semakin mampu peka terhadap suara Allah, akhirnya mampu mengerti sungguh, sekaligus menerima apapun yang menjadi rencana dan kehendak-Nya bagi hidup kita. Mengenal Allah juga hendaknya terwujud dalam sikap dan tindakan sehari-hari kita untuk selalu sesuai dengan perintah-Nya. Paulus memberikan teladan bagi kita, bagaimana hidupnya setelah mengenal Yesus. Seluruh hidupnya ia abdikan sebagai saksi kebenaran iman akan Kristus, tidak hanya melalui pikiran dan perkataan saja, tetapi juga lewat hati, perasaan, juga sikap dan tindakannya. Saudaraku, Paulus mengajak kita semua untuk mampu mengenal Allah sampai garis akhir hidup kita supaya kelak kita sungguh pantas dan layak memperoleh hidup yang kekal. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Juni 2019
PW St. Bonifasius, Uskup dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Paskah C/VII
“Kuduskanlah mereka dalam kebenaran, firman-Mu adalah kebenaran.” Ini adalah pernyataan dan permohonan Yesus dalam doa kepada Bapa-Nya. Yesus telah menguduskan diri-Nya bagi para murid supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran. Saudaraku, menjadi murid Kristus berarti harus hidup dalam kekudusan. Pertanyaannya, bagaimana cara menjadi kudus itu? Apakah dengan mengasingkan diri, bertapa dan menolak dunia? Apakah dengan berdoa dan melayani setiap hari?
Hidup menuju kepada kekudusan adalah hidup yang selaras dengan atribut keilahian. Kebaikan (bonum), kebenaran (verum) dan keindahan (pulchrum) adalah jalan menuju kepada kekudusan. Siapapun yang ingin hidup dalam kekudusan hendaknya terus berjuang untuk selalu hidup dalam kebaikan, kebenaran dan keindahan. Hidup baik berarti hidup kita selalu didasari oleh nilai cinta, seperti kata-kata Yesus yang diungkapkan Paulus, “Adalah lebih bahagia memberi daripada menerima.” Hidup benar berarti sikap dan tindakan kita tidak melanggar perintah Tuhan. Lalu hidup dalam keindahan berarti hidup kita selalu menciptakan kedamaian dan sukacita. Keindahan adalah wujud keharmonisan relasi Allah, manusia dan alam semesta. Merusak dan menghancurkan kebaikan, kebenaran dan keindahan berarti merusak dan menghancurkan kekudusan itu sendiri. Semoga kita terus berjuang untuk memiliki hidup dalam kekudusan dengan cara tidak pernah lelah hidup dalam kebaikan, kebenaran dan keindahan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Paskah C/VII
Kesaksian Paulus menimbulkan perbantahan dan pertikaian di antara orang Farisi dan orang Saduki. Meskipun nyawanya terancam, tetap Paulus dengan berani dan hati yang kuat mewartakan kebenaran iman akan Kristus. Kekuatan Paulus adalah karena kesatuannya dengan Kristus sendiri. Kristus ada di dalam hidup Paulus. Hal ini yang jiga diinginkan Yesus dalam doa kepada Bapa-Nya, yaitu supaya Yesus dan semua murid-Nya menjadi satu, hidup dalam kesatuan dengan Yesus. Yesus ada dalam hidup para murid.
Saudaraku, kesaksian kita di dunia tentang kebenaran iman akan Kristus pun tentu akan terus menimbulkan perbantahan dan pertikaian. Sayangnya, banyak di antara kita memilih berhenti untuk bersaksi. Bahkan, tak jarang menggadaikan iman, meninggalkan iman akan Kristus demi kepentingan duniawi demi mencari aman, nyaman dan tentram. Hal ini menjadi bukti bahwa meskipun mengaku sebagai murid Kristus ternyata kita belum mampu menyatu dengan-Nya. Kristus belum ada dalam hidup kita. Semoga mulai saat ini kita terus berjuang dan berusaha hidup dalam kesatuan dengan Kristus sehingga terus mampu menjadi saksi-saksi kebenaran iman sampai wafat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Paskah C/VII
Tentang Yesus yang dinyatakan mati oleh banyak orang, Paulus dengan yakin tetap mengatakan bahwa Yesus hidup. Paulus bahkan memilih bertahan di Roma atas perintah Allah supaya ia mewartakan kebenaran iman akan Kristus. Sesungguhnya, Paulus bisa saja selamat dari hukuman jika diadili di Yerusalem, tetapi ia memilih tetap di Roma sesuai dengan rencana dan kehendak Allah atas dirinya. Tentang memilih rencana dan kehendak Allah ini, Dalam Injil juga dikisahkan peristiwa Yesus yang mengatakan kepada Petrus tentang bagaimana ia akan mati sebagai murid Yesus. Petrus pun tidak gentar, ia menjalankan tugasnya untuk menggembalakan kawanan domba-Nya. Apa yang menjadi rencana dan kehendak Allah itulah yang harus diikuti dan dijalani sebagai murid Yesus Kristus.
Saudaraku, hidup kita selalu menampakkan benturan antara keinginan diri dengan keinginan Allah atas hidup kita. Rencana dan kehendak Allah atas hidup kita terkadang tidak mampu kita pahami. Kita cenderung mengutamakan apa yang kita inginkan dan kehendaki dalam hidup ini. Ternyata, menjadi murid Yesus Kristus yang mampu bersaksi dengan setia dan teguh adalah mereka yang mampu memahami sekaligus menjalankan rencana dan kehendak Allah atas hidupnya. Apapun dan bagaimanapun rencana dan kehendak Allah, tugas kita adalah menjalankan dengan penuh keyakinan, kesetiaan dan keteguhan. Rencana dan kehendak Allah adalah keselamatan bagi kita, maka jika kita hidup di luar rencana dan kehendak Allah berarti kita hidup di luar keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa.
RDLJ
Renungan 8 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Paskah C/VII
Rencana dan kehendak Allah bagi hidup manusia adalah sebuah misteri keselamatan. Paulus, seorang pewarta ulung dan tangguh dulunya adalah Saulus, orang yang mengejar dan menganiaya, juga membunuh pengikut Kristus. Yudas Iskariot adalah salah seorang dari dua belas murid terpilih, hidup dan tinggal bersama Yesus, ternyata harus mengkhianati dan menyerahkan Yesus. Petrus hanya seorang nelayan biasa, pernah menyangkal Yesus tiga kali tetapi justru dipilih sebagai batu karang, dasar Gereja. Yesus sendiri sebagai Anak Allah, harus mengalami sengsara, wafat dan bangkit bagi keselamatan manusia. Itu semua adalah misteri iman, misteri keselamatan. Sesuatu yang terkadang tidak masuk akal, sulit diterima, sulit dijalani, berat dilakukan, tetapi semua itu adalah rencana dan kehendak Allah yang harus kita “amini”.
Saudaraku, hidup kita sebagai murid Kristus pun sesungguhnya memiliki sisi misteri. Misteri dalam hidup kita harus kita sadari sebagai rahmat dari Allah meskipun terkadang bukan hidup yang kita inginkan. Rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita hanya perlu kita “amini”. Bisa jadi misteri itu hadir melalui sakit dan derita, melalui pengorbanan, melalui kegagalan secara manusiawi, melalu kehilangan, kemalangan dan sebagainya. Sekali lagi, mengenai misteri iman, rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita hendaknya selalu kita “amini”. Hal ini yang akan membuat hidup kita penuh syukur, penuh cinta, penuh damai dan sukacita, tanpa harus mengeluh, protes, marah bahkan putus asa kepada Allah. Saat kita mampu berkata “amin” terhadap misteri hidup kita, saat itu kita ada dalam jalan keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Juni 2019
Hari Raya Pentakosta
Pentakosta adalah peristiwa besar dan agung dalam Gereja Katolik: Roh Kudus turun atas para rasul, roh yang telah dijanjikan oleh Yesus sebelum Ia pergi. Maka peristiwa ini bisa dikatakan juga sebagai hari lahirnya Gereja. Saat itu, setelah menerima karunia Roh Kudus, para rasul mampu berbicara dalam berbagai bahasa dan semakin berani bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus sampai ke seluruh dunia. Dampak dari kesaksian yang hebat dan berani itu sangat terasa sampai saat ini. Gereja Kristus tetap ada, terus berproses membarui diri sebagai Gereja yang diinginkan Allah.
Peristiwa Pentakosta hendaknya tidak hanya kita peringati, namun juga kita maknai. Roh Kudus yang mengajarkan segala sesuatu kepada kita hendaknya membuat kita semakin mampu memberikan diri dan hidup untuk diperbarui, dibentuk, diarahkan dan akhirnya dipakai sesuai dengan rencana dan kehendak Allah. Tujuh karunia Roh Kudus yang telah kita mohon selama novena adalah daya kekuatan bagi kita untuk membarui diri sesuai dengan kehendak Allah. Saudaraku, mari tinggalkan segala pikiran yang beku dan kaku, hati yang keras membatu, juga sikap degil yang sulit diubah, sehingga Roh Kudus sungguh membarui hidup kita. Hidup yang selalu diperbarui oleh Roh Kudus adalah sebuah kesaksian akan kebaikan dan kebenaran iman akan Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Juni 2019
PW Santa Perawan Maria, Bunda Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Senin Biasa C/X
Senin sesudah Pentakosta ditetapkan sebagai hari peringatan Santa Perawan Maria, Bunda Gereja sejak 11 Februari 2018 oleh Paus Fransiskus melalui Konggregasi Ibadat Ilahi. Dalam hal ini, Gereja Katolik ingin menunjukkan penghormatan yang tinggi kepada Bunda Maria, Bunda Gereja. Melalui kesanggupan Maria (Fiat Voluntas Tua), misteri inkarnasi terjadi dan sampai detik ini peran Bunda Maria dalam proses perjalanan bahtera Gereja terus dirasakan dan dialami. Kehidupan Gereja selalu ada dalam diri Bunda Maria bersama dengan Roh Kudus. Lalu apa yang ingin kita maknai dan hidupi lewat peringatan ini?
Maria sebagai Bunda Gereja menyadarkan kita bahwa ia adalah Ibu dari segala yang hidup. Kehidupan adalah simbol keselamatan, maka siapapun yang ingin diselamatkan berarti ingin mengalami kehidupan yang kekal abadi. Bersama Maria kita semua berjuang dan berproses menuju keselamatan kekal itu. Maria sebagai Bunda Gereja adalah bukti perkataan Yesus di atas kayu salib kepada murid yang dikasihi-Nya, “Inilah Ibumu!”. Ia menjadi Ibu Gereja, yang selalu memelihara, merawat, bahkan memeluk dan mengampuni setiap pribadi yang menjadi putra dan putri Gereja. Begitu terhormatnya Maria bagi Gereja, sudah sepantasnya kita pun mampu menerima Bunda Maria sebagai Bunda Gereja dengan terus tekun berdoa bersama dan sehati dengan Bunda Maria. Saudaraku, berdoalah setiap hari bersama Bunda Maria, Bunda Gereja supaya kita sungguh mengalami kasih Kristus dalam hidup kita, sekaligus merasakan hidup spiritual yang dijaga, dipelihara, dirawat dan ditumbuhkembangkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Juni 2019
PW St. Barnabas, Rasul
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Biasa C/X
Yesus berkata kepada para murid-Nya, “Kamu telah menerima dengan cuma-cuma, karena itu berilah dengan cuma-cuma pula!” Hal inilah yang juga dilakukan oleh Barnabas, rasul yang hari ini kita peringati. Ia telah mendapatkan rahmat tentang warta iman akan Kristus dalam hidupnya, tetapi rahmat itu tidak untuk menjadi monopoli pribadi, kepuasan dan kepentingan pribadi. Ia justru terus membagikan rahmat iman akan Kristus kepada banyak manusia lain sehingga semakin banyak manusia mengenal Yesus, percaya dan memberi diri dibaptis. Dengan memberi dan berbagi secara cuma-cuma, hidup Barnabas justru menjadi bernilai dan bermakna. Pelajaran apa yang bisa kita renungkan melalui peristiwa ini?
Saudaraku, dalam hidup ini seringkali kita cenderung menjadi pribadi yang sulit memberi dan berbagi. Apapun yang ada dan melekat pada diri kita, entah itu ilmu dan kepandaian, harta duniawi, jabatan dan kedudukan, kehormatan dan kekuasaan, selalu kita anggap sebagai hasil jerih payah kita sendiri sehingga selalu berat untuk kita berikan dan bagikan. Kita tidak menyadari bahwa apapun yang ada dan melekat pada diri kita saat ini adalah rahmat dari Allah. Saudaraku, mari menjadi pribadi yang bernilai dan bermakna karena kemampuan memberi dan berbagi secara cuma-cuma. Jangan biarkan diri kita memiliki ilmu dan kepandaian, harta dan kekayaan, jabatan dan kedudukan, kekuasaan dan kehormatan tetapi hidupnya tidak bernilai dan bermakna karena sulit memberi dan berat berbagi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/X
Hukum dan ajaran yang disampaikan oleh Yesus adalah sebuah penggenapan atas hukum Taurat. Sifatnya universal bukan khusus, perpetual bukan temporal. Maka saat manusia menjalankan hukum dan perintah Yesus dia menjadi pelayan-pelayan perjanjian baru. Pelayanan mereka disebut sebagai pelayanan Roh, pelayanan yang menghidupkan bukan mematikan.
Saudaraku, kita ditegaskan bahwa hidup kita sebagai murid Kristus adalah pelayan perjanjian baru. Hidup pelayanan yang kita jalankan adalah pelayanan Roh, yang seharusnya adalah pelayanan yang menghidupkan bukan mematikan. Pelayanan yang selalu membuahkan semangat bukan putus asa, membuahkan kebaikan bukan keburukan, membuahkan kebenaran bukan kejahatan, membuahkan keberanian bukan ketakutan dan sebagainya. Semoga hidup pelayanan kita sebagai murid Kristus adalah sungguh pelayanan yang dari Roh yang menghidupkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Juni 2019
[6/14/2019, 05:01] Romo Djoko: Semangat Pagi dari Timur Indonesia
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/X
PW St. Antonius dari Padua, Imam dan Pujangga Gereja
“Sebab yang kami wartakan bukan diri kami sendiri, melainkan Yesus Kristus sebagai Tuhan, supaya kemuliaan Allah semakin nyata. Demikianlah kurang lebih pernyataan dari Paulus kepada jemaat di Korintus. Sebagai pelayan, Paulus terus melakukan pewartaan akan Injil supaya kemuliaan Allah lewat Kristus semakin terlihat dan terasa. Saling mengasihi satu sama lain yang ditegaskan Yesus dalam bacaan Injil sungguh menjadi yang utama dan pertama bagaimana mewujudkan kemuliaan Allah.
Saudaraku, betapa masih sulitnya kita hidup dalam situasi saling mengasihi. Bahkan dalam satu atap, satu keluarga, satu darah daging kita pun mampu hidup saling membenci dan tidak peduli. Bahkan, menurut Yesus, jika ada kemarahan, umpatan “kafir”, sikap jahil terhadap sesama kita sudah pantas untuk dihukum. Artinya, sedikit saja kita melukai sesama kita lewat cara apapun berarti kita sudah merusak dasar pertama dan utama dari ajaran Yesus. Saudaraku, bisa jadi kita sulit hidup saling mengasihi bahkan mudah melukai sesama kita adalah karena hidup kita masih saja terus mewartakan diri sendiri, bukan Yesus Tuhan. Kita terus mengejar kemuliaan diri bukan demi kemuliaan Allah. Cinta diri kita yang sempit telah merusak dan menghancurkan hidup yang seharusnya saling mengasihi. Tanpa hidup saling mengasihi, kemuliaan Allah tidak akan pernah terlihat dan terasa. Semoga hidup kita bukan lagi disibukkan untuk mencari kemuliaan diri lewat pewartaan diri sendiri, tetapi sungguh terus melakukan perbuatan saling mengasihi sebagai wujud pewartaan Yesus Kristus Tuhan sehingga kemuliaan Allah semakin nyata. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/X
Harta pelayanan para rasul adalah kekuatan Allah, bukan kekuatan diri mereka sendiri. Maka, dalam hidup pelayanannya, para rasul mengalami ditindas tetapi tidak terhimpit, terkadang habis akal tetapi tidak putus asa, dianiaya tetapi tidak merasa ditinggalkan sendirian, dihempaskan tetapi tidak binasa. Para rasul membawa kematian Yesus pada tubuh mereka, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata dalam hidup mereka. Mereka sungguh mengalami Yesus yang hidup dalam diri mereka. Mereka hidup menuju kepada kekudusan.
Hidup pelayanan kita terkadang masih dikuasai oleh kekuatan diri sendiri. Dalam melayani sering kita merasa paling hebat, paling benar, paling mengerti, paling memahami dan sebagainya sehingga justru kita mudah mengeluh, kecewa, menyerah, marah dan putus asa di dalam hidup pelayanan. Saudaraku, sesungguhnya manusia yang hidupnya selalu mengandalkan kekuatan Allah adalah manusia yang hidupnya mengarah kepada kekudusan. Ia sungguh merasa dan mengalami Allah hidup di dalam dirinya, maka ia akan selalu menjaga hidupnya dari segala kecemaran. Inilah hidup pelayanan yang menguduskan dan dikuduskan seperti yang diinginkan oleh Yesus sendiri. Semoga kita semakin mampu terus mengandalkan kekuatan Allah dalam hidup pelayanan kita sehingga kita pun mampu saling menguduskan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/X
Yesus bersabda kepada para murid, “Jika ya, hendaklah kalian katakan ya. Jika tidak, hendaklah kalian katakan tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” Yesus ingin supaya para murid hidup tegas dalam kebenaran. Tidak perlu memanipulasi kebohongan, kesalahan atau kepalsuan seolah menjadi sebuah pembenaran, apalagi harus dengan sumpah. Rasul Paulus menyadarkan kita bahwa hanya oleh kuasa dan kekuatan kasih Kristus maka kita mampu hidup tegas dalam kebenaran.
Saudaraku, sering kita mengerti sungguh apa yang baik, benar, jujur dan jelas. Tetapi tak jarang kita jatuh dalam kompromi memihak, bahkan melakukan yang buruk, jahat, bohong dan palsu. Bahkan sering kita bersumpah demi keburukan, kebohongan, kejahatan dan kepalsuan yang kita lakukan. Saudaraku, mari berhenti hidup dalam kepura-puraan dan kesibukan memanipulasi kesalahan, kebohongan, kejahatan dan kepalsuan supaya seolah benar. Mari menjadi ciptaan baru oleh karena kasih Kristus. Mintalah supaya hidup kita terus dikuasai oleh kasih Kristus yang akan menguatkan kita sehingga mampu hidup tegas dalam kebenaran. Berani mengatakan ya jika ya, dan mengatakan tidak jika tidak, karena apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Juni 2019
Hari Raya Tritunggal Mahakudus
Banyak anggapan bahwa Allah kita atau Tuhan kita berjumlah tiga karena konsep Tritunggal ini. Bahkan, banyak orang Katolik sendiri tidak mampu menjelaskan tentang Allah Tritunggal Mahakudus karena mengalami keterbatasan dalam memahami. Hari ini Gereja Katolik seluruh dunia merayakan Hari Raya Allah Tritunggal Mahakudus. Bagaimana kita memaknai dan mendalami Allah Tritunggal Mahakudus yaitu Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus ini?
Allah Tritunggal Mahakudus adalah misteri iman yang juga harus diamini. Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah persekutuan yang telah ada sebelum segala sesuatu ada. Keterbatasan kita sebagai manusia bisa jadi membuat kita sulit menangkap Tritunggal secara akal, tetapi iman sesungguhnya akan membuat kita merasa dan mengalami Tritunggal. Hal inilah yang ditekankan dalam Kitab Amsal, sehingga kita hendaknya bisa memahami bahwa Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus bukan tiga pribadi berbeda dan terpisah yang hadir masing-masing pada masanya. Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus adalah cara Allah menyatakan diri bagi manusia, cara Allah hadir bagi dunia. Tritunggal Mahakudus sejatinya bukan mau menjelaskan siapa Allah dalam diri-Nya, tetapi bagaimana cara Allah hadir dan menyatakan diri bagi dunia dan manusia.
Tritunggal Mahakudus, yaitu Allah Bapa, Allah Putera dan Allah Roh Kudus sesungguhnya menjadi jalan bagi manusia untuk semakin merasakan dengan iman Allah yang begitu luas dan tak terbatas secara sempurna. Hidup dalam kesatuan dan persekutuan kasih karunia Allah akan memampukan manusia merasakan, mengalami dan mendalami Allah Tritunggal Mahakudus ini. Wujud nyatanya adalah sikap hidup manusia yang terus menjaga dan memelihara hidup dalam persekutuan kasih satu sama lain, semakin mampu mengasihi Allah sekaligus mengasihi sesama. Semoga melalui Hari Raya Tritunggal Mahakudus yang kita rayakan ini kita semakin dimampukan untuk merasakan kasih karunia Allah dan mewujudkan kasih itu lewat hidup dalam persekutuan kasih satu sama lain sampai selamanya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Biasa C/XI
Paulus menyampaikan pesan kepada jemaat di Korintus supaya mereka mampu selalu hidup dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik. Oleh Yesus, pesan tersebut semakin ditegaskan dalam Injil bahwa kita harus mampu melakukan keadilan bukan dengan membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan membalasnya dengan kasih yang tulus dan total. Bagaimana hidup kita sejauh ini? Sungguhkah sudah hidup dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik?
Saudaraku, hidup dalam Roh Kudus adalah hidup yang selalu mampu mengandalkan kekuatan dan kekuasaan Allah. Hidup dalam Roh Kudus adalah hidup yang selalu mampu sabar dan tahan uji meskipun mengalami sengsara dan menderita, juga hidup yang selalu setia dan yakin dalam pengharapan. Allah tidak menjanjikan jalan selalu rata, tetapi Ia berjanji selalu menyertai dan melindungi selamanya. Situasi ini disempurnakan melalui hidup dalam kasih yang tidak munafik, yaitu sikap yang mampu melakukan kasih kebaikan bagi siapapun, di mana pun dan kapanpun, bahkan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Tidak mudah, bahkan sangat sulit, tetapi bukan berarti kita tidak mampu menjalankannya. Semoga kita semakin mampu selalu hidup dalam Roh Kudus dan kasih yang tidak munafik sehingga membuat kita selalu sabar dan tahan uji dalam penderitaan, sekaligus mampu memiliki kasih yang tulus dan total seperti yang diajarkan Yesus sendiri. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XI
Kemurahan hati yang luar biasa. Hal inilah yang hari ini menjadi inti dari permenungan kita. Yesus memberi teladan tentang kemurahan hati yang luar biasa. Oleh Paulus, Yesus dikatakan menjadi miskin supaya kita kaya. Kemurahan hati Yesus yang luar biasa juga terwujud dalam perintahnya, “Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kalian!” Kasih kepada sesama yang ditekankan Yesus adalah kasih yang tulus dan total, kasih bagi siapapun, tanpa syarat, bahkan bagi musuh. Kasih seperti ini hanya bisa dilakukan oleh pribadi yang memiliki kemurahan hati luar biasa seperti yang telah diteladankan oleh Yesus dalam hidup-Nya. Bagaimana dengan hidup kita?
Saudaraku, Allah yang memiliki kemurahan hati luar biasa ternyata belum mampu kita teladani. Kita belum mampu menjadi orang yang kaya akan kemurahan. Sering kita memilih dan memilah untuk mengasihi. Sering kita penuh syarat saat memberi. Sering kita sulit berbagi meskipun mampu. Sejatinya kita masih hidup miskin dalam kemurahan karena sikap pelit, kikir, sulit memberi dan berat berbagi meskipun sesungguhnya kita kaya. Kemampuan memberi dan berbagi hanya dimiliki oleh orang yang memiliki atau kaya akan kemurahan, kaya dalam pelayanan kasih, sedangkan orang yang tidak mampu memberi dan berbagi adalah mereka yang tidak memiliki apapun karena miskin akan kemurahan. Semoga kita mampu menjadi pribadi-pribadi yang memiliki kemurahan hati luar biasa bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XI
Hari lalu kita telah diingatkan untuk memiliki kemurahan hati yang luar biasa sebagai bentuk hidup dalam kasih karunia Allah. Kaya akan kemurahan, kaya dalam pelayanan kasih. Hari ini kita diingatkan mengenai spirit yang harus menjiwai sikap kemurahan hati itu, yaitu sukacita. Allah sungguh mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Inilah hal yang harus menjiwai kemurahan hati kita, memberi dengan sukacita. Apa dan bagaimana hidup kita selama ini tentang memberi dengan sukacita?
Sepertinya banyak di antara kita memberi dengan terpaksa, dengan keluhan, dengan hati yang muram. Memberi hanya untuk dilihat, berbagi hanya untuk dipuji, menolong untuk mendapat sanjungan dan dihormati. Kita belum sungguh mempunyai spirit sukacita dalam hal memberi dan berbagi. Yesus mengajak kita semua untuk tidak menjadi manusia dengan kasih yang munafik. Yesus ingin kita belajar melakukan kemurahan hati, kasih dalam pelayanan dalam ketersembunyian, karena memang kita memberi bukan untuk dilihat, dipuji, disanjung dan dihormati. Yesus bersabda, “Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan mengganjar engkau.” Saudaraku, semoga kita mampu menjadi pribadi-pribadi yang siap memberi dengan sukacita, tanpa harus dilihat, dipuji, disanjung dan dihormati. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XI
Yesus mengajarkan para murid-Nya berdoa. Dia ingin supaya para murid tidak berdoa dengan bertele-tele, juga banyak kata karena sesungguhnya Allah tahu apa yang kita butuhkan bahkan sebelum kita memohon. Yesus pun mengajarkan Doa Bapa Kami, doa yang begitu indah, penuh rasa syukur sekaligus penyerahan diri terhadap Allah Bapa. Bagaimana kita berdoa selama ini?
Saudaraku, hampir setiap hari kita pasti berdoa. Sejatinya, doa adalah saat kita menjalin relasi intim dengan Allah sehingga semakin mampu mengenal Allah, mengalami cinta-Nya dan akhirnya memahami rencana dan kehendak-Nya atas diri kita. Namun sering kita terjangkit virus dalam berdoa. Pertama, virus pemaksaan. Virus ini membuat kita berdoa supaya permohonan dikabulkan. Jika permohonan tidak dikabulkan, maka kita berhenti berdoa. Kedua, virus pelarian. Kita berdoa kepada Allah saat sedang punya masalah, sedang merasa gagal, merasa jatuh, tetapi saat hidup kita baik-baik saja terkadang kita tidak ingat bagaimana berdoa. Kita sulit bersyukur. Ketiga, virus pembenaran. Banyak di antara kita berdoa supaya dianggap sebagai orang yang paling benar, paling suci, paling baik. Tak jarang kita mempertontonkan bagaimana kita berdoa sehingga merasa bebas menghakimi dan menghujat sesama karena sudah merasa paling benar, suci dan baik tadi. Saudaraku, mari perbaiki doa kita supaya kita semakin mampu mengenal Allah, mengalami cinta-Nya dan memahami rencana dan kehendak-Nya bagi kita, apapun itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Juni 2019
PW St. Aloysius Gonzaga, Biarawan
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Pekan Biasa C/XI
Yesus bersabda kepada para murid-Nya, “Karena di mana hartamu berada, di situ pula hatimu berada.” Hari ini kita sungguh diingatkan tentang tujuan atau mungkin misi hidup kita sebagai manusia beriman. Yesus ingin supaya kita mengumpulkan harta surgawi, bukan harta duniawi yang sifatnya semu, sementara dan bisa musnah. Lalu, bagaimana hidup kita selama ini? Senang mengumpulkan harta surgawi atau harta duniawi?
Seringkali kita masih sibuk bagaimana mengumpulkan harta duniawi. Harta duniawi adalah harta yang sifatnya lebih untuk memuaskan kedagingan kita. Kehormatan, kesuksesan, kekuasaan dan kedudukan, kekayaan, popularitas, dan sebagainya. Sesuatu yang sifatnya semu, sementara dan bisa hancur. Harta duniawi ini bukan tidak boleh kita miliki, hanya bukan menjadi yang utama. Harta surgawi adalah harta yang sifatnya untuk menjaga dan memelihara roh, jiwa, spiritual yang tetap sehat. Cinta kasih, kebijaksanaan, kesetiaan, kesabaran, kedamaian, kejujuran, kerendahan hati, kerelaan, pengorbanan, pengampunan dan sebagainya. Harta surgawi ini tidak akan pernah hilang dan hancur, nilainya abadi. Saudaraku, semoga kita terus berjuang dan berusaha mengumpulkan harta surgawi untuk keselamatan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Pekan Biasa C/XI
Ada suatu sikap ambigu dalam diri orang beriman. Di satu sisi tidak mau dianggap memiliki kelemahan, namun di sisi lain seringkali hidup dalam kekhawatiran dan kecemasan yang hebat atas hidupnya. Paulus justru bermegah dalam kelemahannya, karena dalam kelemahannya ia justru merasa kuat karena bersatu dengan Kristus. Hendaknya kita pun mampu bersikap seperti Rasul Paulus.
Manusia yang tidak mampu menyadari bahwa dirinya lemah dan terbatas adalah manusia yang sulit untuk dibentuk dan diubah. Mungkin manusia seperti ini adalah manusia yang bisa kita katakan sombong, angkuh, keras, kaku. Karya Allah dalam hidupnya seolah tidak bekerja untuk menjadi kekuatan yang mengarahkan hidup menjadi baik. Sejatinya, manusia yang mampu menyadari diri memiliki keterbatasan dan kelemahan justru akan selalu hidup berserah dalam kekuatan Kristus seperti Paulus. Hal ini akan menjauhkan dirinya dari sikap khawatir dan cemas yang hebat. Saudaraku, belajarlah bermegah dalam kelemahan, dalam arti menjadi manusia yang selalu siap diubah dan dibentuk sesuai rencana dan kehendak Allah, sekaligus tidak hidup dalam kekhawatiran dan kecemasan karena hidup berserah total pada penyelenggaraan ilahi.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Juni 2019
Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus
Banyak manusia Katolik, dan mungkin juga kita, mengaku mencintai, mengagungkan, bahkan memuja Sakramen Ekaristi. Bahkan banyak ungkapan syukur pun harus dilakukan lewat Ekaristi, dengan alasan jika tanpa Ekaristi dalam arti komuni, maka dirasa kurang afdol, kurang sreg. Ekaristi adalah satu-satunya sakramen yang menghadirkan Tubuh dan Darah Kristus, di mana roti dan anggur yang dikonsekrir lewat empat gestur yaitu diambil, diberkati, dipecah dan dibagi sungguh memiliki makna yang sangat dalam. Pertanyaannya, sungguhkah kita yang mengaku mencintai, mengagungkan dan memuja Ekaristi tersebut mampu menghayati dan memaknai Ekaristi itu sendiri? Sungguhkah kita telah menjadi manusia-manusia Ekaristis?
Ekaristi terkadang hanya kita lakukan sebagai rutinitas dan ritual semata. Kita tidak sungguh menghayati dan memaknai kehadiran Yesus Kristus dalam hidup kita melalui Tubuh dan Darah-Nya. Hal ini membuat kita gagal menjadi manusia-manusia Ekaristis yang akhirnya juga gagal menjadi manusia yang diutus oleh Kristus. Saat kita telah menyatu dengan Kristus melalui komuni kudus kita pun seharusnya menjadi pribadi yang memahami bahwa dirinya dipilih, diberkati, siap dipecah dan siap dibagi.
Dipilih, artinya hidup kita apapun dan bagaimanapun adalah istimewa dan berharga di mata Tuhan. Kita dipilih dan dipanggil untuk mengalami keselamatan, memiliki kesatuan dengan Kristus. Diberkati, artinya tidak hanya dipilih dan dipanggil, ternyata hidup kita selalu dipenuhi dengan berkat. Maka seharusnya hidup kita adalah suatu berkat, bukan suatu kutuk. Dipecah, artinya pribadi yang mencintai ekaristi adalah pribadi yang tidak takut menderita, ia siap hancur, ia siap sakit, ia siap remuk demi nilai cinta kasih yang selalu menang. Dibagi, artinya hidup manusia yang mencintai ekaristi adalah hidup yang selalu didedikasikan untuk orang lain, hidup yang siap berguna dan bermanfaat bagi banyak orang. Sebaik-baiknya kehidupan adalah ketika kita bermanfaat bagi sesama. Saudaraku, semoga melalui perayaan Tubuh dan Darah Kristus ini, kita sungguh mencintai Ekaristi dan mampu menjadi manusia ekaristis yang siap diutus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Juni 2019
Hari Raya Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis
“Menjadi apakah anak ini nanti? Sebab tangan Tuhan menyertai dia,” menjadi ungkapan orang-orang dalam peristiwa saat nama Yohanes dituliskan oleh Zakharia. Zakharia yang telah menjadi bisu akhirnya terbuka mulutnya dan terlepas lidahnya lalu ia memuji Allah. Yohanes adalah suara di padang gurun yang menyiapkan jalan bagi Tuhan. Hari ini kita merayakan kelahirannya yang begitu istimewa. Apa yang bisa kita maknai dari peristiwa kelahiran Yohanes ini?
Pertama, “grand design” karya keselamatan Allah tidak akan pernah mampu dibatalkan oleh manusia. Kehadiran Yohanes sebagai suara di padang gurun yang mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi kedatangan Yesus, Sang Juru Selamat, bukan suatu kebetulan. Yohanes masuk dalam rancangan karya keselamatan Allah bagi dunia. Kedua, masuk dalam rancangan karya keselamatan Allah ternyata tidak harus menjadi yang utama, yang pertama, yang terpenting, yang tersohor. Inilah yang diwujudkan Yohanes dalam hidupnya. Ia justru mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan Yesus. Ia begitu rendah hati saat mengatakan, “Aku bukanlah Dia yang kamu sangka; tetapi Dia akan datang kemudian daripada aku. Membuka tali kasut kaki-Nya pun aku tidak layak.” Di kesempatan lain Yohanes juga mengatakan, “Ia harus semakin besar dan aku semakin kecil.” Yohanes mampu menjalankan tugas dari Allah tanpa harus tampil dan menjadi tersohor meskipun kesempatan itu ada.
Saudaraku, kita pun adalah pribadi-pribadi yang masuk dalam rancangan karya keselamatan bagi dunia lewat apapun bentuk hidup dan panggilan kita. Hadirnya kita di dunia ini bukan suatu kebetulan. Kita juga adalah pribadi istimewa yang seharusnya ikut ambil bagian dalam rancangan karya keselamatan Allah di dunia ini. Totalitas dan sikap rendah hati seperti Yohanes inilah yang hendaknya ada dalam diri kita. Sayangnya, terkadang kita setengah hati dalam menjalankan tugas perutusan di dunia. Tak jarang kita justru menghambat rencana dan kehendak Allah terjadi. Kita pun masih cenderung menjadi pribadi yang mengejar untuk menjadi yang utama dan pertama, ingin terlihat, ingin diakui dan sebagainya. Kita gagal menjalankan tugas perutusan kita karena kita belum punya sikap rendah hati, selalu mendahulukan kepentingan diri sendiri daripada kepentingan sesama. Saudaraku, mari menjadi pribadi yang mampu meneladani Yohanes lewat totalitas kita dalam kebaikan dan kebenaran, juga sikap rendah hati dalam hidup. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Pekan Biasa C/XII
Dalam kotbah di bukit, Yesus berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki diperbuat orang kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka!” Apa yang diungkapkan Yesus ini bisa kita katakan sebagai salah satu nilai dari kebijaksanaan dalam hidup. Kebijaksanaan sendiri adalah anugerah dari Allah, wujud hadirnya Allah dalam diri manusia. Saudaraku, apakah hidup kita sudah memiliki kebijaksanaan?
Kebijaksanaan tidak ditentukan oleh ilmu atau kepandaian, pangkat atau jabatan, usia, kekayaan, dan sebagainya. Manusia sejatinya selalu berkehendak baik atas hidupnya, tetapi seringkali berbuat sebaliknya terhadap sesamanya. Hal inilah yang merusak anugerah kebijaksanaan dari Allah. Kita ingin mengalami keadilan tetapi berbuat curang, kita ingin hidup dalam cinta kasih tetapi membenci dan memusuhi, kita ingin dihargai tetapi merendahkan, kita ingin mendapatkan pengampunan tetapi memelihara dendam, kita ingin mendapatkan pertolongan tetapi sulit memberi dan berbagi, dan sebagainya. Saudaraku, Yesus ingin kita mulai melakukan kehendak baik kepada sesama terlebih dahulu sehingga hidup kita sendiri pun akan mengalami kebaikan. Inilah salah satu nilai kebijaksanaan dalam hidup. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Pekan Biasa C/XII
Hidup manusia bernilai atau tidak terlihat dari apa yang telah diperbuatnya, buah-buah kehidupannya. Saat pikiran, perkataan, perasaan dan perilakunya selalu menghasilkan kebaikan bagi banyak orang saat itulah hidupnya bernilai. Kehadirannya selalu punya pengaruh yang baik dan positif. Jadi, manusia bernilai bukan karena ilmunya yang tinggi, pangkatnya yang mulia, atau hartanya yang berlimpah, melainkan kebaikan apa yang telah diperbuat bagi sesamanya. Hal inilah yang juga ditegaskan oleh Yesus bahwa hendaknya kita mampu menjadi pribadi-pribadi bernilai karena hidup kita mampu menghasilkan buah yang baik.
Saudaraku, pertanyaan reflektif bagi kita, apakah selama ini hidup kita sungguh bernilai? Apakah hidup kita selama ini sungguh menghasilkan buah-buah kebaikan? Jika hidup kita adalah hidup yang bernilai, seharusnya kehadiran kita selalu menciptakan suasana kasih bukan benci, situasi kedamaian bukan permusuhan, keadaan bahagia dan sukacita bukan ratapan dan kesedihan, juga menghadirkan harapan bukan keputusasaan. Saudaraku, mari menjadi manusia yang bernilai karena hidup yang selalu menghasilkan buah-buah kebaikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Pekan Biasa C/XII
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan!’ akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga.” Pernyataan Yesus kepada para murid-Nya di atas sangat relevan dalam kehidupan manusia yang mengaku beriman. Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Surga hanya layak dan pantas bagi mereka yang mampu mendengarkan perintah Allah dan melakukannya. Saudaraku, apakah kita pun punya kemampuan mendengarkan perintah Allah ini sehingga akhirnya mampu melakukannya?
Kita sering berteriak, “Tuhan, Tuhan!” padahal belum mampu mendengarkan apa yang menjadi perintah Tuhan. Hal ini membuat hidup kita ada dalam kepalsuan. Mulut selalu bicara tentang Tuhan tetapi perilaku selalu melanggar perintah Tuhan. Lebih parah lagi saat nama Tuhan kita manipulasi demi kepentingan diri atau kelompok. Saudaraku, mari memilih menjadi pribadi yang bijaksana, yaitu pribadi yang mampu mendengarkan perintah Allah sekaligus menjalankannya sehingga kita pantas dan layak bagi Kerajaan Surga. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Juni 2019
Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus
“Bersukacitalah bersama-sama dengan aku, sebab dombaku yang hilang itu telah kutemukan!” adalah penggalan cerita perumpamaan dari Yesus kepada orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin menyampaikan pesan betapa besar kerahiman dan kemurahan hati Allah. Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Hati Yesus Yang Mahakudus supaya kita mampu semakin mengalami dan menyelami kemurahan dan kerahiman hati Allah bagi manusia.
Saudaraku, selama hidup-Nya, Yesus adalah gambaran dan wujud hati Allah yang penuh kemurahan dan kerahiman. Lewat hidup Yesus kita mampu mengalami dan menyelami hati Allah. Dosa kita telah ditebus lewat wafat-Nya, maut tidak ada lagi, bahkan kita akan mewarisi keselamatan dari Allah. Sedetik pun Ia tidak akan meninggalkan kita, bahkan saat kita tersesat dalam kedosaan, Ia akan mencari dan memeluk kita kembali dengan penuh kasih. Ya, Yesus adalah gambaran hati Allah yang tidak pernah menghitung kesalahan, pelanggaran dan dosa kita, hati yang selalu siap menerima dan mengampuni.
Saudaraku, saat kita mampu mengalami dan menyelami hati Yesus yang Mahakudus, hendaknya kita pun mampu mewujudkannya dalam kehidupan kita sehari-hari. Milikilah hati yang juga penuh kemurahan dan kerahiman, hati yang selalu siap menerima dan mengampuni siapapun yang bersalah kepada kita. Milikilah hati yang selalu terbuka dan siap berbagi kepada siapapun yang membutuhkan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Juni 2019
Hari Raya St. Petrus dan St. Paulus, Rasul
Rasul Petrus dan Paulus adalah soko guru dalam Gereja Katolik. Hidup dan kesaksian mereka sungguh menjadi gambaran bagaimana perjalanan gereja seharusnya menjalankan misi. Petrus menjadi simbol misi ‘ad intra’ atau misi ke dalam, sedangkan Paulus simbol misi ‘ad extra’ atau misi keluar. Misi ke dalam dipahami bahwa setiap pribadi Katolik hendaknya semakin mampu terus mengalami kedalaman iman. Spiritualitas yang berkualitas. Selaras dengan ucapan Yesus kepada Petrus: “Duc in Altum”, yang artinya bertolaklah ke tempat yang lebih dalam. Kita diharapkan terus mampu mendalami iman akan Kristus. Inilah misi ke dalam. Sedangkan misi ke luar dipahami bahwa menjadi pribadi Katolik hendaknya mampu menjadi garam dan terang bagi dunia lewat hidupnya. Pewartaan iman akan Kristus bukan untuk diri dan kelompok kita saja, tetapi hendaknya diwartakan sampai ke ujung dunia. Paulus adalah teladan dalam misi ke luar ini. Banyak orang di luar Yahudi akhirnya mengenal dan mengalami iman akan Kristus. Pertanyaan bagi kita, bagaimana hidup kita sejauh ini? Sudahkan menjalankan misi itu?
Saudaraku, menjalankan misi ‘ad intra’ dan ‘ad extra’ memang membutuhkan proses. Hal ini juga dialami oleh Petrus dan Paulus. Pertama adalah pertobatan. Petrus dan Paulus bukan manusia tanpa kesalahan, bukan tanpa dosa, tetapi mereka sungguh mau mengalami pertobatan yang total dan radikal. Saulus menjadi Paulus, Simon menjadi Petrus, batu karang yang hidup, menjadi gambaran pertobatan mereka. Kedua, kesetiaan dan totalitas sebagai murid. Setia artinya selalu siap diubah dan dibentuk seturut rencana dan kehendak Allah meskipun terkadang harus melewati jalan sengsara dan menderita. Petrus dan Paulus memiliki kesetiaan yang total meskipun harus mengalami sengsara dan menderita. Ketiga, misi akan mampu dijalankan saat hidup kita hanya untuk kemuliaan Allah dan pelayanan bagi sesama. Jika hidup kita masih demi kemuliaan diri dan kelompok, maka selamanya kita akan rapuh dalam menjalankan misi gereja.
Saudaraku, semoga Hari Raya St. Petrus dan St. Paulus, Rasul ini semakin mengubah dan membentuk hidup spiritual kita semakin berkualitas sehingga hidup kita mampu terus menjalankan misi, baik misi ke dalam juga misi ke luar. Mari kita awali dengan pertobatan yang sungguh, kesetiaan yang total serta hidup hanya demi kemuliaan Tuhan dan pelayanan bagi sesama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Juni 2019
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa C/XIII
Paulus mengatakan bahwa kita semua telah dipanggil untuk merdeka. Kristus telah memerdekakan kita sehingga kita tidak lagi hidup dalam kuk perhambaan, menjadi hamba dosa. Tetapi Paulus ingin supaya janganlah kita menggunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk hidup dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain karena kasih. Artinya, hiduplah oleh Roh, supaya kita tidak mengikuti keinginan daging. Sebab, keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh, dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging, Hal ini senada dengan peristiwa pada Injil tentang bagaimana mengikuti Yesus. Menjadi murid Yesus harus total, radikal, habis-habisan untuk tidak lagi hidup menurut keinginan daging. Mau mengikuti Yesus berarti harus siap hidup oleh Roh.
Saudaraku, terkadang sebagai murid Yesus, kita masih terus hidup untuk memprioritaskan atau mengutamakan keinginan-keinginan daging kita. Kita tidak sungguh mengalami kemerdekaan yang sesungguhnya, kemerdekaan yang sejati, sebaliknya ternyata kita justru masih hidup dalam perhambaan hawa nafsu kedagingan. Kita mudah marah dan membenci saat sesama tidak bersikap sesuai apa yang kita inginkan. Kita sulit mengampuni dan memilih mendendam terhadap saudara yang menyakiti. Kita mau melayani, menolong dan berbagi dengan tujuan dihormati, dipuji dan dilihat. Ya, dalam kenyataannya kita belum mampu menjadi murid Yesus yang total, radikal dan habis-habisan hidup oleh Roh. Saudaraku, semoga kita mampu mengalami kemerdekaan yang sejati, hidup oleh Roh Allah yang terwujud lewat hidup saling melayani dalam kasih dengan totalitas dan ketulusan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ