Renungan 1 September 2018
Apa yang hina dan tak berarti bagi dunia ternyata berharga di mata Allah. Hal ini menyadarkan kita akan tiga hal: pertama, janganlah jadi manusia yang merendahkan manusia lain, martabat duniawi tidak berharga di mata Allah. Kedua, kejarlah martabat surgawi yaitu saat manusia mampu mengalami kepenuhan cinta dan menjadi cinta bagi manusia lain, inilah nilai tertinggi, martabat tertinggi yaitu kasih itu sendiri. Ketiga, apapun, siapapun dan bagaimanapun hidup kita berharga bagi Allah karena kita telah menjadi satu dengan Kristus.
Saudaraku, mari pantaskan dan layakkan hidup kita untuk menjadi bernilai dan berharga di mata Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 2 September 2018
Hari ini kita memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Tema tahun ini adalah Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan. Hal ini sejalan dengan bacaan injil yang mengisahkan tentang kenajisan. Yesus mengatakan bahwa sesuatu yang najis itu adalah sesuatu yang keluar dari dalam diri seseorang. Kenajisan bukan sesuatu yang masuk dalam diri seseorang. Maka, melalui permenungan ini secara sederhana kita diingatkan dan diteguhkan untuk selalu mengeluarkan hal yang baik, hal yang positif, yang sehat dan membangun, yang mendamaikan dan menyatukan. Itulah warta kabar gembira. Hidup kita yang berbeda-beda dalam sebuah kemajemukan bukan untuk saling mewartakan kelemahan, keburukan, kejelekkan dan kejahatan. Justru perbedaan dalam kemajemukan itu hendaknya menjadi sebuah kekuatan yang menyelamatkan karena setiap yang berbeda itu saling mewartakan kabar gembiranya masing-masing.
Saudaraku, mari miliki pikiran dan hati yang baik, yang positif, yang sehat dan benar. Pikiran dan hati itulah yang biasanya membuahkan sikap yang keluar dari hidup kita. Semoga, hidup kita adalah warta kabar gembira bagi siapapun, dimanapun, kapanpun dalam kemajemukan. Kita memang berbeda, tetapi bukan alasan bagi kita untuk tidak berbagi kabar gembira bagi yang lain.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 3 September 2018
“Roh Tuhan ada pada-Ku.
Sebab Aku diurapi-Nya untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.
Dan Aku diutus-Nya memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan kepada orang-orang buta, serta membebaskan orang-orang yang tertindas; Aku diutus-Nya memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Kita diharapkan untuk hidup sebagai pelaku sabda. Hidup sebagai pewarta kabar baik. Kita terkadang gagal sebagai pelaku sabda karena:
1. Kita tidak memiliki keberpihakan kepada yang miskin, tersingkir, terasingkan dan tertindas.
2. Yang kita wartakan adalah diri kita sendiri bukan Kristus. Kemuliaan diri kita. Kita mencari pengakuan, penghormatan, bahkan terkadang gelar dan kedudukan. Selama ini yang terjadi, sampai kapanpun kita bukan pelaku sabda.
Semoga, hidup kita sebagai pelaku-pelaku sabda mampu membuat tahun rahmat Tuhan menjadi nyata bagi banyak orang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa bahagia
RDLJ
Renungan 4 September 2018
Yang membuat kita mampu memahami, mengenali dan akhirnya mengalami Allah adalah Roh Allah sendiri. Itulah rahmat yang luar biasa. Maka, intimasi dengan Allah harus selalu kita jaga untuk terus ada dan tumbuh berkembang juga berbuah, kita nyatakan lewat sikap hidup sehari-hari dan kita jadikan Roh Allah dalam diri kita sebagai senjata dalam berjuang untuk kebaikan dan kebenaran. Mari mulai sekarang belajar menjadi manusia yang hidup dan memiliki pikiran Allah, perkataan Allah, hati Allah, dan tindakan Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa bahagia
RDLJ
Renungan 5 September 2018
Partner of God
Kita adalah manusia yang dipanggil dan dipilih menjadi rekan kerja Allah. Rekan kerja Allah itu hidup oleh, dari dan untuk rencana dan kehendak Allah yang selalu baik, indah dan tepat bagi dunia ini. Maka, jangan sampai segala pikiran dan perkataan, juga hati dan perbuatan kita justru menghambat, merusak dan menghancurkan rencana dan kehendak Allah itu.
Jadilah rekan kerja Allah yang berkenan bagi-Nya lewat panggilan hidup kita masing-masing.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 6 September 2018
Duc in Altum
Banyak manusia mencari kedalaman. Namun, terkadang kedalaman yang manusia cari 11 dan ingin raig adalah kedalaman dalam urusan duniawi. Kedalaman semacam itu membuat manusia meraih hikmat duniawi. Mungkin prestasi, pangkat atau jabatan, kedudukan dan kehormatan. Bagi Allah kedalaman semacam ini semu dan tidak berharga. Kedalaman yang Allah inginkan dialami oleh Petrus. Saat Yesus mengatakan “Duc in Altum”: Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam ada dua hal yang terjadi: pertama, Petrus mampu menyadari dan mengalami dan mengenali Yesus, hal ini membuatnya mengalami cinta personal dari Yesus. Petrus yang mengalami cinta personal menyadari dirinya yang rapuh dan berdosa dan segera bertobat. Kedua, cinta personal yang dialami Petrus menjadi kekuatan untuk menjadikan hidupnya sebagai cinta pastoral. Hidup sebagai cinta bagi siapapun, kapanpun dan dimanapun. Saudaraku, semoga kita mengalami kedalaman seperti Petrus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 8 September 2018
Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria
Merayakan Pesta Kelahiran Santa Perawan Maria ini kita kembali diteguhkan dan dikuatkan tentang siapa kita sebagai murid-murid Allah. Maria menjadi sosok terpilih dan terpanggil yang mampu menjalankan tugas perutusannya di dunia ini. Ia sungguh mampu menjadi rekan kerja Allah sampai rencana dan karya keselamatan Allah sungguh hadir ke dunia melalui Putera-Nya, Yesus Kristus.
Keteladanan Maria terwujud dalam hidup Maria sebagai sosok yang mampu menerima Cinta Allah. Maria siap lewat “Fiat Voluntas Tua” untuk ikut Allah. Kita? Terkadang lebih senang menolak tawaran Allah, bahkan sering ragu akan kekuatan Allah. Kita jauh dari rasa percaya dan berserah. Kedua, Maria adalah pribadi yang mampu menghidupi Cinta Allah. Duka dan derita, jalan salib Kristus mampu ia jalani dan selesaikan dengan sangat baik. Kita? Sengsara dan menderita sedikit sudah mengeluh, marah dan menyalahkan Allah. Ketiga, Maria adalah sosok pribadi yang mampu membagi Cinta Allah. Hidup Maria adalah rahmat bagi dunia. Tanpa Maria rencana dan keselamatan Allah tidak terjadi. Maria dipilih dan dipanggil untuk keselamatan. Kita? Lebih senang menghambat dan mematikan rahmat Allah karena keegoisan diri kita. Kita masih sibuk berpikir apa dan bagaimana hidup kita. Kita belum hidup bagi yang lain.
Semoga kita semakin mampu meneladani Maria. Mulailah menjadi pribadi yang memiliki hidup mampu menerima cinta, menghidupi cinta dan membagikan cinta. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 9 September 2018
Effata: Terbukalah
Yesus menyembuhkan orang sakit tuli dan bisu dengan kata-kata Effata, yang artinya terbukalah.
Tuli itu sulit bahkan tidak bisa mendengar dan bisu atau gagap itu sulit bicara. Tuli dan bisu menjadi simbol atau gambaran manusia yang sakit spiritual. Manusia tidak mampu mendengarkan sabda Allah apalagi mewartakan lewat perkataan dan hidupnya. Bisa jadi kita juga adalah manusia-manusia Katolik yang tuli dan bisu terhadap sabda Allah. Sehingga tak jarang kita alami dan jumpai manusia Katolik hidup dalam kebencian, dendam dan permusuhan, sulit berbagi bahkan tak peduli, bukan hidup dalam cinta, pengampunan dan kasih sayang bagi sesama.
Orang tuli dan bisu tadi menjadi sembuh karena perkataan Yesus: Effata, terbukalah. Hal ini memberikan peneguhan bagi kita untuk juga menyembuhkan penyakit spiritual kita. Ketulian yang membuat kita sulit mendengar dan kebisuan yang membuat kita sulit mewartakan sabda Allah. Kita harus juga mengalami Effata, mengalami “terbukalah”. Maka, untuk menjadi sembuh tahapan yang harus dilalui adalah: pertama, percaya penuh kepada Allah. Sering kita sudah merasa menjadi orang percaya, sudah dibaptis. Tetapi, semua itu hanya atribut atau identitas permukaan semata. Kedua, datang dan mendekat kepada Allah. Percaya itu harus disertai dengan sikap yang selalu mau dekat dan datang kepada Allah. Lalu ketiga adalah berserah terhadap apapun tindakan Allah atas diri kita. Orang tuli dan bisu berserah terhadap apa yang Yesus lakukan pada telinga dan lidahnya. Sedangkan kita? Tak jarang kita sering marah dan kecewa terhadap Allah atas apa yang terjadi dalam hidup kita.
Semoga kita bisa menyembuhkan sakit spiritual kita yang selama ini sulit mendengar dan sulit mewartakan sabda-Nya lewat kehidupan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 10 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin, B/XXIII
Ada dua karakter yang menggagalkan manusia menjadi murid Kristus. Pertama, tidak menyadari atas hidupnya yang tidak baik. Manusia banyak yang merasa sudah paling baik dan paling benar. Tak jarang lebih senang bagaimana menutupi kesalahan dari hidupnya. Kedua, tidak suka dan tidak rela ada kebaikan yang dilakukan atau diterima sesama. Manusia itu terkadang sudah tidak memiliki kebaikan dalam dirinya, tetapi mudah iri hati atau cemburu terhadap kebaikan yang terjadi dan dilakukan oleh sesamanya.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 11 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa, B/XXIII
Banyak manusia dan mungkin juga kita sering mencari, mengejar dan menuntut keadilan atas permasalahan-permasalahan hidup kita sehari-hari dalam sebuah persekutuan atau kelompok masyarakat dengan saudara-saudara kita yang lain. Tidak jarang kita harus hidup saling membenci dan mendendam, bahkan menghancurkan satu sama lain demi sebuah keadilan. Padahal, menurut Paulus, ketika kita memiliki perkara karena ketidakadilan dengan saudara-saudara kita itu adalah sebuah kelemahan. Kita tidak berani hidup dalam situasi menderita ketidakadilan, kita tidak berani hidup dalam kerugian. Kita cenderung mencari, mengejar dan menuntut keadilan. Padahal tak jarang kita juga berbuat tidak adil terhadap saudara kita yang lain.
Kita harus ingat bahwa kita adalah pribadi yang disucikan, dikuduskan dan dibenarkan oleh karena nama Kristus. Berhentilah membuat perkara-perkara duniawi atas nama keadilan sedangkan kita sendiri belum berlaku adil terhadap yang lain. Berani dan siaplah untuk menderita ketidakadilan, siap untuk dirugikan. Inilah sejatinya murid-murid Kristus. Kita dipilih dan dipanggil, disucikan, dikuduskan, dibenarkan bukan karena kehebatan kita, bukan karena kekayaan kita, bukan karena kepandaian kita, bukan karena kehormatan dan kedudukan kita, melainkan justru karena kedosaan kita, kelemahan kita, kerapuhan kita, ketidaksempurnaan kita. Semoga, hidup kita mampu menjadi hikmat dan berkat sehingga keadilan tercipta dan terjadi dengan sendirinya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 12 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXIII
Kekuatiran dan kecemasan itu menghancurkan kebahagiaan. Situasi ini sering dialami oleh manusia. Kuatir dan cemas karena tidak segera punya pasangan hidup, kuatir dan cemas tidak segera sukses, kuatir dan cemas karena tidak kaya, kuatir dan cemas karena tidak memiliki apa-apa dan sebagainya. Hal ini menghancurkan kebahagiaan manusia. Padahal, Paulus bilang bahwa kemerdekaan hati dan pikiran itu yang akan membahagiakan. Manusia terikat oleh kekuatiran dan kecemasan duniawi sehingga tidak memiliki kemerdekaan, tidak memiliki pikiran dam hati yang lepas bebas. Sibuk dan senang mengisi hidup dengan kekuatiran dan kecemasan.
Dalam Injil, Yesus sampaikan sabda bahagia. Sabda bahagia ini menjadi kunci dan penjelasan apa yang membuat manusia meraih kebahagiaan sejati. Manusia akan bahagia saat “miskin” dihadapan Allah. Artinya menyadari hidup yang sungguh bergantung pada Allah. Hidup yang mengandalkan Allah. Tanpa Allah manusia bukan apa-apa. Inilah pikiran dan hati yang lepas bebas, merdeka. Tidak ada kekuatiran dan kecemasan duniawi yang hanya akan merusak kebahagiaan. Semoga hidup kita adalah pencipta-pencipta kebahagiaan. Bukan manusia yang terikat oleh kekuatiran dan kecemasan duniawi. Percayalah, Allah akan memberikan yang terbaik, terindah dan paling tepat bagi hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 13 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Kamis, B/XXIII
PW St. Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja
Pengetahuan yang hebat, luas dan dalam seharusnya semakin membuat manusia mampu menangkap dan mengalami cinta Allah. Hidupnya menjadi cinta dan memiliki sikap toleransi atas kenyataan apapun yang berbeda. Inilah yang diwartakan oleh Paulus kepada Jemaat di Korintus. Tetapi, tak jarang justru manusia dengan pengetahuan yang luas, dalam dan hebat semakin hidup jauh dari cinta Allah. Hidupnya bukan menjadi cinta dan tidak memiliki sikap toleransi terhadap yang berbeda. Artinya, manusia tanpa toleransi justru manusia yang salah dalam berpengetahuan atau berilmu.
Pengetahuan atau ilmu yang hebat, luas dan dalam hendaknya memampukan manusia semakin mengalami cinta Allah juga semakin membawa banyak manusia lain kepada cinta Allah itu. Hidup dalam dan sebagai cinta inilah pencapaian tertinggi dari pengetahuan atau ilmu yang hebat, luas dan dalam. Cinta yang bagaimana dan seperti apa? Injil menjelaskan supaya kita memiliki cinta dengan kriteria: pertama, mencintai siapapun bahkan musuh. Kedua, mencintai dengan memiliki pengampunan yang tanpa batas dan tanpa syarat. Ketiga, mencintai dengan memberikan hidup sebagai cinta itu sendiri. Cinta bukan hanya sekedar memberi atau melakukan sesuatu, tetapi menjadikan hidup ini sebagai cinta. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 14 September 2018
Inspirasi Bacaan Pesta Salib Suci
Ada perdebatan, Salib itu menjadi tanda apa dalam hidup manusia beriman? Ada yang menjawab tanda kemenangan. Ada juga sebagai tanda keselamatan. Mana yang lebih tepat? Ya, tidak perlu memperdebatkan mana yang lebih benar. Memaknai salib itu dalam kehidupan sebagai manusia beriman menjadi lebih penting.
Manusia yang mencintai Salib Kristus hendaknya mampu memaknai Salib sebagai tanda kemenangan sekaligus sebagai tanda keselamatan. Salib sebagai tanda kemenangan menyadarkan, mengingatkan dan mengarahkan kita untuk selalu mampu menang terhadap dosa. Menang terhadap godaan dan rayuan Roh Jahat. Menang dari rasa sombong, egois dan tidak peduli. Sedangkan, Salib sebagai lambang keselamatan menyadarkan, mengingatkan dan mengarahkan kita bahwa salib harus dihidupi demi sebuah keselamatan. Mencintai Salib berarti harus berani menderita dan merugi. Bahkan ketika harus kehilangan hidup. Salib yang dihidupi akan membawa manusia alami keselamatan.
Semoga melalu Pesta Salib Suci kita semakin mampu memaknai Salib sebagai kemenangan dan keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 17 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin, B/XXIV
Kog Tuhan mati? Itu pertanyaan banyak manusia terhadap kita yang beriman Katolik. Tuhan saja mati bagaimana mungkin bisa menyelamatkan yang lain? Tak jarang iman akan Kristus dari seorang Katolik menjadi ragu, cemas, kuatir dan bahkan akhirnya hilang. Saudaraku, ini contoh suatu kenyataan yang sering terjadi dalam hidup iman kita. Kita ini mudah sekali mengalami keraguan akan iman. Sepertinya kita rajin berdoa, rajin beribadat, rajin berkumpul, rajin ekaristi tetapi tidak memiliki iman yang sungguh. Realitas kehidupan terkadang membuat kita sering ragu akan Allah.
Kita belajar dari seorang perwira yang mencintai hambanya yang sakit. Ia sungguh percaya kepada Yesus. Bahkan, tanpa Yesus datang kepada hambanya, perwira ini yakin Yesus mampu menyembuhkan hambanya. Bagaimana dengan kita? Kekuatiran dan kecemasan terhadap duniawi ini sudah membuat kita ragu akan Allah. Ternyata, selama ini yang kita imani bukan Allah, tetapi karya Allah. Selama kita merasa Allah belum berbuat apapun dalam hidup ini sesuai dengan apa yang kita harapkan berarti kita mudah untuk tidak beriman lagi, mudah untuk tidak percaya lagi. Lalu, bagaimana kita akan selamat jika yang kita imani adalah karya Allah, bukan Allah itu sendiri?
Semoga kita semakin beriman dewasa. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 18 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa, B/XXIV
Siapapun dan menjadi apapun sejatinya manusia Katolik itu hidup dalam suatu persekutuan sebagai Satu Tubuh. Setiap orang sebagai satu tubuh itu memiliki karunia-karunia yang khas. Karunia-karunia yang khas ini diberikan oleh Allah supaya setiap kita yang hidup dalam persekutuan sebagai satu tubuh mampu saling mencukupi dan melengkapi. Tetapi, tak jarang dalam sebuah komunitas atau persekutuan, masih banyak anggota tidak merasa sebagai satu tubuh. Akibatnya hidup bukan saling mencukupi dan melengkapi tetapi justru saling masa bodo dan tak peduli. Karunia-karunia dari Allah yang ada dalam diri setiap anggota tidak dibagikan untuk saling mencukupi dan melengkapi. Bagaimana dengan komunitas kita? Persekutuan kita? Kita sulit berbagi karunia karena takut karunia kita habis atau hilang.
Dalam Injil, Yesus membangkitkan pemuda dari Naim karena hatinya tergerak oleh belas kasih saat Yesus melihat Ibu yang sudah janda itu. Inilah kunci yang diteladankan Yesus kepada kita. Apakah kita masih terus memiliki hati yang mudah tergerak untuk berbelarasa terhadap yang lain? Atau jangan-jangan hati kita sudah kaku, tidak peduli dan mati rasa?
Saudaraku, komunitas atau persekutuan yang hidup anggotanya selalu memiliki hati yang tergerak, maka disitulah karunia-karunia itu ada untuk saling mencukupi dan melengkapi. Semoga hidup kita mengarah ke arah itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 19 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXXIV
Tiga keutamaan teologial Katolik adalah iman, harapan dan kasih. Kasih menjadi yang utama. Tetapi, hidup yang kasih itu belum bisa dikatakan kasih jika hanya sekedar memberi dan sekedar melakukan sesuatu bagi sesama. Merasa mengasihi ketika sudah memberi sesuatu. Merasa mengasihi ketika sudah melakukan sesuatu. Lebih daripada itu, Paulus dalam suratnya mengajarkan kepada kita bagaimana hidup kasih itu.
Saat kita belum menjadi manusia yang sabar, manusia yang murah hati, dan tidak cemburu berarti belum ada kasih dalam hidup kita.
Saat kita senang memegahkan diri, sombong dan bertindak kurang sopan artinya kasih belum merajai hidup kita.
Saat hidup kita disibukkan dengan mencari keuntungan diri sendiri bahkan dengan segala cara, mudah emosi dan cepat marah, senang mendendam, itu tanda kita masih jauh dari kasih.
Kasih membuat kita bersukacita atas dan karena kebenaran. Kasih itu perpetual, artinya selamanya bukan temporal, atau hanya sesaat.
Semoga, hidup kita sungguh menjadi kasih itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 20 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Kamis, B/XXXIV
PW St. Andreas Kim Taegon, Imam dan St. Paulus Chong Hasang, dkk. Martir Korea
Saulus bertobat menjadi Paulus itu karena kasih karunia Allah. Paulus menjadi Rasul yang begitu hebat mewartakan Injil itu juga karena karunia Allah. Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang, dkk, berani mati dalam iman juga karena kasih karunia Allah. Apapun dan bagaimanapun kita saat ini semua adalah karena kasih karunia Allah. Jika saat ini hidup kita berhasil, pelayanan kita hebat, karya kita baik, semua itu adalah karena kasih karunia Allah. Bahkan, kita yang seharusnya dihukum karena dosa, telah diselamatkan lewat kematian Yesus di salib juga karena Allah begitu mengasihi kita. Maka, hal yang aneh jika saat ini banyak manusia hidup dalam kesombongan, cenderung merasa hebat dan paling benar, mudah menghakimi dan senang memegahkan diri bahkan sulit berbuat kasih.
Yesus sadarkan kita untuk banyak berbuat kasih. Perbuatan kasih menjadi silih bagi dosa-dosa kita. Banyak diampuni karena banyak berbuat kasih. Perbuatan kasih itu akan membawa kita untuk terus sadar bahwa apapun, siapapun dan bagaimanapun hidup kita semua itu adalah karena kasih karunia Allah. Melalui perbuatan kasih kita belajar untuk menjadi manusia yang jauh dari kesombongan, jauh dari merasa paling benar dan hebat, jauh dari sikap mudah menghakimi, juga jauh dari sikap kecenderungan memegahkan diri. Allah lebih dahulu mengasihi maka mulailah hidup dalam perbuatan kasih itu. Mari belajar untuk tidak pernah lelah dan bosan hidup dalam perbuatan kasih. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 21 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Jumat, B/XXIV
Pesta St. Matius, Rasul dan Penulis Injil
Levi adalah pribadi yang dibuang, disingkirkan dan dianggap sebagai pengkhianat bangsa. Hal ini karena pekerjaan Levi adalah seorang pemungut cukai. Setara dengan pendosa lain seperti pembunuh, perampok, penjahat, pelacur, pezinah, dan sebagainya. Tetapi, ia dipilih dan dipanggil oleh Yesus. Ia menerima tawaran itu dan menjadi selamat. Levi yang akhirnya menjadi Matius adalah rasul dan penulis Injil. Saudara, melalui peristiwa tersebut kita diteguhkan dan diingatkan kembali, bahwa kita yang terpanggil dan terpilih ini bukan siapa-siapa. Allah yang memanggil dan memilih kita itu bukan karena kebenaran kita tetapi karena kedosaan kita, kekurangan kita, kelemahan kita. Alasannya supaya kita ini mendapat karunia keselamatan. Tetapi, sungguhkah hidup kita lewat panggilan hidup kita masing-masing sudah berbuah seperti hidup Matius itu?
Paulus dalam suratnya mengkritisi cara hidup manusia terpanggil dan terpilih. Orang terpilih dan terpanggil hendaknya hidup dalam sebuah komunitas atau persekutuan yang sehat, memelihara kesatuan roh dalam damai sejahtera, satu tubuh dan satu Roh. Selalu rendah hati, lemah lembut dan sabar. Hidup dalam kasih. Tetapi, kenyataannya dalam hidup berkomunitas, kita lebih senang menghakimi dan menilai buruk sesama kita, lebih senang saling menghancurkan, saling curiga, saling memaki dan menghujat, saling cemburu, tidak ada kasih dan sebagainya. Seolah hidup kita lebih benar dari yang lain. Apakah ini keselamatan? Saudaraku, mari kembali sadari bahwa kita dipilih dan dipanggil Allah bukan karena kita benar, tetapi karena kita berdosa dan Allah ingin kita selamat. Maka, supaya keselamatan itu selalu ada mari kita bangun komunitas dan persekutuan hidup yang sehat, yang penuh cinta dan damai, yang saling memelihara dan membangun kasih itu sendiri. Mulailah dalam keluarga kecil, komunitas kecil kita masing-masing. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu, B/XXIV
Saat kita mendapat kesempatan membangun rumah bagi diri kita sendiri, pasti kita akan sungguh mempersiapkan, merancang, mengusahakan dan memperjuangkan supaya rumah kita nanti menjadi rumah terbaik, rumah yang nyaman, rumah yang indah dan bagus. Semua aspek yang berhubungan dengan bangunan rumah itu pasti kita pilih yang nomor satu semua. Mulai dari kontraktor sampai bahan-bahan dasar, ornamen, dan lain sebagainya. Gambaran betapa hebatnya usaha dan perjuangan manusia untuk bangunan fisik. Hari ini kita diingatkan dan disadarkan bahwa hidup sebagai manusia beriman yang ingin selamat sejatinya sedang membangun bangunan atau tubuh rohani kita. Kebangkitan yang akan kita alami nanti dengan tubuh rohani yang baru sedang kita rancang, kita persiapkan, kita usahakan dan perjuangkan mulai saat ini. Lalu sudah sejauh mana rancangan dan persiapan itu?
Injil memberi terang bahwa manusia yang selamat adalah manusia yang mampu memelihara benih yang ditaburkan oleh Allah, yaitu sabda-Nya. Berbahagialah orang yang mendengarkan sabda Tuhan, dan tekun melaksanakannya. Cara ini adalah cara manusia merancang dan mempersiapkan bangunan atau tubuh rohaninya kelak. Tetapi, kita terkadang justru bukan menjadi pelaku-pelaku sabda itu, sebaliknya kita cenderung menjadi penghambat sabda, penghancur sabda dan perusak sabda. Seharusnya hidup saling mengasihi kenyataannya saling membenci, harusnya saling berdamai kenyataannya saling bermusuhan, harusnya saling memuji dan membangun kenyataannya saling mencaci, menghina, menghujat dan menghancurkan. Artinya, kita belum mampu merancang dan mempersiapkan bangunan atau tubuh rohani kita. Artinya lagi, kita belum layak dan pantas untuk dibangkitkan dan selamat. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 23 September 2018
Inspirasi Bacaan Hari Minggu Biasa B/XXV
Ada ungkapan: “Hanya dirinya sendiri yang bisa menyelesaikan persoalan dan menyembuhkan sakitnya itu”. Sepertinya ungkapan ini menjadi relevan dengan bacaan hari ini. Banyak manusia itu hidup dalam persoalan, permasalahan dan mengalami sakit spiritual karena belum mampu berdamai dengan dirinya sendiri, belum selesai dengan dirinya sendiri. Manusia seperti ini sibuk memenuhi hawa nafsu memuaskan kepentingan dirinya, memuaskan egonya. Buahnya tidak lain dan tidak bukan hanya iri hati dan kecemburuan. Tidak mampu mencintai dan bangga atas diri dan hidupnya. Cenderung ingin menguasai, melemahkan bahkan menghancurkan hidup orang lain demi kepentingan diri sendiri. Inilah akar dari seluruh persoalan dan permasalahan dalam hidup. Manusia semakin menjauh dari kehidupan yang penuh cinta dan damai.
Yesus mengajarkan kepada kita untuk mampu mengosongkan diri. Kenosis atau pengosongan diri, bukan lagi hidup untuk memuaskan hawa nafsu kepentingan diri tetapi hidup demi rencana dan kehendak Allah. Yesus yang mengosongkan diri mengalami salib, wafat dan bangkit. Melalui kenosis manusia terlatih untuk hidup rendah hati, menjadi pelayan bagi yang lain, hidup bagi sesamanya. Belajar dari anak kecil; pertama, anak kecil lebih mampu dan pandai bersyukur. Dia bangga atas apa yang ada dan atas apa yang bisa dilakukan meskipun sederhana sekalipun. Tidak punya kecenderungan iri dan cemburu atas yang lain. Kedua, anak kecil adalah simbol hidup yang penuh cinta dan perdamaian. Dia tidak pernah mampu menyimpan kebencian dan dendam berkepanjangan. Tidak ada pikiran untuk menguasai, melemahkan dan menghancurkan yang lain. Anak kecil lebih cepat mengampuni dan berdamai. Ketiga, anak kecil adalah simbol berserah diri yang hebat. Ia tidak pernah punya kekuatiran dan kecemasan. Yang dia tau bahwa orang tuanya begitu mencintai dan mengasihi dia. Anak kecil tidak punya pikiran untuk menyombongkan diri, merasa lebih hebat dari siapapun karena sadar hidup yang tergantung orang tuanya. Kita yang punya Tuhan justru selalu kuatir, cemas dan tidak percaya akan cinta dan kasih Allah. Kita sombong dan cenderung merasa hebat dan tidak butuh Allah.
Saudaraku, belajarlah untuk terus mengosongkan diri. Berhentilah hidup hanya untuk memuaskan hawa nafsu keegoisan supaya kita selalu hidup dalam situasi cinta dan damai. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 24 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Senin B/XXV
Ada dua kecenderungan manusia, berbuat baik tetapi tidak mau dilihat orang dan berbuat baik untuk dilihat orang. Dua-duanya buruk. Kecenderungan pertama biasanya justru manusia itu tidak pernah berbuat baik, tidak berbuat kebaikan apapun dengan alasan tidak mau dilihat. Kecenderungan kedua, manusia ini motivasi berbuat baiknya jahat sehingga penuh kemunafikan dan tidak tahan lama. Tidak mencerminkan kesejatian dari kebaikan itu.
Saudaraku, kita diminta untuk terus mewartakan kebaikan. Pikiran baik, perkataan baik, hati yang baik, dan perilaku yang baik. Perbuatan baik itu bukan kemarin, bukan esok hari, tetapi detik demi detik hendaknya manusia selalu berjuang hidup dalam kebaikan. Kita adalah pewarta-pewarta kebaikan yang sejati. Jangan sampai menunda kebaikan, jangan sampai menghambat kebaikan, jangan sampai merusak kebaikan, jangan sampai melupakan kebaikan, jangan sampai lupa berbuat baik, sampai akhirnya menjadi manusia tidak baik. Ingat, setan paling senang dan tertawa ketika manusia yang baik tidak berbuat apa-apa. Mewartakan kebaikan setiap saat lewat pikiran baik, perkataan baik, hati baik dan perbuatan baik sama dengan mewartakan Allah sendiri. Semoga hidup kita sungguh menjadi duta-duta kebaikan dimanapun, kapanpun dan untuk siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 25 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Selasa B/XXV
Banyak manusia masih beranggapan seolah hidup ini bisa ditentukan dan direncanakan oleh dirinya sendiri. Merasa jalan yang ditentukan sebagai jalan terbaik dan lurus, meskipun tidak sesuai dengan jalan Tuhan. Ambisius untuk keberhasilan duniawi lewat kekuatan diri, tergesa-gesa dan jauh dari sikap taat dan setia kepada Tuhan. Bagi Kitab Amsal, hal seperti ini menunjukkan kecongkakan mata dan kesombongan hati. Jangan-jangan dalam hidup ini memang kita lebih sering mengedepankan mata yang congkak dan hati yang sombong. Bukankah kita sadar bahwa hidup ini milik Tuhan? Detik ini, siang nanti, malam nanti, esok hari atau lusa bisa saja kita tidak lagi bernyawa.
Saudaraku, keinginan, harapan dan cita-cita dalam hidup kita hendaknya selalu kita satukan, selaraskan dengan keinginan, rencana dan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Janganlah kita merasa mampu dan bisa tanpa kekuatan Tuhan. Kita akan dianggap menjadi saudara Tuhan bukan karena keberhasilan kita, bukan karena kesuksesan kita, bukan karena kehormatan dan kedudukan kita, bukan karena popularitas kita. Tuhan hanya menginginkan sikap taat dan setia kita terhadap sabda-Nya. Saudara Tuhan adalah mereka yang mencintai sabda Tuhan dan melakukannya. Artinya, hidup yang selalu diselaraskan dengan rencana dan kehendak Tuhan. Semoga, kita menjadi manusia yang tidak hidup dengan mata congkak dan hati yang sombong. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 26 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXV
Ciri manusia yang hidup dalam kecemasan dan kekuatiran duniawi yang hebat, pertama adalah manusia yang ragu bahkan kehilangan iman, sulit percaya Tuhan dan tidak mengandalkan Tuhan. Kedua, kecemasan dan kekuatiran yang hebat itu muncul karena sikap tidak mampu bersyukur atas apa yang ada dan terjadi dalam hidupnya. Situasi dan keadaan ini adalah kerugian dan kesia-siaan bagi hidup manusia beriman.
Kitab Amsal mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang percaya Tuhan. Jangan bimbang dan ragu karena Tuhan akan selalu memberikan setiap hidup kita takaran yang cukup. Dalam Injil, peristiwa Yesus mengutus para murid-Nya dan meminta mereka tidak membawa bekal menjadi tanda bahwa mengikuti dan melaksanakan ajaran Yesus jangan disertai dengan kecemasan dan kekuatiran duniawi yang hebat. Situasi ini hanya akan merusak pewartaan itu. Yakinlah dan percayalah, ketika ikut Yesus dan menjalankan ajaran-Nya, hidup kita akan selalu dicukupkan sesuai takaran yang pas. Tuhan selalu mengerti apa yang terbaik, terindah dan paling tepat dalam diri dan hidup kita. Lebih baik memiliki harapan dalam iman daripada hidup dalam kecemasan dan kekuatiran duniawi yang hebat. Lebih baik belajar bersyukur atas apa yang telah ada, kita miliki dan apa yang telah bisa kita lakukan dalam hidup ini. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
RDLJ
Renungan 27 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Kamis, B/XXV
PW. St. Vincensius de Paul, Imam
“Segala sesuatu adalah kesia-siaan”. Demikian kata Kitab Pengkotbah. Sejatinya manusia berasal dari debu dan tanah dan akan kembali menjadi debu dan tanah. Tidak ada keabadian di dunia ini. Tidak ada kepastian yang benar-benar pasti di dunia ini. Apa yang hendak kita renungkan dari bacaan ini?
Kita diingatkan dan disadarkan mengenai hidup kita yang memiliki keterbatasan, memiliki kekurangan dan memiliki kelemahan. Hidup kita ini ada limitnya. Jangan pernah merasa kita berkuasa atas hidup ini. Manusia tidak memiliki keabadian. Hanya Tuhan. Hanya melalui Kristus kita akan mengalami keabadian itu. Dialah jalan, kehidupan dan kebenaran. Sikap selalu mau merefleksikan hidup, introspeksi atas diri menjadi penting sebagai kesadaran atas diri dan hidup kita yang terbatas. Menyadari diri yang terbatas, lemah dan berdosa akan selalu membuat kita sadar bahwa ada kekuatan Tuhan dan mau hidup dengan mengandalkan kekuatan Tuhan itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Jumat, B/XXV
Untuk segala sesuatu di bawah langit ada waktunya. Tidak ada yang abadi dan kekal. Keabadian dan kekekalan hanya milik Allah. Tetapi Allah selalu akan memberikan segala sesuatu indah pada waktunya. Demikian bagian bacaan dari Kitab Pengkotbah. Inilah misteri yang ada dan dialami dalam kehidupan. Misteri iman. Apa yang hendak kita renungkan? Lalu untuk apa hidup ini?
Ajaran, iman dan misteri. Tiga hal yang arahkan manusia untuk sampai kepada Allah. Inilah kunci menjalani kehidupan lewat intimasi dengan Allah. Ajaran hendaknya sungguh dimengerti dan dipahami. Tetapi tak jarang manusia memahami ajaran hanya untuk kepuasan intelektual. Puas mengerti dan memahami tetapi hanya sebatas itu. Iman, hendaknya dihidupi. Hidup oleh, dari, karena dan untuk iman itu. Tetapi, tak jarang iman hanya dijadikan atribut atau perhiasan hidup. Iman sebatas status atau identitas. Misteri hendaknya diamini. Allah yang paling mengerti dan memahami apa yang indah bagi kita, apa yang tepat dan terbaik bagi hidup kita. Saat kita cenderung mengeluh dan protes atas hidup, bahkan menyalahkan Allah, ini adalah tanda kita tidak pernah mampu menerima misteri. Tidak pernah mampu mengamini misteri.
Semoga hidup yang harusnya indah dan menyenangkan ini mampu kita jalani karena kita menjadi pribadi yang selalu berjuang memahami ajaran, menghidupi iman dan mengamini misteri. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 September 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXV
Pesta St. Mikael, Gabriel dan Rafael, Malaikat Agung
Banyak diantara kita sudah memahami dan mengerti siapa Mikael, Gabriel dan Rafael. Para Malaikat Agung yang tercatat dalam sejarah Kitab Suci. Mikael yang punya arti Siapa dapat melawan Allah?, kita kenal sebagai panglima malaikat yang mengalahkan Lucifer dan pasukan setan. Gabriel artinya kekuatan Allah. Dalam tradisi Kristen disebut juga sebagai pembawa kabar sukacita. Lalu Rafael yang artinya Obat Allah, tabib Allah, atau Allah yang menyembuhkan.
Apa yang bisa kita renungkan dari Pesta para Malaikat Agung ini? 1. Malaikat Agung ini menjadi pelayan Allah untuk menjaga manusia. Menjaga manusia dari godaan dan bujukan Setan yang kapanpun, dimanapun dan dengan cara apapun ingin supaya relasi cinta manusia dengan Allah menjadi putus. Setan mengharapkan supaya manusia bukan lagi bersekutu dengan Allah tetapi bersekutu dengan mereka. Tak jarang manusia yang lemah seperti kita memang cenderung sering bersekutu dengan setan. Maka, selalu daraskanlah doa Malaikat Tuhan kapanpun dan dimanapun. 2. Mungkin muncul pertanyaan, kenapa harus ada Malaikat? Bukankah Allah Maha Kuasa dan tidak perlu bantuan? Justru karena Allah begitu Maha Kuasa, Ia tidak pernah ingin manusia tergoda dan jatuh dalam siasat si Jahat yang selalu mengintai manusia dan menunggu saat yang tepat. Malaikat ini menjadi kekuatan bagi manusia yang lemah. Malaikat sebagai pelayan Allah begitu diagungkan apalagi terhadap yang dilayani oleh para Malaikat, yaitu Allah sendiri. Lewat Malaikat, justru kita semakin dijaga untuk terus dekat dan terikat kepada Allah. Semoga melalui Pesta Para Malaikat Agung ini kita semakin merasa bahwa Allah selalu menjaga, melindungi dan memberkati kita dalam setiap langkah hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Selasa B/XXVI
PW Para Malaikat Pelindung
Iman Katolik percaya konsep Malaikat. Malaikat sebagai pelayan-pelayan Allah yang menjaga, melindungi dan menyertai manusia supaya terhindar dari godaan, bujukan dan rayuan setan. Hari ini kita merayakan peringatan wajib para Malaikat Pelindung. Diingatkan supaya kita selalu mampu memiliki keterbukaan hati supaya hidup kita juga selalu dalam perlindungan, penyertaan dan penjagaan para malaikat pelindung itu. Jangan memiliki hati yang selalu tertutup sehingga tertutup pula kasih Allah bagi kita.
Maka mari sering-sering kita daraskan doa ini: Malaikat Allah, engkau yang diserahi oleh kemurahan Tuhan untuk melindungi aku, terangilah, lindungilah, bimbinglah dan hantarlah aku. Amin.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Rabu B/XXVI
Hari ini Ayub seolah ingin mengajarkan kepada kita mengenai bagaimana beriman kepada Allah. Selama ini kita bangga ketika disebut sebagai manusia yang beriman, punya iman. Tetapi, apakah kita beriman yang sesungguhnya? Sungguhkah kita mengimani Yesus dan benar-benar mengikuti-Nya?
Iman sebaiknya jangan lagi diikuti dengan alasan karena, supaya atau untuk. Selama ini kita beriman dengan alasan karena, supaya atau untuk. Cara beriman seperti ini biasanya tidak akan membawa kita kepada kesungguhan. Ada semacam timbal balik dari iman yang kita harapkan. Injil menegaskan, ikut Yesus bukan untuk sejahtera dan mulia. Ikut Yesus harus total dan siap meninggalkan segalanya, bahkan keluarga. Iman Ayub mengajarkan kepada kita bahwa beriman itu hendaknya semakin membawa kita kepada pemahaman yang lebih baik tentang Allah. Akhirnya memampukan kita juga untuk memahami kehendak Allah. Apapun kehendak Allah bagi hidup kita akan kita jalani dengan sukacita. Kita akan tetap beriman meskipun hidup terkadang tidak sesuai dengan ingin kita dan mau kita, harapan kita. Semoga, spirit dari Ayub ini juga menjadi spirit kita juga dalam beriman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Kamis B/XXVI
PW Santo Fransiskus dari Asisi
Aneh, konyol dan mungkin sedikit hancur. Hal ini yang muncul dalam benak saya ketika mendengar dan melihat bahwa bencana alam di Palu dan Donggala adalah murka Allah karena Pemerintah Indonesia tidak memihak golongan tertentu. Manusia mudah sekali tiba-tiba menjadi tuhan-tuhan kecil di dunia ini. Pun berita tentang kebohongan fatal yang menjadi viral, heboh dan seolah sebagai korban. Akhirnya tanpa malu mengakui kebohongan tersebut. Kebohongan yang jahat ternyata bisa mengalahkan nurani. Masih banyak lagi hal-hal aneh, konyol dan hancur di sekitar kita. Lelah dan apatis. Itu yang mungkin hadir dalam kehidupan kita saat melihat dan mengalami situasi seperti diatas. Harus bagaimana hidup ini?
Ya, hari ini bacaan dari Kitab Ayub dan juga Injil memberi jawaban bagaimana kita harus bersikap. Ayub mengingatkan kita untuk jangan tiba-tiba menjadi tuhan. Seolah hidup kita ini paling benar dan punya hak menilai dan menghakimi orang lain. Hendaknya justru kita semakin mampu bertahan dan berjuang terus memperbaiki hidup kita. Kebaikan dan kebenaran harus selalu keluar dari diri kita. Jangan menjadi takut dan cemas. Jangan menjadi putus asa dan hilang harapan. Karena sedikit saja kebaikan kita maka disitulah situasi yang baru dan indah sedang tercipta. Mari berlomba untuk hal ini daripada sibuk menjadi tuhan-tuhan kecil di dunia ini. Injil juga menegaskan, kita dipilih dan dipanggil memang untuk menjadi saksi dan pewarta kebaikan dan kebenaran itu dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Jumat B/XXVI
Kisah Aldi Novel, pemuda 19 tahun dari Minahasa. Hidup terombang-ambing di laut selama 49 hari. Bertahan hidup mengandalkan air hujan untuk diminun. Tak jarang bahaya juga selalu mengintainya setiap saat. Hanya berdoa dan baca Alkitab yang menjadi kekuatan dia sampai akhirnya dia ditemukan dan diselamatkan oleh sebuah kapal dari Panama di lautan Guam. Aldi memilih untuk terus berdoa dan membaca Alkitab karena ia sadar dirinya yang kecil dan bukan apa-apa sekaligus berserah penuh kepada kekuatan Allah. Betapa manusia itu kecil dalam dunia yang begitu besar ini. Siapa manusia itu sehingga Tuhan menyelamatkan. Bagaimana dengan hidup kita? Bukankah dalam hidup ini kita lebih sering merasa sudah hebat dan paling benar? Bukankah kita juga terkadang selalu memilih untuk selalu ada dalam ketakutan, kecemasan dan kekuatiran sampai putus asa dan hilang harapan yang artinya ragu dan tidak percaya ada kekuatan Allah? Ini tanda bahwa manusia itu sombong, tidak pernah merasa kecil. Cenderung meragukan dan tidak percaya ada kekuatan Allah.
Saudaraku, selama kita ada dalam dua situasi tadi sejatinya kita sudah menolak Yesus. Kita sejatinya tidak pernah menerima Yesus dalam hidup ini. Kita jatuh dalam kesombongan. Kita bangga dengan perasaan sebagai yang terhebat, sebagai yang terkuat. Kita lupa bahwa manusia itu sangat kecil. Hidup kita sungguh ada dalam tangan Allah. Kita tidak mengandalkan kekuatan Allah. Lebih senang takut, cemas, kuatir sampai putus asa dan hilang harapan juga tanda kita menolak Yesus, tidak menerima Yesus. Kita memilih untuk ragu dan tidak percaya pada kekuatan Allah. Semoga, kita semakin menyadari kecilnya kita di hadapan Allah untuk terus hidup dalam kerendahan hati dan sungguh mengandalkan Allah dalam hidup ini. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXVI
Yesus bergembira dalam Roh Kudus dan mengatakan: ” Aku bersyukur kepada-Mu ya Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya Kau sembunyikan bagi orang bijak dan pandai, tetapi Kau nyatakan kepada orang kecil. Itulah yang berkenan kepada-Mu”. Ayub jadi gambaran orang kecil itu. Kecil dalam artian bukan karena miskin atau tidak memiliki apapun dalam hidup. Bukan karena bodoh atau tidak punya ilmu. Kecil dalam artian mampu mengenal dan memahami Allah dengan hati yang selalu terbuka, sederhana, tulus dan murni. Situasi dan keadaan itu yang membuat Ayub akhirnya mengalami kemuliaan dalam hidupnya. Penderitaan yang pernah ia alami tidak sebanding dengan apa yang ia dapatkan sesudahnya. Semua karena sikap “kecil” nya itu. Bagaimana dengan kita?
Kita terkadang tidak selalu memiliki hati yang terbuka bagi Allah. Cirinya, sulit menerima kehendak Allah yang tidak sesuai dengan kehendak kita. Kita protes, marah, kecewa dan akhirnya putus asa bahkan pergi meninggalkan Allah. Kita tidak pernah tulus dan murni dalam memahami dan mengenal Allah. Selalu ada pamrih ketika kita ingin mendekat Allah. Kita juga cenderung memahami Allah dengan cara-cara yang rumit dan sulit. Allah ingin diteliti, dianalisa dan akhirnya hanya untuk diperdebatkan. Manusia jatuh pada teori tentang Allah dan tidak pernah sampai kepada Allah itu karena keterbatasan ilmu. Otak manusia yang kecil dipaksa untuk memahami Allah yang begitu luas dan Mahakuasa. Sedihnya lagi, banyak manusia sudah otaknya kecil terkadang juga kosong. Situasi ini begitu banyak terjadi di sekitar kita. Semoga kita selalu mampu menjadi “kecil” untuk memahami dan mengenal Allah sehingga kemuliaan dan keselamatan akan kita alami. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa XXVII/B
“Jika kita saling mengasihi, Allah tetap tinggal di antara kita”. Ini bunyi bait pengantar Injil Minggu ini. Bacaan-bacaan terlebih bacaan pertama dan Injil berbicara tentang perkawinan atau hidup keluarga. Sangat relevan. Maka baik kita merenungkan kembali hidup komunitas kita sebagai keluarga. Sungguhkah keluarga kita telah hidup dengan mengutamakan kasih itu sehingga Allah selalu tinggal dalam keluarga kita?
Bagaimana saling mengasihi dalam keluarga? Ya, meniru seperti Kristus mencintai gereja-Nya. Pertama, kasih yang total, utuh, tanpa syarat, dan perpetual. Kasih Yesus kepada kita bukan setengah-setengah, bukan temporal, tanpa syarat tetapi habis-habisan dan hancur-hancuran. Dalam keluarga masih banyak kasih yang belum total, masih penuh syarat, bahkan hanya temporal atau sesaat. Kedua, mengasihi berarti siap berkurban. Tidak ada kasih tanpa pengurbanan. Kristus begitu mengasihi kita bahkan sampai wafat di Salib. Berkurban adalah hidup bagi yang lain. Jauh dari keegoisan dan mau menang sendiri. Hidup bagi kesejahteraan bersama bukan kesejahteraan pribadi. Ketiga, kasih itu mengampuni. Mengampuni tanpa syarat. Mengampuni sehabis-habisnya. Jika dalam keluarga tidak ada saling mengampuni maka keluarga pasti tidak tumbuh dalam kasih. Pengampunan justru akan menyempurnakan kasih dalam keluarga itu. Semoga kita sungguh mampu terus hidup dalam saling mengasihi supaya Allah selalu tinggal dalam komunitas keluarga kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Senin B/XXVII
“Pergilah dan perbuatlah demikian!” Inilah kata terakhir dari Yesus kepada seorang ahli kitab yang menanyakan tentang bagaimana memeroleh kehidupan yang kekal. Jelas orang ini memahami sungguh apa dan bagaimana seseorang bisa memeroleh kehidupan kekal. Ditambah lagi dia adalah seorang ahli kitab. Terkadang kita juga ada di situasi ini. Memahami dan mengerti ajaran Kristus juga tahu bagaimana harus melakukan ajaran Kristus itu tetapi tetap saja tidak mampu dan merasa sulit.
Manusia punya sikap yang unik. Hidupnya selalu mengejar rasa aman, nyaman dan untung. Maka manusia berjuang untuk bagaimana terus mendapat dan mengalami situasi aman, nyaman dan menguntungkan. Sayangnya, hal ini juga berlaku dalam hal beriman dan melakukan kasih. Manusia mau terus beriman ketika akan mengalami situasi aman, nyaman dan menguntungkan. Maka tak jarang manusia berhenti beriman atau bahkan meninggalkan iman karena dianggap sudah tidak lagi memberikan rasa aman, nyaman dan menguntungkan tadi. Inilah kisah dari Surat Paulus kepada jemaat di Galatia. Dalam hal berbuat baik atau kasih juga begitu. Jika perbuatan baik dan perbuatan kasih akan semakin membuat kita aman, nyaman dan menguntungkan kita maka kita siap melakukannya. Sebaliknya, saat kita merasa tidak aman, tidak nyaman dan tidak mendapatkan keuntungan dari berbuat kasih dan berbuat baik, kita akan berhenti melakukannya. Samaria yang baik hati menjadi contoh nyata. Dia melakukan perbuatan baik dan kasih bukan untuk aman, bukan untuk nyaman apalagi mendapat keuntungan. Ya, pergilah dan perbuatlah demikian! Maka ini yang akan membuat kita memeroleh kehidupan kekal. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Selasa B/XXVII
Pemahaman yang baik dan benar akan membawa manusia kepada tindakan yang baik dan benar juga. Sebaliknya, pemahaman yang salah atau keliru membawa manusia kepada tindakan yang salah dan keliru. Inilah situasi yang dipilih oleh Maria. Maria lebih dulu ingin menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan oleh Yesus. Maria memilih untuk berusaha memahami dan mengerti sabda Tuhan. Oleh Yesus, Maria dianggap telah memilih bagian yang terbaik dibanding Marta yang sibuk kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara.
Saudaraku, terkadang kita juga seperti Marta. Merasa sudah berbuat banyak hal untuk Tuhan. Pelayanan di gereja, berbuat kebaikan, bakti sosial disana-sini, persekutuan doa, dan sebagainya. Tetapi itu semua menjadi kurang baik karena kita masih dalam kekuatiran dan sibuk dengan banyak perkara. Semua yang kita lakukan tidak didasari dengan pemahaman yang baik dan benar akan sabda-Nya. Maka, dalam pelayanan-pelayanan tadi kita mudah kuatir, mudah kecewa, mudah marah, mudah tidak puas dan sebagainya. Ini artinya kita belum memilih bagian yang terbaik. Yesus ingin kita belajar mendengarkan sungguh apa yang menjadi sabda-Nya. Paulus menjadi pewarta hebat karena mampu mendengarkan sabda Tuhan meskipun ia sebelumnya adalah penganiaya murid dan pengikut Yesus. Berbahagialah kita yang mampu mendengarkan sabda Tuhan dengan baik, untuk akhirnya tekun melaksanakannya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Rabu B/XXVII
Kemunafikan. Situasi nyata yang banyak kita jumpai dan alami. Banyak manusia merasa paling beriman dan paling tau tentang Tuhan. Akhirnya mudah untuk menghakimi, mudah untuk menilai dan mengatur hidup orang lain lewat mulutnya. Menggunakan ayat-ayat suci demi tujuan busuk. Iman dipakai sebagai senjata manipulasi. Ini juga keadaan yang dikritik oleh Paulus. Bangsa Yahudi atau golongan bersunat merasa lebih beriman dari orang di luar Yahudi atau golongan tidak bersunat. Hidup golongan bersunat saat itu tidak berbeda dengan bangsa yang dianggap kafir oleh mereka. Penuh kemunafikan dan tidak bisa menjadi teladan. Relevankah peristiwa ini dalam kehidupan kita saat ini? Saya rasa sangat relevan.
Maka, melalui renungan ini kita diminta untuk terus mampu mewartakan iman kita lewat hidup yang baik. Iman tidak perlu diperlihatkan hanya untuk dipuji dan dilihat. Hidup yang baik dan menjadi berkat bagi yang lain itu adalah wujud iman. Iman bukan sekedar penampilan luar atau perkataan yang selalu menggunakan ayat-ayat suci. Iman seharusnya semakin membuat manusia memiliki kerendahan hati. Doa yang diajarkan Yesus adalah wujud doa manusia beriman. Ada keyakinan yang sungguh, kerendahan hati yang penuh sekaligus rasa berserah yang total. Semoga kita bukan bagian manusia-manusia yang selalu hidup dalam kemunafikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Kamis B/XXVII
Manusia itu cenderung lebih mudah menilai segala sesuatu yang ada di luar dirinya. Satu sisi sangat sulit menilai diri sendiri. Apapun yang ada di luar dirinya akan dengan sangat mudah dinilai, dikomentari, dikritik bagaikan manusia yang sudah paling benar. Di luar dirinya semua selalu salah dan keliru. Sedangkan sisi reflektif, menilai diri sendiri sangat tidak mampu. Parahnya, situasi ini juga berlaku untuk Allah. Manusia akhirnya mudah menilai Allah, mengkritik Allah, berasumsi tentang Allah. Tak jarang hidup manusia akhirnya cenderung kecewa dan marah terhadap Allah.
Ya, selama ini kita seperti itu. Kita bukan mengimani Allah tetapi mengimani karya Allah. Sekali lagi kita jatuh pada situasi mengimani karya Allah bukan Allah. Ini kekeliruan. Karena yang kita imani karya Allah, maka kita mudah menilai Allah dari apa yang sudah Allah buat bagi hidup kita. Saat belum ada berkat yang kita rasakan kita akan mudah marah, kecewa dan pergi dari Allah. Allah selalu kita jadikan obyek kebutuhan kita saja, padahal Allah itu Mahabesar dan Maha Agung. Berhentilah mengimani karya Allah, dan mulailah mengimani Allah. Apapun yang Allah buat dalam hidup kita, yakinlah itu rencana dan kehendak terbaik dari Allah. Kita tidak perlu menilai Allah, mengkritik Allah, apalagi sampai marah dan kecewa. Kita hanya butuh duduk diam sejenak dan mulai menilai diri kita masing-masing. Biarkan Allah berbicara lewat sabda-Nya dan mulailah bicara dengan Allah lewat doa kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Jumat, B/XXVII
Hidup oleh iman berbeda dengan hidup oleh aturan agama. Hidup oleh iman adalah gambaran hidup manusia yang sungguh menyatu dengan Allah. Hidupnya menyatu dengan Allah sekaligus ada dan terus terkait dalam persekutuan iman sebagai sebuah komunitas. Hidup oleh iman mengarah kepada proses persekutuan yang terus menerus dengan Allah menuju keselamatan. Hidup oleh aturan agama lebih menekankan pada pelaksanaan aturan itu. Sibuk dan rumit dengan ritus dan ritual. Berhenti pada bagaimana aturan itu dijalankan. Fundamen dan terkadang sangat radikal. Aturan-aturan agama yang seharusnya menjadi sarana atau media manusia dekat dengan Allah justru menjadi yang utama. Situasi ini biasanya memecah persekutuan itu. Seolah manusia bisa menilai iman yang lain lewat taat tidaknya seseorang menjalankan aturan agamanya.
Saudaraku, tanpa sadar kita juga seperti itu. Kita jatuh dalam situasi hidup oleh aturan agama. Kita tidak hidup oleh iman. Mari kita lihat diri kita. Ketika kita hidup oleh iman maka ciri paling sederhana adalah persekutuan kita dengan Allah intim dan persekutuan kita sebagai komunitas penuh dengan cinta. Tidak ada saling memecah-belah dan menghancurkan. Semoga kita semakin hidup oleh iman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXVII
Kita disebut sebagai anak-anak Allah oleh karena iman. Sebagai anak-anak Allah kita semua adalah sama, tidak dibeda-bedakan. Tidak ada istilah lebih hebat, lebih tinggi, lebih benar, lebih berkuasa dan sebagainya. Anak-anak Allah ini hidup sebagai sebuah persekutuan iman dalam cinta kasih. Anak-anak Allah hidup sebagai satu keluarga dalam Kristus Tuhan. Kristus ada dalam kita dan kita dalam Kristus. Menjadi milik Kristus.
Bagaimana supaya selalu mampu, menjadi pantas dan layak disebut sebagai anak-anak Allah? Bukan karena jabatan, bukan karena status, bukan karena keturunan tertentu, bukan karena kecakapannya, dan sebagainya. Anak-anak Allah adalah mereka yang mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya. Semoga kita layak disebut sebagai anak-anak Allah karena sungguh mendengarkan sabda-Nya, memeliharanya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa B/XXVIII
Tidak mudah mengakui dengan lantang bahwa kita sudah menjadi murid sejati Kristus. Masih jauh dan belum apa-apa. Bacaan-bacaan minggu ini sadarkan kita akan hal itu. Hidup kita selama ini ternyata masih terus mengejar kehormatan dan kekayaan. Kehormatan dan kekayaan adalah yang paling utama. Kita belum berproses hidup total bagi dan untuk Allah. Kita lebih lekat pada kehormatan dan kekayaan daripada melekat kepada Allah.
Pemuda kaya yang menjumpai dan bertanya kepada Yesus tentang Kerajaan Allah adalah gambaran hidup kita. Selama ini kita merasa sudah melakukan banyak hal, sudah memiliki banyak hal, sudah merasa menaati aturan-atur gereja dan sebagainya. Tetapi, hati kita sejatinya bukan melekat pada Allah melainkan pada kehormatan dan kekayaan tadi. Saat kita harus kehilangan kehormatan dan kekayaan, bisa jadi kita juga meninggalkan Yesus. Ya, kita belum pantas mengaku sebagai murid Kristus yang sejati. Kebijaksanaan. Ya, hanya kebijaksanaan yang akan selalu mengarahkan kita memiliki hidup total melekat bagi dan untuk Allah. Kebijaksanaan bisa kita dapatkan ketika kita mampu mencintai dan menghidupi firman-Nya. Dan dari semua itu wujud kebijaksanaan paling utama adalah kemampuan mengasihi. Saat manusia mampu mengasihi, ia adalah manusia bijaksana, karena ia mau terus mencintai dan menghidupi firman-Nya. Sebaliknya, saat manusia terus mengutamakan kehormatan dan kekayaan, ia mulai menghancurkan kasih itu dan semakin jauh dari kebijaksanaan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Oktober 2018
PW St. Teresia dari Avila, Perawan dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Senin, B/XXVIII
Kita senang menuntut tanda dari Tuhan sebagai bukti. Bahkan sering kita baru percaya Tuhan setelah ada bukti tanda itu. Ini juga karakter bangsa Israel yang sudah dipilih Allah. Mereka selalu menuntut tanda untuk bisa percaya kepada Tuhan. Yunus, menjadi tanda kebesaran Allah. Diutus ke negeri Ninive yang dianggap kafir oleh bangsa Israel, tetapi akhirnya bertobat dan menjadi percaya. Mengapa kita harus selalu menuntut tanda baru percaya?
Saudaraku, daripada kita selalu menuntut tanda dari Tuhan, jadikan hidup kita ini sebagai tanda kehadiran Tuhan. Hidup kita adalah tanda kasih Allah. Kita dipilih dan dipanggil. Kita lahir sebagai anak-anak Allah dari perempuan yang merdeka untuk selamat. Maka, jadilah tanda sebagai manusia yang merdeka, manusia yang akan selamat. Merdeka dari perbudakan dosa, merdeka dari rasa benci dan permusuhan, merdeka dari keegoisan dan kesombongan diri. St. Teresa dari Avila menjadikan hidupnya sebagai tanda hadirnya Allah. Semoga hidup kita juga menjadi tanda kehadiran Allah yang mengasihi dan Allah yang bermurah hati.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa, B/XXVIII
Hukum atau aturan keagamaan itu baik. Tujuannya supaya melalui hukum dan aturan itu manusia semakin sampai kepada kesatuan dengan Allah. Wujudnya, manusia akan semakin beriman dan hidup dalam perbuatan kasih. Hukum dan aturan bukan menjadi yang utama. Hukum dan aturan keagamaan harus menjadi sarana atau instrumen bagi manusia untuk semakin mampu mencapai Allah. Selama ini justru terbalik. Manusia menjadikan hukum dan aturan itu sebagai yang utama meskipun iman kepada Allah semakin jauh, hidup dalam kasih semakin hilang.
Ini situasi dalam peristiwa Injil. Banyak kita jumpai juga di sekitar kita. Manusia dengan lantang mengutamakan hukum dan aturan agama demi menghancurkan manusia lain. Bebas berbuat anarki dan main hakim sendiri terhadap manusia yang dianggap melanggar hukum dan aturan agama. Membela dengan kasar hukum dan aturan agamanya demi tujuan menghancurkan hidup manusia lain. Hukum dan aturan agama bukan menjadi sarana atau instrumen bagi manusia untuk semakin beriman dan mewujudkan hidup dalam kasih. Ini situasi manusia yang tidak mengerti hukum, ini adalah situasi manusia yang sok tau tentang aturan agama. Semakin mengerti hukum dan aturan agama, manusia seharusnya semakin beriman, dekat dan menyatu dengan Allah dan hidup dalam kasih. Inilah makna dari hukum dan aturan agama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDL
Renungan 17 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXVIII
PW St. Ignasius dari Anthiokia, Uskup dan Martir
“Saya adalah seorang hamba Gereja. Dengan rendah hati dan penuh iman saya berkomitmen: Kapan pun Gereja membutuhkan, saya siap. Apa pun yang Sri Paus minta, saya laksanakan”. Inilah sepenggal kata dari uskup terpilih Purwokerto di awal Misa Penahbisan Uskup Purwokerto. Ketaatan Iman. Hidup kita adalah milik Kristus. Hendaknya kita selalu hidup dalam Roh Allah itu. Hidup kita bukan milik kita. Hidup yang bukan dalam Roh cenderung kita gunakan untuk memuaskan kedagingan kita. Kesibukan kita memuaskan keinginan daging itu lah yang akan mematikan daya Roh Allah dalam diri kita. Saat daya Roh Allah mati dan hilang maka ketaatan kita akan iman juga pasti lenyap.
Saudaraku, ketaatan iman ini memang berat. Menjadi milik Kristus yang utuh itu sulit. Kita berhadapan dengan keinginan daging yang terus menggebu dalam hidup kita. Kehormatan, kemuliaan, kekayaan, hawa nafsu dan sebagainya. Menjadi milik Kristus berarti menyalibkan hawa nafsu dan keinginan daging kita. Jangan seperti orang-orang Farisi dan Ahli Taurat yang hidup seolah taat tetapi hanya untuk memuaskan kedagingan mereka. Mari menjadi milik Kristus yang utuh dimana ketaatan iman menjadi yang utama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Oktober 2018
Pesta St. Lukas, penulis Injil
Inspirasi Bacaan Harian, Kamis B/XXVIII
Menjadi murid Yesus tidak mudah. Menjadi pekerja-p kerja di kebun anggur Tuhan tidak mudah. Banyak hal menghalangi dan menghancurkan situasi tersebut. “Sic Transit Gloria Mundi”. Kemuliaan dunia hanya sementara, atau tidak abadi. Ini salah satu faktor yang menghancurkan kemuridan kita. Saat yang kita kejar adalah kemuliaan duniawi yang sementara dan tidak abadi, maka kesetiaan sebagai murid Kristus mulai hancur. Hal ini terjadi pada diri pengikut-pengikut Paulus yang meninggalkan dia. Kecuali Lukas yang memiliki kesetiaan sampai akhir. Tanpa sadar, kita juga ada dalam situasi seperti ini.
Hal kedua, menjadi pengikut Kristus hendaknya sadar sebagai hamba dari segala hamba. “Servus Servorum Dei”. Hidup adalah pelayanan atau melayani. Bukan dilayani. Ketika ini tidak disadari maka kesetiaan sebagai murid Kristus juga siap lenyap. Terakhir, Yesus tidak menolak salib. Ya, kita juga diminta untuk siap menderita bersama Kristus. Ada penolakan. Ada penghinaan. Ada kehancuran. Ada fitnah dan dengki. Ada kegagalan. Semua harus dihadapi dan dialami demi pewartaan Injil Tuhan. Yesus tidak pernah menolak salib. Sekali saja kita menolak dan mengeluh terhadap salib kita, saat itu kesetiaan kemuridan kita mulai redup dan tidak akan bercahaya lagi. Saudaraku, mari memiliki kesetiaan dengan spirit-spirit diatas tadi. Bukan kita yang memilih Allah, tetapi Allah yang telah memanggil dan memilih kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Jumat, B/XXVIII
Keselamatan itu jelas ada dalam Tuhan. Itulah janji Tuhan bagi manusia yang mengimaninya. Kita sudah diangkat dan dipilih oleh Tuhan supaya selamat. Maka, jadilah manusia yang selalu punya harapan akan keselamatan itu daripada sibuk cemas dan kuatir akan keduniawian. Hal tersebut tentu merusak dan menghancurkan kebahagiaan kita.
Faktanya, meskipun kita memiliki iman yang membuat kita seharusnya yakin dan berharap akan adanya keselamatan itu, kita justru cenderung sibuk dalam kecemasan dan kekuatiran duniawi. Sibuk mengeluh, marah dan kecewa menghadapi persoalan-persoalan hidup. Seolah tidak ada jalan keluar. Pesimis dan apatis. Kecemasan dan kekuatiran membuat kita ragu akan kekuatan Tuhan. Keraguan akan Tuhan akhirnya membuat kita tidak percaya kepada Tuhan dan seterusnya meninggalkan Tuhan. Saat ini terjadi, maka harapan akan keselamatan itu juga akan hilang. Saudaraku, dalam Tuhan harapan keselamatan itu ada. Lebih baik menjadi manusia optimis yang selalu punya harapan keselamatan dalam Tuhan daripada menjadi manusia pesimis dan apatis karena sibuk dalam kecemasan dan kekuatiran duniawi. Mati pun tidak perlu kita takutkan, karena kita yakin ada keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXVIII
Saat kita mengikuti Ekaristi Katolik di belahan dunia lain, misalnya di Eropa, Amerika dan juga negara-negara di Asia, kita tidak merasa asing. Kita mampu dan sangat memahami ritus yang akan kita ikuti. Inilah kesatuan Gereja Katolik yang kuat. Kristus adalah kepala dan kita adalah anggota-anggota-Nya. Itulah Gereja Katolik. Gereja harus mencerminkan hidup dalam sebuah persekutuan. Hidup sebagai bagian-bagian unik dan khas dalam sebuah persaudaraan dan persekutuan. Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Harus selalu menjadi ciri Gereja Kristus.
Kita mulai dari lingkungan kecil Gereja kita. Selalu adakah Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik itu? Jangan-jangan kita sering ikut andil merusak dan menghancurkan kesatuan Gereja dengan tidak setia sebagai anggota Gereja Katolik. Jangan-jangan kita juga merusak kekudusan Gereja Katolik dengan sikap hidup yang sulit bertobat dan mengampuni. Atau bisa jadi selama ini kita juga menghancurkan nilai Apostolik dengan tidak percaya terhadap hirarki resmi Gereja. Tidak memiliki kepatuhan atau bahkan menghujat dan tidak percaya kepada hirarki resmi Gereja. Semoga, kita selalu sadar dan bangga sebagai anggota Gereja dimana Kristus adalah kepala-Nya. Kesadaran dan kebanggan itu akan membuat kita memahami harus berbuat apa bagi Gereja kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Oktober 2018
Hari Minggu Misi Sedunia ke-92
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa XXIX
Masih sangat banyak manusia dan mungkin kita berpikir bahwa mengikuti dan mengimani Yesus itu bertujuan untuk mendapatkan keuntungan, kehormatan, kejayaan, dan kemuliaan di dunia. Ya, saat semua itu tidak di dapat dan tidak terjadi sangat mudah bagi kita untuk pergi dan meninggalkan iman akan Yesus. Hal itu ada di benak Ibu Yakobus dan Yohanes yang meminta kedua anaknya kelak duduk di sisi Yesus saat nanti Yesus bertahta di Surga. Sesungguhnya, kita menjadi pengikut Yesus itu supaya hidup kita mampu ikut ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah bagi dunia. Untuk mampu ambil bagian dalam rencana keselamatan Allah itu kita harus serupa dan meniru Yesus Kristus sendiri.
Yesus datang ke dunia bukan untuk dilayani tetapi melayani. Bahkan, Yesus datang ke dunia bukan untuk duduk di tahta kehormatan dan kejayaan, melainkan sikap siap berkurban, siap menderita sampai wafat di Salib. Sikap ini yang seharusnya ada dalam kehidupan kita. Kita harus semakin mampu mewartakan Injil kewat sikap hidup kita yang siap melayani, berani berkurban dan siap menderita. Tepat sekali tema Hari Minggu Misi kali ini: Wartakan Injil Bersama Kaum Muda. Kaum Muda harus memiliki sikap hidup yang siap melayani daripada dilayani. Kaum muda harus memiliki sikap siap berkurban. Kaum muda sebagai Gereja masa kini dan masa depan harus semakin mencerminkan kehadiran Kristus bagi dunia. Semoga kita semakin mampu mengambil bagian dalam rencana keselamatan Allah lewat sikap mau melayani dan siap berkurban dan berani menderita bagi kebaikan sesama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Senin B/XXIX
Sebagai orang terpilih dan terpanggil, hidup kita sudah dimenangkan dari dosa. Kita yang sudah mati oleh dosa dihidupkan kembali oleh Roh Allah lewat Kristus supaya selamat. Oleh karena itu, seharusnya mulai saat ini sungguh kita hidup oleh Roh secara spiritual bukan lagi hidup oleh kedagingan dan hawa nafsu.
Semua yang ada di dunia sifatnya temporal atau sementara, bukan menjadi yang utama dan paling diperjuangkan. Sebaliknya, hidup spiritual itu perpetual, abadi dan selamanya. Mari memiliki hidup yang selalu berproses untuk semakin memiliki hidup spiritual yang matang dan berkualitas. Harta, gelar, jabatan, pangkat dan kedudukan, kekuasaan dan kehormatan semua tidak abadi dan tidak dibawa mati. Tetapi, nilai-nilai kristiani seperti kemampuan mencintai bahkan hingga musuh, mengampuni tanpa batas dan syarat, dan mampu hadir serta memihak mereka yang miskin, kecil dan tertindas itulah nilai abadi yang bisa membawa keselamatan. Miliki hidup spiritual yang dewasa dan berkualitas.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa, B/XXIX
“From Nothing to Something”, dari bukan apa-apa dan siapa-siapa menjadi sesuatu. Kira-kira itulah gambaran kita sebagai murid-murid Kristus. Oleh Kristus kita bukan lagi orang asing, tetapi sewarga dengan para Kudus, anggota keluarga Allah. Hidup di atas dasar iman para rasul dan para nabi, dan Kristus sebagai batu penjuru. Batu penjuru yang selalu membawa rahmat perdamaian bagi manusia. Masalahnya, apakah kita sadar dan bangga akan keadaan ini? Sungguhkah kita mampu juga mempertahankan identitas kita sebagai pengikut Kristus? Hidup sesuai dengan ciri kristiani yang penuh cinta dan damai?
Menjaga dan mempertahankan memang tidak mudah. Namun, kita harus terus berjuang dan berusaha. Kristus akan selalu memampukan kita. Dengan identitas sebagai pengikut Kristus hendaknya kita menjadi pribadi-pribadi yang selalu memiliki pikiran positif dan optimis, punya harapan. Memiliki perkataan yang menguatkan dan membangun, bukan menghancurkan dan menyakitkan. Memiliki hati yang damai dan bersih, bukan hati yang penuh benci dan dendam. Juga memiliki sikap hidup yang penuh cinta dan damai. Inilah sikap menjaga dan berjaga. Inilah ciri keluarga Allah. Inilah identitas pengikut Kristus.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXIX
Ternyata tidak hanya dipanggil dan dipilih, kita ini adalah orang-orang yang dipercaya oleh Allah untuk ikut serta ambil bagian dalam rencana karya keselamatan Allah. Jika dalam hidup ini kita diberi banyak karunia kasih Allah. Mungkin berupa kepandaian dan kecerdasan. Kesehatan dan kebahagiaan. Harta kekayaan. Kedudukan, kekuasaan dan kehormatan. Semua itu sekali lagi karena kita dipercaya oleh Allah untuk juga berbagi kasih karunia Allah itu bagi sesama. Kita sekali lagi bukan apa-apa dan siapa-siapa di dunia ini. Dalam sekejap saja semua yang kita miliki dan semua yang bisa kita lakukan akan lenyap. Apakah sungguh hidup kita dengan segala apa yang kita miliki dan kita mampu lakukan punya arti bagi sesama kita? Bukankah siapa diberi banyak maka akan diminta banyak pula dari nya? Berbagi kasih karunia dari Allah adalah sikap berjaga-jaga.
Ya, selama ini kita jatuh pada orientasi diri. Yang penting aku. Allah kita paksa untuk memenuhi segala ambisi hidup kita. Padahal, saat Allah banyak memberikan karunia kasih kepada kita itu menjadi tanda kita dipercaya untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah di dunia. Faktanya, kita masih sulit berbagi kasih karunia. Sulit berbagi pikiran atau ide. Berbagi waktu dan tenaga. Berbagi cerita dan peristiwa. Berbagi rejeki dan harta. Artinya, kita tidak siap menjadi orang-orang yang dipercaya oleh Allah. Artinya, kita tidak mampu untuk berjaga-jaga. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Kamis, B/XXIX
Hidup berakar dan beralaskan dalam kasih. Inilah nasihat Rasul Paulus bagi umatnya di Efesus. Kasih Allah lewat Putera-Nya Yesus Kristus itu dahsyat dan hebat. Melampaui segala pengetahuan. Manusia diharapkan mampu memahami tinggi lebarnya dan luas dalamnya kasih Allah lewat Kristus itu. Sungguhkah kita telah menjadi manusia yang selalu mampu memahami kasih Kristus ini? Bukankah selama ini kita sibuk menghancurkan dan merusak kasih itu?
Kita lebih senang hidup dalam pertentangan. Bahkan, dalam keluarga pun kita lebih senang hidup untuk mulai menciptakan pertentangan. Keluarga terkadang menjadi sumber pertentangan. Damai hilang, kehangatan tidak ada lagi, keharmonisan tinggal kenangan. Manusia lebih senang bertikai dan bermusuhan daripada berdamai dan bersaudara. Memilih menghujat dan mencaci daripada memuji dan menghormati. Saat kita memulai pertentangan di saat itulah kita sudah mulai juga menghancurkan dan merusak kasih itu. Api cinta kasih yang diturunkan oleh Yesus diharapkan terus menyala. Tetapi kita yang seharusnya menjaga api itu terus menyala lewat sikap hidup kita sehari-hari telah gagal. Kita cenderung senang merusak dan menghancurkan kasih itu. Mari semakin belajar mendalami dan memahami kasih Kristus supaya kita mampu menjaga nyala api cinta kasih itu lewat hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Jumat, B/XXIX
“Consortium totius vitae et amoris”. Persekutuan seluruh hidup dalam kasih. Inilah karakter hidup yang seharusnya ada dalam diri manusia Katolik. Hidup satu tubuh, satu Tuhan, satu iman dan satu baptisan. Semua demi kebaikan bersama, kebaikan dunia. Bukan kebaikan diri, kelompok, golongan dan sebagainya. Memelihara dan menjaga hidup yang seperti ini apakah sungguh sudah kita jalankan?
Keluarga dan komunitas terkecil menjadi model bagi hidup sebagai persekutuan dalam kasih. Hidup dalam kesabaran, lembut dan rendah hati, saling membantu dalam kasih. Sayangnya, kita terkadang justru berbuat sebaliknya. Persekutuan kita bukan untuk hidup dalam kasih, tetapi menjadi komunitas yang menciptakan kebencian, menciptakan permusuhan, menciptakan dendam, menciptakan hujatan dan cacian, menciptakan iri dan dengki, dan sebagainya. Akankah kita selamat dengan komunitas seperti itu? Semoga kita mulai bergerak untuk mampu menciptakan komunitas yang sehat sebagai sumber kasih bagi dunia. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu, B/XXIX
Mungkin tahun depan akan berbuah. Jika tidak, tebanglah! Inilah kalimat terakhir dari Injil hari ini. Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah. Manusia beriman diharapkan menghasilkan buah-buah iman dalam hidupnya. Kristus adalah kepala dan kita anggotanya. Kita ada dalam kesatuan dengan Kristus. Situasi ini hendaknya semakin memampukan kita menghasilkan buah-buah itu dalam kesatuan iman, pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan yang penuh dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan dalam Kristus. Sungguhkah hidup kita sudah berbuah?
Kita terkadang justru masih terombang-ambing dalam keraguan akan Allah. Pemahaman kita tentang Allah juga terkadang belum benar sehingga mudah goyah dan tidak percaya. Saat hidup menjadi sulit kita kecewa, saat penderitaan selalu hadir kita marah, saat doa harapan tidak terkabul dan tercapai kita putus asa. Kita tidak pernah dewasa imannya. Kita tidak berproses dan bertumbuh menuju kepenuhan dengan Kristus. Artinya, hidup kita belum berbuah. Mari bertobat, mari kita perbaiki hidup ini. Selalu ada kesempatan dari Allah supaya kita menghasilkan buah-buah iman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa B/XXX
Rabuni, semoga aku dapat melihat. Inilah kata yang keluar dari mulut Bartimeus, si buta yang bertahun-tahun hidup dalam situasi lemah, miskin, terbatas. Bartimeus akhirnya diselamatkan karena mampu menangkap, mengalami rahmat dan cinta Allah yang luas lewat Kristus. Bartimeus berani berteriak, berani bangkit berdiri melepaskan jubah kenyamanannya dan tinggalkan situasi hidup sebelumnya untuk menerima berkat keselamatan dan selanjutnya hidupnya juga akan menjadi berkat bagi sesama. Bagaimana dengan hidup kita?
Ya, diantara kita masih banyak manusia memilih untuk tidak dirahmati. Banyak diantara kita yang bisa nyaman dan bangga dengan situasi hidupnya yang lemah, miskin, terbatas, tertinggal, bodoh dan sebagainya. Mentalitas supaya dikasihani, dibantu dan diperhatikan begitu mengakar. Memilih untuk selalu miskin supaya selalu dibantu, memilih untuk tetap bodoh supaya dikasihani, memilih selalu terlihat lemah supaya banyak yang perhatian. Ini adalah situasi invalid. Situasi sakit. Situasi buta. Hidup seperti ini membuat manusia tidak mampu menerima dan menangkap rahmat kasih Allah yang begitu luas dan besar. Akhirnya, hidupnya tidak mampu menjadi rahmat bagi sesama, bahkan terkadang justru menjadi penghalang dan penghambat rahmat itu. Semoga kita berani seperti Bartimeus. Meninggalkan kebutaan pikiran dan hati kita selama ini. Kita dipanggil dan dipilih untuk selalu mampu mengalami rahmat kasih Allah sekaligus menyalurkan rahmat kasih Allah itu bagi banyak manusia lain. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Senin, B/XXX
Memilih untuk menjadi berkat atau kutuk, menjadi rahmat atau laknat. Kita adalah anak-anak terang. Anak-anak terang yang selalu bersikap ramah satu sama lain, hidup kasih dan saling mengampuni. Yesus menyembuhkan penyakit perempuan saat hari Sabat. Yesus mampu menunjukkan kualitas dan makna hidup terdalam dari pribadi yang menjadi berkat dan rahmat bagi yang lain. Inilah situasi menjadi berkat dan rahmat, bukan sebaliknya menjadi kutuk dan laknat. Bagaimana hidup kita selama ini?
Kita yang seharusnya menjadi anak terang terkadang nyaman hidup sebagai anak kegelapan. Pikiran, perkataan, hati dan sikap hidup kita bukan mencerminkan keramahan satu sama lain, kepenuhan cinta dan pengampunan. Pikiran kita selalu negatif, penuh curiga terhadap sesama. Perkataan kita kotor, jahat dan menghancurkan. Senang dan nyaman memelihara kebencian, amarah dan dendam. Ya, ternyata kita sibuk untuk hidup menjadi kutuk dan laknat. Kita memilih hidup dalam kegelapan. Saudaraku, mari berubah dan bertobat. Jadilah anak-anak terang. Jadilah hidup ini sebagai berkat dan rahmat bagi banyak orang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Selasa, B/XXX
Kasihilah istrimu seperti dirimu sendiri, dan istri hendaklah menghormati suaminya. Ayat ini sering dijadikan senjata oleh suami istri saat keluarga memiliki masalah. Suami biasanya dengan bangga dan merasa paling benar menunjukkan ayat dimana para istri harus tunduk dan hormat kepada suami. Serupa, istri juga ingin menunjukkan ayat dimana suami harus mengasihi istri seperti mengasihi dirinya sendiri. Tidak ada habisnya. Hanya semakin saling menyalahkan. Semua merasa paling hebat dan benar, merasa paling berpengaruh. Padahal melalui suratnya kepada jemaat di Efesus, Paulus menyadarkan kita bahwa cinta suami istri itu menjadi wujud cinta Kristus kepada Gereja-Nya.
Cinta Kristus kepada Gereja-Nya. Inilah rahasia terbesar. Inilah kunci Kerajaan Allah. Pertama, cinta Kristus kepada Gereja-Nya adalah cinta yang total, utuh, habis-habisan, hancur-hancuran. Hidup di manapun dan kapanpun adalah kasih itu sendiri. Kedua, cinta lewat pengurbanan. Cinta tidak ada tanpa pengurbanan. Berani mencintai berarti berani berkurban. Berkurban adalah hidup yang dibagikan bagi yang lain. Ketiga, cinta Kristus kepada Gereja-Nya adalah cinta yang mengampuni. Memperjuangkan perdamaian dan persaudaraan. Bukan hidup dalam kebencian dan permusuhan sepanjang tahun. Lakukan ini dalam hidup kita. Jadilah manusia yang berpengaruh dalam hal kebaikan dan kebenaran. Inilah situasi hadirnya Kerajaan Allah.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 31 Oktober 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXX
Siapapun di dunia ini jika tidak mampu sadar siapa dirinya dan untuk apa hidupnya maka dia tidak akan pernah mampu menjalankan tanggung jawab hidupnya dengan baik. Singkatnya, manusia yang tidak sadar akan identitas dirinya maka tidak akan mampu jalankan misi hidupnya. Faktanya, memang banyak manusia mengalami krisis identitas. Tidak pernah mampu sadar apa dan siapa dirinya. Rasul Paulus dalam suratnya menyasar tentang hal ini. Sebagai ayah, anak, tuan dan hamba hendaknya memahami sungguh apa dan bagaimana seharusnya hidup mereka. Bagaimana dengan hidup kita?
Ya, banyak sekali saat ini kita jumpai manusia yang mengalami krisis identitas. Melalui bacaan Injil, kita disadarkan bahwa identitas kita adalah warga Kerajaan Allah. Sebagai pengikut Kristus dan orang Katolik hendaknya kita mampu bersikap dan bertindak sesuai dengan ajaran-ajaran Kristus itu. Inilah misi kita di dunia. Karena Kristus kita sudah diangkat dan dimuliakan, diselamatkan, maka belajarlah untuk bersikap dan bertindak sebagai ahli waris Kerajaan Allah. Belajar untuk terus mengasihi, bahkan mengasihi hingga musuh. Belajar untuk terus mampu mengampuni tanpa batas dan tanpa syarat. Belajarlah untuk terus hidup bagi yang lain. Hidup sebagai cinta, berkat dan rahmat bagi banyak orang terlebih yang menderita dan kesusahan. Inilah identitas kita sebagai manusia Katolik. Lakukan itu dan keselamatan akan selalu ada dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 November 2018
HR Semua Orang Kudus
Inspirasi Bacaan Harian, B/XXX
Kekudusan itu bukan semacam gelar, tahta kedudukan atau jabatan. Kekudusan lebih pada situasi atau keadaan. Menjadi kudus itu bukan nanti atau yang akan datang tetapi mulai berproses menuju kekudusan saat ini dan detik ini. Kita adalah orang-orang yang telah dipilih dan dipanggil menjadi anak-anak Allah. Kita telah dikuduskan lewat darah Anak Domba. Kita telah diserupakan dengan Yesus Kristus, Anak Allah. Sungguhkah hidup kita sudah pantas dan layak untuk itu?
Menjadi kudus adalah anugerah yang harus diperjuangkan. Meskipun kita sudah dikuduskan hendaknya kita selalu berusaha menjaga kekudusan itu lewat sikap hidup kita sehari-hari. Dua hal yang diteladankan para kudus yang kita peringati hari ini, yaitu pertama hidup berproses dalam pertobatan nyata yang terus menerus. Kedua, hidup selalu berpengharapan kepada Kristus. Mulailah proses pertobatan yang nyata dalam diri kita. Belajar mulai memiliki pikiran yang bersih dan sehat, yang positif daripada pikiran negatif, jahat dan picik. Belajar memiliki perkataan yang bersih, membangun dan menyejukkan daripada perkataan yang kotor, menghancurkan penuh kebencian dan hujatan. Belajarlah punya hati yang damai dan tulus daripada hati yang mendendam dan penuh amarah. Ya, mari menjadi kudus lewat pertobatan terus menerus dan berharap hanya kepada Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 November 2018
Hari Raya Pengenangan Semua Arwah Orang Beriman
Inspirasi Bacaan Harian, Jumat, B/XXX
“Sebab inilah kehendak BapaKu, yaitu supaya setiap orang, yang melihat Anak dan yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal, dan supaya Aku membangkitkannya pada akhir zaman.”
Inilah pernyataan dari Yesus kepada kita. Kita sudah dinobatkan sebagai milik abadi Allah. Kita tidak akan pernah dibuang. Meskipun ada kematian, kita selalu punya harapan akan kebangkitan. Kita akan hidup dalam persekutuan utuh dan abadi dengan Allah dalam kedamaian abadi di surga. Hari ini kita merayakan pengenangan arwah semua orang beriman. Saudara-saudara kita yang telah meninggal membutuhkan doa-doa kita untuk menuju persekutuan utuh dan abadi dengan Allah. Berdoa bagi arwah saudara-saudara kita yang telah meninggal adalah wujud iman.
Pertama, saat kita berdoa bagi saudara-saudara kita yang telah meninggal berarti kita percaya terhadap iman akan kebangkitan. Kita percaya akan keselamatan kekal, hidup abadi. Kematian bukan akhir melainkan awal kehidupan kekal. Dalam hal ini, doa-doa kita bagi saudara-saudara kita yang telah meninggal membantu proses pemurnian mereka sampai mengalami persekutuan utuh dan abadi bersama Allah. Kedua, mendoakan saudara-saudara kita yang telah meninggal akan membawa kita dalam permenungan tentang kematian itu sendiri. Siapapun kita pasti mengalami kematian. Maka, hidup hendaknya semakin baik. Kita siapkan kematian kita dengan memiliki hidup yang baik. Kita telah menjadi milik abadi Allah. Allah tidak ingin ada yang hilang. Allah ingin kita semua mengalami keselamatan dan hidup dalam keabadian. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXX
Hidup adalah Kristus. Bahkan kematian adalah keuntungan. Hidup yang adalah Kristus adalah hidup yang bekerja dan menghasilkan buah. Membuat siapapun semakin maju dan bersukacita dalam iman. Inilah pesan sekaligus nasihat dari Rasul Paulus. Pertanyaan bagi kita: sungguhkah hidup kita ini adalah Kristus? Sungguhkah hidup kita ini selalu berbuah membuat kebaikan bagi siapapun sehingga banyak orang bersukacita dalam iman?
Ternyata meskipun mengimani Kristus, hidup kita bukan hidup adalah Kristus, melainkan diri sendiri. Yang menjadi dasar utama dan penting bagi kita bukan Kristus, melainkan diri kita sendiri. Keakuan dan keegoisan kita sudah merusak hidup kita yang seharusnya adalah Kristus itu. Kita sibuk bagaimana supaya diri kita semakin mulia, semakin terhormat, semakin nyaman dan aman. Bahkan terkadang meskipun harus merusak kebaikan, menghancurkan sukacita, melenyapkan cinta. Hidup seperti ini bukan hidup adalah Kristus. Tidak pernah berbuah dan tidak pernah membawa kemajuan dalam kebaikan dan sukacita. Saudaraku, mari berbenah dan jadikan hidup kita adalah Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 November 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa, B/XXI
Manusia mampu memiliki kasih karena lebih dulu mengalami kasih dari Allah. Kasih Allah itu luas dan dalam, panjang dan lebar. Tidak terbatas. Tidak terukur. Tidak bersyarat. Kasih menjadi hukum yang utama dan pertama. Kasih kepada Allah dengan segenap hati, segenap jiwa dan kekuatan akan memampukan kita mengasihi sesama kita. Sebaliknya, jika sampai saat ini kita belum mampu mengasihi sesama kita itu adalah tanda kita belum mampu mengalami kasih Allah dan mengasihi Allah.
Hidup kita seharusnya menjadi dasar dan sumber kasih itu. Menjadi sumber dan penyalur kasih di manapun, kapanpun dan bagi siapapun. Faktanya, banyak manusia justru menghambat, merusak, menghancurkan dan mematikan kasih itu dalam hidup sehari-hari. Sikap egois dan keakuan. Sikap iri hati, benci dan dendam. Sikap merusak dan menghancurkan hidup sesama lewat fitnah, hujatan dan caci maki. Sudah jelas bahwa manusia yang tidak mampu melakukan tindakan kasih adalah manusia yang tidak mampu mengalami dan memberi kasih dari Allah. Manusia ini jelas jauh dari Allah. Manusia ini jelas tidak beriman kepada Allah. Saudaraku, mari terus belajar menyelami kasih Allah supaya hidup kita adalah kasih bagi banyak orang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Senin B/XXXI
Setiap manusia selalu merindukan kebenaran. Mencari dan meraih, berjuang untuk dapat hidup dalam kebenaran. Tetapi, hal tersebut ternyata tidaklah mudah. Kebenaran akan ditemukan dan diketahui ketika manusia itu selalu hidup baik. Pertama dan terpenting adalah belajar hidup dalam kebaikan. Jangan bicara dan membahas tentang kebenaran jika belum mampu hidup dalam kebaikan. Kebenaran semakin menjauh dan akan sulit dipahami jika manusia masih jauh dari hidup baik. Kebaikan atau hidup baik itulah yang akan memampukan manusia meraih, menemukan, mengetahui dan menghidupi kebenaran.
Kebaikan seperti apa? Paulus lewat suratnya kepada jemaat di Filipi memberi contoh bagaimana kebaikan itu atau bagaimana hidup baik itu. Sehati sepikir dalam satu kasih, satu hati dan satu tujuan. Tidak mencari kepentingan sendiri dan mengejar pujian yang sia-sia. Rendah hati dan mengutamakan kepentingan orang lain. Injil menambahkan bahwa kebaikan yang paling bermakna adalah saat kebaikan itu tidak bisa dibalas. Saat kebaikan itu tidak diingat. Bagaimana hidup kita? Mulailah hidup dalam kebaikan. Kebaikan sekecil dan sesederhana apapun itu akan membawa kita meraih, menemukan, mengetahui dan akhirnya menghidupi kebenaran. Tanpa memulai untuk menjadi baik, sampai kapanpun kebenaran menjadi sulit diketahui. Mari menjaga dan memiliki pikiran baik, perkataan baik, hati yang baik juga sikap dan tindakan yang baik kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Selasa B/XXXI
Banyak manusia yang hidupnya masih mengejar pujian dan kehormatan di dunia ini. Hidup penuh kesombongan dan arogansi yang luar biasa. Tidak memiliki sikap rendah hati sedikit pun. Merasa sebagai pribadi yang paling hebat, lebih dari yang lain dan menganggap rendah sesama. Orientasi hidupnya adalah diri sendiri. Yang penting dan utama adalah “aku”. Ini adalah sikap manusia yang bisa dikatakan tidak percaya kepada Allah yang Mahakuasa dan Mahabesar. Tidak percaya kepada kekuatan Allah. Tidak punya iman. Bagaimana sikap hidup kita selama ini?
Saudaraku, kita adalah orang-orang yang dipilih dan dipanggil oleh Allah untuk menerima undangan cinta dari Allah. Undangan cinta ini adalah undangan menuju keselamatan. Yang menghadiri undangan maka akan menerima rahmat keselamatan. Kita diundang untuk selalu mampu berbuat baik, berbuat kasih, bersikap rendah hati dan mengandalkan kekuatan Allah. Selama ini kita menolak undangan Allah itu, yang artinya adalah gagal hidup dalam perbuatan baik dan kasih, rendah hati dan mengandalkan kekuatan Allah. Ya, sikap sombong dan arogan luar biasa dalam diri kita menghambat itu semua. Kita merasa mampu tanpa kekuatan Allah. Kita sibuk dengan urusan-urusan duniawi demi kepuasan “aku” tadi. Mari hadiri undangan cinta Allah supaya kita semakin mampu menjadi cinta bagi banyak orang dan mengalami rahmat keselamatan itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Rabu B/XXXI
Dalam sebuah pertandingan atau perlombaan selalu dibutuhkan strategi. Strategi yang baik akan menghasilkan kemenangan. Sepak bola, catur, badminton, tinju, dan sebagainya butuh strategi yang tepat demi kemenangan. Hidup beriman juga harus punya strategi. Strategi iman akan membawa manusia kepada keselamatan yang nyata dan sungguh. Strategi iman menghantar kita untuk memenangkan perlombaan hidup menuju keselamatan. Lalu apa strategi iman itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah ketaatan dan kesetiaan yang total, utuh dan selamanya.
Tetapi banyak di antara kita tidak mampu memiliki strategi iman itu. Ketaatan dan kesetiaan yang total, utuh dan selamanya sering justru menjadi beban. Manusia jatuh dan mudah untuk tidak taat dan setia kepada Allah. Saat sakit, menderita, doa tidak terkabul, mengalami kegagalan, mengalami dukacita maka manusia dengan mudah bersungut-sungut dan marah kepada Allah. Kecewa dan putus asa. Akhirnya pergi dan meninggalkan Allah. Ketaatan dan kesetiaan yang total, utuh dan selamanya menjadi hancur. Strategi iman tidak dijalankan dengan baik. Keselamatan yang nyata dan sungguh tentu tidak akan diraih. Saudaraku, kerjakanlah keselamatanmu dengan strategi iman. Teruslah memiliki kesetiaan dan ketaatan yang total, utuh dan selamanya kepada Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Kamis B/XXXI
Manusia mengejar yang ideal dan sempurna di dunia ini adalah hal wajar dan masuk akal. Ingin menjadi pintar dan pandai. Menjadi ahli dan cakap dalam hal tertentu. Sukses dan ternama dalam bidang tertentu. Memiliki kehidupan dan keluarga yang terhormat. Finansial yang cukup dan stabil. Kesempurnaan lahiriah. Hidup kita memang selalu mencari dan mengandalkan hal-hal lahiriah. Paulus mengingatkan, bahwa situasi dan keadaan ini adalah kerugian dan kemalangan. Ya, menjadi kerugian dan kemalangan karena manusia yang selalu mencari, mengejar dan mengandalkan hal-hal lahiriah cenderung tidak mengandalkan Allah dalam hidupnya, sehingga kesempurnaan spiritualnya terbengkalai.
Keadaan mengejar, mencari dan mengandalkan kesempurnaan lahiriah seringkali membawa manusia kepada sikap sombong dan tinggi hati. Merasa mampu dan memiliki segalanya tanpa campur tangan Allah. Akhirnya, hidup merasa paling bersih dan benar. Merasa tidak berdosa dan merasa tidak butuh bertobat. Senang menghakimi dan menilai kekurangan dan kelemahan orang lain. Ini yang dicontohkan oleh Orang Farisi dalam Injil. Saudaraku, kita diingatkan untuk juga memiliki kesempurnaan rohani, kesempurnaan spiritual. Mulai dan beranilah bertobat. Berubah dan berbuah. Surga bersukacita saat satu orang berdosa melakukan pertobatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 November 2018
Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran
Inspirasi Bacaan Harian, Jumat B/XXXI
Mengapa ke Gereja? Untuk apa ke Gereja? Apa motivasi datang ke Gereja, aktif di Gereja, hidup menggereja? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas baik untuk kita refleksikan. Banyak di antara kita ternyata belum mampu mencintai rumah Tuhan. Banyak di antara kita juga “berdagang” di rumah Tuhan. Kita tidak sadar bahwa sesungguhnya hidup kita sendiri adalah gambaran Bait Allah yang suci dan kudus itu. Tetapi, kita sering gagal menjaga kesucian dan kekudusan rumah Tuhan, Gereja, Bait Allah itu sendiri.
Datang dan hadir ke Gereja supaya dilihat dan diakui. Aktif dan rajin pelayanan supaya dihormati dan dihargai. Semangat menggereja supaya terkenal, mencari keuntungan dari kegiatan menggereja. Bukankah ini berarti kita juga “berdagang”? Kita bukan melayani dan menghidupi Gereja, tetapi mencari penghidupan dari Gereja. Kita sudah merusak dan menghancurkan kesucian dan kekudusan rumah Tuhan. Kita juga layak diusir oleh Yesus.
Sepertinya kita harus memurnikan motivasi kita. Bait Allah atau Rumah Allah digambarkan dalam bacaan pertama sebagai tempat yang memancarkan air hidup. Memancarkan aura kehidupan yang positif. Ada kelegaan, kesegaran, harapan, kesembuhan, kehidupan dan keselamatan. Siapapun yang datang dan hadir akan merasakan dan mengalami itu semua. Oleh Paulus kita disadarkan bahwa Bait Allah itu adalah diri kita sendiri. Kita adalah tempat Allah bersemayam. Bait Allah adalah kita dan Roh Allah tinggal dalam diri kita. Jika ada yang membinasakan Bait Allah maka Allah akan membinasakannya juga sebab Bait Allah adalah kudus dan Bait Allah adalah kita. Mari jaga kesucian dan kekudusan hidup kita. Jangan rusak diri kita dengan kedosaan. Jangan lagi kita aktif, melayani dan menggereja hanya untuk “berdagang”. Mari menjaga kesucian berpikir, kesucian berbicara, kesucian bersikap. Hendaknya, hidup kita sebagai Bait Allah adalah air yang menghidupkan, memancarkan kelegaan, kesegaran, harapan, kesembuhan, kehidupan dan keselamatan.
Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXXI
PW St. Leo Agung, Uskup dan Pujangga Gereja
“Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara besar. Barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.” Pernyataan Yesus kepada para murid-Nya ini begitu jelas, tepat dan menyasar. Manusia seperti kita cenderung ingin dipercaya dalam hal-hal besar. Memiliki jabatan, kedudukan tinggi dan terhormat. Menjadi ketua atau pemimpin. Mengurusi proyek-proyek atau kegiatan-kegiatan dalam level besar. Proyek atau kegiatan kecil dan sepele akan kita tolak dan abaikan. Dalam kehidupan pelayanan menggereja pun ternyata kita kerap kali jatuh dalam sikap seperti ini. Padahal tak jarang hidup pribadi kita saja belum berjalan baik dan tidak beres. Kita tidak setia dan bertindak benar terhadap perkara atau tanggung jawab kecil dalam hidup kita. Kita lebih sering mengejar sesuatu supaya dilihat, dipuji, dihargai dan dihormati. Popularitas. Siapapun yang memiliki sikap seperti ini tidak akan pernah mampu setia dan benar dalam tanggung jawab yang besar.
Bagaimana memiliki kesetiaan dalam perkara kecil? Bagaimana mampu bertanggung jawab dalam hal-hal sederhana dan kecil? Bagaimana menjadi benar dalam perkara-perkara kecil? Jelas bahwa Allah ingin kita memiliki kesetiaan, ketaatan, keteguhan, kebaikan dan kejujuran. Inilah senjata yang akan membuat kita mampu setia dan bertindak benar dalam menyelesaikan segala perkara atau tanggung jawab dalam hidup kita. “Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Inilah kata-kata Paulus yang seharusnya menjadi kata-kata kita juga. Saudaraku, daripada sibuk mengejar popularitas dalam pelayanan menggereja, lebih baik kita benahi dulu diri kita. Jadikan dahulu pribadi kita pribadi yang setia dan bertindak benar dalam hal-hal kecil dan sederhana. Belajar bertanggung jawab atas apapun tugas dan pekerjaan kita masing-masing dengan penuh cinta dan sukacita. Sekali lagi, setia dan benar dalam perkara kecil maka akan setia dan benar juga dalam perkara besar. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 November 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa B/XXXII
Pada awalnya, Janda di Sarfat takut dan cemas untuk memberi dan berbagi air dan sepotong roti kepada Nabi Elia. Ia takut karena ada dalam keadaan terbatas. Ia takut mengalami kerugian dan penderitaan. Tetapi, janda ini akhirnya yakin atas kata-kata Allah melalui Elia sehingga akhirnya berani memberi dan berbagi. Saat keberanian untuk memberi dan berbagi itu terlaksana maka yang terjadi adalah kepenuhan dan keselamatan. Dalam hal memberi dan berbagi terkadang kita juga mengalami kesulitan. Kita takut dan cemas untuk memberi dan berbagi. Akhirnya, kita memilih untuk tidak mampu memberi dan berbagi.
Pemberian dan sikap berbagi bukan perkara besar dan banyak. Ketulusan, kesungguhan dan keyakinan itulah yang mendasari. Janda dalam kisah Injil hari ini melakukan itu. Persembahannya dianggap paling besar dari yang lain karena didasari dengan sikap yang tulus, sungguh dan yakin. Janda ini tidak takut dan cemas untuk memberi dan berbagi. Saudaraku, beranilah untuk memberi dan berbagi. Jadikan hidup kita sebagai persembahan yang hidup seperti yang telah Yesus teladankan. Memberi dan berbagi hendaknya jadi spirit hidup kristiani. Belajarlah berani memberi dan berbagi pikiran, perhatian, waktu, tenaga, juga materi. Jangan takut menjadi rugi, kekurangan atau menderita. Pemberian dan sikap berbagi kita adalah keselamatan bagi banyak orang. Saat kita mampu memberi dan berbagi dengan tulus, sungguh dan yakin saat itulah tercipta sukacita dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin, B/XXXII
PW St. Yosafat, Uskup dan Martir
“Jika kalian memiliki iman sebesar biji sesawi, kalian dapat berkata kepada pohon ara ini, ‘Tercabutlah engkau dan tertanamlah di laut,’ maka pohon itu akan menurut perintahmu.” Inilah jawaban yang diberikan Yesus kepada para rasul yang meminta supaya iman mereka ditambahkan. Bagi Yesus, yang terpenting bukan besar kecilnya iman, tetapi bagaimana menusia yang memiliki iman itu selalu memelihara iman dan hidup berdasarkan iman. Janganlah iman hanya dijadikan sebagai atribut kehidupan. Jangan iman hanya sebatas status. Manusia harus selalu hidup dari, untuk dan oleh iman itu sendiri. Kita yang mengimani Kristus hendaknya semakin mampu menjadi bintang terang yang bercahaya yang artinya mampu menjadi contoh dan teladan kehidupan yang baik dan benar. Seperti yang Paulus inginkan, hendaknya kita hidup tidak bercacat, tidak angkuh, bukan pemberang, bukan peminum, bukan pemarah, tidak serakah, melainkan suka memberi tumpangan dan suka akan hal baik, bijaksana, adil, saleh dan dapat menguasai diri dan berpegang pada perkataan yang benar, yang sesuai dengan ajaran yang sehat. Hendaknya kita bukan menjadi manusia beriman yang melakukan penyesatan.
Tentu semua ini tidak mudah. Maka, milikilah iman yang hidup (viva), iman yang nyata dan terlihat (explicita), dan iman yang operatif (operosa). Hidup artinya iman kita selalu terpelihara, tumbuh dan berkembang, dinamis dan tidak statis atau diam di tempat. Perlu bagi kita untuk terus mengisi dan menyuburkan iman kita. Iman yang nyata artinya terlihat, tampak dalam sikap dan tindakan sehari-hari. Iman tanpa perbuatan mati. Operatif artinya iman itu beroperasi dalam hidup. Iman punya pengaruh kuat dalam hidup kita. Semua pikiran, perkataan, hati dan perilaku kita selalu berdasarkan iman itu. Saudaraku, semoga kita semakin mampu memelihara iman dan hidup berdasarkan iman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa, B/XXXII
Hidup adalah pewartaan. Pewartaan dari ajaran yang sehat. Ajaran sehat bukan ajaran sesat. Ajaran sehat adalah firman Allah. Inilah gambaran dari apa yang diinginkan Paulus. Terhadap siapapun dan dalam ukuran usia apapun, Paulus berharap kita semua hidup dalam kebaikan setiap saat dalam pengharapan akan penggenapan kedatangan Tuhan. Kasih karunia Allah yang menyelamatkan kita hendaknya membuat kita semakin terdidik untuk bijaksana, adil dan semakin beriman kepada Allah. Fakta dan kenyataan? Hidup kita ini terkadang justru ada dalam situasi pembiaran terhadap yang jahat. Kita masih jatuh dalam kefasikan dan kedagingan duniawi. Kesombongan, keangkuhan, iri hati dan dengki, keinginan menguasai, saling menjatuhkan dan menghujat lebih mewarnai hidup kita sehari-hari. Ya, kita belum mampu memiliki hidup sebagai pewarta dari ajaran sehat.
Memiliki sikap seperti dan sebagai hamba yang tidak berguna, seperti yang dikisahkan dalam Injil hari ini, sepertinya harus menjadi spirit yang harus ada dalam hidup kita. Melakukan apa yang ditugaskan dan diperintahkan kepada kita. Di hadapan Allah, kita ini adalah hamba yang begitu dikasihi oleh Tuannya. Allah adalah Tuan yang begitu mengasihi kita dan selalu ingin kita mengalami keselamatan. Tuan itu yang menentukan hidup dan keselamatan hamba-Nya. Jadi, sudah layak dan sepantasnya hendaknya hidup kita selalu melakukan yang terbaik bagi Tuan itu. Hidup kita harus menjadi yang terbaik bagi kemuliaan Allah. Mulai melakukan yang terbaik bagi Allah lewat tugas-tugas dalam hidup kita, entah sebagai orang tua, sebagai anak muda, sebagai ayah-ibu, sebagai anak-anak, dan apapun profesi kita di dunia ini, berarti menjadikan hidup kita sebagai pewarta ajaran sehat. Sebaliknya, jika sampai saat ini kita belum mampu menjadi hamba yang melakukan pelayanan terbaik bagi Allah, berarti hidup kita menjadi pewarta ajaran sesat. Marilah menjadikan hidup kita pewarta ajaran sehat bukan sesat. Apa yang kita buat dan kita lakukan dalam hidup ini semata adalah bagi kemuliaan Allah, bukan kemuliaan diri kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXXII
Manusia itu diselamatkan bukan semata-mata karena perbuatan baiknya melainkan karena rahmat Allah. Jadi, kita mampu berbuat kebaikan itu bukan karena kehebatan kita atau kekuatan kita, tetapi sungguh karena rahmat Allah itu. Tanpa kekuatan dan rahmat dari Allah kita tidak akan pernah mampu berbuat kebaikan. Maka, jadilah manusia yang mampu bersyukur atas rahmat Allah. Berdasarkan konteks inilah maka Paulus ingin supaya manusia selalu ingat akan rahmat Allah. Mampu bersyukur atas rahmat Allah lewat ketaatan, hormat terhadap para pemimpin, tidak hidup saling memfitnah dan bertengkar, bersikap ramah dan lemah lembut kepada siapapun. Bukan sebaliknya, hidup bagaikan manusia yang tidak menyadari rahmat Allah yaitu hidup tidak taat, sesat, menjadi hamba nafsu dan keinginan, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji dan saling membenci.
Ternyata menjadi manusia yang menyadari seluruh hidupnya adalah rahmat Allah juga tidak mudah. Banyak manusia belum mampu bersyukur. Seperti kisah dalam Injil di mana sembilan orang kusta tidak kembali kepada Yesus kecuali satu orang kusta dari Samaria. Ia lebih mampu menyadari bahwa kebaikan yang ada dalam hidupnya adalah rahmat dari Allah. Saudaraku, kita masih sulit bersyukur karena kita merasa kebaikan yang ada dalam hidup kita ini karena kekuatan dan kehebatan kita. Kita merasa hidup ini milik kita. Bahkan terkadang kita merasa tidak membutuhkan Allah. Kita yang terbatas dan sementara merasa tanpa batas dan abadi. Marilah kita belajar menyadari bahwa segala kebaikan yang ada dalam hidup kita adalah rahmat dari Allah. Mari menjadi manusia yang selalu mampu bersyukur. Manusia yang selalu mampu bersyukur adalah manusia yang akan berlimpah kebaikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Kamis B/XXXII
Jika ada istilah Kerajaan Allah maka bisa jadi ada juga istilah kerajaan setan. Dalam Injil hari ini, Yesus menjawab pertanyaan orang Farisi tentang kedatangan Kerajaan Allah. Menurut Yesus, Kerajaan Allah sebenarnya sudah hadir di tengah-tengah kita. Namun, Kerajaan Allah tidak bisa dilihat dari tanda-tanda lahiriah. Kerajaan Allah bukan benda kasat mata. Kerajaan Allah itu lebih seperti situasi, suasana atau keadaan. Situasi, suasana atau keadaan seperti apa dan bagaimana? Bagaimana dengan situasi, suasana dan keadaan kerajaan setan?
Situasi, suasana atau keadaan Kerajaan Allah itu adalah kehidupan yang penuh cinta, penuh damai, penuh harapan dan sukacita. Inilah situasi rahmat keselamatan. Situasi inilah yang seharusnya diciptakan dan dihadirkan oleh setiap manusia yang merindukan Kerajaan Allah. Pertanyaan refleksi, apakah selama ini kita menjadi pencipta dan penghadir kehidupan yang penuh cinta, penuh damai, penuh harapan dan sukacita? Atau sebaliknya selama ini kita sibuk menciptakan dan menghadirkan suasana penuh kebencian, penuh permusuhan, penuh keputusasaan dan kesedihan? Jika seperti ini, artinya hidup kita bukan menciptakan dan menghadirkan Kerajaan Allah, tetapi kerajaan setan. Saudaraku, sesungguhnya kita ini manusia-manusia yang selalu merindukan kehidupan yang penuh cinta, penuh damai, penuh harapan dan sukacita. Tetapi tanpa sadar kita justru sibuk hidup dalam kebencian, permusuhan, keputusasaan dan kesedihan. Paulus memberi nasihat: menjadikan sesama sebagai saudara. Inilah semangat yang akan memampukan kita memiliki kehidupan yang penuh cinta, damai, harapan dan sukacita. Mari ciptakan dan hadirkan Kerajaan Allah, bukan kerajaan setan dalam kehidupan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Jumat B/XXXII
Gambaran tentang hari Anak Manusia menyatakan diri begitu mengerikan. Sejajar dengan peristiwa Nuh dan juga Lot. Hanya yang setia kepada perintah Allah yang akan selamat, sedangkan yang lain semua binasa. Melalui kisah Injil sebenarnya kita diingatkan lagi, bahwa saat hari kedatangan Anak Manusia menyatakan diri, yang paling utama dan penting bukan lagi segala hal yang sifatnya jasmani dan sementara. Mencintai nyawa maka akan kehilangan nyawa. Yang utama dan penting adalah yang spiritual dan abadi. Hidup di dalam kasih. Inilah spiritualitas yang membawa kita kepada keselamatan.
Paulus ingin kita semua mulai mampu hidup di dalam kasih. Hendaknya ini yang menjadi keutamaan dalam hidup kita saat ini. Jaminan keselamatan kita. Jaminan hidup abadi kita. Faktanya? Selalu ada kesulitan bagi kita untuk menjadi duta-duta cinta kasih. Suami dengan istri, orang tua dengan anak, kakak dengan adik, menantu dengan mertua terkadang belum mampu punya relasi kasih yang baik. Memilih tidak peduli daripada memberi perhatian. Memilih memusuhi dan mendendam daripada hidup damai dan bersaudara. Memilih mencaci dan menghujat daripada memuji dan mendukung. Apakah situasi ini akan membuat kita selamat? Saudaraku, mari hidup di dalam kasih. Berusaha dan berjuanglah sekuat tenaga supaya hidup setia di dalam kasih setiap saat bagi siapapun, di manapun dan kapanpun. Saat kedatangan Anak Manusia terjadi, kita adalah yang layak dan pantas diselamatkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian, Sabtu B/XXXII
PW. St. Elisabeth dari Hungaria, Biarawati.
Berdoa dengan tidak jemu-jemu. Inilah yang menjadi pesan utama dari bacaan Injil hari ini. Diselaraskan dengan surat Rasul Yohanes maka doa seharusnya punya aksi nyata. Aksi nyata dari doa adalah perbuatan kasih terhadap sesama itu. Setiap manusia pasti berdoa, bahkan bisa dikatakan selalu berdoa. Tetapi, tak jarang juga manusia menjadi malas berdoa, lupa berdoa bahkan tidak berdoa lagi. Ya, manusia cenderung mengalami kejemuan dalam berdoa. Apa yang membuat manusia menjadi jemu berdoa? Apakah artinya juga jemu melakukan perbuatan kasih?
Doa adalah komunikasi manusia dengan Allah.
Kita jemu berdoa karena komunikasi kita dengan Allah itu kita lakukan satu arah. Kita hanya mau didengar tetapi tidak mau mendengarkan Allah. Akibatnya, komunikasi satu arah ini membuat doa kita terjangkit virus doa. Virus pertama adalah pemaksaan. Doa hanya kita lakukan untuk memaksa Allah mengabulkan segala permohonan kita. Virus kedua pelarian; doa yang kita lakukan hanya bentuk pelarian kita dari setiap persoalan hidup. Kita mencari penghiburan atas masalah lewat doa. Virus ketiga adalah virus pembenaran. Kita berdoa hanya untuk mencari pembenaran diri terus menerus. Merasa orang paling benar dan suci jika sudah berdoa. Maka, doa seharusnya komunikasi dua arah. Ada saat kita mendengarkan Allah sehingga kita semakin mampu mengenal Allah dan memahami apa yang menjadi rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita. Situasi ini akan membuat doa kita mewujud dalam aksi nyata. Aksi nyata dari setiap doa kita adalah perbuatan kasih terhadap sesama. Pikiran kita, perkataan kita, dan juga hidup kita adalah doa itu sendiri. Jika hidup kita adalah hidup tanpa perbuatan kasih artinya kita bukan pendoa. Mulailah untuk tidak jemu berdoa yang artinya tidak jemu berbuat kasih. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 November 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Biasa XXXIII
Tidak ada hal yang abadi dan sempurna di dunia ini. Semua bersifat sementara dan punya kekurangan. Kekuasaan, kekayaan, kehormatan, keahlian, kepandaian, kepopuleran. Hidup kita pun hanya sementara, begitu banyak kekurangan dan kelemahan. Hidup tidak akan bertahan lama. Semua hanya menunggu waktu akhir tiba. Hanya Allah dan kasih-Nya melalui Yesus Kristus itulah satu-satunya yang abadi dan sempurna. Sayangnya, kita manusia tidak mampu melihat tanda-tanda ini. Kita selalu pura-pura buta dan tuli terhadap tanda-tanda ini sehingga jatuh pada kehidupan yang penuh ambisi mengejar dan meraih yang tidak abadi dan sempurna tadi. Bagaimana dengan hidup kita?
Manusia saat ini hidup seolah tidak ada hari akhir itu. Penuh ambisi mengejar hal yang tidak abadi dan sempurna itu. Bahkan, bebas menghancurkan, menghujat, memfitnah, menyakiti, memusuhi, dan sebagainya hanya demi ambisi-ambisi kekuasan, kekayaan juga kehormatan itu. Kebenaran harus jadi salah, yang salah jadi dianggap dan dipaksa menjadi benar. Manusia lupa dan tidak takut. Manusia menjadi buta dan tuli akan cinta dan kebenaran Allah. Minggu ini melalui bacaan kita diingatkan dan diteguhkan kembali waktu penghakiman itu ada. Maka hendaknya kita mempersiapkan diri untuk menjadi pantas dan layak diselamatkan. Pantas dan layak sebagai orang-orang pilihan Allah yang diselamatkan. Jangan lagi menjadi buta dan tuli terhadap tanda-tanda ini. Jangan menunggu waktu itu tiba baru bertobat, tetapi mulai persiapkanlah hidup ini untuk tidak lagi menjadi buta dan tuli terhadap tanda-tanda itu. Lebih baik kita mengejar dan meraih yang abadi dan sempurna. Cinta dan kebenaran Allah hendaknya selalu ada dalam kehidupan kita. Hidup dalam cinta dan hidup dalam kebenaran inilah yang akan membuat kita pantas dan layak diselamatkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin, B/XXXIII
Saat ada situasi jahat, situasi salah, situasi keliru, situasi tidak baik, situasi tidak benar, situasi buruk biasanya kita akan reaktif. Nurani dan akal sehat kita merasa terusik dan terganggu. Kita menjadi tidak nyaman dan damai. Rasanya kita ingin segera memperbaiki, membenarkan, membetulkan, meluruskan segalanya. Sungguhkah sikap ini masih ada dalam kehidupan kita? Inilah situasi yang disadarkan lewat kitab Wahyu. Yohanes menegur, “Sadarilah, betapa dalamnya engkau telah jatuh, bertobatlah!” Ya, konteks kehidupan kita saat ini memang telah membuat kita tidak lagi merasa terusik dan terganggu saat ada situasi jahat, situasi salah, situasi keliru, situasi tidak baik, situasi tidak benar, situasi buruk. Nurani dan akal sehat kita sudah mati dan buta. Kita memilih untuk tidak peduli dan tidak mau tahu. Sejauh tidak merugikan diri sendiri maka kita memilih untuk masa bodoh.
Saat ada kejahatan dan keburukan tetapi kita diam, berarti kita hanya menyenangkan dan memenangkan roh jahat. Situasi ini adalah situasi manusia kehilangan kasih. Mungkin kita mengomentari tindakan jahat dan buruk. Mungkin kita mengkritik bahkan menghujat tindakan keliru dan salah. Tetapi sejatinya kita tidak pernah melakukan apapun dengan kasih. Kita tidak sungguh-sungguh mengembalikan kebaikan dan kebenaran itu. Kita telah buta terhadap kebaikan dan kebenaran. Kita buta terhadap cinta Allah. Saudaraku, marilah kita mendekat kepada Yesus. Mintalah kesembuhan seperti orang buta dalam kisah Injil. Artinya, kita bertobat. Mari mulai berjuang dan berusaha hidup untuk terus memenangkan dan menegakkan kebaikan dan kebenaran dengan kasih yang kita miliki. Jangan lagi menjadi buta, masa bodoh dan tidak peduli terhadap keadaan dan situasi jahat atau buruk. Hidupkan lagi nurani dan akal sehat kita sebagai suara Allah yang membimbing dan menuntun kita lewat cinta-Nya. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa, B/XXXIII
Hati yang penuh kasih, penuh kedamaian dan penuh sukacita adalah kerinduan setiap manusia. Ini gambaran hati dan hidup manusia yang memiliki relasi atau intimasi dengan Allah. Tetapi semua itu bisa hancur dan hilang saat manusia jatuh ke dalam dosa. Dosa membuat manusia kehilangan hati dan hidup yang penuh cinta, penuh kedamaian dan juga penuh sukacita. Rasul Yohanes melalui kitab Wahyu mengkritik hidup iman manusia yang meskipun hidup tetapi mati, juga iman yang suam-suam kuku, tidak pernah total. Manusia lebih senang mencemarkan hati dan hidupnya dengan dosa. Saat manusia ada dalam situasi dosa, hati dan hidupnya hanya akan dikuasai oleh kebencian, perselisihan dan kemuraman. Allah tidak pernah rela manusia terlepas dari cinta-Nya. Allah tidak pernah membiarkan manusia bertahan dalam situasi kedosaan.
Situasi hati yang penuh kebencian, penuh perselisihan dan penuh kemuraman dialami oleh Zakheus. Ia selalu dimusuhi oleh bangsanya sendiri, karena sebagai pemungut cukai ia dianggap mendukung penjajah. Hidupnya dibenci dan dijauhi dan pada akhirnya ia juga membenci dan tidak punya kasih. Hatinya tidak bersukacita. Namun semua berubah setelah Yesus hadir menumpang di rumahnya. Keadaan menjadi berbalik. Zakheus penuh dengan sukacita, penuh kedamaian dan penuh dengan cinta. Zakheus bertobat, berubah dan berbuah. Ya, pertobatan membuat Zakheus kembali memiliki hidup. Saudaraku, bagaimanakah hati yang kita rasakan dan hidup yang kita jalani saat ini? Adakah kita kehilangan cinta, damai dan sukacita itu? Bila ya, artinya kita sedang jatuh dalam dosa. Mari segera bertobat, berubah dan akhirnya berbuah. Membuka hati secara luas dan dalam agar Allah mau hadir dan mengampuni. Jadikan hati dan hidup kita sebagai hidangan terbaik bagi Allah supaya Allah mau hadir di rumah hati kita, duduk makan bersama dengan kita membawa keselamatan. Jangan biarkan kedosaan menetap nyaman dalam hati dan hidup kita. Alamilah apa yang dialami Zakheus. Itulah keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 November 2018
PW St. Maria dipersembahkan kepada Allah
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXXIII
Kitab Wahyu menggambarkan tentang keadaan akhir jaman. Semua makhluk memuji dan memuliakan Allah, “Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah yang mahakuasa, yang selalu ada, dulu, kini dan kelak.” Sifat keabadian dan kesempurnaan Allah begitu ditampakkan dan diperlihatkan. Hal ini tentu menyadarkan kita untuk juga mampu menggapai kemuliaan Allah itu. Mengalami keabadian dan kesempurnaan kelak bersama Allah di surga. Caranya? Injil menjawab melalui perumpamaan tentang seorang raja yang memberi mina kepada hamba-hambanya. Ya, hidup kita sudah dipercaya dengan berkat, maka hendaknya hidup kita menjadi berkat itu. Hidup yang berbuah banyak supaya semakin banyak manusia mengalami dan mengenal cinta Allah.
Bagaimana dengan kehidupan kita sejauh ini? Sungguhkah hidup kita telah berbuah lipat? Cinta dan berkat dari Allah sungguhkah kita nyatakan dalam kehidupan kita sehari-hari? Sungguhkah hidup kita punya makna dan manfaat bagi sesama? Belajarlah dari Bunda Maria. Bunda Maria menunjukkan hidup yang berbuah. Hidup yang menjadi berkat. Hidup yang bermakna bagi dunia. Keteladanan Maria ini nampak dalam sikapnya yang selalu mau menerima cinta Allah, mau membalas cinta Allah dan mau menjadi wujud cinta dari Allah itu sendiri. Menerima cinta Allah adalah siap sedia taat terhadap apapun rencana dan kehendak Allah dalam hidup kita (Fiat Voluntas Tua). Membalas cinta Allah adalah setia dan tidak pernah sedetikpun pergi dan meninggalkan Allah, meskipun hidup yang harus dijalani sulit, berat, bahkan sangat menderita. Akhirnya hidup Maria sungguh menjadi wujud cinta Allah bagi dunia. Karena ketaatan dan kesetiaan Maria, keselamatan hadir bagi dunia. Kita pun diharapkan untuk hidup dalam ketaatan dan kesetiaan ini supaya hidup kita menjadi berbuah, bermakna, menjadi cinta dan berkat bagi banyak orang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 November 2018
PW St. Sesilia, Perawan dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Kamis, B/XXXIII
Allah tidak menciptakan manusia dalam keburukan atau kejahatan. Semua manusia diciptakan dan diadakan oleh Allah itu baik adanya, bahkan sempurna. Lalu kenapa di dunia ada manusia dengan sikap buruk dan jahat yang begitu rupa? Keadaan ini terjadi karena manusia tidak berhasil mempertahankan identitas ciptaannya. Identitas ciptaan sebagai pribadi terkasih, penuh cinta, tercipta oleh kebaikan dan kebenaran dari Allah. Manusia yang bersikap buruk dan jahat adalah manusia yang mengkhianati identitas ciptaanya. Ini juga gambaran yang tampak dari kota Yerusalem yang ditangisi oleh Yesus. Yerusalem sebagi kota Allah, kota pilihan, kota yang dikasihi ternyata justru tidak pernah menemukan damai sejahtera. Yerusalem justru membutakan dirinya dari cinta Allah. Yerusalem tidak sadar bahwa keadaan itu akan membuat kehancuran.
Saudaraku, hidup kita tak ubahnya kota Yerusalem yang ditangisi oleh Yesus. Sering kita yang seharusnya hidup dalam kebaikan dan kebenaran ini sengaja memilih buta. Memilih untuk selalu egois, mau menang sendiri. Sibuk memuaskan hawa nafsu duniawi yang sementara, jatuh dan bertahan dalam dosa. Yesus yang menangisi Yerusalem juga menangisi kita. Jalan terbaik adalah kembali kepada Kristus. Dia adalah Anak Domba, Tunas Daud yang menurut kitab Wahyu akan mampu melepaskan belenggu dosa kita dan membawa kita kepada keselamatan. Sadari dan kembalilah kepada identitas ciptaan itu. Kita diciptakan sebagai pribadi terkasih, penuh cinta. Kita diciptakan oleh kebaikan dan kebenaran dari Allah. Jangan pernah biarkan lagi apapun merusak itu semua. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Jumat, B/XXXIII
“Makananku adalah setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Kutipan ini selaras dengan cerita dalam Kitab Wahyu yang menggambarkan kisah malaikat meminta Yohanes untuk mengambil dan memakan gulungan Kitab. Kitab itu akan terasa pahit dalam perut, tetapi manis bagaikan madu dalam mulut. Mengapa manis dalam mulut tetapi pahit dalam perut? Saudaraku, selama ini sikap kita terhadap firman Allah ternyata serupa dengan gambaran di atas. Kita tidak sungguh-sungguh memakan dan mencerna firman atau sabda Allah itu. Firman atau sabda Allah selama ini hanya menjadi kekaguman mulut kita. Manis bagaikan madu di mulut. Hanya sebatas untuk dibicarakan, dibahas untuk memenuhi kepuasan intelektual dan kepuasan emosional semata. Merasa takjub dan bangga dengan ayat-ayat yang menyentuh tetapi tidak sungguh memaknai, mencerna dan mempraktikan dalam hidup. Sebaliknya, kita tidak pernah sungguh-sungguh mengunyah dan mencerna firman Allah. Mewujudnyatakan dalam hidup. Kita belum mampu menjadi pelaku-pelaku firman.
Selama ini banyak orang Katolik ke Gereja fokus hanya untuk terima komuni saja. Padahal saat menghadiri Ekaristi, ada dua liturgi yaitu liturgi sabda dan liturgi ekaristi. Liturgi sabda adalah saat firman Allah dibacakan dan didengarkan, bahkan direfleksikan dan direnungkan bersama melalui homili. Sabda ternyata belum menjadi perhatian utama kita. Saat liturgi sabda banyak umat sibuk sendiri, bermain gadget, mengobrol bahkan tidur. Apalagi jika homili tidak menarik dan membosankan. Lalu saat komuni dengan tenang ikut menyambut. Ini gambaran kita tidak menghormati kekudusan rumah Tuhan. Saudaraku, mari mulai menyadari bahwa firman Allah atau sabda Allah itu adalah makanan spiritual kita. Mari mulai mencintai firman-Nya. Jadikan firman Allah atau sabda Allah ini kekuatan dan semangat hidup supaya kita mampu menjadi pelaku-pelaku sabda. Pelaku-pelaku sabda yang membawa banyak manusia semakin mengenal dan mengalami Kristus Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu B/XXXIII
Allah kita adalah Allah yang hidup. Iman kepada Allah yang hidup tidak akan membawa manusia kepada kehancuran dan kebinasaan atau kematian kekal. Sebaliknya iman itu akan membawa manusia kepada kehidupan kekal abadi bersama Allah di surga. Manusia akan mengalami kebangkitan untuk keselamatan. Maka sebagai pertanyaan refleksi: Sudahkah kita ini menjadi manusia-manusia yang pantas dan layak dibangkitkan untuk keselamatan itu?
Sungguhkah kita percaya akan kebangkitan? Selama ini jangan-jangan kebangkitan hanya bagaikan informasi, berita atau cerita yang pernah ada dalam hidup kita. Sifatnya hanya informatif. Kita tidak sungguh mengimani kebangkitan. Kebangkitan yang diimani seharusnya memiliki dua sifat yaitu performatif dan transformatif. Performatif artinya membentuk sedangkan transformatif artinya mengubah. Ya manusia yang percaya kepada kebangkitan hendaknya selalu mengalami situasi siap dibentuk dan diubah sesuai dengan rencana dan kehendak Allah. Faktanya kita seringkali keras hati, bebal, tidak pernah membuka diri seluas-luasnya terhadap rencana dan kehendak Allah. Kita tidak pernah mau siap bahkan selalu menolak untuk diubah dan dibentuk. Kita lebih senang bertahan untuk hidup dalam situasi di luar rencana dan kehendak Allah. Hidup saling membenci, saling memusuhi, saling menghancurkan, saling menjatuhkan dan sebagainya. Kita lupa dan menolak untuk hidup dalam cinta kasih, perdamaian, persaudaraan. Semoga iman akan kebangkitan sekali lagi bukan hanya informatif, tetapi sungguh performatif dan transformatif. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 November 2018
Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam
Inspirasi Bacaan Minggu B/XXXIII
Kerajaan disebut masyhur dan besar biasanya karena lamanya masa pemerintahan, luas dan banyaknya daerah kekuasaan, memiliki kekayaan dan kemajuan dalam banyak hal, raja yang kuat dan disegani, panglima perang yang hebat dan ditakuti. Inilah gambaran kerajaan dunia yang jaya. Kristus yang kita imani adalah Raja. Lalu bagaimana dengan kerajaan Kristus? Seperti apa kerajaan-Nya? Kita mengimani Yesus Kristus Raja Semesta Alam, tetapi sungguhkah kita mengerti apa dan bagaimana kerajaan Kristus itu?
Karakteristik Kerajaan Kristus sangat jauh berbeda dengan kerajaan dunia. Pertama, Kerajaan Kristus adalah Kerajaan yang abadi, tidak bisa hancur dan musnah, sifatnya kekal selamanya. Kristus Raja ingin supaya hidup kita mengarah kepada keabadian, hidup kekal. Hidup bukan untuk sibuk berambisi mengejar kefanaan. Hawa nafsu kedagingan inilah kefanaan. Kedua, Kerajaan Kristus adalah Kerajaan Cinta Kasih. Kristus Raja adalah wujud cinta Allah yang menyelamatkan. Cinta menjadi kekuatan. Cinta adalah senjata kehidupan. Ketiga, Kerajaan Kristus adalah Kerajaan Kebenaran. Kristus datang sebagai Raja untuk menunjukkan dan mewartakan kebenaran. Kekuasaan Kristus Raja adalah kebenaran. Kristus Raja ingin manusia selalu mampu menunjukkan kebenaran sekaligus mewartakan kebenaran, hidup dalam kebenaran. Saudaraku, semoga perayaan Hari Raya Tuhan Kita Yesus Kristus Raja Semesta Alam ini memberi semangat bagi kita untuk mampu mengarahkan hidup kepada keabadian, memiliki kekuatan senjata cinta kasih dan hidup yang selalu dikuasai oleh kebenaran. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin B/XXXIV
“Merekalah orang-orang yang mengikuti Anak Domba ke mana saja Ia pergi. Mereka ditebus dari antara manusia sebagai kurban-kurban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela.” Itulah kutipan terakhir dari Kitab Wahyu yang menceritakan tentang 144.000 orang dengan tanda di dahi bertuliskan nama Anak Domba dan nama Bapa-Nya. Mereka inilah gambaran manusia yang mengalami keselamatan. Kisah ini menyadarkan kita bahwa ada keselamatan tetapi ada juga yang tidak diselamatkan. Tidak semua mengalami keselamatan itu. Bagaimana dengan diri dan hidup kita?
Menarik bahwa yang diselamatkan tadi adalah orang-orang yang selalu mengikuti Anak Domba ke manapun Ia pergi. Juga ada karakter kuat dan mendasar yaitu di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; bahkan mereka dikatakan tidak bercela. Itulah ciri dan karakter manusia yang diselamatkan. Lalu apakah kita sudah punya ciri dan karakter itu? Bukankah selama ini mulut dan hidup kita justru penuh dengan kebohongan, tipu daya dan kemunafikan? Memanipulasi kebenaran menjadi kesalahan. Hidup kita pun ada kedosaan yang selalu menetap dan kita pertahankan. Kita hidup bercela. Janda miskin dalam kisah Injil menjadi jawaban bagi kita untuk mengalami keselamatan itu. Memberikan hidup sebagai persembahan terbaik kepada Allah. Hidup jujur dan tidak bercela inilah persembahan terbaik bagi Allah. Kejujuran adalah buah kebaikan dan kebenaran. Kebaikan dan kebenaran adalah hidup yang tidak bercela. Inilah jalan untuk keselamatan kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa B/XXXIV
Kitab Wahyu kembali mengisahkan tentang akhir zaman. Akhir zaman dilukiskan seperti saat atau musim menuai, saat panen. Situasi itu menggambarkan situasi ancaman dan ketakutan yang luar biasa. Malaikat-malaikat keluar dengan sebilah sabit tajam. Saat menuai atau panen, hasil tuaian atau hasil panenan terbaiklah yang akan dikumpulkan dan disimpan. Hasil yang tidak baik atau hancur akan ditinggalkan dan dimusnahkan. Apakah hidup kita adalah hasil tuaian atau hasil panenan terbaik? Yesus ingin kita selalu mampu berjaga dan siap sedia. Artinya, Yesus ingin supaya hidup kita adalah hasil tuaian atau hasil panenan terbaik.
Kuncinya adalah mengubah pola pikir tentang akhir zaman. Akhir zaman jangan dibayangkan sebagai sebuah ancaman dan ketakutan yang luar biasa. Sebaliknya, akhir zaman adalah kerinduan dan harapan terdalam bagi hidup kita. Kerinduan dan harapan untuk hidup dalam persekutuan abadi dengan Sang Maha Kuasa. Cara pikir ini akan membawa manusia mampu mengubah dan membentuk hidupnya sebagai hasil tuaian atau hasil panenan terbaik. Akhir zaman sebagai kerinduan dan harapan akan membuat manusia berjaga dan siap sedia lewat kesetiaannya yang utuh dan total kepada Allah. Selama musim tanam, ada angin, badai, hujan, panas terik, juga serangan hama yang dapat mempengaruhi kualitas hasil tuaian. Di dalam hidup, kita pun pasti mengalami penolakan, pengasingan, kejatuhan, kegagalan, kesedihan, kehancuran dan kedukaan, tetapi dengan kesetiaan yang utuh dan total kepada Allah kita akan dapat menjadi hasil tuaian atau hasil panen terbaik. Sekali lagi berpikirlah bahwa akhir zaman adalah kerinduan dan harapan kita. Mari berjaga dan siap sedia lewat kesetiaan utuh dan total kepada Allah untuk menjadikan hidup sebagai hasil tuaian atau hasil panenan terbaik. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu, B/XXXIV
Salah satu hal paling sulit dipertahankan adalah nilai kesetiaan. Dalam hal iman ternyata kesetiaan kita juga lemah. Kesetiaan kita belum sungguh utuh dan total. Apalagi saat iman seolah tidak punya dampak hebat dan menguntungkan dalam hidup. Taat tetapi mengalami sakit dan menderita. Berdoa tetapi selalu mengalami kegagalan. Aktif pelayanan tetapi hidup susah dan sengsara. Selalu berbagi tetapi dimusuhi dan dijauhi. Saat situasi begini kesetiaan iman kita akan rapuh, goyah, runtuh dan akhirnya hilang. Komitmen iman kita terluka. Padahal siapapun yang bertahan setia sampai mati akan dikaruniai mahkota kehidupan. Hidupnya tidak akan hancur binasa melainkan hidup abadi dalam damai sukacita bersama Bapa.
Sadar bahwa menjadi murid atau pengikut Yesus harus siap menderita menjadi jawaban. Siap mengalami keadaan yang tidak diinginkan. Karena nama Yesus kita akan dibenci, ditolak dan dimusuhi. Keadaan yang tidak kita inginkan itu terkadang adalah rencana dan kehendak Allah bagi hidup kita. Siap menderita dalam sukacita. Kesetiaan itu bertahan dan bernilai saat manusia siap menderita dengan sukacita. Kesetiaan selalu membutuhkan pengorbanan. Hidup kita mungkin akan mengalami kesulitan, kegagalan, kejatuhan, kehancuran, kekecewaan, dan sebagainya. Tetapi, janganlah semua itu kita jadikan sebab dan alasan untuk pergi meninggalkan Allah. Tidak perlu takut terhadap situasi menderita karena Yesus telah berjanji bahwa sehelai rambut pun tidak akan hilang dari diri kita. Sebaliknya, jadikanlah situasi saat menderita itu sebagai kesaksian akan iman dan cinta Allah. Bertahan untuk setia lewat sikap siap menderita dengan sukacita akan membawa kita menikmati anugrah mahkota kehidupan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 November 2018
Inspirasi Bacaan Harian Kamis B/XXXIV
Ada malapetaka, bencana, keruntuhan, kehancuran, kebinasaan juga kematian. Ini situasi dan keadaan yang dilukiskan dalam kitab Wahyu tentang akhir zaman. Lukisan tentang akhir zaman yang penuh dengan malapetaka, bencana, keruntuhan, kehancuran, kebinasaan juga kematian ini yang membuat banyak manusia mengalami kengerian, kecemasan dan ketakutan menghadapi akhir zaman. Benarkah situasi dan keadaan ini yang nanti akan kita alami? Mengapa Allah begitu menakutkan? Bagaimana hidup kita nanti? Mungkin ini pertanyaan kita selama ini tentang hari penghakiman atau akhir zaman itu.
Akhir zaman sesungguhnya adalah hari kemenangan. Kemenangan atas kuasa maut atau dosa. Jadi, situasi dan keadaan di atas adalah keruntuhan, kehancuran dan kematian kuasa maut atau dosa itu. Babilon adalah simbol kota yang dikuasai kegelapan dosa akhirnya dibinasakan oleh Allah. Dalam Injil Yesus bercerita tentang kejatuhan Yerusalem. Kota Allah. Sebagai pribadi yang dipanggil dan dipilih Allah, hidup kita adalah gambaran Yerusalem. Maka, jangan sampai hidup kita saat ini seperti yang dialami oleh kota Yerusalem. Kota Allah ini mengalami kehancuran karena membiarkan dirinya dikuasai oleh kuasa maut dan dosa. Hendaknya kita mampu menuju akhir zaman lewat kemenangan kita atas kuasa maut dan dosa itu. Mari bangkit dan angkat muka kita untuk berani mendekat dan melihat Allah penyelamat yang sudah dekat. Lepaskan hidup kita dari kuasa maut dan belenggu dosa. Bertobat, berubah dan berbuah. Saat akhir zaman bersama para malaikat Allah kita akan menyanyikan pujian bagi kemuliaan dan kekuasaan Allah sebagai kemenangan keselamatan. Hidup dalam persekutuan abadi bersama Allah Bapa. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 November 2018
Pesta St. Andreas, Rasul
Inspirasi Bacaan Harian Jumat B/XXXIV
“Mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus.” Hal itu yang dilakukan oleh Petrus dan Andreas sesaat sesudah Yesus berkata, “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan kujadikan penjala manusia.” Apa kira-kira yang membuat Petrus dan Andreas tidak berpikir dua kali untuk segera mengikuti Yesus? Ya, saat itu Petrus dan Andreas telah berhasil mendengarkan Yesus. Kemampuan mendengarkan Yesus menjadi kekuatan untuk selalu siap mengikuti Yesus. Bagi Paulus, Iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran dari firman Kristus. Mampu mendengarkan firman Kristus berarti memiliki iman. Apakah selama ini kita sudah sungguh mampu mendengarkan Yesus?
Saudaraku, manusia terkadang sulit sekali mendengarkan Yesus. Akhirnya iman tidak bertumbuh bahkan lambat laun rapuh dan menghilang. Manusia tidak lagi memiliki kekuatan untuk mampu mengikuti Yesus. Kemampuan mendengarkan Yesus ini menjadi sangat penting. Maka untuk mampu mendengarkan Yesus, milikilah spirit atau semangat kemiskinan. Kemiskinan budi dan kemiskinan hati. Kemiskinan budi artinya mengosongkan dan meninggalkan segala pengetahuan, konsep, kepandaian, kepintaran, ilmu tinggi dan sebagainya saat Kristus berfirman. Jika kita terus menerus merasa penuh dengan segala pengetahuan, konsep, kepandaian, kepintaran dan ilmu tinggi, kita tidak akan memiliki ruang dalam batin kita untuk firman Kristus. Kita akan gagal mendengarkan. Selanjutnya adalah kemiskinan hati yang artinya mengosongkan dan menghilangkan segala peristiwa dan pengalaman ke”aku”an yang hebat atau luar biasa dalam diri kita. Pengalaman dan peristiwa yang selalu membuat bangga terhadap diri sendiri. Biarlah Kristus melalui firman-Nya yang akan memberi kita pengalaman baru, peristiwa baru. Sebaliknya, semakin kita sulit lepas dari hati yang selalu membanggakan diri, kita tidak punya ruang hati untuk menampung pengalaman bersama Kristus, peristiwa dari Kristus. Kita akan gagal mendengarkan. Semoga, kita memiliki spirit atau semangat kemiskinan budi dan hati saat Kristus berfirman. Kemampuan kita mendengarkan Yesus membuat kita semakin mampu dan dikuatkan untuk mengikuti Yesus, juga semakin bertumbuh dalam iman. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 1 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu, B/XXXIV
Kemenangan atas kegelapan. Kemenangan atas kuasa maut. Kemenangan atas dosa. Gambaran ini semakin terlihat jelas dalam bacaan dari kitab Wahyu. Semua yang ada dan tercipta adalah berkat bukan laknat. Kegelapan tidak ada lagi karena Tuhan Allah telah menerangi. Tidak ada lagi kematian melainkan kehidupan. Tidak ada lagi kebinasaan melainkan keabadian. Siapapun bisa melihat wajah Allah. Inilah keselamatan. Mampukah kita juga merasakan dan mengalaminya kelak?
Dalam Injil, Yesus ingin supaya kita berjaga-jaga selalu dan berdoa. Kita diminta untuk menjauhkan diri dari pesta pora dan kemabukan supaya pada akhirnya kita tahan berdiri di hadapan Anak Manusia. Merasakan dan mengalami keselamatan. Bagaimana berjaga dan berdoa? Milikilah ritus atau liturgi hidup doa itu. Sediakan waktu bagi Allah bukan sisakan waktu bagi Allah. Manusia yang memiliki ritus atau liturgi hidup doa secara pribadi biasanya lebih mampu menghindarkan diri dari tindakan dosa. Doa yang dilakukan secara baik dan benar akan menjadi benteng pertahanan yang kuat dari bujukan dan godaan roh jahat. Lewat doa pun manusia semakin diarahkan untuk terus berbuat kebaikan dan kebenaran. Doa semakin membuat kita mengenal Allah sekaligus menerima segala rencana dan kehendak-Nya bagi hidup kita. Mari jadikan setiap pikiran kita, setiap perkataan, setiap tindakan bahkan hidup kita sendiri sebagai doa. Semoga kita mampu berjaga dan berdoa demi keselamatan.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 2 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Adven I
Sesungguhnya banyak manusia memiliki iman tapi merasa hidup dalam kesesakan, kepenatan, persoalan, permasalahan, kekecewaan, beban hidup dan sebagainya. Hal ini membuat seolah iman tidak punya manfaat. Minggu ini kita memasuki masa Adven. Masa penantian. Ya, Allah telah menjanjikan tunas keadilan bagi Daud. Ia akan melaksanakan keadilan dan kebenaran. Situasi kesesakan, kepenatan, persoalan, permasalahan, kekecewaan, beban hidup dan sebagainya akan lenyap dan musnah. Akan ada kebebasan, kelegaan dan hidup yang tentram. Janji Allah itu akan terpenuhi, tetapi masa penantian terhadap janji itu memiliki syarat.
Situasi kepenatan, kesesakan, persoalan, permasalahan, kekecewaan, beban hidup dan sebagainya biasanya ada dan terjadi karena orientasi hidup manusia adalah kemuliaan duniawi. Hidup yang sarat dengan pesta pora dan kemabukan. Hidup dalam dosa dan kedagingan. Hal ini yang ditegur oleh Yesus lewat Injil. Lalu bagaimana mengisi masa penantian itu? Pertama, lakukan introspeksi diri. Menilai diri sendiri. Selama ini kita sibuk menyalahkan Tuhan dan senang menilai hidup orang lain. Kesadaran akan kelemahan dan dosa akan memampukan kita untuk memperbaiki. Kedua, jelas nasihat Paulus; menjadi tepat yaitu supaya kita semakin bertambah dan berkelimpahan hidup dalam kasih satu sama lain, dan dalam kasih terhadap orang lain. Banyak manusia sulit bertobat dan berubah karena tidak memiliki kasih. Kasih harus menjadi dasar untuk memulai pertobatan. Semoga masa penantian ini membuat hidup kita siap menyambut janji Allah yang membebaskan dan menyelamatkan itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 3 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin Pekan Adven I/C
Pesta St. Fransiskus Xaverius, Imam dan Pelindung Karya Misi
“Celakalah aku bila tidak memberitakan Injil.” Inilah ungkapan dari Rasul Paulus. Bagi Paulus mewartakan Injil adalah suatu keharusan. Siapapun yang mewartakan Injil tidak punya alasan untuk memegahkan diri. Mewartakan Injil adalah tugas perutusan dari Allah. Hal ini supaya semakin banyak manusia, terutama mereka yang lemah, miskin dan menderita mengalami keselamatan yang dari Allah. Hal ini yang juga dilakukan dan dialami oleh St. Fransiskus Xaverius. Ia menjadi pewarta Injil bahkan sampai wafatnya. Dalam Injil, Yesus berkata, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Tanda-tanda ini akan menyertai orang-orang yang percaya: Mereka akan mengusir setan-setan demi nama-Ku, mereka akan berbicara dalam bahasa-bahasa yang baru bagi mereka, mereka akan memegang ular, dan sekalipun minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka; mereka akan meletakkan tangannya atas orang sakit, dan orang itu akan sembuh.” Saudaraku, apakah selama ini hidup kita adalah pewartaan Injil? Sudahkah kita menjadi Injil-Injil yang hidup?
Kita adalah orang-orang yang menerima dan percaya kepada Injil. Saatnya bagi kita menjalankan tugas perutusan untuk mewartakan Injil lewat hidup kita. Bagaimana? Caranya adalah memperlihatkan tanda sebagai orang yang percaya itu. Pertama, mampu mengusir setan artinya mampu melawan segala godaan dan bujukan dari roh jahat, tidak membiarkan hidup dikuasai oleh dosa. Kedua, menggunakan bahasa roh, bahasa baru, artinya adalah bahasa kasih. Bahasa kasih adalah bahasa yang bisa diterima secara universal, siapapun dan di manapun. Ketiga, memegang ular dan minum racun maut namun tidak celaka atau mati, artinya sebagai orang yang percaya meskipun mengalami situasi hidup yang pahit, pengalaman buruk, menderita dan hancur bukan menjadi alasan untuk mati imannya, pergi dan meninggalkan iman. Sebaliknya, iman harus terus tumbuh dan hidup. Terakhir, mampu menyembuhkan orang sakit artinya memiliki semangat mengampuni. Sakit yang paling sakit adalah situasi tidak dicintai, ditolak dan dimusuhi. Penerimaan dan pengampunan adalah senjata yang menyembuhkan. Mari tunjukkan tanda-tanda ini supaya hidup kita adalah Injil itu sendiri. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 4 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Adven I/C
Tidak akan ada yang berbuat jahat atau berlaku busuk di gunung-Ku yang kudus. Sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan Allah. Hanya ada situasi penuh keadilan, kejujuran, kedamaian, kesejahteraan. Dunia bebas dari segala kejahatan, kebusukan, ketidakadilan dan kecurangan. Di sekitar kita banyak manusia dan termasuk kita terkadang merasa paling mengenal Allah, paling mengerti dan paham tentang Allah, merasa paling beriman. Tetapi apakah sungguh hidupnya jauh dari kejahatan dan hal busuk? Apakah ada keadilan, kejujuran, kedamaian dan menciptakan kesejahteraan bersama?
Dalam Injil, Yesus diceritakan sedang bersukacita dalam Roh. Yesus bersukacita karena pengenalan tentang Allah dinyatakan, diperlihatkan dan diperdengarkan kepada orang kecil. Allah telah menyatakan diri-Nya lewat Yesus Kristus. Kita mengerti, memahami, melihat dan mendengar sehingga kita beriman kepada Allah. Sejatinya, hidup kita yang beriman ini menjadi duta-duta keadilan, kejujuran, kedamaian, dan menciptakan kesejahteraan bersama. Hendaknya kita menciptakan keadaan dunia yang jauh dari kejahatan dan kebusukan. Jika kita merasa beriman, tetapi situasi keadilan, kejujuran, kedamaian, dan kesejahteraan bersama belum tercipta maka perlu bertanya sejauh apa pengenalan kita akan Allah.
Mungkin kita melihat tetapi pura-pura buta dan mendengar tetapi pura-pura tuli. Semoga kita semakin disadarkan bahwa iman kita atau pengenalan kita akan Allah itu hendaknya punya pengaruh baik bagi kehidupan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 5 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Adven I/C
Semua orang menjadi takjub karena banyak orang bisu berkata-kata, orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan dan orang buta melihat. Kehadiran Yesus sungguh menjadi berkat dan anugerah bagi siapapun, kapanpun dan di manapun. Janji Allah sungguh terjadi, Ia menghapus air mata dari wajah setiap orang. Aib umat-Nya akan dijauhkan dari seluruh bumi. Semua mengalami kebaikan tanpa terkecuali. Siapapun yang mengenal dan dekat dengan Allah seharusnya mengalami situasi kebaikan ini sekaligus mengusahakan situasi kebaikan ini. Tidak ada lagi kesesakan, kekurangan dan belenggu maut, tetapi hanya ada kemerdekaan, kepenuhan dan keselamatan. Tidak ada lagi kekuatiran, kecemasan, kesedihan dan ketakutan, tetapi hanya ada harapan dan sukacita. Sungguhkah semua ini telah ada dan terjadi dalam hidup kita? Sungguhkah kita juga menghadirkan kebaikan tersebut lewat hidup kita?
“Bonum Commune” yang artinya kebaikan bagi semua. Ini situasi yang harusnya ada dan terjadi dalam hidup manusia yang mengenal dan dekat dengan Allah. Jika hidup kita selama ini tidak mengusahakan kebaikan bagi semua maka perlu dipertanyakan: pengenalan dan kedekatan dengan Allah seperti apa yang kita miliki? Banyak di antara kita gagal mengusahakan “bonum commune” karena hidup dalam kepura-puraan. Bisa berkata-kata yang baik tetapi memilih diam untuk kebaikan dan bicara jahat di belakang, bisa melihat tetapi pura-pura tidak melihat dan menjadi tidak peduli, punya waktu tetapi pura-pura sibuk jika untuk pelayanan, hidup berkecukupan tetapi pura-pura miskin sehingga sulit berbagi. Semoga kita yang mengaku dekat dengan Allah ikut disembuhkan dari kebisuan, dari kebutaan, dari ketimpangan dan kelumpuhan yang menetap dan kita pelihara dalam hidup kita. Hadirlah sebagai berkat dan anugerah bagi siapapun, dimanapun dan kapanpun maka “bonum commune” akan tercipta. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 6 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Adven I/C
“Tuhan telah memasang tembok dan benteng untuk keselamatan kita. Pintu gerbang dibuka agar masuklah bangsa yang benar dan tetap setia. Engkau menjaga orang yang teguh hatinya dengan damai sejahtera, sebab ia percaya kepada-Mu.” Inilah kutipan dari Kitab Yesaya yang menggambarkan bahwa keselamatan ada pada siapapun yang hidup benar dan teguh setia imannya kepada Allah. Dalam Injil, Yesus menegaskan, “Bukan setiap orang yang berseru kepadaku, ‘Tuhan! Tuhan!’ akan masuk Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga.” Digambarkan oleh Yesus, orang bijaksana membangun rumahnya dengan batu sebagai pondasi atau dasar yang kuat sehingga tidak mudah roboh dan akhirnya hancur. Saudaraku, apakah kita sungguh hidup dalam kebenaran iman, teguh dan setia? Atau jangan-jangan iman kita hanya sebatas perkataan saja? Hanya senang berkata, “Tuhan, Tuhan”?
Banyak manusia mengelu-elukan nama Allah tetapi hidup jauh dari kebenaran. Mengatasnamakan Allah demi hal yang jahat. Menyebut nama Allah untuk menutupi kebusukan dirinya. Manusia seperti ini tidak akan mengalami keselamatan. Iman hanya sebatas kata-kata. Iman tidak pernah terwujud dalam perbuatan nyata. Hidup benar, teguh dan setia dalam iman hanya akan terlihat ketika kita mampu melaksanakan kehendak Allah. Apa kehendak Allah? Yesus telah memberi teladan. Milikilah relasi yang intim dengan Allah Bapa. Milikilah kemampuan mencintai bahkan mencintai hingga mereka yang memusuhi. Milikilah pengampunan yang tanpa syarat dan tanpa batas. Terakhir, milikilah hidup yang menjadi berkat dan rahmat bagi sesama, terutama mereka yang miskin, lemah, menderita, kecil dan tidak berdaya. Siapapun yang menjalankan ini semua berarti mampu mewujudkan hidup benar, teguh dan setia dalam iman. Semoga kita semua mampu menjalankan kehendak Allah sehingga pantas dan layak diselamatkan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 7 Desember 2018
PW St. Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Adven I/C
Kitab Yesaya menulis bahwa orang-orang akan lepas dari situasi hidup yang kelam dan gelap. Kedatangan Tuhan sungguh menjadi terang dan keselamatan. Kegelapan itu dalam Kitab Yesaya digambarkan dengan sikap gagah dalam kesombongan, pencemooh, niat jahat dan menjerat serta menyalahkan orang benar. Inilah hidup dalam kegelapan dan kekelaman. Dalam Injil, sebelum Yesus menyembuhkan dua orang buta, Ia bertanya, “Percayakah kalian, bahwa Aku dapat melakukannya?” Mereka percaya dan akhirnya sembuh. Buta menjadi melihat. Kegelapan menjadi terang karena percaya. Apakah kita juga mampu percaya untuk mengalami terang?
Masa Adven adalah masa penantian kedatangan Tuhan. Tuhan yang akan menjadi terang dan keselamatan. Selama ini kita juga hidup dalam kelam dan gelap. Kita juga mengalami kebutaan itu. Ada kesombongan, yaitu hidup takut, cemas dan kuatir seolah tidak percaya ada kekuatan dan kekuasaan Allah; pencemooh, selalu mudah menyalahkan, protes kepada Tuhan dan menyalahkan sesama; hidup cenderung dikuasai niat jahat daripada niat baik, juga menolak kebenaran. Saudaraku, jika saat mengalami kegelapan saja kita ingin segera mencari cahaya, maka marilah jadikan hidup kita menuju terang dan keselamatan itu. Datang kepada Tuhan dan percaya penuh supaya mengalami kesembuhan. Mengalami terang berarti memiliki hidup yang rendah hati, penuh rasa syukur, hidup mengutamakan kebaikan dan kebenaran dalam Tuhan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 8 Desember 2018
Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa
Manusia memiliki kecenderungan untuk menjadi yang terbaik dalam segala hal di hidupnya. Dalam situasi persaingan dan kompetisi kehidupan duniawi, manusia selalu ingin menjadi yang terpilih. Terpilih berarti dipercaya dan dianggap mampu. Terpilih berarti memiliki nilai lebih daripada yang tidak terpilih. Terpilih berarti spesial, istimewa dan khusus. Terpilih adalah suatu kebanggaan dan prestasi. Ini adalah hal yang wajar dalam kehidupan duniawi. Terpilih menjadi juara atau pemenang, terpilih menjadi ketua atau pemimpin, terpilih menjadi anggota kelompok atau komunitas tertentu, terpilih menjadi atasan dan lain sebagainya. Tetapi, sadarkah bahwa dalam kehidupan spiritual kita juga adalah orang terpilih? Kita adalah pribadi-pribadi terpilih dalam Kristus. Apakah kita juga bangga?
Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa. Maria adalah pribadi terpilih. Maria terpilih untuk mengandung Yesus Sang Juru Selamat tanpa dosa. Maria adalah pribadi istimewa yang dipercaya oleh Allah. Maria mampu menjadi rekan kerja Allah dengan menjawab kepercayaan Allah lewat kesediaan dan kesetiaannya menjalankan misi karya keselamatan Allah bagi dunia. Maria memberikan diri dan seluruh hidupnya lewat sikap siap sedia dan setia sampai wafat, “Terjadilah padaku seturut kehendak-Mu.” Menurut Rasul Paulus, kita juga adalah orang-orang terpilih dalam Kristus. Orang-orang yang sejak awal dipilih untuk mendapat bagian dalam keselamatan bersama Kristus. Kita adalah pribadi istimewa dan dipercaya dalam Kristus untuk menjadi rekan kerja Allah di dunia seperti Maria. Namun faktanya, sebagai pribadi terpilih kita bukan rekan kerja Allah seperti Maria, tetapi justru menjadi penghambat dan penghancur karya keselamatan Allah di dunia. Saat kita memilih untuk hidup dan bertahan dalam dosa dan hawa nafsu kedagingan, saat itulah kita menghambat dan menghancurkan karya keselamatan Allah bagi dunia. Saudaraku, mari menjadi seperti Maria, menjadi pribadi terpilih yang memberikan diri dan seluruh hidupnya lewat sikap siap sedia dan setia sampai akhir. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 9 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Adven II
“Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis! Maka Allah akan mengampuni dosamu. Persiapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya, dan semua orang akan melihat keselamatan.” Inilah seruan Yohanes Pembaptis dari padang gurun. Awalnya Allah menciptakan manusia untuk selalu hidup dalam keadaan penuh damai sejahtera dan kemuliaan keselamatan. Tetapi manusia menghancurkan keadaan itu lewat sikap dosa, tidak lagi hidup dalam kebenaran iman dan ketaatan. Padahal damai sejahtera adalah hasil dari hidup dalam kebenaran iman dan kemuliaan keselamatan adalah hasil dari ketaatan. Untuk itulah Yohanes kembali menyerukan supaya manusia segera berbalik, kembali kepada Allah lewat pertobatan. Hidup suci dan tak bercacat menjelang hari Kristus. Apakah kita terusik dan tergerak dengan seruan Yohanes? Apakah kita mau kembali mengalami damai sejahtera dan kemuliaan?
Saudaraku, kita diharapkan hidup untuk mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan supaya kita dan semua orang melihat keselamatan. Sayangnya, hidup kita selama ini bukan mempersiapkan dan meluruskan jalan bagi Tuhan, melainkan menghambat, merintangi dan memperlambat jalan Tuhan. Ya, kedosaan yang kita pelihara dan pertahankan semakin menjauhkan kita dari damai sejahtera dan kemuliaan keselamatan tadi. Hidup kita menjadi tidak kudus, hidup kita bercela karena penuh dosa. Pikiran selalu diisi dan dipenuhi dengan hal negatif, buruk, jahat tentang sesama daripada hal positif dan membangun. Perkataan lebih diisi dengan kata-kata cacian, makian, hinaan, umpatan daripada pujian, kekaguman dan ungkapan syukur. Hati cenderung kita pakai untuk menyimpan rasa amarah dan dendam yang menahun daripada menyimpan rasa damai dan cinta. Sikap dan tindakan hidup kita juga cenderung jauh dari kebaikan dan kebenaran. Ya, faktanya memang kita memilih hidup tidak suci dan bercacat di hadapan Tuhan. Belum terlambat, mari bertobat, berubah dan berbuah sehingga kita kembali mengalami damai sejahtera kemuliaan dan keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 10 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin Adven II/C
Hidup yang terbelenggu, terperangkap dan terikat dalam dosa adalah kehancuran dan kematian. Hidup dalam perbudakan dosa tentu hanya akan menghasilkan maut dan kematian kekal. Namun, kita memiliki Allah yang begitu penuh cinta dan belas kasih. Allah sendiri akan datang menyelamatkan kita dan melepaskan kita dari perbudakan dosa itu, membawa manusia yang dicintai-Nya kembali mengalami damai sejahtera dan keselamatan. Sayangnya banyak manusia sulit menangkap ajakan atau inisiatif kasih dari Allah ini. Manusia berat untuk bertobat, manusia lelah untuk berubah.
Saudaraku, Injil kembali mengisahkan tentang mukjizat kesembuhan terhadap orang lumpuh. Orang lumpuh itu mau datang dan hadir ke hadapan Yesus melalui bantuan orang lain. Yesus melihat imannya dan menyembuhkannya. Orang lumpuh terlepas dari belenggu sakit yang selama ini memenjarakannya. Orang lumpuh itu sembuh, lepas dan merdeka. Peristiwa kesembuhan orang lumpuh ini gambaran bagi kita yang selama ini senang bertahan hidup dalam perbudakan dosa seharusnya datang dan hadir kepada Allah dan mengakui segala dosa dan kelemahan untuk mengalami pengampunan. Gereja Katolik memiliki tanda rahmat Allah dalam hal penyembuhan, salah satunya adalah Sakramen Tobat. Jangan sia-siakan rahmat Allah ini, beranilah datang dan hadir, akui semua dosa dan kelemahan untuk mohon pengampunan dosa. Yakinlah, kita akan mengalami kelepasan, kebebasan dan kemerdekaan. Akan ada damai dan sukacita yang kita alami dan rasakan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 11 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Adven II/C
Dosa artinya relasi cinta yang rusak antara Allah dengan manusia, antara manusia dengan sesamanya, juga antara manusia dengan alam semesta. Dosa itu sungguh menyakiti dan mengkhianati cinta Allah. Layaknya Allah marah dan kita dihukum. Pantasnya kita dibenci dan dibuang. Hebatnya, Allah kita tidak marah, tidak membenci, tidak menghukum dan tidak membuang kita. Allah justru mencari kita dan memeluk kita dengan kerahiman kasih-Nya. Allah selalu memberikan penghiburan bagi kita meskipun kita ada dalam belenggu dosa. Allah ingin supaya kita kembali memperbaiki relasi cinta yang telah rusak dan hancur. Apakah selama ini kita merasa dan mengalami dicintai Allah?
Saudaraku, hanya satu jalan untuk kembali kepada pelukan kasih Allah. Pertobatan. Pertobatan adalah sukacita bagi surga. Relasi cinta kita dengan Allah, sesama dan alam semesta yang telah rusak kembali terjalin baik. Maka beranilah dan mantaplah untuk melakukan pertobatan. Lakukan tahapan pertobatan ini. Pertama, akui dan sadari diri kita adalah manusia yang punya kelemahan dan dosa. Jangan sombong, jangan merasa paling baik dan benar, jangan merasa bersih dan tidak punya dosa. Kedua, tegaslah dan jangan lagi memiliki kompromi dengan si jahat. Belajar mati raga untuk mampu menghalau nafsu kedagingan. Ketiga, bertahanlah dalam keadaan suci dan tak bercela. Kuatkan diri dengan benteng doa dan Ekaristi. Memilih untuk hidup dalam pelukan kasih Allah akan membuat kita mengalami damai sejahtera dan keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 12 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Adven II/C
Saat digoda oleh setan, tergoda lalu jatuh dalam tindakan dosa, relasi cinta dengan Allah putus dan hilang, manusia menjadi hamba setan dan budak dosa. Saat menjadi hamba setan dan budak dosa sesungguhnya hidup manusia itu diperalat oleh setan dan dibawa menuju kehancuran. Inilah gambaran singkat manusia jatuh dan terperangkap dalam dosa. Jika sesudahnya manusia akhirnya mampu sadar dan menyesali tindakan dosanya, saat itulah manusia mengalami hidup yang letih lesu dan berbeban berat. Manusia merasa hilang, telanjang, terbuang, malu dan hancur sehancurnya. Hidup tetapi mati, tanpa gairah, tanpa semangat, hilang asa, hilang harapan, penuh kecemasan, kegelisahan dan kekuatiran hebat, semua gelap dan sia-sia. Begitu besarnya dampak dari perbuatan dosa yang disadari. Maka, bersyukurlah karena kita memiliki Allah yang kuat, yang akan memberi kekuatan baru, melepaskan letih lesu dan beban berat kita.
Yesus bersabda, “Datanglah kepada-Ku, kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati. Maka hatimu akan mendapat ketenangan. Sebab enaklah kuk yang Kupasang, dan ringanlah beban-Ku.” Ya, manusia yang merindukan pertobatan, yaitu perdamaian kembali dengan Allah, berarti mau datang dan menyerahkan segala letih lesu dan beban berat kita kepada Yesus. Tidak akan ada lagi kegelisahan dan kecemasan. Jangan lagi berpikir dan merasa hidup sudah habis, sudah mati, sia-sia dan tanpa harapan karena akibat perbuatan dosa kita. Allah menginginkan kita datang dan kembali kepada-Nya. Allah ingin kita mengalami kelegaan, lepas dari segala beban berat, letih dan lesu. Di dalam Allah selalu ada langit yang baru, selalu ada cahaya terang dan harapan jelas bagi siapapun yang mau bertobat. Bertobatlah untuk kembali menemukan hidup kita yang selama ini mati karena dosa. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 13 Desember 2018
PW St. Lusia, Perawan dan Martir
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Adven II/C
Semua mendapatkan pertolongan, semua mendapatkan pembebasan, semua mendapatkan kelegaan, semua mendapatkan kecukupan dan kepenuhan, semua ditebus dan dilepaskan dari maut dan dosa, semua mengalami damai dan sukacita. Inilah pribadi Allah yang akan datang dengan kekuatan dan kasih-Nya. Manusia yang seharusnya dihukum, dibuang dan mati karena dosa justru mengalami sukacita keselamatan dari Allah. Semua karena Allah kita adalah Allah yang pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Maka, jangan lagi menjadi gelisah, takut, cemas dan khawatir akan keselamatan hidup kita. Segera berbenah diri juga bersiap menanti dan menyambut kedatangan-Nya.
Nilai dan martabat manusia yang tinggi dan luhur memang telah hancur dan mati karena dosa. Namun, Allah tidak membiarkan keadaan ini, melainkan mengembalikan nilai dan martabat manusia ciptaan-Nya yang tinggi dan luhur itu. Allah mau hadir dan datang sebagai manusia dalam wujud Yesus Kristus. Yohanes, satu-satunya orang besar yang disebut oleh Injil, tampil dan menyerukan kedatangan-Nya. Yohanes telah mengajak kita untuk bertobat, mempersiapkan jalan dan meluruskan jalan bagi Tuhan. Jangan menunda lagi, jangan menunggu lagi karena telinga kita seharusnya bersukacita mendengar seruan Yohanes. Jangan biarkan telinga kita mendengarkan seruan lain yang salah dan keliru, seruan yang semakin menjauhkan kita dari keselamatan itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 14 Desember 2018
PW St. Yohanes dari Salib, Imam dan Pujangga Gereja
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Adven II/C
“Barangsiapa mengikuti Engkau, ya Tuhan, akan mempunyai terang hidup.” Demikian Kitab Mazmur menuliskan. Dikuatkan oleh Kitab Yesaya yang mengatakan bahwa Allah kita adalah Allah yang mengajarkan hal-hal berfaedah, Allah yang menuntun di jalan-jalan yang harus manusia tempuh. Sekiranya manusia mau memperhatikan perintah-perintah Allah maka manusia akan mendapatkan damai sejahtera seperti sungai yang tidak pernah kering, kebahagiaan yang terus berlimpah, dan setiap nama tidak akan pernah dilenyapkan atau ditiadakan di hadapan Allah. Begitu berharganya manusia di mata Allah. Sungguhkah hidup kita selalu memperhatikan perintah Allah?
Injil Matius mengisahkan, meskipun Yohanes Pembaptis sudah berseru tentang pertobatan dan tentang kedatangan Sang Imanuel, ternyata banyak orang memilih untuk tidak mendengar. Bahkan sesudah Anak Manusia itu datang, mereka tetap memilih untuk tidak mendengar. Manusia lebih senang berjalan menurut nasihat orang fasik, berdiri di jalan orang berdosa. Saudaraku, situasi ini adalah situasi kita. Damai sejahtera dan sukacita memang sungguh hilang karena kita tidak hidup di jalan Allah. Kita perlu melakukan pembaharuan hidup dengan memperhatikan perintah Allah dan hidup di jalan Allah. Hal ini juga yang dilakukan oleh Santo Yohanes dari Salib, membawa pembaharuan di dalam biaranya supaya semakin sesuai dengan jalan Allah. Jangan biarkan diri kita terlena terus menerus berjalan dalam nasihat kefasikan, berdiri di jalan kedosaan. Pembaharuan hidup kembali di jalan Allah berarti memilih untuk kembali mengalami damai sejahtera, sukacita dan kebahagiaan, serta nama yang tercatat abadi di hadapan Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 15 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Adven II/C
Mediasi. Istilah yang biasa dipakai ketika ada satu pihak menengahi dua pihak yang saling bertentangan atau berlawanan. Harapannya melalui mediasi situasi dan keadaan yang awalnya tidak baik menjadi baik, tidak damai menjadi damai, tidak harmonis menjadi harmonis, tidak ada cinta dan sukacita menjadi ada cinta dan sukacita. Pertentangan, pertikaian, permusuhan dan saling benci berakhir menjadi persaudaraan, persekutuan, cinta dan sukacita. Saudaraku, oleh Yesus, Yohanes Pembaptis dianggap sebagai Elia yang akan datang. Datang untuk memediasi hubungan atau relasi cinta manusia dengan Allah yang hancur dan mati akibat dosa. Namun lagi-lagi hal ini tidak disadari oleh bangsa Israel, bahkan ahli-ahli Taurat. Akhirnya mereka tidak mampu mengalami kembali relasi cinta dengan Allah yang membawa perdamaian dan keselamatan. Mereka tetap memilih hidup dalam salah dan dosa. Bahkan Yesus Putera Allah pun mereka tolak dan mereka bunuh. Bagaimana dengan hidup kita sendiri?
Banyak hal atau mungkin orang lain sebenarnya sudah menjadi “mediator” bagi kita. Mereka selalu ingin mengajak kita kembali hidup di jalan Tuhan, kembali hidup dalam relasi cinta yang mesra dengan Allah, hidup tanpa dosa. Tetapi bisa jadi sikap kita tak ubahnya seperti bangsa Israel dan ahli Taurat yang tidak bergeming terhadap suara-suara kebaikan itu. Kita memilih bertahan dengan kedegilan dan kekerasan hati dalam keadaan salah dan dosa. Kita tidak mau diubah dan berubah. Kita menolak bertobat. Ya, hidup seperti ini jelas akan jauh dari rasa damai dan cinta, sekaligus jauh dari keselamatan. Mari hentikan kedegilan dan kekerasan hati kita untuk kembali berdamai dengan Allah. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 16 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Adven III/C
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Tuhan sudah dekat!” menjadi seruan Paulus bagi jemaat di Filipi. Paulus ingin jemaat tidak lagi hidup dalam ketakutan dan kecemasan karena mereka telah ditebus dan diampuni oleh Kristus Tuhan. Minggu ini adalah minggu Adven III, disebut juga dengan Minggu Gaudete atau Minggu Sukacita. Mengapa sukacita? Tuhan yang semakin dekat itu adalah Tuhan yang telah menyingkirkan hukuman atas manusia akibat dosa. Tuhan yang mengalahkan maut dan menyelamatkan manusia. Tidak ada lagi ketakutan dan kecemasan, hanya ada damai sejahtera dan keselamatan. Ya, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak bersukacita. Manusia mengalami kelegaan dan sukacita karena telah ditebus dan diampuni dosanya. Pengampunan dosa adalah rahmat luar biasa dari Allah yang mengembalikan relasi cinta manusia dengan Allah, sesama dan alam semesta.
Yohanes Pembaptis juga mewartakan sukacita ini lewat seruan pertobatan. Pertobatan yang akan membawa sukacita. Kita menjadi manusia sukacita karena pengampunan Tuhan. Tetapi sukacita itu bukan milik kita sendiri. Sukacita harus diwartakan dan disebarkan sampai setiap manusia juga mengalami sukacita dalam Tuhan. Bagaimana mewartakan sukacita itu? Yohanes dalam Injil telah memberikan pengajaran. Wujud pewartaan sukacita karena penebusan dan pengampunan ini adalah hidup yang selalu berbagi kasih dan kebaikan. Hidup sebagai manusia sukacita adalah hidup yang selalu berbagi kasih dan kebaikan. Jika sampai saat ini kita masih belum mampu berbagi kasih dan kebaikan, itu tandanya kita gagal menjadi manusia sukacita, artinya kita belum mendapatkan dan mengalami rahmat penebusan dan pengampunan dari Allah. Tidak mendapatkan dan mengalami rahmat penebusan dan pengampunan dari Tuhan artinya dosa kita masih ada dan melekat. Maka bersukacitalah dalam Tuhan lewat hidup berbagi kasih dan kebaikan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 17 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin Adven III/C
Kitab Mazmur menuliskan, “Kiranya keadilan berkembang pada zamannya, dan damai sejahtera berlimpah sampai selama-lamanya.” Hal tersebut adalah situasi yang dijanjikan oleh Allah sejak awal mula. Janji Allah tidak pernah salah. Janji Allah bagi manusia selalu terjadi. Yehuda sebagai anak Yakub atau Israel adalah pemegang tongkat Kerajaan Israel. Dari keturunan Yehuda ini akan hadir Sang Juru Selamat yang dijanjikan Allah, yaitu Yesus Kristus. Yesus keturunan Yusuf, suami Maria. Demikian Injil menuliskan silsilah Yesus Kristus. Yesus adalah juru selamat yang dijanjikan Allah, yang akan selalu membawa keadilan dan damai sejahtera bagi manusia.
Saudaraku, janji Allah itu murni dan pasti, bukan palsu dan dusta. Apa yang Allah janjikan kepada Israel semua terlaksana dan terjadi. Lalu bagaimana dengan janji kita kepada Allah? Terlebih janji pertobatan kita sesudah mendapat pengampunan? Kita telah menyesal atas dosa, lalu berjanji untuk bertobat dan berubah supaya mendapatkan pengampunan dari Allah, pengampunan yang mengembalikan damai sejahtera, rasa keadilan dan keselamatan bagi manusia. Apakah janji kita untuk sungguh bertobat itu murni, bukan palsu? Sungguh pasti bukan dusta? Saudaraku, milikilah janji yang murni dan tepat bagi Allah. Berjuang dan bertahanlah untuk itu supaya selama hidup kita sungguh mengalami damai sejahtera, rasa keadilan dan keselamatan itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 18 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Selasa Adven III/C
“Sesungguhnya anak dara itu akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel” yang berarti: Allah menyertai kita. Inilah penggenapan firman Tuhan yang telah disampaikan oleh para Nabi tentang kelahiran Yesus, anak Maria yang bertunangan dengan Yusuf. Yesus dikandung Maria oleh Roh Kudus. Yesus lahir untuk menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Peristiwa kelahiran Yesus juga mengisahkan tentang ketaatan dan kesiapsediaan Yusuf, tunangan Maria, yang akhirnya setelah mendapat mimpi dari Malaikat Allah dengan mantap dan tanpa takut mengambil Maria menjadi istrinya. Ketaatan dan kesiapsediaan Yusuf untuk menjadi rekan kerja Allah ini akhirnya yang sungguh menghadirkan Imanuel. Tuhan menyertai kita. Tanpa ketaatan dan kesiapsediaan rasanya memang tidak akan pernah terjadi Imanuel. Tidak pernah merasa Allah menyertai hidup kita.
Tunas adil bagi Daud telah ditumbuhkan oleh Allah. Inilah simbol Imanuel, simbol Allah menyertai kita. Seperti Raja yang bijaksana, melakukan keadilan dan kebenaran, bangsa Israel akan dibebaskan dari penderitaan dan hidup dalam damai sejahtera. Saudaraku, apakah sungguh kita mengalami Imanuel ini? Mengalami dan merasakan Allah menyertai hidup kita? Sungguhkah hidup kita mengalami dan merasakan kebijaksanaan Allah, keadilan Allah, kebenaran dalam Allah dan damai sejahtera itu? Jika belum, jangan menuntut Allah atau siapapun, karena semua itu tidak terjadi karena kita tidak mampu hidup seperti Yusuf. Ya, kita tidak akan pernah mampu menghadirkan dan mengalami Imanuel, Allah menyertai kita karena kita tidak mampu hidup dalam ketaatan dan kesiapsediaan sebagai rekan kerja Allah. Kita lebih senang dan bertahan hidup demi terwujudnya kepentingan dan kepuasan diri kita sendiri. Kita bukan rekan kerja Allah yang baik, bahkan mungkin justru menjadi hamba dan budak dosa demi memuaskan nafsu kedagingan kita. Semoga mulai saat ini kita semakin mau dan berani membuka pikiran, hati dan seluruh hidup kita untuk siap sedia dan taat demi hadirnya Allah menyertai kita. Hadirnya Imanuel. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 19 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Rabu Adven III/C
Masih banyak manusia merasa hidupnya tidak punya arti, merasa tidak berguna dan merasa hidupnya sia-sia. Mereka hidup dalam kekecewaan berat bahkan begitu putus asa. Tak jarang, banyak dari mereka ingin mengakhiri hidupnya. Mengapa situasi itu bisa terjadi? Bacaan-bacaan hari ini memberikan peneguhan terhadap situasi di atas. Peristiwa tentang kelahiran Simson, anak dari Manoah keturunan Dan, yang istrinya mandul. Simson anak yang terberkati dan kelak membebaskan Israel dari tentara Filistin. Lalu peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis, anak Imam Zakharia dan Elisabeth yang usianya sudah sangat tua. Selama ini mereka merasa memiliki aib dalam hidupnya karena tidak dikaruniai keturunan meskipun selalu taat dan setia kepada Allah. Yohanes Pembaptis adalah suara yang berseru di padang gurun. Ia menyerukan pertobatan dan membuka jalan bagi kedatangan Yesus Kristus Sang Juru Selamat.
Saudaraku, peristiwa kelahiran Simson dan Yohanes Pembaptis menjadi peristiwa yang seharusnya meyakinkan kita, meneguhkan kita dan menguatkan kita. Tidak ada segala sesuatu di dunia ini sia-sia, tidak berguna dan tanpa arti. Semua manusia berharga bagi Tuhan. Kuncinya adalah mampu menerima waktu Tuhan. Waktu Tuhan dalam hidup ini yang biasanya tidak pernah mampu kita alami dan kita tangkap. Kita sibuk dengan waktu kita sendiri yang kita penuhi dengan keluhan, kekecewaan dan rasa putus asa. Kita tidak pernah mampu melihat datangnya waktu Tuhan. Percayalah, waktu Tuhan akan hadir dalam hidup kita untuk menyatakan bahwa kita ini berharga dan berarti bagi-Nya. Kita ada di dunia untuk menjalankan peran misi kita di dunia. Kita ini berguna dan punya arti. Natal menjadi waktu Tuhan menjadi nyata bagi seluruh dunia ini. Mari kita tangkap dan alami dengan penuh damai dan sukacita. Jangan sampai kita tetap jatuh dan bertahan untuk merasa hidup adalah sia-sia, tidak berguna dan tanpa arti. Lepas dan buanglah kekecewaan dan keputusasaan karena damai dan sukacita ada di depan mata. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 20 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Kamis Adven III/C
Hari ini dikisahkan tentang seruan Nabi Yesaya kepada Raja Ahas, “Baiklah! Dengarkan, hai keluarga Daud! Belum cukupkah kamu melelahkan orang, sehingga kamu melelahkan Allahku juga? Sebab itu, Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamai Dia Imanuel.” Pertanda dari Allah itu sungguh terjadi saat Maria mengatakan, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku seturut kehendak-Mu.” Semua yang seolah aneh dan tidak mungkin ternyata terjadi karena bagi Allah tidak ada sesuatu yang mustahil. Inilah misteri Allah, misteri cinta Allah. Maria telah mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah ini meskipun harus mengalami situasi tidak aman dan tidak nyaman. Sikap berserah total Maria kepada Allah membuat Maria mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah. Inilah yang membuat karya dan rencana keselamatan sungguh terjadi.
Saudaraku, misteri cinta Allah itu juga hadir dalam kehidupan kita melalui banyak peristiwa, melalui banyak jalan dan banyak cara, apapun dan bagaimanapun. Apakah kita telah mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah dalam hidup kita? Manusia seperti kita akan selalu menolak apapun yang membuat hidup kita tidak merasa aman, tidak merasa nyaman. Sakit, menderita, gagal, kekurangan, terbatas, tidak dianggap normal dan sebagainya pasti akan kita tolak, kita hindari. Kita marah, berontak dan tidak terima. Padahal misteri cinta Allah terkadang juga hadir lewat persitiwa-peristiwa yang membuat kita tidak merasa aman dan nyaman dalam dunia. Kita belum mampu memiliki rasa berserah total kepada Allah sehingga selalu gagal menangkap dan menyelami misteri cinta Allah. Saudaraku, mari belajar memiliki sikap berserah total seperti Bunda Maria. Berjuang dan berusaha agar misteri cinta Allah sungguh kita tangkap dan selami dalam hidup kita. Mampu menangkap dan menyelami misteri cinta Allah berarti mampu membuat rencana dan karya keselamatan Allah terjadi. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 21 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Jumat Khusus Adven III/C
“Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang ada di dalam rahimku melonjak kegirangan.” Inilah sedikit gambaran situasi yang terjadi saat Maria mengunjungi Elisabeth saudaranya yang juga sedang mengandung. Kunjungan ini menjadi kunjungan yang menghadirkan kegirangan, kebahagiaan, damai dan sukacita. Mazmur menggambarkan peristiwa ini sebagai kisah sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta dan sedang saling bertemu. Peristiwa Maria mengunjungi Elisabeth ini membawa sebuah perubahan situasi. Awalnya kebingungan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan dialami oleh baik Maria maupun Elisabeth. Maria yang masih perawan dan belum bersuami harus mengandung seorang anak, sedangkan Elisabeth mengandung seorang anak di saat usianya yang sudah sangat tua. Tetapi perjumpaan Maria dengan Elisabeth telah mengubah situasi tersebut. Mereka saling menguatkan dan meneguhkan sehingga kebingungan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan tidak ada lagi. Semua berganti menjadi lonjakan kegirangan, sorak sorai kebahagiaan, damai dan sukacita.
Saudaraku, ternyata hidup kita sampai saat ini juga masih dipenuhi dengan kebingungan, kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan. Sepertinya hidup kita belum terbuka untuk menerima kunjungan Tuhan. Kita selalu menutup rapat pintu hati kita dengan segala keegoisan dan kedegilan hati. Kita senang bertahan dalam kejahatan dan dosa daripada berubah untuk kebaikan dan kebenaran. Saudaraku, belum terlambat. Sediakan hati yang terbuka, hidup yang selalu siap disentuh, diubah dan dibentuk oleh Tuhan. Terimalah kunjungan Tuhan bagi dan dalam hidup kita karena hal ini yang akan membawa hidup kita mengalami sorak-sorai, kegirangan, kebahagiaan, penuh damai dan sukacita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 22 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Adven III/C
Ungkapan syukur Hana atas Samuel keturunannya adalah dengan mendatangi rumah Tuhan dan menyerahkan seluruh hidup anaknya bagi Allah. Hana punya sikap berserah untuk Tuhan terhadap Samuel. Ungkapan syukur Maria karena dirinya terpilih untuk mengandung Putra Allah adalah dengan mengucapkan Magnificat, kidung pujian bagi Allah. Dalam kidung Maria ini juga terbersit sikap berserah Maria bagi karya dan rencana Tuhan dalam dirinya. Ungkapan syukur Hana dan Maria ini terjadi karena mereka mampu menangkap, menerima dan mengalami cinta Tuhan dalam hidup mereka. Ya, cinta Tuhan yang ternyata juga hadir lewat peristiwa-peristiwa yang mustahil. Bagaimana dengan hidup kita? Masihkah kita selalu gagal dan gagal untuk mensyukuri hidup kita?
Kegagalan kita untuk mampu mensyukuri hidup ini ternyata karena sulitnya kita memiliki sikap berserah total terhadap karya dan rencana Allah. Kita merasa akan mampu bersyukur saat apa yang kita mau terjadi. Saat yang terjadi bukan mau kita maka sulit bagi kita untuk bersyukur. Mampulah bersyukur bukan karena kita menerima atau mendapatkan sesuatu, melainkan bersyukurlah karena kita berani melepaskan segala kepentingan dan keinginan diri, berani menyerahkan hidup secara total bagi dan untuk Tuhan. Hana dan Maria mampu mengalami rasa syukur yang begitu besar karena memiliki sikap berserah total terhadap karya keselamatan Allah. Milikilah sikap berserah total maka saat itu juga kita akan mampu mengalami rasa syukur yang luar biasa atas hidup kita. Melepaskan segala keinginan dan kepentingan diri juga menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan adalah kunci untuk mampu bersyukur, jalan untuk mampu menangkap, menerima dan mengalami cinta Tuhan. Hari Natal yang sebentar lagi hadir hendaknya menjadi momentum bagi hidup kita untuk mampu menangkap, menerima dan mengalami cinta Tuhan yang luar biasa itu. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 23 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Adven IV/C
“Dan karena kehendak Allah inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus.” Demikian penutup dari surat kepada orang Ibrani. Sebuah penegasan tentang Yesus Kristus yang turun ke dunia untuk melakukan kehendak Allah. Seperti yang juga tertulis dalam Nubuat Mikha, akan hadir dari Bethlehem wilayah Efrata, terkecil dari Yehuda, akan hadir pemimpin Israel yang menggembalakan umat-Nya dalam kekuatan Allah, yaitu dalam kemegahan nama Tuhan Allah-Nya. Dia lah damai sejahtera. Dia lah yang membuat keselamatan terjadi.
Saudaraku, kehadiran Yesus Kristus ke dunia membawa kekudusan dan keselamatan serta damai sejahtera bagi manusia. Martabat kita diangkat kembali setelah jatuh dan hancur akibat dosa. Semua terjadi berkat kehadiran Yesus Kristus ke dunia. Ia memberikan diri-Nya sendiri sebagai persembahan yang hidup untuk melakukan kehendak Allah. Kita yang saat ini telah dikuduskan, ditebus, dan diselamatkan untuk mengalami damai sejahtera hendaknya mulai mampu memberikan persembahan hidup. Persembahan hidup terbaik dalam diri kita tidak lain dan tidak bukan adalah melakukan kehendak Allah itu. Sayangnya, sampai saat ini kita masih saja terjatuh dalam sikap hidup yang keliru. Kita belum mampu memberikan persembahan hidup karena masih sibuk berharap mendapatkan persembahan, pemberian, entah dari Tuhan atau juga sesama. Kita belum mampu melakukan kehendak Allah karena masih saja sibuk memuaskan keinginan dan kepentingan diri. Saudaraku, sesungguhnya saat manusia berjuang dan berusaha mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup untuk melakukan kehendak Allah, saat itu manusia telah menyerahkan hidup dalam kekuatan Allah, hidup untuk kemegahan nama Tuhan Allah. Manusia ada dan hidup di dalam Allah. Situasi dan keadaan inilah yang disebut dengan damai sejahtera. Inilah keselamatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 24 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Senin Adven IV/C
“Allah mengunjungi kita laksana fajar cemerlang”; menjadi penggalan awal dari Kidung Zakharia. Peristiwa Allah mengunjungi umat-Nya lewat kelahiran Putera-Nya bukan peristiwa yang biasa dan sementara. Sifatnya bukan sekedar momentum atau kejadian umum semata. Kelahiran Yesus Kristus Sang Juru Selamat adalah peristiwa khusus, besar dan mulia. Sekali untuk selamanya. Ya, penebusan dan keselamatan yang datang bagi dunia yang telah gelap oleh dosa. Hal ini menjadi bukti kasih setia Allah yang selamanya bagi manusia. Melalui peristiwa ini manusia dilepaskan dari belenggu maut untuk selamanya. Manusia kembali melihat dan menemukan cahaya harapan dalam kehidupan.
Saudaraku, terkadang kita juga selalu menganggap peristiwa kelahiran Yesus Kristus ke dunia hanya sebagai peristiwa biasa, umum dan sekedar momentum. Tidak ada yang besar dan spesial. Sikap ini yang membuat kita juga akhirnya memiliki persiapan diri sekedarnya, persiapan yang biasa saja, atau bahkan tidak mempersiapkan apapun. Kita menganggap peristiwa kelahiran Yesus Kristus hanya sebatas peringatan yang akan lewat. Tidak pernah kita maknai dan kita hidupi. Akhirnya, peristiwa penebusan lewat kelahiran Yesus Kristus tidak pernah sungguh mengubah dan membentuk hidup kita menjadi pribadi yang lebih baik. Saudaraku, natal sebentar lagi. Mari siapkan diri sepantasnya dan selayaknya terhadap peristiwa khusus, besar dan mulia ini. Peristiwa cinta dan kasih setia Allah yang tanpa syarat dan tanpa batas bagi manusia. Sambutlah dan maknailah kedatangan Sang Juru Selamat kita Yesus Kristus. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 25 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Hari Raya Natal
Kabar berita tentang keselamatan yang telah datang kian bergema dan terasa. Segala ujung bumi melihat keselamatan yang datang dari Allah kita. Keselamatan yang dari Allah hadir dalam dunia melalui kelahiran Putera-Nya Tuhan kita Yesus Kristus. Kabar berita ini adalah sesuatu yang hendaknya kita yakini sebagai kebenaran, kenyataan yang sungguh terjadi. Sungguhkah kabar berita tentang keselamatan yang datang dari Allah ini membuat kita percaya? Atau, sampai detik ini kabar berita tentang keselamatan masih kita anggap sebagai cerita khayalan? Cerita dongeng? Atau bahkan kita anggap takhayul?
Dalam sebuah homili di malam natal, pernah suatu ketika Santo Fransiskus Asisi sungguh-sungguh menangis terharu. Ia begitu merasakan cinta dan kasih setia Allah yang begitu hebat bagi manusia. Cinta dan kasih setia Allah yang tanpa batas dan tanpa syarat dinyatakan lewat kehadiran lahirnya Yesus Kristus Putera-Nya, Sang Juru Selamat Dunia. Firman itu telah menjadi Daging, sabda Allah itu telah nyata menjadi manusia. Kelahiran Yesus sungguh nyata, sungguh terjadi. Kelahiran Yesus bukan berita palsu, bukan berita bohong, bukan cerita dongeng, bukan khayalan atau takhayul. Allah telah menyejarah dalam hidup manusia. Martabat manusia yang jatuh dan hancur kembali ditegakkan dan ditinggikan oleh Allah. Semua tanpa bayaran, tanpa tuntutan, tanpa imbalan. Cinta dan kasih setia Allah mengembalikan umat manusia dari kegelapan kepada terang itu sendiri. Maka, sambutlah dan rayakan peristiwa kelahiran Sang Juru Selamat ini dengan juga mewartakan dan menyebarkan berita kebenaran tentang datangnya keselamatan, yaitu kelahiran Sang Juru Selamat ke dunia lewat hidup yang terus menjadi sumber damai dan sukacita dalam hidup sehari-hari.
Selamat Hari Raya Natal. Semoga damai dan sukacita Natal sebagai wujud cinta dan kasih setia Allah yang tanpa syarat, tanpa batas dan tanpa akhir sungguh hadir dalam hidup kita. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 26 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Pesta St. Stefanus, Martir Pertama
“Dan kamu akan dibenci oleh semua orang karena nama-Ku, tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat,” menjadi kalimat penutup Injil hari ini. Gambaran bahwa menjadi murid Kristus dan bersaksi tentang kebenaran iman butuh pengorbanan bahkan nyawa. Siap untuk ditinggalkan, siap untuk dijauhi, siap untuk ditolak, siap untuk diasingkan, siap untuk mengalami penderitaan bahkan siap saat nyawa harus menjadi taruhannya. Ini pun situasi yang dialami oleh Santo Stefanus, martir pertama. Ia harus dirajam hanya karena bersaksi tentang kebenaran iman akan Kristus. Inilah kemartiran pada zaman itu. Bagaimana dengan kemartiran kita di zaman ini? Selalu mampu dan beranikah kita menjadi saksi kebenaran iman akan Kristus?
Kita dipanggil dan diutus juga menjadi martir-martir kekinian. Saat kehidupan sudah jauh dari kebaikan dan kebenaran akan iman, hendaknya kita menjadi garda terdepan yang selalu terus memberikan kesaksian. Bukan dengan cara berbicara lantang bahkan kasar tentang Kristus atau menampakkan atribut-atribut kekatolikan kita di jalan-jalan, melainkan dengan cara menjadikan hidup sebagai saksi-saksi dari buah kebenaran iman akan Kristus. Di saat hidup dalam kasih dan persaudaraan sudah mati dan hancur, kitalah yang seharusnya menghidupkan dan membangun kembali hidup dalam persekutuan cinta. Di saat damai, saling menghormati dan toleransi dalam persaudaraan semakin terkikis dan hilang, kita mulai untuk menampilkan kerukunan dan indahnya toleransi. Di saat hidup dipenuhi dengan amarah dan kebencian, saling menghina, mencaci dan menghujat satu sama lain semakin merajalela, di saat itulah kita hendaknya mengubahnya menjadi hidup yang penuh cinta, ketulusan untuk saling menghormati, saling menguatkan dan meneguhkan. Kemartiran itu terjadi saat kebenaran akan iman terwujud dalam hidup kita sehari-hari. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 27 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Pesta St. Yohanes, Rasul dan Penulis Injil
Relasi atau kedekatan Rasul Yohanes dengan Yesus tampak lebih intim dari para rasul yang lain. Hal ini yang membuat Yohanes mampu mengalami dan merasakan kasih Allah dalam diri Yesus. Yohanes mampu menangkap firman dan menjadikan firman itu hidup. Tulisan-tulisan Rasul Yohanes entah dalam Injil dan surat-suratnya selalu menggunakan refleksi dan teologis yang mendalam tentang Yesus dan perutusan-Nya. Dalam tulisannya pula Yohanes selalu menyatakan diri secara tersirat sebagai pribadi yang dikasihi. Hal ini juga yang membuat Yohanes disaat-saat akhir dalam hidupnya selalu memberikan nasihat dan ajaran yang sama dan berulang-ulang: “Anak-anakku, cobalah kamu saling mengasihi”. Hal ini membuat banyak orang menjadi bingung dan bertanya-tanya. Atas pertanyaan banyak orang mengapa ajarannya selalu sama, Yohanes menjawab: “Karena itulah ajaran Tuhan yang utama dan jikalau kamu melakukannya, sudah cukuplah yang kamu perbuat.”
Saudaraku, ternyata masih sulit bagi kita untuk mampu hidup saling mengasihi. Kita selalu gagal menjadi pribadi yang mengasihi. Kita bukan hidup saling mengasihi tetapi justru mematikan dan menghancurkan kasih itu. Hal ini terjadi karena kita tidak mampu mengalami dan merasa sebagai pribadi yang dikasihi oleh Allah. Kasih Allah yang luas dan dalam tidak pernah mampu kita alami dan kita rasakan. Kita belum mampu mengalami hal seperti yang dialami oleh Rasul Yohanes. Sumber dan dasar dari manusia untuk berbuat kasih adalah kemampuannya menangkap dan merasakan kasih dari Allah itu lewat setiap peristiwa apapun dalam hidupnya. Kemampuan mengalami dan merasa sebagai pribadi yang dikasihi oleh Allah adalah kekuatan kita untuk hidup saling mengasihi itu. Selama kita belum mampu mengalami dan merasakan sebagai pribadi yang dikasihi oleh Allah, sampai kapanpun kita tidak akan pernah mampu mengasihi. Saudaraku, mari miliki relasi dan kedekatan yang intim dengan Yesus sampai kita mampu mengalami dan merasakan sebagai pribadi yang dikasihi Allah. Jadikan hidup kita sebagai firman yang hidup karena kasih menjadi yang utama. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 28 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir
Allah adalah terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan. Jika kita mengaku hidup dalam persekutuan dengan Allah namun hidup dalam kegelapan, maka kita berdusta. Akan tetapi Yesus telah menyucikan, menguduskan dan memurnikan kita dengan darah-Nya. Kita telah diangkat dan dipilih untuk menjadi kudus dan hidup dalam kemurnian. Maka jika kita mengatakan tidak memiliki dosa, kita menipu diri kita sendiri, kita berdusta. Oleh karena itu, kita yang sudah ditebus, dikuduskan, disucikan dan dimurnikan hendaknya mulai hidup tanpa dosa lagi. Berjuang, bertahan dan berusaha hidup kudus dan murni.
Hari ini kita merayakan Pesta Kanak-Kanak Suci, Martir. Kanak-kanak yang terbunuh oleh amarah, kebengisan dan ketakutan Herodes karena kekuasaannya terancam. Dosa telah merasuki diri Herodes saat itu sehingga ia menjadi simbol hancurnya kesucian dan kemurnian dalam diri manusia. Sedangkan kanak-kanak suci menjadi simbol hidup yang selalu ada dalam kekudusan dan kemurnian. Saat hidup hanya dikuasai oleh nafsu kedagingan, amarah, ambisi berkuasa, maka saat itu nilai kekudusan dan kemurnian mulai hancur. Yang terjadi hanya amarah, kebencian, kebengisan, kejahatan dan saling menghancurkan juga memusnahkan. Saudaraku, kita diingatkan bahwa sejatinya oleh Kristus kita sudah dipanggil, dipilih dan diangkat untuk menjadi kudus dan murni. Mari terus berjuang menjaga kekudusan dan kemurnian itu dengan menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Matikan nafsu kedagingan kita, redam amarah, buang kebencian, hentikan ambisi-ambisi kejahatan. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 29 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Sabtu Hari Kelima dalam Oktaf Natal
Rasul Yohanes menuliskan sesuatu yang indah dalam suratnya, “Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan. Ia tidak tahu ke mana ia pergi karena kegelapan itu telah membutakan matanya. Ia berada dalam kesesatan.” Siapapun yang mengaku mengenal Allah seharusnya hidup menuruti perintah Allah. Perintah utama dan pertama adalah kasih itu sendiri. Saudaraku, seringkali kita senang dan bangga mengaku kenal dan dekat dengan Allah. Rajin berdoa, sering beribadat, tidak pernah absen ekaristi, aktif dalam pelayanan gereja dan sebagainya, tetapi kenyataannya kita juga sekaligus hidup dalam kebencian dan permusuhan dengan sesama. Hidup yang seperti ini oleh Yohanes disebut sebagai pendusta, tidak ada kebenaran dalam dirinya. Ya, kenyataannya memang kita selalu saja memilih hidup dalam kegelapan dan kesesatan.
Yesus adalah cahaya sejati yang telah hadir bagi dunia. Simeon memberikan kesaksian bahwa Yesus adalah keselamatan yang telah datang ke dunia. Saudaraku, apalagi yang kita sangsikan? Apalagi yang kita ragukan? Saat kita masih saja terus memilih hidup dalam kegelapan dan kesesatan artinya kita masih sangsi dan ragu terhadap Yesus Kristus, cahaya keselamatan itu. Kita tidak percaya bahwa Yesus adalah cahaya keselamatan. Mengapa kita hanya senang dan bangga menampakkan, menampilkan dan menunjukkan iman kita akan Yesus Kristus tetapi tidak pernah menjalankan perintah-Nya? Kita hanya senang memanggil dan memuji nama-Nya tetapi bukan untuk menjalankan perintah-Nya. Semoga mulai saat ini kita terus berjuang untuk selalu hidup dalam terang itu, mengasihi sesama saudara kita. Milikilah hidup yang dikuasai kasih, bukan dikuasai kebencian. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 30 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Minggu Pesta Keluarga Kudus: Yesus, Maria dan Yusuf
Yesus, Maria dan Yusuf adalah keluarga kudus dari Nazareth yang seharusnya menjadi teladan kehidupan bagi keluarga Katolik, terlebih di jaman sekarang ini banyak sekali keluarga mengalami keretakan dan kehancuran, banyak keluarga telah kehilangan nilai dan martabat yang luhur dan suci sebagai sebuah keluarga. Nilai cinta dan kesetiaan, nilai kejujuran dan kehormatan, nilai keadilan dan tanggung jawab seolah menjadi hal tidak penting lagi dalam keluarga. Banyak keluarga tidak lagi hidup dalam persekutuan cinta, tidak lagi mampu hidup dalam kasih satu sama lain sesama anggota keluarga. Sebaliknya, keluarga banyak yang berantakan karena hilangnya cinta dan kesetiaan, kejujuran dan keadilan, kehormatan dan tanggung jawab. Banyak keluarga tidak lagi memiliki kata “tolong”, “terimakasih”, dan “maaf”. Minggu ini Gereja merayakan pesta Keluarga Kudus supaya kita kembali merefleksikan dan memaknai kehidupan keluarga kita masing-masing.
Kita diingatkan lagi sebagai pribadi yang telah diangkat sebagai anak-anak Allah untuk mampu terus menjalankan perintah Allah. Hidup dalam persekutuan kasih. Inilah situasi yang harus ada dalam kehidupan sebuah keluarga. Kasih hendaknya menjadi dasar dan pondasi kokoh dalam menjalani kehidupan keluarga. Keluarga akan menjadi kudus saat keluarga ini dikuasai oleh kasih. Kasih adalah wujud kehadiran Allah dalam keluarga. Saat hidup sebuah keluarga hanya menghilangkan, melenyapkan dan menghancurkan kasih, maka Allah tidak pernah hadir bagi keluarga tersebut. Keluarga seperti ini menjadi keluarga yang jauh dari cinta dan berkat Allah, keluarga tidak akan pernah mengalami kekudusan. Saudaraku, semoga mulai saat ini kita sebagai anggota sebuah keluarga, entah sebagai suami, istri, anak-anak dan siapapun, mulai untuk hidup dalam persekutuan kasih tersebut. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ
Renungan 31 Desember 2018
Inspirasi Bacaan Harian Hari Ketujuh dalam Oktaf Natal
Marah dan sakit hati, kecewa dan kesal, ingin membalas dendam. Inilah sikap dan perasaan yang muncul saat iman kita dihina. Saat Tuhan yang kita muliakan direndahkan oleh orang lain. Saat Yesus Kristus dijatuhkan dan begitu dicemooh oleh kata-kata dan juga tindakan. Mereka bagaikan orang-orang yang antikristus seperti yang digambarkan dalam surat Rasul Yohanes. Contoh nyata situasi tersebut adalah di mana saat ini sedang viral tentang larangan mengucapkan selamat natal, hari kelahiran Yesus Kristus. Kita merasa iman kita akan Yesus Kristus direndahkan, merasa disudutkan, merasa dicemooh dan sebagainya. Saudaraku, sikap dan perasaan kita yang marah, sakit hati, kesal dan kecewa bahkan ingin membalas dendam adalah hal wajar. Tetapi penting bagi kita melalui situasi dan peristiwa tersebut untuk juga semakin merenungkan kualitas keimanan kita. Apakah kita layak dan pantas dengan iman yang kita miliki saat ini untuk marah dan sakit hati, kesal dan kecewa juga seolah berhak membalas dendam? Jangan-jangan sikap hidup kita selama ini juga antikristus karena tidak menunjukkan hidup sebagai anak-anak Allah yang dikuasai terang.
Yesus Kristus yang hadir ke dunia telah mengangkat harkat martabat manusia. Dia adalah firman yang menjadi manusia. Siapapun yang percaya dan menerima Dia akan diberi-Nya kuasa menjadi anak-anak Allah. Anak-anak Allah hidup dalam cahaya terang karena Yesus adalah terang itu sendiri yang hadir bagi dunia yang gelap. Anak-anak Allah tidak hidup dalam kuasa kegelapan. Saudaraku, karena kita telah percaya dan menerima Yesus, maka kita adalah anak-anak Allah yang seharusnya hidup dalam terang. Maka, tidak perlu kita menjadi marah dan sakit hati, tidak perlu kita kesal dan kecewa, tidak perlu juga kita membalas dendam. Ketika kita melakukan itu semua, tidak ada bedanya kita dengan golongan antikristus. Lebih baik bagi kita untuk terus berjuang dan berusaha mempertahankan dan menjaga martabat kita sebagai anak-anak Allah dengan hidup di dalam terang. Tuhan memberkati.
Jangan lupa bahagia
Jangan lupa tersenyum
Jangan lupa berdoa
RDLJ